Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Dengan Menerapkan Model Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri 26 Palembang Tahun Ajaran 2017/2018 Ririn Asparingga 835893539
[email protected] ABSTRAK Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia terhadap materi cerita pendek anak kelas V SD Negeri 26 Palembang sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia dengan Menerapkan Model Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri 26 Palembang Tahun Ajaran 2017/2018. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia dengan model pembelajaran Role Playing kelas V Di SD Negeri 26 Palembang. Tahun Ajaran 2017/2018. Penelitian ini dilaksanakan melalui PTK yang terbagi dalam 2 siklus, dimana pada setiap siklus harus melalui empat tahapan kegiatan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi (pengamatan), refleksi. Siklus I dilaksanakan tanggal 17 Oktober 2017 dan siklus II dilaksanakan tanggal 23 Oktober 2017. Berdasarkan hasil penelitian perbaikan pembelajaran siklus I, peserta didik yang mendapat nilai diatas KKM berjumlah 20 orang (66,7%), dan yang mendapat nilai dibawah KKM berjumlah 10 orang (33,3%). Sedangkan pada siklus II , peserta didik yang mendapat nilai diatas KKM berjumlah 25 orang (83,3 %), peserta didik yang mendapat nilai KKM berjumlah 2 orang (6,67 %), dan yang mendapat nilai dibawah KKM berjumlah 3 orang (10 %). Dari pembahasan hasil penelitian pelaksanaan pembelajaran, bahwa model Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 26 Palembang. Kata kunci: Bahasa Indonesia, Model Role Playing, Hasil Belajar
A.Pendahuluan Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Untuk dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar diperlukan adanya petunjuk. Salah satu petunjuk itu ada dalam pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia yang menerapkan materi pokok membaca dan menulis. Mempelajari bahasa Indonesia sangat penting bagi kita karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan oleh semua warga negara Indonesia yang terdiri dari berbagai daerah dan berbagai macam bahasa yang berbeda. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu dalam berkomunikasi dengan msayarakat dari daerah yang berbeda. Ketika kita bertemu dengan orang dari daerah yang berbeda dan bahasa yang berbeda juga akan sulit berkomunikasi jika menggunakan -masing. Kita tidak akan mengerti apa yang sedang dibicarakan dan bagaimana daerahnya masing cara menyampaikan tujuan kita. 1
Jika siswa tidak menguasai membaca dan menulis dengan baik maka siswa tidak akan kesulitan dalam menguasai dan menerima materi yang ada dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, seta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (KTSP SD/MI 2007). Saat ini di SD Negeri 26 Palembang pelajaran Bahasa Indonesia belum berjalan secara optimal. Misalnya pada saat mata pelajaran bahasa Indonesia, para siswa sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang ngobrol sama teman sebangku ketika pembelajaran berlangsung, bahkan ada yang sampai tidur ketika guru menerangkan mata pelajaran Indonesia pada materi cerita pendek. Cerita pendek adalah salah satu sumber belajar tidak hanya berlaku untuk kelas rendah saja tetapi juga kelas tinggi. Dalam sebuah cerita pendek, ada banyak hal yang harus dipahami
oleh
siswa
mengenai cerita yang dibaca
diantaranya tentang tokoh yang ada dalam cerita, karakteristik tokoh, dan makna dari cerita tersebut. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia pada materi cerita pendek banyak siswa yang dari kelas V SD Negeri 26 Palembang yang tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Kurang lebih 40% atau hanya beberapa siswa saja yang menjawab dengan benar. Banyak siswa tidak memahami penjelasan yang diberikan guru dengan metode ceramah.Ini menyebabkan nilai pelajaran Bahasa Indonesia rendah atau tidak mencapai KKM. Berikut nilai siswa sebelum diadakan perbaikan.
