Jurnal Penelitian Bahasa 2.docx

  • Uploaded by: Herry Prasetyo
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Penelitian Bahasa 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,508
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan pemerolehan bahasa pertama. Pada pemerolehan bahasa pertama siswa berawal dari awal (saat kanak-kanak belum menguasai bahasa apa pun) dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Pada pemerolehan bahasa kedua, siswa sudah me-nguasai bahasa pertama dengan baik dan perkembangan pemerolehan bahasa kedua tidak seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya), sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan motivasi siswa pada umumnya tidak terlalu tinggi karena bahasa kedua tersebut tidak dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari di lingkungan masyarakat siswa tersebut. Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas

ini melibatkan berbagai kemampuan seperti

sintaksis, fonetik dan kosakata yang luas. Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut Maksan (1993:20) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal. Lyons (1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut. Dardjowidjodjo (2003:225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural waktu dia belajar bahasa ibunya.

1

Pemerolehan

bahasa

dan

perkembangan

bahasa

anak

mendasari

kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa anak guru dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya. Pemerolehan

mengacu

pada

kemampuan

linguistik

yang

telah

diinternalisasikan secara alami, yaitu tanpa disadari dan memusatkan pada bentuk-bentuk linguistik (baca: kata-kata). Pembelajaran, sebaliknya, dilakukan dengan sadar dan merupakan hasil situasi belajar formal. Konteks pemerolehan bersifat alami, sedangkan pembelajaran mengacu pada kondisi formal dan konteks terprogram. Seseorang belajar bahasa karena motivasi prestasi tetapi memperoleh bahasa karena motivasi komunikasi. Belajar bahasa dapat diukur pemerolehan sebaliknya. Kondisi pembelajaran tetap sebagai penutur tidak asli, dan pemerolehan dapat menyerupai penutur asli. Belajar bahasa ditekankan untuk menguasai kaidah dan pemerolehan untuk menguasai keterampilan berkomunikasi (lisan dan tertulis). Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak atau remaja ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa biasanya berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanakkanak mempelajari bahasa kedua setelah ia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan

bahasa

berkenaan

dengan

bahasa

pertama,

sedangkan

pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun, banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua (Chaer, 2005: 167). Pemerolehan bahasa setiap anak memiliki suatu kekhasan, yaitu sesuai dengan perkembangannya. Perkembangan merupakan sederetan perubahan fungsi organ tubuh yang bersifat progresif, teratur, dan saling berkaitan. Perkembangan merupakan interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain meliputi perkembangan sistem otak (kecerdasan), bicara, emosi, dan sosial.

2

Semua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Jika dilihat dari aspek-aspek perkembangannya, setiap anak memiliki ragam yang berbeda-beda. Meskipun demikian, secara umum para ahli sepakat bahwa ada pola-pola perkembangan yang cenderung sama dan berlaku bagi sebagian besar manusia. Jika ada aspek perkembangan anak yang berjalan di luar pola umum tersebut, mereka dapat dikategorikan mengalami perbedaan atau kelainan perkembangan. Perbedaan itu ada yang sifatnya lebih lamban atau lebih cepat dari kebanyakan anak lain yang sebaya, maka dalam perolehan bahasa kedua sangat berpengaruh terhadap perkembangan remaja dalam berinteraksi sosial. Latar belakang interaksi yang dilakukan siswa di sekolah pada umumnya berlatar belakang dwibahasa bahkan multi bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, guru dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan anak didiknya dan menghargai keragaman budaya tersebut. Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penuliis mengambil judul “Pemerolehan Bahasa Kedua pada Anak Jenjang SMA serta Faktor yang Mempengaruhinya”. B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pemerolehan bahasa kedua pada anak jenjang SMA? 2. Mengetahui seberapan banyak bahasa kedua yang dipeoleh oleh siswa SMA? 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi perolehan bahasa kedua pada anak jenjang SMA? 4. Seberapa pentingnya pengguasaan bahasa kedua dalam pengajaran bahasa dan satra Indonesia di SMA? 5. Seberapa besar pemerolehan bahasa kedua yang dialami siswa selama belajar pada jenjang SMA?

3

C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui proses pemerolehan bahasa kedua pada anak jenjang SMA. 2. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perolehan bahasa kedua pada anak jenjang SMA. 3. Mengetahui seberapa pentingnya pengguasaan bahasa kedua dalam pengajaran bahasa dan satra Indonesia di SMA. 4. Mengetahui seberapa besar pemerolehan bahasa kedua yang dialami siswa selama belajar pada jenjang SMA.

