JOURNAL READING
Pemeriksaan Otoskop dan Audiometri Berskala Besar pada Populasi: Sebuah Studi Pilot
Disusun oleh : Bani Diara Krisman 030.14.026
Pembimbing : dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, MSi. Med dr. Heri Puryanto, MSc, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT-KL RSUD KARDINAH KOTA TEGAL 13 JANUARI – 16 FEBRUARI 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN JOURNAL READING
Pemeriksaan Otoskop dan Audiometri Berskala Besar pada Populasi: Sebuah Studi Pilot
Oleh : Bani Diara Krisman 030.14.026
Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Kepanitraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala & Leher Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal 13 Januari – 16Februari 2019 Tegal, Januari 2019
Pembimbing I
dr. Fahmi Novel, Sp.THT- KL,MSi. Med
Pembimbing II
dr. Heri Puryanto, MSc,Sp.THT-KL
i
Pemeriksaan Otoskop dan Audiometri Berskala Besar pada Populasi: Sebuah Studi Pilot Chan KH, Dreith S, Uhler KM, Tallo V, Lucero M, De Jesus J, Simoes EAF Abstrak Tujuan: Pemeriksaan otoskop dan audiometri berskala besar pada populasi sulit untuk dilakukan karena tidak praktis secara logistik, khususnya di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Kami melaporkan suatu metode pemeriksaan baru yang berdasarkan pada pekerja lapangan lokal, kemajuan dalam instrumen pemeriksaan audiometri dan cloud-based technology Metode: Merupakan suatu studi observasional prospektif yang dilakukan di Bohol, Filipina. Tim ahli otolaringologi/audiologi dari Amerika Serikat melatih 5 perawat lokal mengenai seluruh prosedur yang diperlukan melalui proses edukasi dan pelatihan langsung. Suatu otoskop operasional (Welch AllynR) digunakan untuk membersihkan serumen dan menampilkan membran timpani, gambaran yang nantinya akan direkam dengan menggunakan suatu otoskop video (JedMedR). Subjek menjalani pemeriksaan timpanometri dan distortion product otoacoustic emission (DPOAE) (Path SentieroR), dan menjalani audiometri skrining dengan menggunakan headphone yang kedap suara dan perangkat Android (HearScreenR). Audiometri bilik suara digunakan pada subjek yang gagal. Data diunggah ke basis data REDCap. Anak-anak yang sebelumnya disertakan dalam uji klinis vaksin konjugat pneumokokus Fase 3 tahun 2000 – 2004 merupakan subjek yang diperiksa oleh peserta pelatihan. Hasil: Selama 4 hari pelatihan, sebanyak 47 anak-anak di Filipina (L/P = 28/19; rerata/median usia = 14,6/14,6 tahun) merupakan subjek pemeriksaan oleh perawat yang sedang mengikuti pelatihan. Setelah melakukan pelatihan, seluruh perawat dapat melakukan seluruh prosedur secara mandiri. Temuan otoskop pada telinga mencakup: normal (N = 77), otitis media dengan efusi (N = 2), miringosklerosis (N = 5), perforasi yang telah mengalami perbaikan (N = 6), perforasi (N = 2) dan rertraksi/kolesteatoma (N = 2). Temuan audiometri yang abnormal mencakup: timpanogram (N = 4), DPOAE (N = 4) dan audiometri skrining (N = 0). Kesimpulan: Pelatihan perawat lokal telah terbukti kuat dan metode ini mengatasi berbagai tantangan pemeriksaan otologi/audiometri pada populasi berskala besar yang berlokasi di tempat yang jauh.