2
Tabel 1: Daftar Nilai Prasiklus No
Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Persen %
1
93 – 100
-
-
2
83 – 92
1
3,33 %
2
73 – 82
9
30 %
4
63 – 72
6
20 %
5
53 – 62
8
26,7 %
6
43 – 52
5
16,7 %
7
33 – 42
1
3,33 %
Berdasarkan tabel 1 khususnya untuk pelajaran bahasa indonesia, hasilnya sangat mengecewakan. Dari 30 siswa baru 10 siswa yang memperoleh nilai ≥ 75. Penyebab utama dari masalah ini adalah guru tidak menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan tidak adanya media belajar atau alat peraga yang dapat dilihat serta dipraktekkan langsung oleh siswa. Mengingat akan pentingnya pemahaman dan penguasaan bidang studi bahasa Indonesia sebagai modal utama dalam komunikasi dan kegiatan pembelajaran, maka dirasa sangat penting untuk segera menuntaskan kendala dan hambatan yang muncul dalam proses pembelajaran bahasa guna memenuhi target kurikulum dan harapan semua pihak yang berkompeten dengan dunia pendidikan, khusunya dalam pendidikan berbahasa yang baik dan benar pada siswa. Berbagai permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran bidang studi bahasa Indonesia perlu segera diupayakan pemecahannya. Seperti yang dialami peneliti di kelas V SD Negeri 26 Palembang dalam pelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi ”Cerita Pendek “. Pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi cerita pendek, banyak siswa yang belum memahami karakter tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Setelah peneliti amati dengan supervisor terhadap materi cerita pendek, peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut: a). Metode pembelajaran yang kurang diminati siswa. b).Rendahnya tingkat penyerapan terhadap materi cerita pendek. 3
c). Minat membaca siswa yang masih kurang sehingga kurang memahami karakter tokoh cerita pendek. d).Rendahnya perhatian guru dalam pembelajaran karya sastra anak. e).Tidak ada penghayatan dalam belajar. f).Motivasi siswa rendah. Berdasarkan identifikasi dan Analisis masalah diatas, maka pemecahan masalahnya adalah dengan menggunakan Model pembelajaran yang sesuai yaitu Model Role Playing, Yaitu sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang HadField dalam Hamdayana (2014) Dalam penerapan role playing, murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaan terjadi didalam kelas, dengan menggunakan bahasa inggris, Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain. Menurut Hamdayana (2014:189),
Model role playing adalah suatu cara
penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa. Pengembangan imanjinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati, Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerja sama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian melalui bermain peran, peserta didik mencoba menginterprestasikan suatu hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memeragakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Sehingga siswa dapat menguasai dan memahami materi dalam sebuah cerita pendek, diantaranya
tentang
tokoh
yang
ada dalam
cerita, karakteristik tokoh, dan makna dari cerita tersebut Peneliti berharap dengan menggunakan Model Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia tentang cerita pendek kelas V SD Negeri 26 Palembang menjadikan pembelajaran cerita pendek menjadi pelajaran
4
yang menyenangkan dan menarik bagi siswa serta dapat meningkatkan keterampilan dalam memahami sebuah tokoh. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan Judul : “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Dengan Menerapkan Model Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri 26 Palembang Tahun Ajaran 2017/2018” Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah. ”Apakah Model Role Playing Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas V SD Negeri 26 Palembang Tahun Ajaran 2017/2018 ?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Dengan Menerapkan Model Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri 26 Palembang Tahun Ajaran 2017/2018. Hasil penelitian terhadap penggunaan model
pembelajaran role playing
diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat sebagai berikut : Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mendapat hasanah ilmu pengetahuan terutama pada model pembelajaran khususnya model pembelajaran role playing. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, yaitu : Manfaat bagi guru sebagai peneliti yaitu: a). Menumbuhkan rasa percaya diri guru dan
kreativitasnya.
b).
Meningkatkan
kemampuan
guru
dalam
proses
pembelajaran. Manfaat bagi siswa yaitu: a).Siswa tertarik dengan pembelajaran. b). Meningkatkan hasil belajar siswa. c).Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Manfaat bagi sekolah yaitu: a). Membantu tercapainya visi dan misi sekolah. b). Meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran di sekolah.
B. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia Menurut kamus besar Bahasa Indonesia dalam Rusyanti (2013) bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh semua orang atau
anggota
masyarakat
untuk
bekerjasama,
berinteraksi,
dan
5
mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik. Bahasa adalah alat komunikasi untuk kita dapat berinteraksi dengan manusia lainnya. Tanpa bahasa tidak mungkin kita dapat berinteraksi, karena bahasa adalah sumber untuk menciptakan interaksi manusia dengan yang lainnya. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan, imu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai ilmu linguistik (Zulaekah, 2012:19) Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian bahasa Indonesia maka diperlukan berbagai upaya. contoh upaya untuk menjaga kemurnian bahasa Indonesia adalah dengan menggunakan kaidah-kaidah ejaan dan bahasa Indonesia yang baik dan benar (EYD). Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus kita sadari sebagai seorang guru bahasa pada khususnya, dan para guru bidang studi pada umumnya. Penanaman bahasa Indonesia sejak dini adalah memberikan pelatihan dan pendidikan tentang bahasa Indonesia sejak masih kecil. Pelaksanaan pendidikan tentang bahasa Indonesia pada anak dapat dilakukan melalui pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan non formal. Pendidikan informal dilakukan dirumah. Pendidikan ini dilakukan saat anak berada dirumah bersama dengan keluarganya.sedangkan pendidikan formal, gurulah yang berperan penting dalam menanamkan pengetahuan akan bahasa Indonesia yang baik. Sedangkan pendidikan nonformal dilakukan diluar jam sekolah, dapat melalui kursus pelatihan-pelatihan dan lain-lain. Menurut Parera (1996:128) Yang menjadi tujuan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu : a). Peserta didik diharapkan bisa berkomunikasi secara lebih efektif dan juga efisien serta mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai etika dan kesopanan. b).Peserta didik diharapkan bisa
6
semakin menghargai bahasa Indonesia dan bangga terhadap bahasa pemersatu bangsa tersebut. c). Peserta didik diharapkan bisa memahami bahasa Indonesia dan juga mampu menggunakannya secara tepat. d).Peserta didik diharapkan bisa
menggunakan
bahasa
Indonesia
untuk
semakin
meningkatkan
kemampuannya. e). Peserta didik diharapkan mampu membaca untuk memperluas wawasan mereka serta bisa memperhalus budi pekerti. d).Peserta didik diharapkan bisa lebih menghayati sastra Indonesia. Menurut Parera (1996:139), Untuk dapat mengajarkan bahasa Indonesia sesuai dengan tujuannya, ada beberapa prinsip pengajaran bahasa Indonesia yaitu: a).Pengajaran bahasa Indonesia adalah pengajaran untuk mencapai kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan konteks penggunanya, b).Pengajaran bahasa Indonesia adalah pengajaran untuk memahami dan menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan konteks.c).Pengajaran bahasa Indonesia ialah pengajaran untuk berkomunikasi secara bermakna. d). Pengajaran tata bahasa Indonesia sebagai sarana untuk berkomunikasi secara bermakna,baik dan benar (Pengajaran tata bahasa Indonesia bukan merupakan tujuan). e).Pengajaran bahasa Indonesia sarana untuk memahami dan menikmati karya-karya sastra dalam bahasa Indonesia. Menurut Ngalimun dan Alfulaila (2013:5), Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa, bukan pengajaran tentang bahasa. Tata bahasa. Kosakata , dan sastra disajikan dalam konteks, yaitu dalam kaitannya dengan keterampilan tertentu yang tengah diajarkan, bukan sebagai pengetahuan tata bahasa, teori pengembangan kosakata, teori sastra sebagai pendukung atau alat penjelas. Keterampilan - keterampilan berbahasa yang perlu ditekankan pengajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan reseptik (keterampilan mendengar dan membaca) dan keterampilan produktif (keterampilan menulis dan membaca). Pengajaran bahasa diawali dengan pengajaran keterampilan resetif, sedangkan keterampilan produktif dapat turut tertingkatkan pada tahap-tahap selanjutnya. Selanjutnya keduanya itu menyatu sebagai kegiatan berbahasa yang terpadu.
7
2. Model Pembelajaran a.
Pengertian Model Pembelajaran Joyce dan Weil Berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran
pembelajaran,
dan
jangka
panjang),
membimbing
merancang
pembelajaran
di
kelas
bahan-bahan atau
lain
(Rusman,2010:133). Model pembelajaran yang sesuai dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Adapun menurut Soekamto dalam Trianto (2009:22), Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang sudah terprogram dan direncanakan oleh guru untuk mencapai tujuan belajar tertentu dengan sistematis dan terorganisasi sehingga proses belajar bisa lebih aktif. b.