D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapa bermanfaat yaitu: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu bahasa yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa kedua pada siswa. b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu Pendidikan bahasa, yaitu mengetahui pengetahuan siswa dalam memeroleh bahasa keduanya di masyarakat. c. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan berbahasa serta menjadi bahan kajian lebih lanjut. 2. Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Bagi penulis Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang proses pemerolehan bahasa kedua yang dialami pada siswa tingkatan SMA. b. Bagi pendidik dan calon pendidik

4

Dapat menambah pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang cara mengembangkan kemampuan berbahasa dengan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua. c. Bagi anak didik Anak didik sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai bagaimana cara agar menguasai bahasa kedua dengan baik dan benar secara aktif, kreatif dan menyenangkan. Dan anak dapat tertarik mempelajari bahasa sehingga perkembangan kemampuan pemerolehan bahasa kedua siswa dapat meningkat.

5

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kata “Pemerolehan” Pemerolehan Bahasa Kedua tidak sama dengan Pembelajaran Bahasa Kedua. Pemerolehan bahasa kedua atau dalam Bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah Second Language Acquisition1. Kata “acquisition” lebih diartikan sebagai penguasaan bahasa dengan alamiah. Dalam pemerolehan bahasa kedua diharapkan adanya penguasaan bahasa kedua seperti ketika kita masih kanak-kanak yang mengadaptasi bahasa ibu (native language). Pemerolehan bahasa menuntut interaksi dalam bahasa sasaran (target language) bukan dalam bentuk ucapan-ucapan tapi lebih kepada pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami. Jadi dalam pemerolehan bahasa kedua lebih mudah dipahami sebagai bahasa yang kita pelajari secara tidak sadar. Kata “pembelajaran” lebih dijelaskan sebagai situasi belajar melalui aktifitas yang kita lakukan dengan sadar untuk mempelajari bahasa lain. Misalnya pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau dirumah untuk mengetahui tentang suatu bahasa. Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran agar dengan aktifitas belajar siswa bisa memahami materi kebahasaan. Tetapi banyak siswa mengalami kesulitan karena dia lebih disibukkan dengan mempelajari struktur sebuah kata dan artinya.

B. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua Pemerolehan bahasa kedua diartikan dengan mengajar dan belajar bahasa asing dan atau bahasa kedua lainnya (Tarigan, 1988:125). Bahasa kedua dapat didefinisikan berdasarkan urutan, yakni bahasa yang diperoleh atau dipelajari setelah anak menguasai bahasa pertama (B1) atau bahasa ibunya (Ghazali, 2000:11). Pemerolehan bahasa, sebagaimana pembelajaran bahasa, pun dapat dilihat dari beberapa teori. Berbicara mengenai teori, Harasim (dalam Tadkiroatun, 2016) mengatakan teori berisi penjelasan mengapa suatu hal itu terjadi dan

6

bagaimana suatu hal itu bisa terjadi. Pada umumnya teor bermula dari rasa ingin tahu yang memunculkan upaya pemikiran terhadap hal yang dipertanyakan. Teori merupakan suatu penjelasan yang dikembangkan secara ilmiah. Teori pembelajaran berfungsi untuk membantu para praktisi untuk memahami bagaimana sejatinya manusia belajar. Berikut ini merupakan teori pemerolehan bahasa kedua, Ellis (1987) Telah mengklasifikasikannya menjadi tujuh teori PB2‖ (Tarigan, 1988:182). 1. Teori/Model Alkulturasi Brown (1980:129) membatasi akulturasi‖ sebagai proses penyesuaian diri terhadap kebudayaan baru. Itu dipandang sebagai suatu aspek penting PB2, karena bahasa merupakan salah satu ekspresi budaya yang paling nyata yang dapat diamati dan bahwa proses pemerolehan baru akan terlihat dari cara saling memandang antara masyarakat B1 dan masyarakat B2 (Tarigan, 1988:183). Teori ini menjelaskan bahwa proses pemerolehan B2 telah dimulai ketika anak mulai dapat menyesuaikan dirinya terhadap kebudayaan B2, seperti penggunakan kata sapaan, nada suara, pilihan kata, dan aturan-aturan yang lain. Dalam teori ini, jarak sosial dan jarak psikologis anak sangat menentukan keberhasilan pemerolehan (Ghazali, 2000:83-91). 2. Teori Akomodasi Teori akomodasi ini diturunkan oleh Giles bersama rekan-rekannya. Ia menyatakan bahwa hubungan masyarakat B1 dengan B2 dalam berinteraksi sangat

menentukan

pemerolehan

B2.