2
1. Pendahuluan Otitis media (OM) dan komplikasinya yang paling sering ditemukan, yaitu otitis media supuratif kronik (OMSK), secara tidak proporsional sangat banyak ditemukan di negara-negara berkembang, khususnya di wilayah Asia dan Sub-Sahara Afrika.1 Beban penyakit yang ditimbulkan OMSK mencakup ketulian, perforasi membran timpani, otorea, kolesteatoma, dan komplikasi intratemporal dan intrakranial yang selanjutnya memberikan dampak yang bermakna pada aspek sosial, pendidikan dan kejuruan. Studi klinis dan inisiasi kesehatan global terkait OM pada populasi ini mengharuskan penilaian epidemiologi yang akurat di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Akan tetapi, penilaian otoskop dan audiometri berskala besar untuk evaluasi penyakit telinga pada anak-anak di negara berpendapatan rendah dan menengah sangatlah sulit dilakukan karena keterbatasan logistik, termasuk kurangnya peralatan yang mudah dibawa kemana-mana dan ahli audiologi dan otolaringologi terlatih dengan waktu dan ketertarikan untuk melakukan studi-studi ini. Sebuah survei
2-8
yang mencakup laporan-laporan yang dipublikasikan dalam 15
tahun terakhir terkait OM pada berbagai studi populasi yang dilakukan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dan negara berkembang telah menunjukkan satu atau lebih kelemahan dalam metodologinya; yaitu, jumlah sampel yang kecil, kurangnya evaluasi dengan otoskop atau audiometri khususnya pemeriksaan OMSK. Dua studi terkini telah mengatasi kekuarangan yang jelas tersebut termasuk dokumentasi frekuensi kejadian OMSK melalui survei populasi berskala besar yang dilakukan di wilayah berisiko tinggi, seperti Asia (Indonesia)9 dan Afrika (Kenya).10 Namun, kedua studi tersebut masih sangat bergantung pada personel audiologi atau dokter spesialis THT terlatih di lokasi survey atau di daerahnya masing-masing. Pada studi yang melibatkan populasi Indonesia, ahli audiologi lokal yang tersertifikasi melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran. Pada studi di Kenya, tenaga kesehatan lokal dilibatkan untuk melakukan pemeriksaan klinis dan penilaian audiometri. Sambil menilai frekuensi kejadian OMSK, keduanya memerlukan tenaga kesehatan dan/atau personel audiologi lokal yang terlatih dengan supervisi dan pemantauan oleh ahli audiologi terlatih dan dokter spesialis anak atau THT yang terbatas. Baik studi di Indonesia maupun Kenya dilakukan oleh tim peneliti yang mengunjungi sekolah-sekolah dan melakukan studi potong lintang selama 3-5 hari pada setiap sekolah yang berlangsung selama beberapa 3
bulan. Akan tetapi, masih belum ada studi berbasis populasi yang dapat melampaui studi-studi ini dalam hal jumlah sampel dan sumber daya. Tim peneliti kami baru saja mendapatkan pendanaan untuk melakukan penilaian status otologi dan audiometri jangka panjang serta perkembangan kognitif dalam suatu kohort populasi yang melibatkan lebih dari 12000 remaja. Remaja-remaja ini sebelumnya telah dilibatkan dalam suatu uji terkontrol acak11 yang mengevaluasi keamanan dan efikasi pemberian vaksin pneumokokus konjugat 11-valen untuk pneumonia yang dikonfirmasi melalui pemeriksaan radiologis ketika anak-anak ini berusia 2 tahun. Subjek penelitian ini tinggal di Bohol, Filipina, suatu pulau seluas 4821 km2 (1861 mil2). Besarnya upaya penelitian ini menentang semua metode konvensional yang dikutip. Suatu metode baru perlu dikembangkan yang akan memungkinkan tim riset lokal untuk melakukan pemeriksaan otologi dan audiometri ini dengan menggunakan peralatan portabel yang dapat dibawa ke daerah kabupaten yang terpencil di pulau Bohol dan memungkinkan pengunggahan ke Internet/cloud secara bertahap untuk memfasilitasi pemantauan kualitas data dan analisis data yang sedang berlangsung, dari Manila dan Denver. Denga kemajuan dalam peralatan pemeriksaan audiometri yang sesuai untuk penggunaan di lapangan dan teknologi berbasis cloud, tim kami berhipotesis bahwa mungkin untuk memgembangkan suatu metode berdasarkan teknologi terbaru untuk melakukan penelitian populasi berskala besar yang berbasis pemeriksaan otoskopi dan audiometri di Filipina setelah dilakukan pelatihan langsung yang diberikan oleh tim ahli audiologi dan otolaringologi dari Amerika Serikat untuk tenaga kesehatan lokal di Bohol, Filipina. Selain itu, kami berharap untuk dapat menunjukkan bahwa metode ini mampu untuk memungkinkan supervisi dan pemantauan yang
berkelanjutan.
