Pemeriksaan Penunjang 1. Tzank Test Pemeriksaan cairan dari bulla (blister) untuk mencari untuk mencari karakteristik sel Tzanck dari varicella ( cacar air ), herpes zoster, herpes simplex, dan pemfigus vulgaris.
Pada tzank test pemfigus vulgaris ditemukan akantolisis Akantolisis: hilangnya spina atau akanta atau jembatan antar sel, sehingga terbentuk celah atau rongga yang berisi cairan. Biasa karna autoimun. 2. Tes Immunofloresensi Imunofluoresensi langsung pada biopsi mukokutan perilesional menunjukkan pengendapan antibodi IgG dan / atau komplemen C3 antar sel di sepanjang permukaan sel epitel.1, 6 Imunofluoresensi tidak langsung menunjukkan adanya autoantibodi IgG serum yang bersirkulasi melalui pengendapan antar sel pada substrat seperti kulit manusia atau monyet esofagus Pemeriksaan C3 komplemen mengukur kuantitas atau aktivitas dari protein tertentu yang merupakan bagian dari sistem komplemen. Sistem komplemen adalah sekelompok protein darah yang bekerja sama untuk memainkan peran dalam respon kekebalan tubuh dan proses peradangan (inflamasi). Peran utama sistem komplemen tersebut adalah untuk menghancurkan patogen asing seperti bakteri dan virus. Sistem komplemen juga dapat diaktifkan ketika tubuh membuat antibodi terhadap jaringan sendi yang menurutnya asing (autoantibodi) seperti yang terjadi pada penyakit autouimun. Pemeriksaan C3 komplemen membutuhkan sampel darah yang diambil dari pembuluh darah vena di lengan. Pemeriksaan C3 komplemen mengukur kuantitas atau aktivitas dari protein tertentu
yang merupakan bagian dari sistem komplemen. Sistem komplemen adalah sekelompok protein darah yang bekerja sama untuk memainkan peran dalam respon kekebalan tubuh dan proses peradangan (inflamasi). Peran utama sistem komplemen tersebut adalah untuk menghancurkan patogen asing seperti bakteri dan virus. Sistem komplemen juga dapat diaktifkan ketika tubuh membuat antibodi terhadap jaringan sendi yang menurutnya asing (autoantibodi) seperti yang terjadi pada penyakit autouimun. Pemeriksaan C3 komplemen membutuhkan sampel darah yang diambil dari pembuluh darah vena di lengan. Immunofluorescence (IF) or cell imaging techniques rely on the use of antibodies to
label a specific target antigen with a fluorescent dye (also called fluorophores or fluorochromes) such as fluorescein isothiocyanate(FITC). Antibodies that are chemically conjugated to fluorophores are commonly used in IF.
The fluorophore allows visualization of the target distribution in the sample under a fluorescent microscope (eg epifluorescence and confocal microscopes). We distinguish between two IF methods depending on whether the fluorophore is conjugated to the primary or the secondary antibody: Direct IF uses a single antibody directed against the target of interest. The primary antibody is directly conjugated to a fluorophore. Indirect IF uses two antibodies. The primary antibody is unconjugated and a fluorophore-conjugated secondary antibody directed against the primary antibody is used for detection.
IF test Pemeriksaan dengan menggunakan antibodi untuk melabeli antigen target spesifik dengan pewarna fluoresen.
IF Langsung menggunakan antibodi tunggal yang diarahkan terhadap target yang diinginkan. Antibodi primer langsung terkonjugasi dengan pewarna fluoresen (fluorophore)
IF tidak langsung menggunakan dua antibodi. Antibodi primer tidak terkonjugasi, sedangkan antibodi sekunder dapat terkonjugasi secara langsung terhadap fluorophore yang digunakan sebagai deteksi.