Kalau

Schumann

terlihat

memperlakukan jarak sosial dan jarak psikologis sebagai fenomena yang menentukan tingkat interaksi antara pelajar dan para pembicara pribumi, maka Giles melihat hubungan antar kelompok sebagai subjek bagi perundingan yang konstan selam interaksi berlangsung. Jadi, kalau Schumann menganggapnya statis, maka bagi Giles itu dinamis (Tarigan, 1988: 189-190). Kekuatan Teori Akomodasi ialah bahwa dia mencakup pemerolehan bahasa dan pemakaian bahasa di dalam satu kerangka kerja tunggal. Juga, teori ini menghubungkan pemerolehan dialek atau aksen baru pada

7

pemerolehan bahasa kedua. Karena keduanya telihat sebagai refleksi presepsi (Tarigan, 1988: 190). Misalnya orang B1 berdialek Ngapak, orang B2 berdialek Sunda maka tidak menutup kemungkin B2 akan diperoleh atau berefleksi. 3. Teori Wacana Teori ini beranjak dari penggunaan bahasa, dimana komunikasi diperlukan sebagai matriks pengetahuan linguistik, bahwa perkembangan bahasa harus dilihat dari segi bagaimana caranya sang pelajar menemukan makna potensial bahasa dengan jalan ikut serta berpartisipasi dalam komunikasi (Tarigan, 1988: 193). Seperti kedua teori terdahulu, maka teori wacana tidak tertuju pada hakihat strategistrategi sang pelajar yang bertanggung jawab pada PB2. Hatch selanjutnya menyatakan bahwa sementara interaksi sosial dapat memberikan data terbaik yang dapat diolah oleh sang pelajar, maka otak selanjutnya harus menyusun suatu model masukan yang layak dan relevan (1983: 186). Mengutip

pernyataan

Soejono

dalam

bukunya

Psikolinguistik

mengatakan bahwa percakapan anak dapat berjalan lancar dan pada umumnya memberikan dukungan kalimatkalimat penyambung (Habis itu, ke mana si kanci?l) namun kalimat tersebut terdengar aneh bila digunakan pada percakapn orang dewasa (Soejono, 2014: 267). Hal tersebut adalah salah satu bukti komunikasi menjadi ukuran perkembangan pemerolehan B2. 4. Teori/Model Monitor Model Monitor ini dikemukakan oleh Stephen D. Kharsen. Teori ini memandang pemerolehan bahasa sebagai proses konstruktif kreatif. Monitor adalah alat yang digunakan anak untuk menyunting performansi (penampilan verbal) berbahasanya. Monitor ini bekerja menggunakan kompetensi yang‖dipelajari (Ghazali, 2000: 65-67). Kharsen (1976) berpendapat bahwa ada dua sistem pengetahuan yang mendasari perfomansi kemampuan bahasa kedua. Pertama dan yang paling penting adalah sistem yang diperoleh. Kedua, sistem pengetahuan yang

8

menurut Kharsen tidak begitu penting, adalah pengetahuan yang didapat karena

pembelajar

menerima

pelajaran

tata

bahasa

itu

secara

formal. Kharsen juga menjelaskan bahwa pengetahuan jenis pertama ini diperoleh juga ketika seorang membaca. Oleh karena itu, kita dapat lebih cepat membaca daripada berbicara. Maka bahasa tulis merupakan sumber yang lebih baik dari pemerolehan bahasa daripada bahasa lisan (Ghazali, 2000:67). 5. Teori Kompetensi Variabel Teori ini melihat bahwa pemerolehan B2 dapat direfleksikan dan bagaimana bahasa itu digunakan. Teori ini menyatakan bahwa cara seseorang mempelajari bahasa akan mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Produk bahasa terdiri atas produk terencana (seperti menirukan cerita atau dialog) dan tidak terencana (seperti percakapan sehari-hari) (Tarigan, 1988:197). Model kompetensi variabel mengemukakan prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Anak memiliki alat penyimpanan yang berisi bahasantara. Penyimpanan ini akan aktif jika diekploitasi untuk berlatih; b. Anak memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa, yang berbentuk proses wacana primer (penyederhanaan semantik: dhahar = makan), wacana sekunder (penyuntingan performansi bahasa), proses kognitif (penyusunan, perbandingan, dan pengurangan\ unsur). c. Tampilan berbahasa anak adalah proses primer dalam perkembangan wacana yang tidak terencana atau proses sekunder dari wacana terencana. d. Perkembangan pemerolehan adalah akibat pemerolehan kaidah baru dan pengaktifan kaidah-kaidah itu. (Tarigan, 1988:198-199). 6. Hipotesis Universal Secara singkat dapat dikatakan bahwa hipotesis universal menyatakan bahwa terdapat kesemestaan linguistik yang menentukan jalannya PB2. Hipotesis universal menyatakan bahwa anak menemukan kaidah-kaidah bahasa dengan bentuk gramatika universal, yakni gramatika inti. Hipotesis