Laporan
ini
menjelaskan
mengenai
aspek-aspek
metodologi
otoskopik/audiometrik dari studi yang lebih besar melalui analisis sampel pilot (perintis). 2. Materi dan metode Izin IRB untuk keseluruhan studi didapatkan dari Institut Riset Kedokteran Tropis, Manila, Filipina dan COMIRB di Sekolah Kedokteran Universitas Colorado, Aurora, Amerika Serikat. Metodologi dijelaskan dalam 4 bagian: konstruksi secara keseluruhan untuk pengumpulan, penyimpanan dan analisis data; pelatihan tenaga lapangan lokal, penyebaran aturan “tidak membahayakan” dan pemantauan kualitas data dan pemecahan masalah yang berkelanjutan. 4
2.1 Konstruksi secara keseluruhan Tujuan studi secara umum adalah untuk mengumpulkan data baik objektif (timpanometri dan distrotion product otoacoustic emission – DPOAE) maupun subjektif (audiometri skrining, gambaran otoskop, baik foto maupun video) oleh perawat lokal yang terlatih seperti yang didiskusikan di bawah di daerah Bohol, Filipina dan mampu untuk menganalisis data tersebut di Amerika Serikat. Tujuan lainnya adalah juga untuk menentukan mekanisme untuk menyediakan dukungan berkelanjutan untuk tenaga lapangan lokal dan menjaga kualitas data. Hal ini memerlukan program pelatihan yang kuat untuk para tenaga lapangan oleh tim dari Amerika Serikat sebagaimana yang dijelaskan selanjutnya. Selain itu, diperlukan juga kemauan bagi para investigator dari Amerika Serikat untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ditanyakan oleh para tenaga lapangan dalam jangka waktu tertentu (48 jam) berdasarkan data yang diunggah melalui pesan elektronik. Seluruh subjek menjalani pemeriksaan otoskopi dengan menggunakan otoskop operatif (Part#: 21700, Welch-AllynR, Skaneateles Fallas, NY, Amerika Serikat). Ketika seluruh keliling membran timpani tampak seluruhnya, gambar (foto dan video) direkam dengan menggunakan otoskop video (Horus + HD Video Otoscope, #39-7405, jedMed, St. Louis, MO, Amerika Serikat). Unit peralatan ini menggunakan suatu kartu memori SD untuk menyimpan gambar dalam format JPEG. Setiap subjek kemudian menjalani pemeriksaan timpanometri dan rekaman DPOAE (Sentiero//Tymp Screening SOD04, Path medical, Germering, Jerman). Unit peralatan ini juga memungkinkan timpanometri direkam pada frekuensi 266 Hz dan DPOAE direkam dalam 4 frekuensi secara sekuensial tanpa mencabut probe selama pemeriksaan. Walaupun unit tersebut menyimpan data mentah, luaran untuk perawat penelitian adalah berupa luaran biner “berhasil/gagal” baik untuk pemeriksaan timpanometri maupun DPOAE. Data kemudian disimpan di dalam alat hingga waktu untuk unduh tiba. Terakhir, setiap subjek kemudian melakukan pemeriksaan audiometri skrining dengan menggunakan headphone yang kedap bising (Sennheiser HD 280 Pro, Wedemark, Jerman) yang dihubungkan dengan audiometer genggam yang dioperasikan melalui perangkat Android yang dibuat oleh HearScreen (Pretoria, Afrika Selatan). Alat ini memungkinkan untuk menguji frekuensi nada murni dari 0,5 hingga 15 kHz dan juga menghasilkan luaran biner berhasil/gagal yang didefinisikan sebagai tuli >35 dB pada frekuensi berapapun pada setiap telinga yang dinilai. Maximum Permissible Ambient Noise Level (MPANL) untuk jumlah bising lingkungan yang masih dianggap wajar untuk pemeriksaan 5
audiometri untuk sistem ini berkisar dari 27 dB pada frekuensi 500 Hz hingga 44 dB pada frekuensi 2000 Hz. Alat ini menghasilkan sinar hijau ketika frekuensi suara di lingkungan sekitar berada di bawah ambang batas atau sinar merah ketika melewati ambang; perawat lokal dilatih untuk hanya melakukan pemeriksaan audiometri skrining ketika sinar hijau menyala. Luaran biner dan data mentah langsung diunggah melalui teknologi cloud ke HearScreen. Seluruh data, dengan pengecualian pada data audiometri skrining, diunduh di fasilitas penelitian lokal terlebih dahulu ke satu komputer personal dari masing-masing sumber penyimpanan. Data audiometri skrining diunduh dari situs penyimpanan HearScreen cloud. Dokumen cadangan dibuat dan disimpan pada hard-drive eksternal. Seluruh data yang diunduh kemudian diunggah secara kolektif ke basis data REDCap12 yang diatur di Sekolah Keodkteran Universitas Colorado, Aurora, CO, Amerika Serikat. Seluruh data otoskop dengan bantuan data timpanometri (melalui telinga) diklasifikasikan ke dalam salah satu dari kategori berikut: normal, otitis media efusi, miringosklerosis, perforasi, perforasi dengan perbaikan, dan kantung retraksi/kolesteatoma. Untuk sampel yang dijelaskan dalam penelitian ini, diagnosis ditegakkan oleh penulis pertama (KHC). Untuk analisis dataset yang lengkap, penyedia layanan praktik otolaringologi Amerika Serikat akan dilatih di masa mendatang untuk menginterpretasikan temuan dalam otoskop video.