https://www.abcam.com/secondary-antibodies/direct-vs-indirect-immunofluorescenceJelajahi antibodi utama Alexa Fluor®
file:///C:/Users/ggg/Downloads/935-2440-1-SM.pdf DD Pemfigus bullosa
1. Pemfigus Bulosa + tidak nyeri dan tes nick somethin itu Gejala klinis pada Pemfigus Bulosa adalah terbentuknya bula yang besar dengan tekanan meningkat pada kulit normal atau dengan basal eritematous. Bula-bula ini sering timbul pada daerah abdomen bagian bawah, bagian paha depan atau paha atas, dan fleksor lengan atas, walaupun ia bisa timbul dimanamana bagian tubuh. Bula yang terbentuk biasanya terisi dengan cairan bening dan bisa juga terdapat perdarahan. Kulit yang lepas apabila bula-bula itu pecah biasanya mempunyai potensi reepitelisasi, tidak seperti Pemfigus Vulgaris, erosi yang terjadi tidak menyebar ke perifer. Lesi pada Pemfigus Bulosa tidak mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan jarang sekali disertai oleh gatal. Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menentukan Pemfigus Bulosa adalah biopsi yang memberikan gambaran bula subepidermal tanpa nekrosis pada epidermal dengan infiltrat limfosit, histiosit dan eosinofil pada permukaan dermal. Pemvigus vulgaris
Pemfigus Vulgaris adalah salah satu bentuk bulos dermatosis yang bersifat kronis, disertai dengan adanya proses akantolisis dan terbentuknya bula pada epidermis. Pemvigus vulgaris lebih sering terjadi pada orang orang Yahudi dan orang orang orang dari keturunan Mediterania. Di Yerussalem kejadian diperkirakan mencapai 16 juta, sedangkan di Perancis
dan Jerman itu sekitar 1.3 per juta. Onsetnya adalah umur 40 sampai 60 tahun, juga terdapat pada anak anak dan dewasa muda. Antara laki laki dan perempuan kejadiannya sama.(1) Pemfigus vulgaris ditandai oleh adanya bulla berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous. Pemfigus Vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan. (2) Lesi kulit pada pemfigus vulgaris bisa pruritus atau nyeri. Paparan radiasi ultraviolet dapat memperburuk aktivitas penyakit. Lesi primer dari pemfigus vulgaris adalah blister lembek, yang dapat terjadi dimana saja pada permukaan kulit, tetapi biasanya tidak pada telapak tangan dan kaki. Lesi mudah pecah dan berair yang timbul pada kulit normal, secara acak tersebar, diskrit. Erosi yang luas mudah berdarah terutama pada kulit kepala. 1. Klaus Wolff RAJ. Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6 ed. New York: McGraw-Hill; 2009. 2. Loweel Goldsmith SK, Barbara Gilchrest, Amy Paller, David Leffell, Klaus Wolff. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 8 ed. New York: McGraw-Hill; 2012. 3. Adhi Djuanda MH, Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 6 ed. Wiryadi B, editor. Jakarta: FK UI; 2011. 204-11 p. Patofisio https://emedicine.medscape.com/article/1064187-overview#a6 https://www.researchgate.net/publication/44029670_Pemphigus_Vulgaris_Mekanisme_Da n_Penanggulangannya_Laporan_Kasus akantolisis kulit lepas jadi yah bula KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder, baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko timbulnya jaringan parut. 2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan malignansi yang sekunder (misalnya, Sarkoma Kaposi), karena sistem imunitas yang terganggu. 3.
Retardasi pada pertumbuhan telah dilaporkan pada anak yang memakai kortikosteroid sistemik dan imunosupresan.
4. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresi yang berkepanjangan. 5. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat. Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan penyakit seperti septikemia atau TB untuk mencapai stadium lanjut sebelum diagnosis. 6.
Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.
Obat: liat di buku merah halaman 206 atau bisa lihat di word yang 2570 Non medikamentosa
Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga dan makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan renyah)
Kompres pk : https://www.academia.edu/9324484/PEMFIGUS_VULGARIS
Prognosis klo mau
PROGNOSIS Sebelum adanya terapi glukokortikoid, Pemfigus Vulgaris hampir selalu berakibat fatal, dan Pemfigus Foliaseus berakibat fatal pada 60% pasien. Pemfigus Foliaseus hampir selalu berakibat fatal pada pasien usia lanjut dengan sejumlah permasalahan dalam pengobatan. Penambahan glukokortikoid sistemik dan penggunaan terapi imunosupresif telah meningkatkan prognosis pasien dengan Pemfigus Vulgaris. Namun demikian, Pemfigus Vulgaris tetap merupakan penyakit yang dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi sering menjadi penyebab kematian, dan dengan meningkatnya kebutuhan akan imunosupresan pada penyakit yang aktif, terapi seringkali menjadi faktor yang berperan dalam menyebabkan kematian. Dengan terapi glukokortikoid dan imunosupresan, mortalitas (baik dari penyakit maupun terapi) pasien dengan Pemfigus Vulgaris yang diikuti dalam 4 sampai 10 tahun adalah 10% atau kurang, dimana pada Pemfigus Foliaseus angka ini cenderung lebih kecil. Aktivitas penyakit umumnya berkurang dengan waktu dan relaps paling banyak terjadi di 2 pertama setelah diagnosis. Keadaan ini lebih buruk pada pasien yang lebih tua.(2)
4. Loweel Goldsmith SK, Barbara Gilchrest, Amy Paller, David Leffell, Klaus Wolff. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 8 ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
Kesimpulan