9

ini menyajikan suatu pertimbangan yang menarik mengenai bagaimana caranya sarana-sarana linguistic bahasa sasaran dan bahasa pertama sang pelajar (Tarigan, 1988:201). Berikut ini kesemestaan bahasa yang menentukan proses pemerolehan B2. a. Kesemestaan bahasa membantu mengatasi hambatan yang berpotensi muncul dalambahasa antara (interlangue) b. Pembelajar akan merasa lebih mudah memperoleh pola-pola yang sesuai dengan kesemestaan bahasa daripada yang tidak sesuatu c. Apabila B1 menerapkan kesemestaan bahasa maka B1 cenderung akan membantu perkembangan penguasaan bahasa antara melalui transfer (Tarigan, 1988:202). 7. Teori Neurofungsional Teori ini menyatakan adanya hubungan antara bahasa dengan anatomi syaraf. Pemerolehan bahasa berkaitan erat dengan sistem syaraf, terutama area Broca (area ekspresif verbal) dan Wernicke (area komprehensi). Meskipun demikian, area asosiasi, visualisasi, dan nada tuturan juga berperan. Dua daerah dalam otak, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri, menentukan pemerolehan B2. Pemerolehan B2 dapat diterangkan menurut fungsi syaraf dengan memperhatikan dua hal. Pertama, fungsi syaraf yang mana yang digunakan untuk berkomunukasi. Kedua, tingatan mana dalam system syaraf tersebut yang dilibatkan (Tarigan, 1988:203204). Teori ini lebih dikenal dengan nama Lamandella’s Neurofuctional Theory. Lamandella (1979) membedakan dua tipe dasar pemerolehan bahasa: (1) pemerolehan bahasa primer, dan (2) pemerolehan bahasa sekunder. Pertama, berlaku pada anak usia 2-5 dalam pemerolehan satu atau lebih bahasa sebagai bahasa pertamanya. Yang kedua, terbagi dua bagian, yaitu: (a) belajar secara formal bahasa asing/bahasa kedua, dan (b) pemerolehan bahasa kedua yang terjadi secara alamiah setelah anak berusia di atas lima tahun. Kedua macam pemerolehan bahasa itu mempunyai sistem neurofungsional yang berbeda, dan masing-masing mempunyai

10

fungsi hirarkis. Lamandella menunjukkan fungsi-fungsi hirarkis itu sebagai berikut. a. Hirarkis komunikasi: bertanggung jawab menyimpan bahasa dan simbol-simbol lain melalui komunikasi interpersonal. b. Hirarkis kognitif: berfungsi mengontrol penggunaan bahasa dan kegiatan pemrosesan informasi kognitif. Pola latihan-latihan praktis dalam pembelajaran bahasa asing/bahasa kedua adalah bagian dari hirarki kognitif. (Tarigan, 1988:205).

C. Proses Pemerolehan Bahasa Kedua Stren menyamakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia kita perlu membedakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di first languange yang berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua second languange yang berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh sebab itu bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan. Pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya. Dibandingkan dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak linear. Bila dilihat dari proses dan pengembangan bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan pemerolehan dan belajar bahasa yaitu: 1. Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar. Caracara lain memerikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan belajar alamiah. 2. Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa, yang mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua,

11

mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata bahasa. Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh, bahwa kemampuan memungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Krashen dan Terrel menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal: 1. Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal. 2. Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah proses sadar dan disengaja. 3. Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua mengetahui bahasa kedua. 4. Dalam pemerolehan pengetahuan didapat secara implisit sedangkan dalam pembelajaran pengetahuan didapat secara eksplisit 5. Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam pembelajaran pengajaran secara formal menolong sekali.

D. Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua Ada lima jenis hipotesis mengenai pemerolehan bahasa kedua yaitu: 1. Hipotesis Pembendaan Pemerolehan dan Belajar Sistem yang diperoleh mengandung maksud bahwa bahasa dikuasai melalui proses bawah sadar (unconscious min). Dalam bukunya yang berjudul “Principle and Practice in Second Language Acquisition”, Krashen menekankan bahwa pemerolehan adalah proses tidak sadar “Acquisition is a subconscious procces”. Lebih rincinya, Krashen menjelaskan bahwa, pelajar tidak akan menyadari bahwa ia belajar bahasa, tetapi mereka hanya meyadari bahwa mereka sedang berkomunikasi. Singkat kata, pemerolehan bahasa terjadi ketika pelajar berkomunikasi dan terus 12

