ANALISIS PENYEBAB CACAT PENGEMASAN PRIMER PRODUK MINUMAN SERBUK SACHET DENGAN METODE FUZZY FMEA PADA PT MARIMAS PUTERA KENCANA Jason Sanjaya L, Diana Puspita Sari, ST MT Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 E-mail :
[email protected] Abstrak PT Marimas Putera Kencana adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang industri manufaktur minuman serbuk. Salah satu jenis produk yang dihasilkan adalah minuman serbuk kemasan saset rasa buah. Salah satu proses pada produksi minuman serbuk rasa buah ini adalah proses pengemasan primer serbuk pada saset. Pada prakteknya, proses pengemasan primer masih tidak sempurna dan masih menghasilkan cacat. Cacat yang terjadi pada tahun 2018 mencapai titik 0.5%. Cacat pada pengemasan primer dapat mengakibatkan rusaknya kualitas serbuk yang akan menurunkan permintaan dan kepercayaan konsumen sehingga cacat pengemasan primer dapat berdampak fatal. Pada penelitian ini, digunakan metode fuzzy FMEA dalam melakukan analisis penyebab cacat pengemasan primer. Sebelumnya cacat dianalisis menggunakan diagram pareto dan fault tree analysis dalam membentuk failure mode untuk analisis FMEA dan fuzzy FMEA. Analisis FMEA dan fuzzy FMEA menghasilkan tiga failure mode tertinggi yaitu timming, cutter memotong saset, dan seal kurang kuat. Saran perbaikan difokuskan pada ketiga kejadian tersebut agar dapat mengurangi jumlah cacat pada pengemasan primer demi menjaga kualitas minuman serbuk hingga sampai pada konsumen. Kata Kunci : Diagram Pareto, Fault Tree Analysis, FMEA, Fuzzy FMEA
Abstract PT Marimas Putera Kencana is one of the companies in Indonesia that run in the powder drink manufacturing industry. One of the products manufactured by this company is fruit flavored powder drink in a sachet. One of the processes at fruit flavored powder drink manufacturing is primary packing in a sachet. Practically, this process still not perfect and produced defect product. Defect at year 2018 reached 0.5%. Defect at primary packaging could damage the quality of the powder drink that would affect demand and trust from consumers. Defect at primary packaging had a fatal impact. In this research, fuzzy FMEA method was used to analyze the cause of defect at primary packaging. Before that, defects were analyzed using Pareto diagram and fault tree analysis to obtain failure mode as the input for FMEA and Fuzzy FMEA. FMEA and Fuzzy FMEA bring out top three failure mode, specifically timming, cutter cut through sachet, and poor seal. Improvement recommendation focused at that top three failure mode to reduce total defect product produced at primary packaging so the quality of the powder drink will be secured until arrived at consumers. Keywords : Pareto Diagram, Fault Tree Analysis, FMEA, Fuzzy FMEA
1.
PENDAHULUAN
Industri makanan merupakan salah satu dari industri yang strategis di Indonesia. Industri makanan terus berkembang dengan pesat hingga mencapai 7.69% pada awal tahun 2017 (Faizal, 2017).PT Marimas Putra Kencana adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi
minuman serbuk rasa buah dalam saset. PT Marimas Putra Kencana terletak di kota Semarang. Saat ini PT Marimas terletak pada empat lokasi yang berbeda, dengan tiga lokasi produksi dan satu lokasi untuk kantor. Minuman serbuk yang dihasilkan dikemas dalam saset yang digunakan untuk satu gelas. Saat ini PT Marimas Putra Kencana telah menghasilkan 28 varian rasa dalam produk minuman serbuk tersebut. Produk yang diproduksi oleh PT Marimas Putra Kencana berstandar ISO 22000 yang mengatur standar tentang keamanan pengolahan makanan, GMP (Good Manufacturing Practice) , dan sertifikasi halal. Selain itu, PT Marimas juga selalu meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Pada proses produksi marimas, terdapat proses pengemasan primer, yaitu pengemasan serbuk marimas ke dalam saset. Pengemasan produk menjadi hal yang penting karena kemasan akan mempengaruhi kualitas dari minuman serbuk hingga sampai ke konsumen. Kemasan harus steril, tertutup rapat, serta