2.2 Pelatihan tenaga lapangan Metode pelatihan mencakup edukasi dan pelatihan langsung bagi perawat lokal yang dipimpin oleh tim ahli otolaringologi/audiologi dari Amerika Serikat. Tujuan utama bagi para perawat ini adalah untuk mengumpulkan data yang telah dijelaskan sebelumnya dan mereka sendiri tidak berpartisipasi dalam penentuan diagnosis. Satu-satunya keputusan yang dibuat oleh perawat ini berkaitan dengan rujukan ke dokter spesialis THT lokal dan untuk evaluasi audiologi lengkap yang ditentukan berdasarkan protokol penelitian. Pelatihan juga mencakup pengajaran bagi para perawat untuk mengangkat serumen dengan menggunakan otoskop operatif dan penggunaan seluruh peralatan yang dijelaskan di atas. Pemeliharaan dan kalibrasi seluruh peralatan serta penyimpanan dan transfer data juga diajarkan kepada mereka. Prosedur operatif standar tertulis dikembangkan untuk memastikan standar yang ingin dicapai tetap dipertahankan
6
jikalau terjadi pergantian personel. Mereka juga menyertakan kriteria rujukan ke Pusat Pendengaran Bohol dan ke dokter spesialis THT utuk otorea.
2.3 Aturan “tidak membahayakan” Akomodasi dibuat dalam metodologi untuk merujuk setiap subjek penelitian ke tenaga kesehatan setempat. Tenaga lapangan di lokasi penelitian diinstruksikan utnuk merujuk subjek dengan DPOAE, timpanometri, dan/atau audiometri skrining yang gagal ke Pusat Pendengaran Bohol dan ke dokter spesialis THT setempat untuk patologi telinga (serumen tidak dapat diangkat setelah pemberian minyak mineral dari kunjungan sebelumnya, otorea dan kecurigaan adanya kolesteatoma).
2.4 Pelatihan, pemantauan data, dan pemecahan masalah yang sedang berlangsung Para perawat memutar jadwal kerjanya setiap minggu, baik untuk meningkatkan untuk meminimalisir kebosanan. Perawat supervisor bertanggung jawab untuk koordinasi seluruh subjek penelitian dan menyalin seluruh data setiap harinya. Pemantauan kontrol kualitas mingguan dilakukan oleh manajer data di lokasi studi dan pengecekan kualitas berkala dilakukan oleh salah satu peneliti pada setiap lokasi kunjungan. Pelatihan tenaga lapangan yang sedang berlangsung dilakukan oleh peneliti asal Amerika Serikat yang melakukan pemantauan kualitas data melalui pengambilan sampel basis data REDCap secara berkala. Pertanyaan yang ditanyakan oleh para tenaga lapangan dijawab oleh peneliti asal Amerika Serikat melalui e-mail.
3. Hasil Tim ahli otolaringologi/audilogi dari Amerika Serikat memberikan instruksi selama 1 hari kepada 5 orang perawat Filipina melalui kuliah mengenahi OM dan dasar-dasar audiologi serta pelatihan langsung untuk seluruh prosedur pemeriksaan otoskopi dan audiometri. Pelatihan dilanjutkan selama 3 hari berikutnya. Sebanyak 47 anak-anak di Filipina (L/P = 28/19; rerata/median usia = 14,6/14,6 tahun) dilibatkan dan para perawat mampu melakukan seluruh 7
prosedur secara mandiri hingga tidak lagi memerlukan bantuan dari instruktur selama pelatihan yang dilakukan selama 4 hari. Data mentah ditinjau dan dikategorisasikan di tempat di fasilitas riset setempat oleh tim dengan perawat untuk tujuan pendidikan. Dataset yang identik ketika diunggah ke RedCap akan ditinjau ulang dan dikelompokkan di Colorado ketika tim dari Amerikas Serikat kembali ke negaranya.