berkomunikasi secara natural/alami, tidak terfokus kepada aturanaturan kebahasaan “not consciously aware of the rules”. Sedangkan pengkoreksiannya/evaluasinya juga terjadi secara alami sesuai dengan konteksnya.46 Selanjutnya, kemampuan pendapatan bahasa ini tidak akan musnah dengan bertambahnya usia atau pada masa pubertas, “…the ability to pick up the language does not disappear at puberity” walaupun sudah berusia dewasa, pemerolehan masih sangat mungkin dilakukan dan terjadi. Malahan Krashen menganggap bahwa proses pemerolehan akan sangat kuat bila diterapkan sewaktu dewasa. Berbeda dengan sebelumnya, sistem yang dipelajarai (pembelajaran) mengandung maksud kebalikannya, yaitu bahasa dikuasai melalui proses sadar, hal ini diamini oleh Krashen, ia berpendapat bahwa istilah belajar merujuk kepada pengetahuan secara sadar “…. The term (learning) henceforth to refer to conscious knowledge of second language”. Dengan kata lain bahasa dikuasai melalui proses dan pengkondisian yang terjadi secara formal, seperti belajar di kelas, kursus dll dengan mengetahui aturan kebahasaan, sinonom kata, dan belajar secara kontekstual. Adapun pengoreksiannya terjadi dengan melakukan latihan-latihan dan pembiasaan. Halhal yang telah tersebut tadi, akan berguna pada pelajar sebagai sensor ucapan-ucapan mereka sebelum memproduksi kata. Tapi sekali lagi, Krashen memihak proses pemerolehan sebagai proses belajar bahasa yang meyakinkan, sebab menurutnya maksud inti dari mempelajari bahasa adalah kebisaan pelajar dalam berkomunikasi bahasa target, dan pemerolehan menghasilkan komunikasi yang sangat baik 2. Hipotesis Urutan Ilmiah Dalam hipotesis ini Krashen menyatakan bahwa struktur bahasa diperoleh dengan urutan ilmiah yang dapat diperkirakan, beberapa struktur tertentu cenderung muncul lebih awal dari struktur yang lain dalam pemerolehan bahasa. Contohnya ada pada struktur fonologi, dalam struktur fonologi anak cenderung memperoleh vokal-vokal seperti (a) sebelum akhirnya menyentuh vokal (i) dan (u). Konsonan depan lebih dahulu dikuasai oleh anak daripada konsonan belakang. Urutan alamiah seperti ini

13

tidak saja terjadi pada masa kanak-kanak tapi juga terjadi pada masa dewasa. 3. Hipotesis Monitor Hipotesis

monitor

mengemukakan

serta

menjelaskan

bahwa

pemerolehan dan belajar dipakai dengan cara yang khas. Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita dalam bahasa kedua dan juga bertanggungjawab atas kelancaran kita, kefasihan kita. Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai monitor atau editor sebagai pemantau atau penyunting. Belajar hanya berperan membuat perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita, setelah dihasilkan oleh sistem yang diperoleh yang diinginkan. Riset menyarankan bahwa para penampil bahasa kedua dapat menggunakan kaidah-kaidah sadar hanya apabila memenuhi tiga kondisi yaitu: 1. Waktu 2. Fokus pada bentuk 3. Mengetahui kaidah Agar kita dapat berfikir mengenai dan menggunakan kaidah-kaidah kesadaran secara efektif, penampil bahasa kedua perlu memiliki cukup waktu. Bagi kebanyakan orang, percakapan normal tidak menyediakan cukup waktu untuk berfikir mengenai kaidah-kaidah beserta pengunaannya. Penggunaan kaidah yang berlebih-lebihan dalam percakapan dapat membawa orang pada kesulitan, misalnya suatu gaya berbicara yang raguragu dan tidak adanya perhatian terhadap apa yang dikatakan oleh teman bicara. Menggunakan monitor secara efektif, tidak cukup dengan sarana waktu saja. Sang penampil harus juga memusatkan perhatian pada”bentuk” atau berfikir mengenai kebenaran atau ketepatan. Bahkan walaupun kita mempunyai cukup waktu, kita mungkin saja begitu terlibat pada “apa” yang dikatakan yang tidak kita arahkan pada “bagaimana” kita menyatakannya. Perlu diketahui bahwa dalam penggunaan monitor, terdapat variasi individual.

14

Beberapa variasi individual dapat kita lihat pada pemerolehan bahasa kedua dan performasi dapat dipertanggungjawabkan dengan bantuan monitor sadar yang berbeda. Tampaknya, ada dua penyebab utama bagi penggunaan tata bahasa secara berlebihan yakni : 1. Penggunaan yang berlebihan mungkin menurun dari sejarah penyingkapan sang pelaku terhadap bahasa kedua. Banyak orang, korban tipe pengajaran tata bahasa hampir tidak mempunyai pilihan lain kecuali tergantung pada belajar. 2. Tipe lain mungkin berkaitan dengan personalitas atau pribadi. Para pemakai yang berlebihan ini memang mempunyai kesempatan untuk memperoleh jumlah bahasa kedua. Hanya mereka tidak percaya pada kompetensi yang diperoleh ini dan hanya merasa terjamin kalau mereka mengacu kepada monitor mereka yang satusatunya mereka yakini. Para pemakai monitor yang kurang adalah para pemakai yang tidak belajar. Secara khusus, para pemakai kurang ini tidak terpengaruh oleh perbaikan kesalahan, dapat mengoreksi diri sendiri hanya dengan menggunakan perasaan saja bagi ketepatan atau kebenaran, dan seluruhnya menyandarkan diri pada sistem yang diperoleh. Monitor optimal bertujuan menghasilkan para pemakai monitor optimal, para pelaku yang menggunakan monitor apabila hal itu diperlukan dan apabila tidak menganggu komunikasi. Para pemakai monitor optimal karenanya dapat menggunakan kompetensi yang dipelajari sebagai suplemen bagi kompetensi yang diperoleh. Pemakai optimal mampu mengisi bagian yang senjang atau yang kosong dengan belajar sadar tetapi tidak semuanya. 4. Hipotesis Masukan Ada dua hal yang menarik mengenai hipotesis masukan ini, yaitu: a. Banyak dari bahan ini relatif baru, sedangkan hipotesis-hipotesis lainnya telah diberikan dan didiskusikan dalam beberapa buku dan makalah.