Model Role Playing Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada
tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang Hadfield dalam Hamdayana (2014), Dalam role playing, murid dikondisikan pada situasi tertentu diluar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi didalam kelas, dengan menggunakan bahasa inggris. Selain itu, role playing sering sekali dimaksudkan
sebagai
suatu
bentuk
aktivitas
dimana
pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain. Menurut Hamdayana (2014:189), model role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
8
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada yang diperankan. Pengalaman belajar yang diperoleh dari model ini meliputi, kemampuan kerja sama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memeragakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaanperasaan, sikap-sikap nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subjek pembelajaran secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Langkah-langkah Pembelajaran Role Playing (Hamdayana, 2014:191) a).Memilih masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaian. b) .Pemilihan pern yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, medeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain. c). Menyusun tahap-tahap bermain peran. Dalam hal ini, guru telah membuat dialog sendiri. d). Menyiapakan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak penah menjadi pemain atau peran. e). Pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai berekasi sesuai dengan peran masing-masing dan sesuai dengan apa yang terdapat pada skenario bermain peran. f) .Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari siswa. g) .Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang dilakukan. Kelebihan Model Role Playing Menurut Hamdayana (2014:191), Kelebihan Model Role Playing. a).Melibatkan seluruh siswa dapat berpartispasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. b). Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. c). Permainan merupakan penemuan
9
yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.d). Guru dapat mengevluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.e).Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Kelemahan Model Role Playing Menurut Hamdayana (2014:191), a) Sebagian anak yang tidak ikut bermain menjadi kurang aktif. b).Banyak memakan waktu.c).Memerlukan tempat yang luas.d).Sering kelas lain merasa tergangggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan penonton/pengamat. 3. Hasil Belajar Menurut Uno (2006:140) Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar atau mengajar berupa kompetensi dasar yang dikuasai dan yang belum dikuasai siswa. Hasil belajar digunakan untuk memotivasi siswa, dan untuk perbaikan serta peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru. Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana,2010:22). Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2010:3) Hasil Belajar merupakan hasil suatu interaksi tindak belajar dan tidak belajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhir pegagal dan puncak proses belajar. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan Hasil Belajar adalah pembuktian data dari kemampuan dan keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik dari hasil tes setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Sudjana, (2010:39), ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu: a. Faktor dari dalam diri siswa, merupakan perubahan kemampuan yang dimiliki siswa tersebut. b. Faktor dari luar diri siswa, yakni lingkungan yang dominan berupa kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru.
10
C. Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran 1.
Subjek, Tempat, Waktu Penelitian dan Pihak yang Membantu Yang menjadi subjek penelitian ini adalah peserta didik Kelas V SD
Negeri 26 Palembang dengan jumlah peserta didik 30 orang, yang terdiri dari 16 peserta didik laki-laki dan 14 peserta didik perempuan. Penelitian dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 26 yang terletak di Jalan Inspektur Marzuki Lorong Bakti, Kelurahan Siring Agung Kecamatan Ilir Barat 1 Pakjo Palembang. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dimulai dari tanggal 17 Oktober dan 23 Oktober 2017. Secara rinci pelaksanaan tersebut tersaji pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran No
Siklus
1
I
Materi Mengidentifikiasi unsur- unsur
Tanggal 17 Oktober 2017
dalam cerita pendek (tokoh, tema, perwatakan) 2
II
Memgidentifikasi unsur- unsur
23 Oktober 2017
dalam cerita pendek (latar dan amanat)
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini di bantu oleh berbagai pihak, yaitu: Dosen pembimbing dalam penyusunan pembuatan tugas Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP/PDGK4501) , Kepala sekolah sekaligus penilai I yang telah mengizinkan dan membantu terlaksananya PKP Di SD Negeri 26 Palembang. Supervisor dan penilai II yang membantu dalam hal pengamatan, teman diskusi dan memba`ntu dalam mengumpulkan data dan menganalisis masalah
11
2.
Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran Siklus I Penelitian ini dilaksanakan melalui PTK yang terbagi dalam 2 siklus,
dimana pada setiap siklus harus melalui 4 tahap kegiatan, yang terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Sebelum melaksanakan
perbaikan pembelajaran pada siklus I, peneliti menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya, menyiapkan lembar observasi (APKG 1 dan APKG 2) untuk penilai 1 dan penilai 2, menyiapkan lembar kerja siswa yang berisi cerita pendek dan soal latihan, serta
menyiapkan lembar
evaluasi. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dimulai setelah kondisi siswa siap menerima pembelajaran, penilai 1 dan penilai 2 mengamati peneliti yang sedang melaksanakan proses pembelajaran. Peneliti melaksanakan apersepsi yaitu berdo’a selanjutnya mengabsen kehadiran peserta
didik dan memberikan
motivasi dengan menanyakan pernahkah anak-anak membaca atau mendengarkan cerita pendek? Selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pada kegiatan inti, peneliti memilih siswa untuk memainkan peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, serta mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dilakukan oleh para pemain. Peneliti memberikan penjelasan tentang topik pembelajaran yaitu tentang unsur – unsur yang terdapat dalam cerita (tokoh, tema, latar, perwatakan, dan amanat). Serta menyiapkan pengamatpengamat dari kegiatan ini yaitu semua siswa yang tidak menjadi pemain atau peran. Selanjutnya siswa menampilkan masing-masing peran dari cerita pendek yang ditentukan. Serta siswa yang menjadi pengamat akan mengamati cerita pendek yang dimainkan. Peneliti memberikan lembar kerja yang berisi sebuah cerita pendek dan soal latihan pada masing-masing siswa. Peneliti dan siswa merangkum materi yang telah di sampaikan selanjutnya peneliti melakukan penilaian proses pembelajaran, dan selanjutnya memberikan lembar evaluasi kepada masing-masing siswa.
12
Pengamatan dilakukan oleh teman sejawat peneliti, yaitu Dihanah, S.Pd dan Kepala sekolah Siti Asyania, S.Pd dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan oleh peneliti. Catatan tentang peneliti dan peserta didik: a). Pembukaan pembelajaran sudah baik b). Penyajian materi cukup baik c). Peneliti harus membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam memainkan peran d). Peneliti harus mengamati setiap siswa yang sedang bermain peran e). Sebaiknya setiap siswa yang bermain peran harus menguasai cerita yang diperankan f). Alokasi waktu dalam RPP harus cantumkan Berdasarkan observasi pada pelaksanaan siklus I, pembagian peran membuat suasana kelas menjadi ribut, suasana pembelajaran agak tegang dan terkesan kaku karena ada penilai yang masuk ke ruang kelas. Dari hasil evaluasi yang dilakukan masih ada beberapa siswa yang mendapat nilai di bawah KKM, salah satu penyebabnya peneliti kurang mengontrol atau mengawasi setiap yang bermain peran atau yang jadi pengamat. 3.
Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran Siklus II Dari hasil refleksi pada siklus I, masih ada hambatan dan belum
mencapai target yang diinginkan, maka dilanjutkan pada siklus II dengan langkahlangkah sebagai berikut: Pada siklus II ini, perencanaan yang dilakukan peneliti tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada siklus I. Sebelum memulai pelaksanaan perbaikan pembelajaran, peneliti menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran siklus II, menyiapkan lembar observasi untuk penilai I dan penilai II, menyiapkan cerita pendek, menyiapkan lembar kerja siswa dan lembar evaluasi. Proses pembelajaran diawali apersepsi dengan berdo’a dan mengabsen peserta didik selanjutnya memberikan motivasi,
menghubungkan materi
sebelumnya dengan materi yang akan disampaikan. Kemudian peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pada kegiatan inti peneliti membagi siswa yang mendapat peran dan yang menjadi pengamat. Peneliti memberikan penjelasan tentang topik pembelajaran yaitu tentang unsur-unsur yang terdapat dalam cerita (latar dan amanat). 13
Peneliti memberikan lembar kerja yang berisi sebuah cerita pendek dan soal latihan pada masing-masing siswa. Siswa membacakan dan menemukan latar, amanat yang terdapat dalam cerita tersebut. Peneliti mengontrol kerja setiap siswa. Kemudian peneliti bersama siswa
merangkum materi yang telah
disampaikan. Peneliti memberikan lembar evaluasi kepada masing-masing siswa. Pada siklus II, pengamatan tetap dilakukan oleh ibu Dihanah, S.Pd, dan ibu Siti Asyania, S.Pd dengan menggunakan lembar observasi (pengamatan) yang telah dipersiapkan. Secara umum pengamatan pada siklus II, mengalami peningkatan hasil belajar yang cukup baik dibandingkan dengan hasil Siklus I. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi dan keaktifan peserta didik, tetapi masih ada beberapa orang yang kurang aktif dalam proses pembelajaran. Meskipun target sudah tercapai pada siklus II, tetapi peneliti belum merasa puas karena ada tiga orang siswa yang belum mendapatkan nilai maksimal. Ketiga siswa ini memang termasuk siswa yang berprestasi rendah, hal ini disebabkan mungkin mereka kurang mendapatkan bimbingan dari guru dan orang tua. Sebagai tindak lanjut, diakhir pembelajaran peneliti memberikan tugas tambahan dengan memberi pekerjaan rumah dengan soal yang lebih sederhana dan mudah dipahami agar dapat mengejar ketertinggalannya. 4.