Tabel 1. Karakterstik otoskopi dan audiometri dari telinga subjek Karakteristik
Total telinga (N = 94)
Diagnosis Otoskopik, jumlah Normal
77
Otitis media efusi
2
Miringosklerosis
5
Bekas perforasi
6
Perforasi
2
Kantung retraksi/kolesteatoma
2
Timpanogram, jumlah Berhasil
90
Gagal
4
DPOAE, Jumlah Berhasil
90
Gagal
4
Audiometri skrining, jumlah Berhasil
94
Gagal
0
8
Dari 94 telinga pada kohort yang dinilai, serumen yang cukup banyak untuk menutupi seluruh lapang perifer membran timpani ditemukan pada 40 telinga (42,6%). Serumen pada 6 telinga (3 subjek) tidak dapat diangkat oleh tim perawat dan subjek-subjek ini diberikan minyak mineral dan dipulangkan ke rumah. Mereka kembali lagi minggu berikutnya dan serumen pada keenam subjek tersebut telah hilang dan subjek menyelesaikan pemeriksaan. Diagnosis dari 94 telinga tersebut dikelompokkan dalam Tabel 1. Temuan otoskop pada 94 telinga mencakup: normal (N = 77), otitis media efusi (N= 2), miringosklerosis (N = 5), bekas perforasi (N = 6), perforasi (N = 2), dan kantung retraksi/kolesteatoma (N = 2). Temuan audiometri yang abnormal mencakup: timpanogram (N = 4), DPOAE (N = 4), dan audiometri skrining (N = 0).Tiga dari empat subjek dengan perforasi atau kantung retraksi/kolesteatoma gagal pada pemeriksaan timpanometri skrining atau OAE atau keduanya. Satu subjek dengan kantung retraksi memiliki timpanogram dan DPOAE yang normal. Tidak satupun yang gagal pada audiometri skrining. Per protokol, 4 subjek dengan temuan audiometri yang abnormal dirujuk untuk pemeriksaan audiogram formal. Dua individu didapatkan memiliki otorea kronik terlepas dari apakah telah dilihat oleh dokter spesialis THT setempat dan belum menjalani pemeriksaan audiogram pada saat persiapan pembuatan manuskrip ini. Subjek dengan perforasi unilateral didapatkan memiliki tuli konduktif. Subjek dengan DPOAE yang abnormal didapatkan memiliki ambang dengar yang normal pada kedua telinganya. Jumlah email antara tenaga lapangan Filipina dan peneliti Amerika Serikat ditabulasikan berdasarkan insiden atau pasien yang unik dari November 2016 hingga April 2018. Pertukaran email ini mencakup 3 kerusakan alat, 2 masalah kalibrasi alat, 17 pertanyaan terkait protokol penelitian dan 16 pertanyaan terkait pasien. Seluruh pertanyaan dijawab dengan memuaskan; beberapa membutuhkan lebih dari 1 siklus pertanyaan melalui email.