15

b. Hipotesis ini penting baik secara teoritis dan praktis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bagian-bagian (1) dan (2) hipotesis masukan itu sebagai berikut : a. Hipotesis masukan berhubungan dengan pemerolehan bukan dengan belajar b. Hipotesis dapat diperoleh dengan memahami bahasa yang mengandung struktur sedikit disekitar tingkat kompetensi yang mutakhir. c. Apabila komunikasi berhasil, masukan dipahami dan terdapat cukup mengenai hal itu tersajikan atau tersedia secara otomatis d. Kemampuan berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung. Faktor penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupa fakta-fakta dari pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana. Hipotesis masukan juga menarik bagi pemerolehan bahasa kedua.

Pertama-tama,

seperti

telah

di

singgung

sebelumnya

pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga merupakan

pemerolehan

sama

seperti

sang

anak

memperoleh bahasa pertama juga karena adanya urutan alamiah pemerolehan bagi bahasa kedua seperti halnya bahasa pertama. Masukan yang termodifikasi ada tiga jenis yaitu : a. Pembicaraan

orang

asing

yang

merupakan

akibat

dari

modifikasimodifikasi para pembicara asli dengan lebih sedikit para pembicara asli dengan lebih sedikit daripada pembicara bahasa mereka yang berkompetensi penuh. b. Pembicaraan guru merupakan pembicaraan orang asing didalam kelas, bahasa pengelolaan dan penjelasan kelas, kalau dilakukan bahasa kedua c. Sandi sederhana berupa pembicaraan antar bahasa yaitu ujaran para pemeroleh bahasa kedua lainnya.

16

5. Hipotesis Saringan Afektif Dalam hipotesis ini Stephen Krashen menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki saringan efektif atau yang biasa disebut dengan (Effective Filter). Saringan inilah yang memberikan rasa takut, malu pada seorang pelajar. Seorang pelajar bahasa yang memiliki motivasi tinggi, kepercayaan tinggi, dan kecemasan lebih rendah, akan lebih mungkin untuk berhasil dalam pemerolehan bahasa, tapi sebaliknya jika pelajar bahasa tidak memiliki beberapa hal yang telah tersebut diatas dalam dirinya maka terwujudlah sebuah variabel emosional yang positif. Selanjutnya, menurut Krashen, saringan/filter ini akan menghambat siswa menerima/ mereproduksi bahasa. Contohnya jika ada seorang pelajar tidak suka dengan belajar bahasa Arab, maka saringan/filter pada pelajar tersebut akan semakin menyempit, begitu pula jika benci terhadap pengajar, diolok-olok, jika pelajar melakukan kesalahan dalam berbahasa. Hal ini nantinya akan menjadi problem pelajar, sebab perkembangan psikologisnya yang semakin peka terhadap lingkungannya.

E. Cara Memperoleh Bahasa Kedua Menurut Krashen dan Terrel pemerolehan bahasa kedua terbagi atas dua cara, yaitu: 1. Pemerolehan Bahasa Kedua Secara Terpimpin Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin, (1) materi tergantung kriteria yang ditentukan oleh guru, (2) strategi yang dipakai oleh seorang guru juga sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok untuk siswanya. Dalam pemerolehan bahasa secara terpimpin, apabila penyajian materi dan metode yang digunakan dalam belajar teppat dan efekktif maka ini akan berhasil dan menguntungkan pelajar dalam pemerolehan bahasa keduanya. Namun, sering ada

17

ketidakwajaran dalam penyajian materi terpimpinm ini, misalnya penghafalan

pola-pola

kalimat

tanpa

pemberian

latihan-latihan

bagaimana penerapan itu dalam komunikasi. 2. Pemerolehan Bahasa Kedua Secara Alamiah Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara spontan adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan guru. Pemerolehan bahasa seperti ini tidak ada keseragaman karena setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri. Yang paling penting dalam cara ini adalah interaksi dan komunikasi yang mendorong pemerolehan bahasa kedua. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah (1) yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, (2) bebas dari pimpinan sistematis yang disenggaja.