Teknik Analisis Data Untuk
mengetahui
keefektifan
suatu
metode
dalam
kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui nilai hasil belajar juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran.
14
1.
Langkah-Langkah Analisis Data Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu
suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan datayang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui nilai hasil belajar juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Untuk menghitung nilai akhir siswa, peneliti menggunakan rumus: NA = Jumlah skor yang diperoleh siswa
X 100%
Jumlah soal Dengan : NA = Nilai Akhir Sedangkan untuk menghitung jumlah nilai rata-rata siswa, peneliti menggunakan rumus:
X
X N
Dengan : X
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa Ada dua kategori ketuntasan belajar, yaitu secara perseorangan dan secara klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 75 atau nilai diatas KKM, dan kelas dikatakan tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% siswa telah mendapat nilai diatas 75. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar peneliti menggunakan rumus P=
Ʃ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟 Ʃ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
x 100%
Dimana P = persentase ketuntasan belajar seluruh siswa di kelas.
15
D. Hasil Dan Pembahasan 1. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran a. Deskripsi Hasil Pembelajaran Prasiklus Sebelum diadakan perbaikan pembelajaran, peneliti meminta nilai ulangan harian Bahasa Indonesia kelas V SD Negeri 26 Palembang kepada guru kelas V. Data hasil ulangan ini disesuaikan dengan nilai KKM yaitu >75. Data ini kemudian akan dipakai sebagai data sebelum tindakan. Nilai tersebut digunakan sebagai nilai awal untuk membandingkan dan sekaligus memperbaiki hasil pada tahap berikutnya. Yang mana peneliti akan melakukan tindakan perbaikan pada siklus I dan II sehingga hasilnya dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan. Dari analisis hasil ulangan harian prasiklus, maka didapati persentase ketuntasan hasil belajar sebelum tindakan seperti pada tabel berikut: Tabel 3 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Prasiklus No
Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Persen %
1
93 – 100
-
-
2
83 – 92
1
3,33 %
2
73 – 82
9
30 %
4
63 – 72
6
20 %
5
53 – 62
8
26,7 %
6
43 – 52
5
16,7 %
7
33 – 42
1
3,33 %
16
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 1 berikut ini: Diagram 1. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Prasiklus
Prasiklus
Tuntas Belum Tuntas
Dari diagram diatas dapat diketahui jumlah peserta didik yang mendapatkan nilai diatas KKM hanya berjumlah 10 orang (33,3%), dan yang mendapatkan nilai dibawah KKM berjumlah 20 orang (66,7%). b. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Siklus I Sebelum mengajar, peneliti menyiapkan perangkat pembelajaran yang telah disesuaikan dengan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) siklus I. Pada tahap pelaksanaan pengajaran, peneliti memulai pembelajaran dengan apersepsi yaitu mengabsen kehadiran siswa dan selanjutnya memberikan motivasi dengan menanyakan pernahkah anak-anak membaca cerita pendek?. Kemudian peneliti mengubah metode pembelajaran prasiklus menjadi model role playing. Peneliti memberikan penjelasan tentang topik pembelajaran yaitu tentang unsur-unsur yang terdapat dalam cerita pendek (tokoh, tema, perwatakan, dan amanat). Peneliti menyusun tahap-tahap bermain peran. Dan menyiapkan pengamat dan pemain. Diakhir pembelajaran peneliti memberikan lembar evaluasi kepada masing - masing siswa.