4. Diskusi Sebelum dilakukan studi ini, sebagian besar studi berskala besar terkait OMSK dan sekuelenya pada anak-anak usia sekolah di negara-negara berpendapatan dengan dan menengah telah dilakukan baik di klinik THT, maupun sebagai studi potong lintang di sekolah-sekolah ataupun PAUD, dan jarang berupa studi berbasis populasi dari sampel yang acak13 atau survei dari rumah ke rumah.14 Pada latar di klinis THT, metode standar digunakan untuk melakukan 9
pemeriksaan otoskopi dan audiometri diagnostik.15-18 Pada studi berbasis sekolah, untuk sebagian besar penelitian, dokter spesialis THT terlatih melakukan pemeriksaan otoskopi19,20 dan audiometri skrining dilakukan di sekolah.9,21,22 Audiometri diagnostik, jarang sekali dilakukan di sekolah10 namun sering kali di rumah sakit rujukan.23-26 Hanya studi-studi kami sebelumnya yang menggunakan timpanometri9,10 namun DPOAE untuk audiometri skrining tidak digunakan. Seluruh studi ini melibatkan dokter spesialis THT dan atau ahli audiologi terlatih di lapangan untuk melakukan studi. Sementara staf penelitian kesehatan telinga terlatih27 dan perawat28 dipekerjakan di masal lalu, untuk melakukan survei berbasis komunitas dan sekolah pada anakanak Aborigin Australia dengan menggunakan timpanometer, voroskop, dan otoskop video, yang diikuti dengan peninjauan oleh spesialis di negaranya, studi kami telah melampaui metodologi ini dengan menggunakan teknologi yang lebih mutakhir yang dapat digunakan di negara berpendapatan rendah dan menengah dan negara-negara berkembang lainnya. Pada studi ini, kami dapat melibatkan perawat terlatih untuk melakukan sebagian besar prosedur ini, dengan bantuan i) teknologi moderin yang canggih (otoskop video dengan rekaman digital; audiometri skrining berbasis DPOAE dan timpanometri dan ponsel android), ii) kemampuan untuk melatih perawat untuk merekam abnormalitas pada pemeriksaan dengan otoskop video, dan mengotomatisasikan hasil pemeriksaan DPOAE, timpanometri, dan audiometri skrining menjadi berhasil atau gagal, dan iii) dan kemampuan untuk mengumpulkan seluruh data ini dalam gambaran digital dan untuk mengunduh seluruh data pada saat itu juga ke basis data yang berbasis internet. Studi ini menegaskan kekuatan dari beberapa komponen kunci dari metodologi yang digunakan. Perawat lokal di Filipina dengan edukasi dan pelatihan langsung yang tepat mampu untuk merekam gambar dan video pada percobaan pertama yang mencakup pembersihan 88% telinga berserumen. Selain itu, perawat juga mampu untuk menggunakan peralatan audiometri semi-otomatis untuk mendapatkan hasil timpanogram, DPOAE dan audiogram skrining pada ke47 subjek. Kemampuan untuk mentransfer data otoskopi dan audiometri baik dalam hal penyimpanan data pada fasilitas riset lokal di Filipina dan pengunggahan data tersebut ke basis data REDCap di Colorado, keduanya dinilai mampu laksana dan reliabel. Sifat metodologi ini memungkinkan tidak hanya analisis data untuk studi ini namun juga pemantauan kualitas data untuk projek lengkap yang sedang dijalankan ini.
10
Walaupun
tidak
memugnkinkan
untuk
mengekstrapolasikan
efek-efek
vaksin
penumokokus terhadap prevalensi OMSK dan beban penyakitnya pada kohort anak-anak yang besar pada saat ini, pengambilan 47 sampel secara acak menunjukkan bahwa impaksi serumen dan komplikasi OM mungkin keduanya lebih tinggi daripada apa yang diperkirakan ketika dibandingkan dengan sampel di Amerika Serikan dalam praktik klinik sehari-hari. Keterbatasan utama studi ini terletak pada durasi pendidikan dan pelatihan bagi para perawat pada fase persiapan pengumpulan data studi. Akan lebih ideal apabila alokasi waktu lebih panjang untuk memberikan pelatihan bagi para perawat. Namun, keterbatasan sumberdaya dalam hal ketersediaan waktu para personel terlatih dari Amerika Serikat dan biaya tambahan yang diperlukan untuk menjalankan program pelatihan yang lebih lama menghalangi hal tersebut. Di lingkungan penelitian kesehatan global, penulis sangat menegaskan bahwasanya dukungan dalam pembuatan keputusan klinis, kelekatan terhadap protokol penelitian dan pemeliharaan peralatan penelitian telah membuat metode ini tepat untuk digunakan dalam evaluasi kohort yang lebih besar. Keterbatasan lain dari metode ini, adalah bahwa metode ini bergantung pada peralatan canggih dan mahal, perlunya sumber listrik yang terus menyala untuk menggunakan banyak peralatan, perlunya akses internet berkecepatan tinggi untuk mengunggah data khususnya data otoskop video, yang rata-rata berukuran 35 dan 50 MB, dan perlunya respons yang cepat dari dokter spesialis THT untuk menginterpretasikan data otoskop video. Kami menemukan beberapa permasalahan seperti mati listrik, malfungsi otoskop video dan ketersediaan personel klinis Amerika segera untuk mengatasi masalah tersebut. Akan tetapi, keuntungan utama metode ini, yang saat ini divalidasi oleh lebih dari 4500 anak yang diskrining tahun lalu dengan pengumpulan data hampir lengkap pada setiap anak, melebihi kerugiannya. Kami mengusulkan bahwa metode ini dapat digunakan dengan pelatihan yang minimal bagi staf perawat, untuk studi-studi berbasis populasi berskala besar yang tidak membutuhkan intervensi yang intensif dari dokter spesialis THT setempat yang sangat sibuk. Hanya ada 3 dokter spesialis THT di Bohol yang melayani populasi sebanyak lebih dari 1,3 juta orang dan metode riset kami bekerja dengan baik pada skenario tersebut. Metode baru telah dikembangkan dan diuji dilapangan dan dianggap cukup kuat dalam menilai status otologi dan audiometri pada kohort remaja di Filipina dengan menggunakan alat 11
audiometri portabel yang canggih dan teknologi cloud yang saat ini digunakan pada proyek berskala besar. Metode ini cenderung dapat diaplikasikan di negara berpendapatan rendah dan menengah lainnya untuk studi-studi berbasis populasi berskala besar.