18

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Sugiyono dalam bukunya metode kuantitatif kualitatif dan R & D, menyatakan bahwa penelitian merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvaliditasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. yang dikutip oleh. (Sugiyono, 2010: 9) Metode berasal dari bahasa inggris method yang artinya cara, yaitu cara untuk mecapai tujuan. Menurut Wardi Bachtiar seperti dikutip Adon Nasrullah J. Metode penelitian berarti prosedur pencarian data, meliputi penentuan populasi, sampling penjelasan konsep dan pengukurannya, cara-cara pengumpulan data dan teknik analisisnya (Jamaludin, 2011: 54). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersipat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono 2010: 15). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Selain itu, metode penelitian kualitatif juga memposisikan peneliti sebagai instrument inti. Dalam hal ini, peneliti banyak menghabiskan waktu di daerah penelitian untuk mengamati dan memahami masalah secara mendalam. Metode ini bersifat deskriptif, sehingga data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata yang sebelumnya telah di persiapkan dan analisi mengenai bagaimana perkembangan pemerolehan bahasa kedua pada anak tinggkatan SMA. Daripada data dalam bentuk angka-angka yang lebih menekankan proses dari pada produk. Metode ini cenderung menganalisis data secara induktif. Peneliti mengumpulkan data atau bukti-bukti bukan untuk

19

membuktikan hipotesis yang telah peneliti miliki sebelum melaksanakan penelitian. Melainkan untuk mengembangkan teori-teori berdasarkan hal-hal khusus yang berhasil ditemukan dan dikumpulkan dari lapangan. Selain itu, penelitian ini lebih menekankan proses daripada produk, sehingga lebih banyak mempertanyakan bagaimana mengapa dari pada apa ( Zamroni, 1992:81-82). Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa metode penelitian ini bersifat deskriptif. Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan masalah-masalah yang ditemukan dengan apa adanya. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih ( Irawan Soeharto, 2008: 35).

B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data literature dan lapangan. Literatur yang berkenaan dengan teori-teori yang diperlukan oleh peneliti sebagai pembanding. Sedangkan lapangan untuk mencari data yang diperlukan peneliti untuk dituangkan. Maka jenis penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif, suatu penelitian data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu sumer primer dan sumber sekunder. 1. Data Primer Data primer adalah sumber data yang berhubungan secata langsung dengan masalah yang dibahas orang yang terdapat di daerah tersebut. Responden merupakan orang yang bersedia dimintai keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat berupa tulisan atau lisan (Arijunto, 2002: 122). Yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah narasumber yaitu SMAN 1 Sumberrejo dan masyarakat Desa Sumberrejo yang dimintai keterangan seputar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Pemilihan responden atau informan yang tepat, akan menjamin validitas data yang didapat dari wawancara. Sebaliknya, pemilihan informan yang salah akan mengakibatkan data yang diperoleh akan sama dan tidak valid. Penelitian ini mengambil beberapa informan tertentu (Key Informan)

20

sebagai subjek penelitian yang dianggap mampu mewakili stakeholder yang terlibat dalam permasalahan yang diteliti. Penelitian memilih informan diantaranya Siswa, Remaja dan Pemuda desa, dan. Selain informaninforman yang telah disebutkan itu,terdapat informan-informan lain yang berada di luar yang sedikitnya tahu mengenai masalah yang hendak diteliti. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber informasi yang diambil dari dokumentasi yang berkaitan dengan objek penelitian. Seperti: photo-photo kegiatan, lampiran pengujian pemerolehan bahasa kedua dan monografi desa atau sekolah. Hal ini dilakukan adalah untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian, serta untuk mengetahui kebenarana narasumber dalam memberikan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun cara-cara tersebut dapat dibagi atas 2 bagian, yakni: Teknik pengumpulan data yang bersifat primer adalah dengan menggunakan observasi atau pengamatan serta wawancara mendalam atau indept interview, dan dokumentasi. Sedangkan untuk data yang bersifat sekunder seperti teori, pandangan-pandangan hasil penelitian, buku dan catatan studi dokumentasi dan kepustakaan. Adapun dalam pengumpulan data digunakan beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian yaitu: 1. Observasi Observasi merupakan penyelidikakan mendalam tentang gejala sosial secara sistematis (Adon Nasrullah Jamaludin, 2011: 62). Ini dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari sumber primer, hkususnya untuk melihat situasi lokasi, suasana kehidupan dan perilaku-perilaku subjek peneliti yang teramati. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung. Dimana penelitian melakukan

