SYSTEMIC LUPUS ERYTREMATOUS INDUCED POLYARTHRITIS PADA HEWAN Elrahmilza Ajis, Sartika Rahma, Yuli Yanti Purba, Audrina, Rizan Jihad Akbar, M. Faris Mufid, Philip Aquial S.T.D. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang, 65151 Telp. 0341-5029152 ABSTRAK Pada anjing penyakit Systemic Lupus Erythematous merupakan penyakit kelainan autoimun yang bersifat multisistem. Beberapa keturunan yang tampaknya memiliki kecenderungan untuk Systemic Lupus Erythematous termasuk anjing gembala Shetland, koloni, gembala Jerman, anjing gembala inggris kuno, anjing Afghan, beagles, setter Irlandia, dan Pudel. Keberadaan gen di Systemic Lupus Erythematous dalam tubuh memungkinkan disposisi umum terhadap autoimun (Kelas I) dan gen yang menentukan fenotipe penyakit (Kelas II). Pada Systemic Lupus Erythematous, autoantibodi diarahkan terhadap antigen nuklir termasuk DNA asli, RNA, histones, dan nukleoprotein , antigen permukaan sel pada leukosit, eritrosit, dan trombosit; dan terhadap antigen sitoplasma tertentu seperti lisosom dan ribosom. Systemic Lupus Erythematous biasanya dimulai dengan gejala dan tanda nonspesifik atau spesifik. Untuk mendiagnosa penyakit ini diperlukan pemeriksaan secara klinis, pemeriksaan secara laboratorium. Terapi yang diberikan berupa pemberian prednisone, ursodeoxycholic acid, SAMe, serta azathioprine. Kata kunci : Systemic Lupus Erythematous, autoimun, anjing.
PENDAHULUAN Systemic Lupus Erythematous pada anjing merupakan penyakit kelainan autoimun yang bersifat multisistem, antibodimediasi, sering kali bersifat fatal, dan muncul secara spontan pada penderitanya termasuk pada manusia. Penyakit ini dapat berkembang dalam diri penderita bertahuntahun sebelum dilakukan diagnosa. Penyakit SLE pada anjing ditandai dengan pembentukan antibodi terhadap beragam zat penghasil antibodi dan kompleks imun yang bervariasi. Dengan kata lain, penyakit ini adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menjadi hiperdefensif, menyerang sel, organ, dan jaringan tubuhnya sendiri seolaholah penyakit yang perlu dihancurkan (Seavey, 2011). Penyakit ini memiliki mempunyai ciri khas yaitu peradangan diseluruh tubuh yang timbul secara berulang ulang sehingga menyebabkan kerusakan jaringan terutama pada pembuluh darah. Sel pertahanan tubuh yang harusnya melindungi tubuh dari masuknya kuman atau gangguan ekstra sel lainnya justru menyerang tubuh pemiliknya (Muthusamy,2017) SLE jarang terjadi, namun diyakini kurang terdiagnosis. Beberapa keturunan yang tampaknya memiliki kecendrungan untuk SLE termasuk anjing gembala Shetland, koloni, gembala Jerman, anjing gembala inggris kuno, anjing Afghan, beagles, setter Irlandia, dan Pudel. Usia ratarata terkena lupus adalah 6 tahun, tapi bisa terjadi pada usia berapa pun dan gender tidak berperan dalam penyakit ini (Husain,2016) Tujuan diadakannya studi ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyakit Sistemik Lupus Erimatosus (SLE)
seperti penjelasan secara umum, patogenesa penyakit, cara mendiagnosa penyakit dan pengobatan yang diberikan. ETIOLOGI DAN PATOGENESA Penyebab SLE tidak diketahui. Namun, SLE dipengaruhi oleh faktor genetik, virus, gangguan imunologis, agen farmakologis, dan faktor lingkungan. Keberadaan gen di SLE dalam tubuh memungkinkan disposisi umum terhadap autoimunitas (Kelas I) dan gen yang menentukan fenotipe penyakit (Kelas II). Alel permisif gen Kelas I dikaitkan dengan produksi autoantibodi, sedangkan gen Kelas II menentukan manifestasi penyakit. Perkembangan hasil SLE dari interaksi antara gen dari kedua kelas.Kemungkinan penyebab virus berasal dari pekerjaan di mana filtrat sel bebas kasus SLE disuntikkan ke anak anjing, dan antibodi antinuklear diproduksi. Namun, tidak ada hewan dalam penelitian ini yang mengembangkan tanda-tanda klinis SLE. Banyak obat telah dilaporkan menyebabkan produksi antibodi antinuklear pada manusia yang menunjukkan bahwa hydralazine mampu menyebabkan produksi antibodi antinuklear pada anjing, faktor lingkungan tertentu telah dicurigai dalam patogenesis SLE. Sebagai contoh, sinar ultraviolet dianggap memperburuk lesi kulit pada SLE (Kimm, 2015). Penyakit autoimun disebabkan oleh respon imun yang diarahkan pada jaringan individu. Pada SLE, autoantibodi diarahkan terhadapantigen nuklir termasuk DNA asli, RNA, histones, dan nukleoprotein , antigen permukaan sel pada leukosit, eritrosit, dan trombosit; dan terhadap antigen sitoplasma tertentu seperti lisosom dan ribosom.