sesuai dengan berat standar yang ditetapkan. Ada tiga jenis cacat yang terjadi dalam proses pengemasan primer tersebut yaitu cacat berat, cacat bocor, serta cacat visual. Cacat berat merupakan cacat yang terjadi ketika berat saset tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Cacat bocor terjadi ketika saset yang sudah dihasilkan tidak tertutup rapat dan mengalami kebocoran baik kebocoran berat maupun ringan. Cacat visual merupakan cacat pada kemasan saset ketika hal – hal yang dapat dilihat tidak sesuai dengan standar, misalnya etiket yang tidak rapi, potongan cutter yang tidak lurus, serta kegembungan dari saset. Pada tahun 2018, data rekap tahunan memperlihatkan bahwa cacat – cacat tersebut masih terjadi. Data cacat dikumpulkan dengan melihat apabila terdapat satu jenis cacat, maka produk tersebut akan dikirim ke bagian rework dan dicatat dalam buku catatan produk cacat. Cacat yang terjadi pada bulan Januari 2018 sebesar 0.43%, bulan Februari 2018 sebesar 0.42%, bulan Maret 2018 sebesar 0.42%, bulan April 2018 sebesar 0.4%, bulan Mei 2018 sebesar 0.39%, bulan Juni 2018 sebesar 0.6%, bulan Juli 2018 sebesar 0.64%, bulan Agustus 2018 sebesar 0.56%, bulan September 2018
sebesar 0.51%, bulan Oktober 2018 sebesar 0.49%, bulan November 2018 sebesar 0.43%, dan bulan Desember 2018 sebesar 0.48%. Perusahaan ingin agar dapat mengurangi jumlah cacat yang ada sehingga mampu meningkatkan produktivitas perusahaan. Target dari perusahaan adalah untuk memperkecil presentase cacat yang terjadi pada proses pengemasan karena meskipun serbuk sudah berkualitas baik, apabila pada pengemasan terjadi cacat maka akan merusak serbuk yang ada di dalamnya. Data yang digunakan adalah data historis dari cacat yang terjadi pada proses pengemasan primer pada bulan Januari 2018 hingga Desember 2018. Dengan melihat data tersebut, kita dapat melihat pendorong cacat terbesar yaitu jenis cacat berat. Perusahaan ingin mengurangi jumlah cacat berat yang terjadi, maka digunakanlah metode Failure Mode and Effect Analysis untuk mengurangi dan mencegah cacat – cacat yang masih terjadi dalam proses tersebut (Mc Dermott, 2009). Analisis mengenai penyebab terjadinya cacat menggunakan metode FMEA dapat menjawab permasalahan perusahaan tersebut. FMEA sendiri merupakan metode yang belum mempertimbangkan ketidakpastian. Fuzzy Logic merupakan metode analisis sistem yang mengandung ketidakpastian (Kusumadewi, 2002). Gabungan antara metode FMEA dan fuzzy disebut dengan fuzzy FMEA. Dengan menggabungkan FMEA dan fuzzy logic, hasil penelitian serta analisis sistem akan menjadi lebih akurat (Keskin, 2009). Fuzzy FMEA dapat membantu untuk menentukan prioritas dengan pertimbangan ketidakpastian sehingga nilai Risk Priority Number yang dihasilkan lebih akurat. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Mutu sering disebut dengan kualitas. Kualitas adalah kesesuaian untuk digunakan atau sering disebut kesesuaian saat digunakan(fitness for use). Kesesuaian tersebut dapat berarti bahwa pemakaian sesuatu sesuai dengan harapan dan keinginan dari penguna (Feigenbaum, 1992). Kualitas juga merupakan suatu proses perbaikan yang terus menerus serta dapat diukur. Salah satu faktor yang mendukung perbaikan kualitas secara
terus menerus adalah manajemen, semua karyawan, serta pemerintah. Perkembangan jaman meningkatkan standar yang ada sehingga konsumen akan menuntut untuk mendapatkan standar yang terbaru dan tentu saja yang lebih baik. 2.2 Dimensi Kualitas Produk Terdapat delapan dimensi pokok dalam kualitas pelayanan (Scherkenbach, 1991) :
melihat diagram pareto, kita bisa mengetahui permasalahan yang penting untuk segera diatasi. Diagram Pareto ada 2 jenis yaitu : a) Diagram Pareto Mengenai Fenomena, berisi tentang hasil yang buruk dan dihindari serta digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai masalah yang utama.
a) Performance
b) Diagram Pareto Mengenai Penyebab, berisi tentang penyebab – penyebab dari berbagai masalah yang ada untuk menunjukkan penyebab utama dari suatu masalah.