Pendanaan Studi ini didukung oleh Bill & Melinda Gates Foundation (nomor hibah OPP1142570) dan Colorado CTSA Grants UL1TR002535, KL2TR002534, dan TL1TR002533. Isi laporan ini semata-mata menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan resmi lembaga atau organisasi mereka atau sponsor. Para penyandang dana tidak berpartisipasi dalam aspek studi apa pun, termasuk studi-perilaku, pengumpulan data, analisis data atau penulisan naskah.
Konflik kepentingan Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan.
Ucapan Terima Kasih Penulis atas nama tim studi ingin mengucapkan terima kasih kepada semua peserta studi dan orang tua mereka, 5 perawat yang menjadi subyek pelatihan Nino Carlo Salutan, Leslie Salutan Mary Thatcher Bautista, Marelie Dagupan dan Shobelle Anunciado; Diozele Sanvictores dan staf Lembaga Penelitian Kedokteran Tropis, Manila Filipina atas dedikasi mereka kepada pasien mereka, termasuk peserta uji coba kami, Deborah Hayes yang berperan dalam mengembangkan protokol audiologi dan Phyllis Carosone-Link yang mengembangkan basis data RedCap yang menangkap data untuk studi ini.
12
REFERENSI 1. J. Acuin, World health organization. Dept. Of child and adolescent health and de- velopment., WHO programme for the prevention of blindness and deafness, Chronic Suppurative Otitis Media: Burden of Illness and Management Options, World Health Organization, Geneve, 2004, p. 83. 2. S.O. Adebola, S.O. Ayodele, O.A. Oyelakin, J.A. Babarinde, O.E. Adebola, Pre- school hearing screening: profile of children from Ogbomoso, Nigeria, Int. J.Pediatr. Otorhinolaryngol. 77 (12) (2013) 1987–1991. 3. P. Adhikari, S. Joshi, D. Baral, B. Kharel, Chronic suppurative otitis media in urban private school children of Nepal, Braz. J. Otorhinolaryngol. 75 (5) (2009) 669–672. 4. M.R. Feniman, A.G. Souza, J.C. Jorge, J.R. LaurisOtoscopic and tympanometric findings in infants with cleft lip and palate Braz. J. Otorhinolaryngol., 74 (2) (2008), pp. 248-252 5. F. Mahomed-Asmail, W. Swanepoel de, R.H. Eikelboom Hearing loss in urban South African school children (grade 1 to 3) Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 84 (2016), pp. 27-31 6. E. Okur, I. Yildirim, M. Akif Kilic, S. GuzelsoyPrevalence of otitis media with effusion among primary school children in Kahramanmaras, in Turkey Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 68 (5) (2004), pp. 557-562 7. A.F. Smith, D.C. Ianacone, R.J.H. Ensink, A. Melaku, M.L. Casselbrant, G. IsaacsonPrev alence of hearing-loss among HAART-treated children in the Horn of Africa Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 98 (2017), pp. 166-170 8. S.M. Zakzouk, K.A. AbdulJawadPoint prevalence of type B tympanogram in children Saudi Med. J., 23 (6) (2002), pp. 708-710 9. R. Anggraeni, W.W. Hartanto, B. Djelantik, A. Ghanie, D.S. Utama, E.P. Setiawan, et al.Otitis media in Indonesian urban and rural school children Pediatr. Infect. Dis. J., 33 (10) (2014), pp. 1010-1015 10. E.A. Simes, F. Kiio, P.J. Carosone-Link, S.N. Ndegwa, J. Ayugi, I.M. MachariaOtitis media and its sequelae in Kenyan schoolchildren J. Pediatr. Infect. Dis. Soc., 5 (4) (2016 Dec), pp. 375-384 11. M.G. Lucero, H. Nohynek, G. Williams, V. Tallo, E.A. Simoes, S. Lupisan, et al.Efficacy of an 11-valent pneumococcal conjugate vaccine against radiologically confirmed pneumonia among children less than 2 years of age in the Philippines: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial 12. P.A. Harris, R. Taylor, R. Thielke, J. Payne, N. Gonzalez, J.G. CondeResearch electronic data capture (REDCap)-a