17
Berdasarkan hasil evaluasi dan pengamatan pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I, dapatkan dilihat pada tabel berikut: Tabel 4 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I No
Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Persen %
1
93 – 100
2
6,67 %
2
83 – 92
2
6,67 %
2
73 – 82
16
53,3 %
4
63 – 72
4
13,3%
5
53 – 62
4
13,3 %
6
43 – 52
2
6,67 %
7
33 – 42
-
-
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa peserta didik yang tuntas dalam proses pembelajaran baru berjumlah 20 orang (66,7%), sedangkan peserta didik yang belum tuntas berjumlah 10 orang (33,3%). Bila dibandingkan dengan keadaan sebelum siklus peserta didik yang tuntas hanya berjumlah 10 orang (33,3%), dan yang belum tuntas berjumlah 20 orang (66,7%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram 2 dibawah ini: Diagram 2. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I
Siklus I
Tuntas Belum Tuntas
18
Berdasarkan data tersebut, ada peningkatan hasil belajar setelah siklus 1 yaitu 33,4 %, namun demikian, peneliti belum merasa puas karena masih ada beberapa peserta didik yang belum mencapai target yang diinginkan. Hal ini disebabkan suasana pembelajaran agak tegang dan terkesan kaku karena ada penilai yang masuk ke ruang kelas. Namun demikian kelemahan - kelemahan pada siklus I akan diperbaiki pada pelaksanaan siklus II. c.
Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Siklus II Pada perencanaan siklus II, selain mempersiapkan RPP siklus II peneliti
juga menyiapkan media gambar berupa contoh latar dalam sebuah cerita pendek. Pada tahap pelaksanaan, peneliti mengadakan kegiatan rutin kelas, diawali apersepsi dengan berdo’a dan mengabsen peserta didik serta memberikan motivasi yaitu menghubungkan materi sebelumnya dengan materi yang akan disampaikan. Selanjutnya peneliti memilih masalah dan menyiapkan pemilihan peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas serta menyiapkan siswa yang menjadi pengamat. Peneliti memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran, dan diakhir pembelajaran untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, peneliti membagikan lembar evaluasi kepada masing - masing siswa. Hasil evaluasi siklus II, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II No
Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Persen %
1
93 – 100
6
20 %
2
83 – 92
11
36,7 %
2
73 – 82
10
33,3 %
4
63 – 72
3
10 %
5
53 – 62
-
-
6
43 – 52
-
-
7
33 – 42
-
-
19
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa peserta didik yang mendapatkan nilai diatas KKM dalam proses pembelajaran berjumlah 27 orang (90 %), peserta didik yang mendapat nilai KKM berjumlah 3 orang (10 %), dan yang mendapat nilai dibawah KKM ada 3 orang (10 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 3 berikut ini: Diagram 3. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II
Prasiklus
Tuntas Belum Tuntas
Berdasarkan data tersebut, pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II jauh lebih baik bila dibandingkan pada siklus I, dimana siklus I, peserta didik yang tuntas berjumlah 20 orang (66,6%), sedangkan pada siklus II, peserta didik yang tuntas berjumlah 27 orang (90 %). Peningkatan hasil belajar antara siklus 1 dan siklus II sebesar 53,8%. Meskipun pelaksanaan perbaikan sudah tercapai, namun masih ada tiga orang peserta didik yang mendapat nilai dibawah KKM, ketiga siswa tersebut memang termasuk siswa yang berprestasi rendah, hal ini disebabkan mungkin mereka kurang mendapatkan bimbingan dari guru dan orang tua siswa.
Sebagai tindak lanjut, diakhir pembelajaran peneliti memberikan tugas tambahan dengan memberi pekerjaan rumah dengan soal yang lebih sederhana dan mudah dipahami agar dapat mengejar ketertinggalannya.
20
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan perbaikan pembelajaran dari prasiklus, siklus I sampai siklus II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas V Dengan Menggunakan Model Role Playing No
Rentang nilai
Banyak Peserta didik/ Persentase
Prasiklus
Siklus I
Siklus II
1
Tuntas
10 (33,3%)
20 (66,7%)
27 (90%)
2
Belum tuntas
20 (66,7%)
10 (33,3%)
3 (10%)
Peningkatan ketuntasan hasil belajar dari prasiklus, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada diagram berikut. Diagram 4 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas V Dengan Menggunakan Role Playing Ketuntasan Belajar Siswa
Prasiklus Siklus I
Siklus II
21
2. a.
Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Pembahasan Hasil Pembelajaran Prasiklus Sebelum diadakan penelitian perbaikan pembelajaran, peserta didik yang
mendapatkan nilai diatas KKM hanya berjumlah 10 orang (33,3%). Hal ini disebabkan guru sering mengunakan metode konversional (ceramah) dalam pembelajaran karena dianggap paling praktis, dimana guru lebih banyak mendominasi kelas, sehingga siswa menjadi pasif, bosan dan kurang menyenangi pelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guru harus berusaha menciptakan suasana belajar yang menarik bagi peserta didik, sehingga peserta didik lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mudah dalam memahami materi yang di sampaikan. b. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran siklus I Dilihat dari hasil evaluasi pada siklus I, peserta didik yang tuntas dalam proses pembelajaran berjumlah 20 orang (66,7%), sedangkan pada prasiklus, peserta didik yang mendapatkan nilai diatas KKM hanya berjumlah 10 orang (33,3%). Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa setelah penelitian perbaikan pembelajaran siklus 1 yaitu sebesar 33,4%. Hal ini karena model pembelajaran Role Playing merupakan program komprehensif yang dapat memotivasi siswa untuk menguasai bahan-bahan pelajaran melalui pengmbangan imajinasi dan penghayatan siswa, sehingga hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan. Namun demikian, peneliti
masih harus berusaha semaksimal mungkin
karena ada 10 orang (33,3%) peserta didik yang belum tuntas dalam penelitian perbaikan pembelajaran siklus I. Hal ini disebabkan peneliti belum terbiasa menggunakan model Role Playing, terutama dalam melaksanakan langkahlangkah model pembelajaran Role Playing. Selain itu, peneliti kurang jelas dalam penyampaian materi pembelajaran sebab suasana sedikit tegang dan terkesan kaku karena adanya penilai yang berada di ruang kelas.
22
c.
Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran siklus II Pada penelitian perbaikan pembelajaran siklus II, hasil belajar siswa jauh
lebih baik dibandingkan hasil pembelajaran siklus I. Peserta didik yang tuntas dalam proses pembelajaran berjumlah 27 orang (90 %) dari 30 peserta didik. Hal ini karena hambatan - hambatan yang terjadi pada siklus I diperbaiki pada pelaksanaan siklus II.Dengan demikian pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II dapat dikatakan berhasil, karena nilai hasil evaluasi belajar siswa pada akhir siklus II mencapai 90 %. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari siklus I sampai siklus II, model pembelajaran Role Playing ternyata dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik. Model pembelajaran ini juga dapat menumbuhkan kerja sama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersamasama para peserta didik dapat mengekspolarasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Manfaat yang dapat diambil dari role playing ini adalah : a. Role playing dapat memberikan semacam hidden practice, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap mataeri yang telah dan sedang dipelajari. b. Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. c. Role playing dapat memberikan kesenangan pada murid karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Model pembelajaran seperti ini akan memudahkan
peserta didik untuk
mengingat materi pelajaran Bahasa Indonesia, terutama pada materi pokok Cerita Pendek Anak.
23
E. Simpulan Dan Saran Tindak Lanjut 1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian perbaikan pembelajaran, bahwa model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD Negeri 26 Palembang. Hal in dibuktikan dengan ketuntasan hasil evaluasi belajar siswa, Jika pada prasiklus ketuntasan belajar secara klasikal hanya 10 orang (33,3%), maka pada siklus I meningkat menjadi 20 orang (66,7%) dan pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal sebanyak 27 orang (90%). 2. Saran Tindak Lanjut Sehubungan dengan kesimpulan diatas, disarankan: Untuk Guru Guru hendaknya mengunakan model pembelajaran Role Playing dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk Sekolah Hendaknya pihak sekolah menyarankan untuk melaksanakan PTK terhadap guru-guru agar dapat membantu mangatasi masalah yang dihadapi peserta didik dalam belajar. Untuk Peneliti Selanjutnya Penggunaan model pembelajaran Role Playing ini dapat diberikan pada pokok bahasan lain dalam belajar mengajar.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2008. Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Prosedur
Penelitian
Satuan
Pendekatan
Dimyati dan Mujiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Renika Cipta. Hamdayana, 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia. Ngalimun dan Alfulaila, Noor. 2013. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Sleman Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana. Rusman, 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sudjana, Nana, 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Uno, Hamzah. B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Zulaekah. 2012. Metodelogi Pengajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Rosda Jayaputra
25