Mekanisme yang terlibat dalam kerusakan jaringan pada SLE terutama merupakan reaksi hipersensitivitas Tipe III di mana kompleks imun disimpan di berbagai jaringan, terutama di sepanjang pembuluh darah dan membran basement. Kompleks imun terdiri dari autoantibodi dan antigen yang mengaktifkan komplemen. Aktivasi komplementer akan menarik neutrofil untuk mengatur respons inflamasi. Autoantibodi yang diarahkan terhadap sel hematopoietik menghasilkan hipersensitivitas Tipe II, dimana autoantibodi berikatan dengan sel yang terlibat (misalnya eritrosit) dan melisiskan sel dengan aktivasi komplemen atau menyebabkan fagositosis sel (Lahita, 2011). Poliartritis yang diinduksi oleh penyakit Systemic Lupus Erythrematosus merupakan manifestasi dari penyakit tersebut, yang bersifat erosive non-infeksius. Poliartritis akibat penyakit SLE terjadi karena adanya pembentukan dan penyimpanan kompleks imun pada membrane basal dari synovium. Kompleks imun tersebut akan diaktivasi dengan complement cascade, yang akan menyebabkan terjadinya induksi sel inflamasi [Neutrofil dan makrofag] pada lokasi inflamasi. Setelah terjadi fagositosis kompleks imun oleh sel-sel inflamasi, terdapat pelepasan Nitrit oksida, radikal bebas, dan protease, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan radang pada persendian (Sereno, 2009). DIAGNOSA Systemic Lupus Erythematous biasanya dimulai dengan gejala dan tanda nonspesifik atau spesifik, namun dapat juga
bermanifestasi pertama dengan memar, splenomegaly, neuritis perifer, mioendokarditis dan endokarditis, pneumonitis interstisial, meningitis aseptik, atau tes Coombs positif. Keberadaan anemia (71%), leukopenia (56%), trombositopenia (11%), proteinuria, hematuria, piuria, azotemia, hipergammaglobulinemia, kompleks imun, krioglobulin, antibody antifosfolipid, dan Biologic False Positive Serologic Test for Syphilis juga membuat seseorang dicurigai SLE. Untuk mendiagnosa penyakit ini diperlukan pemeriksaan secara klinis, pemeriksaan secara laboratorium, yakni ANA tes (Antinuclear Antibody Test, hasil harus positif), salah satunya Tes anti-double stranded DNA antibody (Anti dsDNA). dsDNA itu sendiri merupakan self-antigen berupa molekul intraselular yang berperan dalam transkripsi dan translasi. Selain itu juga dilakukan biopsi di daerah tertentu. Dalam melakukan biopsi, hal-hal yang harus diperhatikan yaitu pemilihan lesi yang tepat, teknik biopsi, dan interpretasi biopsi. Area eritema tanpa tanda ulserasi harus dipilih. Epidermis Utuh sangat penting untuk pemeriksaan histopatologi. Histopatologi yang ditemukan pada kasus SLE sangat bervariasi. Hal ini jugaterjadi di manusia. Oleh sebab itu diperlukan diagnosa yang lain seperti uji serologi. Idealnya, akan terjadi apoptosis sel basal sehingga menyebabkan ulserasi. Ada kemungkinan juga terjadi vaskulitis. Pada anjing, terjadi bulla, vesikel subepidermal berisi neutrofil dan sel-sel histiocytic. Sedangkan pada kucing terjadi degenerasi sel-sel basal. PENGOBATAN
Terapi yang diberikan bagi penderita Systemic Lupus Erytrematous Induced Polyathritis adalah berupa pemberian prednisone dengan dosis 2 mg/kg/BID/PO. Setelah obat ini diinduksikan, kondisi penderita biasanya akan membaik dan sebaiknya dosis mulai dikurangi terutama ketika gejala klinis dari penyakit ini sudah mulai berkurang. Pada hari ke-38 dari induksi obat, pasien biasanya akan menunjukkan gejala poliuria dan polidipsia. Pada saat ini lah pasien sebaiknya diberikan ursodeoxycholic acid dengan dosis 10 mg/kg/SID, SAMe dengan dosis 20 mg/kg/SID, serta azathioprine dengan dosis 1 mg/kg/SID (Seavey, 2011).
Anjing.Universitas Denpasar
Udayana.
Kim, Ha-Jung, Jong-Hyun Yoo, Ju-Won Kim. 2009. Discoid lupus erythematosus (DLE) in a juvenile Alaskan Malamute dog. Korean J Vet Res 49(1) : 73~78 73
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah multisystem sebuah penyakit autoimun yang disebabkan oleh hilangnya kontrol dari sel B dan di diagnosa dengan pemeriksaan secara klinis, pemeriksaan secara laboratorium, yakni ANA tes (Antinuclear Antibody Test).
Kimm, Toby J. and Noxon, James O. 2015. Systemic Lupus Erythematosus in Dogs and Cats. Iowa State University Veterinarian: Vol. 45 : Iss. 2 , Article 5. Lahita, G. 2011. Systemic lupus erythematosus, 5th edn. Amsterdam: Elsevier. Muthusamy, Vikneshwaran. 2017. Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Universitas Udayana. Denpasar Seavey, Matthew M., Lily D. Lu, dan Krstine L. Stump. 2011. Animal Models of Systemic Lupus Erythematous (SLE) and Ex Vivo Assay Design for Drug Discovery. US: John Wiley and Sons inc.
DAFTAR PUSTAKA
Sereno, R. 2009. IMPA (Immune-Mediated-
KESIMPULAN
Husain, Anugrah Fitria. 2016. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) pada
Polyarthritis)
in
Proceedings. Kansas.
Dogs.
CVC