metadata-driven methodology and workflow process for providing translational research informatics support J. Biomed. Inf., 42 (2) (2009), pp. 377-381 13. M. Al Khabori, R. KhandekarUnilateral hearing impairment in Oman: a communitybased cross-sectional study Ear Nose Throat J., 86 (5) (2007), pp. 7-80 14. S.K. Chadha, K. Gulati, S. Garg, A.K. AgarwalComparative prevalence of otitis media in children living in urban slums, non-slum urban and rural areas of Delhi Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 78 (12) (2014), pp. 2271-2274
13
15. A. Adoga, T. Nimkur, O. SilasChronic suppurative otitis media: socio-economic implications in a tertiary hospital in Northern Nigeria Pan Afr. Med. J., 4 (2010), p. 3 16. A. Taipale, T. Pelkonen, M. Taipale, L. Bernardino, H. Peltola, A. PitkarantaChronic suppurative otitis media in children of Luanda, Angola Acta Paediatr., 100 (8) (2011), pp. e84-e88 17. A.J. Fasunla, M. Samdi, O.G. NwaorguAn audit of ear, nose and throat diseases in a tertiary health institution in South-western Nigeria Pan Afr. Med. J., 14 (2013), p. 1 18. M.A. Elemraid, B.J. Brabin, W.D. Fraser, G. Harper, B. Faragher, Z. Atef, et al.Characteristics of hearing impairment in Yemeni children with chronic suppurative otitis media: a case-control study Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 74 (3) (2010), pp. 283-286 19. V. Rupa, A. Jacob, A. JosephChronic suppurative otitis media: prevalence and practices among rural South Indian children Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 48 (3) (1999), pp. 217-221 20. M.M. Shaheen, A. Raquib, S.M. AhmadPrevalence and associated socio-demographic factors of chronic suppurative otitis media among rural primary school children of Bangladesh Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 76 (8) (2012), pp. 1201-1204 21. S. Elango, G.N. Purohit, M. Hashim, R. HilmiHearing loss and ear disorders in Malaysian school children Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 22 (1) (1991), pp. 75-80 22. R.N. Godinho, T.M. Goncalves, F.B. Nunes, C.G. Becker, H.M. Becker, R.E. Guimaraes, et al.Prevalence and impact of chronic otitis media in school age children in Brazil. First epidemiologic study concerning chronic otitis media in Latin America Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 61 (3) (2001), pp. 223-232 23. J.A. Garrett, J.L. StewartHearing loss and otitis media on Guam: impact of professional services Asia Pac. J. Public Health, 3 (3) (1989), pp. 213-218 24. S.B. Mann, S.C. Sharma, A.K. Gupta, A.N. Nagarkar, DharamvirIncidence of hearing impairment among rural and urban school going children: a survey Indian J. Pediatr., 65 (1) (1998), pp. 141-145 25. S.M. Zakzouk, M.F. HajjajEpidemiology of chronic suppurative otitis media among Saudi children-a comparative study of two decades Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 62 (3) (2002), pp. 215-218 26. R.S. Rao, M.A. Subramanyam, N.S. Nair, B. RajashekharHearing impairment and ear diseases among children of school entry age in rural South India Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol., 64 (2) (2002), pp. 105-110 27. P.S. Morris, A.J. Leach, P. Silberberg, G. Mellon, C. Wilson, E. Hamilton, et al.Otitis media in young Aboriginal children from remote communities in Northern and Central Australia: a cross-sectional survey BMC Pediatr., 5 (2005), p. 27 28. C.J. Williams, H.L. Coates, E.M. Pascoe, Y. Axford, I. Nannup Middle ear disease in Aboriginal children in Perth: analysis of hearing screening data, 1998-2004 Med. J. Aust., 190 (10) (2009), pp. 598-600
14