b) Feature
2.5 Fault Tree Analysis
c) Reliability
Fault Tree Analysis (FTA) merupakan suatu diagram yang menjelaskan tentang kombinasi – kombinasi kesalahan yang akan mengakibatkan terjadinya satu kejadian yang tidak diinginkan. Alur berpikir FTA menggunakan analisis deduktif yang dimulai dengan menetapkan kesalahan yang ingin dilihat penyebabnya, lalu mengidentifikasikan kejadian yang dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak diidentifikasi dalam bentuk diagram yang mirip dengan bentuk pohon. Arah pembuatan diagram FTA adalah dari atas ke bawah.
d) Conformance e) Durability f) Serviceability g) Aesthetic h) Perceived Quality 2.3 Pengendalian Mutu Proses pengendalian mutu atau proses pengendalian kualitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menjamin suatu proses produksi dapat berjalan sesuai standar serta menghasilkan produk yang berkualitas seperti yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah (Montgomery, 2001): a) Kemampuan proses b) Spesifikasi yang berlaku c) Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima d) Biaya kualitas 2.4 Diagram Pareto Diagram pareto merupakan salah satu alat dalam Seven tools. Tools ini digunakan untuk mengurutkan permasalahan – permasalahan (terutama cacat) dari yang paling sering frekuensinya (di kiri) menuju ke permasalahan yang sedikit frekuensinya (di kanan).Dengan
2.6 FMEA FMEA adalah salah satu alat yang dapat digunakan dalam pengendalian kualitas untuk dapat mengidentifikasikan penyebab kegagalan sehingga kegagalan tersebut dapat dicegah sebelum terjadi. Menurut McDermott, FMEA adalah suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. FMEA merupakan tools yang banyak digunakan karena relatif mudah untuk digunakan dalam prakteknya. Dalam FMEA terdapat tiga poin penting yaitu Severity, Occurance, dan Detection. Ketiga poin tersebut nantinya akan membangun nilai RPN (Risk Priority Number) yang berguna sebagai acuan dalam penyelesaian masalah yang paling diprioritaskan. 2.7 Tahapan Pembuatan FMEA Tahapan dari pembuatan FMEA terdiri dari 10 prosedur yaitu (McDermott, 2009):
a) Melakukan peninjauan awal terhadap proses yang akan diteliti
d) Logika fuzzy mengaplikasikan pendapat para ahli tanpa membutuhkan pengalaman
b) Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada proses.
e) Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknikteknik kendali secara konvensional
c) Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode kegagalan
f) Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami
d) Menentukan peringkat severity untuk masingmasing cacat yang terjadi e) Menentukan peringkat occurance masing-masing mode kegagalan
untuk
f) Menentukan peringkat detection untuk masingmasing mode kegagalan dan/atau akibat yang terjadi g) Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat h) Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan tindakan perbaikan i) Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang paling banyak terjadi j) Menghitung nilai RPN agar dapat melihat prioritas masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu 2.8 Fuzzy Logic Fuzzy logic adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Fuzzy logic merupakan metode analisis yang memperhitungkan ketidakpastian serta menggunakan pendapat para ahli dalam mengambil keputusan. Fuzzy logic sendiri merupakan salah satu bentuk dari artificial intelengence yang saat ini sedang berkembang pesat. Keuntungan dari penggunaan fuzzy logic adalah (Kusumadewi, 2002): a) Penalaran logika fuzzy sederhana dan mudah dipahami b).Logika fuzzy sangat perubahan penalaran
fleksibel
terhadap
c) Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap datadata yang tidak tepat.
g).Logika fuzzy mampu memodelkan fungsifungsi non linier yang sangat kompleks 2.9 Penerapan Fuzzy Logic Pada FMEA Penerapan logika fuzzy dalam FMEA merupakan suatu bentuk pemetaan fungsi keanggotaan input dalam suatu fungsi keanggotaan output. Dalam penerapannya dengan FMEA, digunakan tiga jenis input yaitu Severity, Occurance, dan Detection. Ketiga input ini yang akan menghasilkan suatu output yang dinamakan FRPN (Fuzzy Risk Priority Number). FRPN berbeda dengan RPN, di mana FRPN didapatkan dari pertimbangan fungsi keanggotaan input, fungsi keanggotaan output, serta aturan – aturan yang ditetapkan dalam fuzzy logic sehingga nilai tersebut tidak subyektif hanya berdasarkan pada perkalian antar Severity, Occurance, dan Detection saja. Dalam menentukan fungsi keanggotaan input, Puente menjelaskan bahwa diperlukan fungsi keanggotaan input (Severity, Occurance, Detection) dan fungsi keanggotaan output. Fungsi anggota itu dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2. Selain itu, terdapat juga aturan – aturan logic pada penerapan fuzzy FMEA dan juga kelas interval nilai RPN dan FRPN. Kelas interval nilai dapat dilihat pada tabel 3. Nilai – nilai itu digunakan sebagai input pada software yang digunakan dalam menerapkan fuzzy FMEA yaitu Matlab. Software ini dapat membantu melakukan perhitungan fuzzy FMEA. Tabel 1. Tabel fungsi keanggotaan input Kategori
Tipe Kurva
Parameter
VL
Trapesium
[0 0 1 2.5]
L
Segitiga
[1 2.5 4.5]
M
Trapesium
[2.5 4.5 5.5 7.5]
H
Segitiga
[5.5 7.5 9]
VH
Trapesium
3.
