JURNAL PRAKTIKUM FITOKIMIA TUGAS 3 βIDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOIDA (Ekstrak Psidium guajava)β
NAMA
: WIWEKA SANTIKRAMA
NIM
: 201610410311117
KELAS
: FARMASI-C
KELOMPOK : 2 (Dua)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOIDA (Ekstrak Psidium guajava)
1.1 TUJUAN Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan flavonoida dalam tanaman. 1.2 TINJAUAN PUSTAKA a) Tanaman Psidium guajava Klasifikasi Psidium guajava (Jambu Biji) Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun (Hapsoh, 2011) Tanaman jambu biji (Psidium guajava) dalam sistematika dunia tumbuhan diklasifikasikan menjadi seperti dibawah ini: Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Familia
: Myrtacecae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava, L. (Cronquist, 1981)
Morfologi Psidium guajava (Jambu Biji) Habitus : Tumbuhan jambu biji termasuk jenis perdu atau pohon kecil, tinggi2-10 m, percabangan banyak. Batang : Berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun : Tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Buah : Tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak
daun, berkumpul 1-3
bunga,
berwarna putih. Buahnya berbentuk bulat sampai bulattelur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna
putih kekuningan atau merah jambu. Biji banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning kecokelatan (Materia Medika, 1979) Manfaat Psidium guajava (Jambu Biji) Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia Myrtaceae, banyak tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita. Penduduk terlalu mementingkan buahnya,
sedangkan
daun-daunnya
hanya
sebagian
kecil
saja
yang
memperhatikannya, padahal mempunyai nilai obat yang baik, terutama untuk menyembuhkan sakit: diare dan astringensia. (Kartasapoetra, 1992) Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawwan. Selain buahnya, bagian tanaman lainnya, seperti daun, kulit akar ataupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat obat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari. (Cahyono. B, 2010) Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu sebagai antiinflamasi,
antidiare,
analgesik,
antibakteri,
antidiabetes,
antihipertensi,
mengurangi demam dan penambah trombosit (Kirtikar dan Bashu., 1998). Daun jambu biji putih telah terbukti secara klinis menghambat pertumbuhan rotavirus yang menyebabkan enteritis pada anak-anak dan menyembuhkan kejang dan penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei et al., 2000) Kandungan Kimia Psidium guajava (Jambu Biji) Psidium guajava L. diketahui mengandung beberapa bahan aktif antara lain tanin, f;avonoid, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar dan asam oksalat, teteapi hanya komponen khusus seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri dan alkaloid yang memiliki efek farmakologi sebegai antidiare terutama pada penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri. Daun mengandung tannin, minyak atsiri (eugenol), minyak lemak,dammar, zat samak, triterpenoid, asam malat. Tanin secara ilmiah didefinisikansebagai senyawa polifenol yang mempunyai berat molekul tinggi danmempunyai gugus hidroksil dan gugus lainnya (seperti karboksil) sehinggadapat membentuk kompleks dengan protein.
Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol, alkohol, dan hidroalkohol, tetapi tidak larut dalam petroleum eter, benzene dan eter. Struktur dan kelas tanin sebagai berikut:
Daun jambu biji berkhasiat astringen (pengelat), antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (homeostatis) dan peluruh haid. Buah berkhasiat antioksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. b) Golongan Senyawa Flavonoida Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6 , yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6 -C3 -C6 , artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995). Flavonoid
merupakan
kandungan
khas
tumbuhan
hijau
dengan
mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae. (Markham,1988) Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam aktivitas terhadap macam-macam organisme (Robinson, 1995). Penelitian farmakologi
terhadap senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid memperlihatkan aktivitas seperti antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus dan menghambat kerja enzim (Geissman, 1962) Klasifikasi Senyawa Flavonoida Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar UV dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut glikosida. (Herbone, 1996) Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula ynag paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskansuatu gula dari suatu flavonoid O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan olehsifat gula tersebut. Pada flavonoid C-glikosida, gula terikat pada atom karbonflavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengansuatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanyaditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid, misalnya pada orientin.(Markham, 1988). Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu : 1. Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, danaglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat dialam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutanflavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan (Harborne, 1996)
2. Flavon Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenisyang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat padagula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid. (Harborne, 1996)
3. Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat (Harborne, 1996)
4. Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk (Harborne, 1996)
5. Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna (Harborne, 1996)
6. Katekin Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan (Harborne, 1996)
7. Leukoantosianidin (Flavan-3,4-diol) Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol (Harborne, 1996)
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi. (Harborne, 1996).
9. Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996)
10. Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995)
Cara Mengidentifikasi Senyawa Golongan Flavonoida
Uji fitokimia senyawa golongan flavonoid dilakukan pada ekstrak hasil maserasi, ekstrak hasil partisi, dan fraksi hasil kromatografi kolom. Pengujian dilakukan dengan beberapa pereaksi berikut (Geissman, 1962): 1. Uji Wilstatter: Sejumlah tertentu sampel ditambah serbuk Mg dan HCl pekat. 2. Uji Bate Smith-Matcalfe: Sejumlah tertentu sampel ditambahkan H2SO4 pekatdan dipanaskan selama 15 menit diatas penangas air. 3. Uji dengan NaOH 10%: Sejumlah tertentu sampel ditambahkan beberapa tetes NaOH 10%. Karakteristik
flavonoid
dapat
didasarkan
atas
reaksi
warna
dan
kelarutannya.Jika tidak ada pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat dideteksi dengan uapamonia dan memberikan warna spesifik untuk masing-masing golongan golongan. Reaksi warna flavonoid dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1) Pemisahan KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu teknik/metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah stu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, diantaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Dalam KLT tedapat factor resistensi (Rf) yang dirumuskan sebagai berikut : π
π =
π½ππππ π‘ππππ’β ππππππππ π½ππππ π‘ππππ’β πππ’ππ
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen. Sebaliknya jika Rf terlalu rendah, maka kepolaran eluen harus ditambah.( (Materia Medika Indonesia IV, 1980). Cara menggunakan KLT : 1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm. berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm. 2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan garis akhir di bagian atas. 3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan. 4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan campurkan. 5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen. Tutuplah chamber. 6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan terlihat 7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan ukur jarak spot. Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak
terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat, asam sulfat pekat dalam alcohol 96% atau ninhidrin. 2) Pemisahan Kromatografi Kolom Kromatografi kolom adalah salah satu teknik/metode yang digunakan untuk pemurnian senyawa dari campuran dengan memakai kolom. Kromatografi kolom termasuk kromatografi preparative. Fasa gerak atau eluen adalah campuran cairan murni. Eluen dipilih sedemikian rupa sehingga fakror retensi senyawa berkisar antara 0,2-0,3 supaya meminimalisasi penggunaan waktu dan jumlah eluen melewati kolom. Jenis eluen yang digunakan pada kromatografi kolom dipilih supaya senyawa yang berbeda dapat dipisahkan secara efektif. Eluen yang digunakan dapat dicoba terlebih dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis. Setelah dirasa cocok, eluen yang sama digunakan untuk mengelusi komponen dalam kolom. Fasa diam yang digunakan dalam kromatografi kolom adalah suatu adsorben padat. Biasanya berupa silica gel atau alumina. Metode yang digunakan adalah metode kering dan metode basah. Metode basah Pada metode basah, bubur (slurry) disiapkan dengan mencampurkan eluen pada serbuk fasa diam dan dimasukkan secara hari-hati pada kolom. Dalam langkah ini harus benarbenar hati-hati supaya tidak ada gelembung udara. Larutan senyawa
organic dipipet
dibagian atas fasa diam kemudian eluen dituangkan pelan-pelan melewati kolom. Cara kerja kromatografi Komponen tunggal ditahan pada fasa diam berupa adsorben karena telah terikat ketika eluen dialirkan, maka senyawa akan melakukan migrasi, terbawa oleh eluen sesuai dengan kesesuaian kepolaran. Masing-masing senyawa dalam komponen mempunyai kecepatan yang berbeda-beda dalam melewati kolom. Selama proses berlangsung, akan didapatkan beberapa fraksi. Masing-masing fraksi kemungkinan mengandung senyawa berbeda. Untuk mengujinya, fraksi hasil kromatografi kolom dapat diamati menggunakan KLT. Fraksi dengan Rf yang mirip, kemungkinan mengandung senyawa yang sama. Fraksi dapat diamati lebih lanjut menggunakan spektroskopi. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen β komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran, metode pemisahan fisika kimia dengan fase gerak dan fase diam yang diletakkan pada penyangga berupa plat atau lapis yang cocok zat yang memiliki kepolaran
yang sama dengan fasa diam akan cenderung tertahan dan nilai Rfnya paling kecil pada identifikasi noda/penampakan noda, jika nada sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rfnya. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuholeh komponen dibagi dengan jarak tempuh eluen untuk setiap senyawa. Faktor yang mempengaruhi harga Rf : 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan 2. Sifat dan penyerap, derajat aktivitasnya 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap 4. Pelarut fase gerak 5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan 6. Teknik percobaan 7. Jumlah campuran yang digunakan 8. Suhu 9. Kesetimbangan. (Materia Medika Indonesia IV, 1980). β’
Pereaksi Sitrat Borat Pereaksi sitrat borat akan memberikan warna kuning terang pada UV 366 nm untuk deteksi flavonoid. Pereaksi semprot sitroborat merupakan pereaksi spesifik berkepekaan tinggi untuk mendeteksi flavonoid dan spesifik untuk gugus ortodihidroksi. (Paulus Eko Murwanto & Djoko Santosa, 2012)
β’