21

kunjungan langsung ke lapangan, melihat tingkah laku objek, gejala-gejala yang tampak di tempat penelitian serta melihat kondisi yang relevan di lingkungan dan mengamati berbagai kemungkinan sebagai tambahan dimensidimensi baru dalam konteks memahami fenomena yang diteliti tersebut atau pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada setiap penelitian, dengan jalan mengumpulkan dan melalui pengamatan dan pencatatan dan pelaksanaan langsung pada tempat dimana peristiwa atau keadaan itu sedang terjadi. Observasi yang dilakukan bisa bersifat formal maupun kurang formal Observasi formal dilakukan untuk mengukur peristiwa tipe perilaku tertentu dalam periode waktu tertentu di lapangan. Sedangkan observasi kurang formal dilakukan selama melangsungkan kunjungan lapangan, termasuk kesempatan-kesempatan selama pengumpulan bukti yang lain wawancara dan dokumentasi). 2. Wawancara Wawancara adalah pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung. Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pertanyaan, percakapan dan Tanya jawab secara lisan dan langsung dengan tatap muka pada informan dengan menggunakan interview guide (pedoman wawancara) tujuannya untuk mengetahui mengenai masalah yang ada tidak dapat diobservasi, kemudian jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (Moleong, 2006: 67). Dalam penelitian ini, sampel sumber data dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Sampel sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau objek yang diteliti, sehingga mampu :membuka pintu” kemana saja peneliti melakukan pengumpulan data (sugiyono, 2010: 400). Dalam penelitian ini peneliti mencari beberapa orang yang menjadi tokoh kunci dari objek penelitian yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

22

Hasil wawancara akan digunakan untuk sumber penunjang dalam proses penganalisaan data secara deskriptif. Hal ini untuk mengetahui pandangan, pendapat, keterangan atau pernyataan-pernyataan yang dilihat dan dialami oleh responden dan informan. Wawancara dapat dilakukan secara langsung (tatap muka) maupun tidak secara langsung (telepon). Kemudian jawabanjawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wawancara tidak terstruktur, sesuai dengan urutan wawancara, dan tidak memakai sistem angket atau kuesioner. Penelitian ini menggunakan dua tipe wawancara, yaitu wawancara yang bertipe open-ended dan wawancara terfokus. Wawancara open ended dilakukan dengan bertanya secara langsung kepada informan kunci tentang pemerolehan bahasa kedua dan faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua atau pendapat mereka tentang pemerolehan bahasa kedua terhadap siswanaya, seperti hasil wawancara guru SMAN 1 Sumberrejo, masyarakat,ataupun tentang masyarakat Desa Sumberrejo. 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang berupa bahan-bahan tertulis, catatan, surat-surat penting dan lain-lain untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara maupun untuk kepentingan yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini dokumentasi adalah berupa foto-foto, tulisan, arsip dan lain-lain.

D. Analisis Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah informasi atau data yang telah didapat, baik yang didapat dari wawancara, pengamatan, ataupun dari studi terhadap dokumen-dokumen. Keseluruhan data yang didapat tersebut dirangkum dan dikategorisasikan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Selanjutnya, kategori-kategori yang telah diklasifikasikan tersebut dikontruksikan dengan pendekatan kualitatif ke dalam sebuah deskriptif untuk kemudian dianalisis sehingga memungkinkan diambil kesimpulan yang utuh.

23

Untuk mendeskripsikan penelitian ini penulis menempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan instrumen data Sebelum penelitian terjun untuk melakukan penelitian ke lapangan terlebih dahulu peneliti mempersiapkan beberapa pertanyaan untuk memudahkan pengumpulan data. 2. Pengumpulan data Selama penelitian di lapangan pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan siswa SMAN 1 Sumberrejo untuk pendataan. 3. Klasifikasi data Setelah

melakukan

penelitian

langkah

selanjutnya

adalah

pengklasifikasian data untuk memilih data yang berhubungan dengan permasalahan kemudian di kelompokan menjadi satu, untuk ditarik kesimpulan. 4. Analisis data Setelah data terkumpul maka akan dilakukan analisis data dengan pendekatan analogis logika yaitu dengan cara menjelaskan dan menarik kesimpulan dengan bertitik tolak kepada hal-hal yang di pertanyakan dan tujuan penelitian. 5. Penarikan kesimpulan Setelah pengumpulan data kemudian ditarik kesimpulan serta menyantumkan saran-saran

E. Lokasi dan Jadwal Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian

ini

akan

dilakukan

di

Rumah

siswa

SMAN

1

SUMBERREJO yang berada di Jln. Raya PUK Masjid Jamik Wali Songo Summuragung 6242, Kecamatan Sumbereejo, Kabupaten Bojonegoro. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020. Adapun perincianya adalah sebagai berikut:

24

Proposal

: Maret-April 2019

Perijinan

:

Pengumpulan Data

: April 2019

Analisis Data

: April 2019

Penulisan Laporan

:

3. Subyek Penelitian Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMAN 1 Sumberrejo Tahun Ajaran 2019/2020 yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa kedua. Sebelum menentukan lokasi penelitian diatas penulis melakukan penjajakan lapangan untuk melihat dan menilai apakah ada kesesuaian antara masalah, hipotesis yang dipikirkan sebelumnya oleh penulis dengan kenyataan dilapangan. Selain itu juga dengan mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik dan keadaan alam, hal ini dilakukan untuk membuat penulis mempersiapkan diri, mental maupun fisik serta perlengkapan yang diperlukan, waktu dan biaya tenaga pula menjadi pertimbangan penulis dalam menentukan lokasi penelitian tersebut.

25

Related Documents


More Documents from "Abraham TS"