Penampak Noda Uap Amonia Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang bersifat asam, sehingga menimbulkan perubahan warna yang khas dengan adanya amonia (Markham, 1988). Jika tidak tercampur dengan pigmen lain, flavonoid dapat dideteksi dengan uap amonia dan akan menimbulkan warna yang spesifik untuk masing-masing golongan.(Robinson, 1995)
1.3 ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Hotplate 2. Plat KLT 3. Tabung Reaksi 4. Pipet 5. Batang pengaduk
Bahan: 1. Ekstrak Psidium guajava 2. Etanol 3. 4 potong magnesium 4. Butanol 5. Pereaksi sitrat borat/uap amonia/asam sulfat 6. HCl pekat 7. n-heksana 8. Kloroform:Aseton:Asam formiat 9. Air Suling 1.4 PROSEDUR KERJA a. Preparasi Sampel 1. 0,3 gram ekstrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi sampai fase n-heksan tidak berwarna. 2. Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masingmasing disebut dengan larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID. b. Reaksi Warna 1. Uji Bate-Smith dan Metcalf 1) Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat dan diamati perubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan di atas penangas air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi. 2) Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan adanya senyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko). 2. Uji Wilstater 1) Larutan IIIA digunakan sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0,5 ml HCl pekat dan 4 potong magnesium. 2) Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 ml air suling melewati dinding tabung, kemudian ditambah 1 ml butanol secara perlahanlahan melewati dinding tabung. 3) Diamati perubahan warna yang terjadi di setiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan adanya flavanon. c. Kromatografi Lapis Tipis
1. Larutan IIID dan fase n-heksan (3.2.a.1) ditotolkan pada fase diam. 2. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan: Fase diam
: lapis tipis selulosa (diganti Kiesel Gel 254)
Fase gerak
: Kloroform:aseton:asam formiat (6:6:(1 gtt))
Penampak noda : - pereaksi sitrat borat atau - uap amonia atau - asam sulfat 10% 3. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning intensif 4. Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan ketika amonianya menguap meninggalkan noda. 1.4 BAGAN ALIR a. Preparasi Sampel 0,3 gram ekstrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi sampai fase n-heksan tidak berwarna β Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol dan dibagi menjadi 4 bagian (IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID) b. Reaksi Warna 1. Uji Bate-Smith dan Metcalf Larutan IIIA sebagai blanko Larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat β Diamati perubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan di atas penangas air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi β Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan adanya senyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko) 2. Uji Wilstater Larutan IIA digunakan sebagai blanko larutan IIIC ditambah 0,5 ml HCl pekat dan 4 potong magnesium β Diamati perubahan warna yang terjadi β
diencerkan dengan 2 ml air suling melewati dinding tabung β ditambah 1 ml butanol secara perlahan-lahan melewati dinding tabung β Diamati perubahan warna yang terjadi di setiap lapisan. Warna jingga menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan adanya flavanon 3. Kromatografi Lapis Tipis Larutan IIID dan fase n-heksan (3.2.a.1) ditotolkan pada fase diam β Pemeriksaan KLT dengan menggunakan fase diam Kiesel Gel 254, fase gerak Kloroform:aseton:asam formiat (6:6:(1 gtt)), dan penampak noda dengan pereaksi sitrat borat/uap amonia/asam sulfat β Amati perubahan warna β Warna kuning intensif menunjukkan adanya flavonoid 1.5 SKEMA KERJA a. Preparasi Sampel 0,3 gram ekstrak dikocok
Residu dilarutkan dalam 20 ml
dengan 3 ml n-heksana berkali-
etanol dan dibagi menjadi 4
kali dalam tabung reaksi sampai
bagian, masing-masing disebut
fase n-heksan tidak berwarna
dengan larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID
b. Reaksi Warna 1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan
larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat
IIIA
dan diamati perubahan warna yang
sebagai
terjadi, kemudian dipanaskan di atas
blanko
penangas air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi
Bila
perlahan-lahan
menjadi
warna
merah terang atau ungu menunjukkan adanya
senyawa
leukoantosianin
(dibandingkan dengan blanko).
2. Uji Wilstater Larutan
larutan IIIC ditambah 0,5 ml HCl pekat
IIIA
dan 4 potong magnesium
sebagai
Diamati perubahan warna yang terjadi,
blanko
diencerkan dengan 2 ml air suling melewati dinding tabung, kemudian ditambah 1 ml butanol secara perlahanlahan melewati dinding tabung
Diamati perubahan warna yang terjadi di setiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan adanya
flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan adanya flavanon
c. Kromatografi Lapis Tipis Totolkan
Masukan plat KLTke
larutan
dalam chamberyang
IIID
telah jenuh.Kemudian
pada plat
lakukan pemeriksaan
KLT
KLT
DAFTAR PUSTAKA Cahyono, S. B. (2010). Hepatitis B. Yogyakarta: KANISIUS. Depkes RI. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Geissman, T. A., 1962, The Chemistry of Flavonoid Counpound, Hal 51, Pergamon Press, Oxford. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung. Kartasapoetra, G. (1992). Budidaya tanaman berkhasiat obat : kunyit (kunir). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.