[7.5 9 10 10]
Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi masalah yang kemudian dilanjutkan dengan perumusan tujuan penelitian. Apabila tujuan penelitian sudah ada, maka dilanjutkan dengan studi pustaka untuk meningkatkan ilmu pengetahuan sebagai dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut. Setelah studi pustaka, dilanjukan dengan studi lapangan untuk memahami proses yang terdapat pada PT Marimas Putera Kencana. Tahap selanjutnya adalah melakukan pengambilan data pada PT Marimas Putera Kencana, yaitu data historis mengenai data defect pada periode Januari 2018 – Desember 2018 serta data primer yang didapatkan dari pengamatan secara langsung dan wawancara dengan pihak terkait yang sudah paham dan mengerti tentang proses pengemasan primer pada PT Marimas Putera Kencana.
(Sumber : Puente, 2002)
Tabel 2. Tabel fungsi keanggotaan output Kategori
Tipe Kurva
Parameter
VL
Trapesium
[0 0 25 75]
VL-L
Segitiga
[25 75 125]
L
Segitiga
[75 125 200]
L-M
Segitiga
[125 200 300]
M
Segitiga
[200 300 400]
M-H
Segitiga
[300 400 500]
H
Segitiga
9400 500 700]
H-VH
Segitiga
[500 700 900]
VH
Trapesium
[700 1000]
900
(Sumber : Puente, 2002) Tabel 3. Tabel Kelas Interval Nilai Kategor
Kelas Interval Nilai
VL
1-49
VL-L
50-99
L
100-149
L-M
150-249
M
250-349
M-H
350-449
H
450-599
H-VH
600-799
VH
800-1000 (Sumber : Puente, 2002)
METODE PENELITIAN
1000
Apabila semua data sudah terkumpul, tahap selanjutnya adalah pengolahan data yang dimulai dengan melakukan uji validasi yaitu uji keseragaman data, uji normalitas data, serta uji kecukupan data. Setelah semua data lolos uji, data diolah dan ditampilkan menggunakan diagram pareto untuk menunjukkan cacat yang paling sering terjadi pada proses pengemasan primer PT Marimas Putera Kencana tersebut. Setelah diidentifikasikan cacat terbesar, digunakan Fault Tree Analysis untuk melihat penyebab dari cacat itu. Metode selanjutnya adalah perhitungan RPN menggunakan FMEA untuk melihat prioritas serta melakukan identifikasi penyebab cacat yang terjadi sehingga mampu melakukan perbaikan proses untuk mencegah cacat tersebut terjadi kembali. Data severity, occurance, dan detection didapatkan dengan melakukan wawancara pada lima orang yaitu manajer departemen QC, staff QC UP 2, staff QC Lapangan, Admin QC, dan staff R&D. Setelah FMEA dibuat, tahap selanjutnya adalah menghitung nilai FRPN menggunakan kombinasi metode FMEA dan fuzzy logic untuk mendapatkan perbandingan antara RPN dan FRPN. FRPN dianggap lebih akurat karena mampu menerapkan logika dan aturan – aturan dari para ahli. 4.
PENGOLAHAN DATA
4.1 Uji Keseragaman Data Data yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 51 data berupa jumlah cacat yang terjadi dalam satuan minggu pada tahun 2018. Uji keseragaman datamenunjukkan bahwa data cacat sejumlah 51 data tersebut seragam dan tidak melebihi BKA ataupun BKB. Hal ini memperlihatkan bahwa data yang akan diolah merupakan data yang telah seragam dan dapat dilanjutkan dengan uji normalitas data. 4.2 Uji Kenormalan Data Uji kenormalan data menunjukkan bahwa data jumlah cacat berdistribusi normal karena nilai KSnya berada diluar daerah kritis yang bernilai > 0,235. Disamping data berada diluar daerah kritis (0.117 < 0.235), data juga berada didaerah garis tengah yang menandakan nilainya tersebar disekitar nilai taksirannya.
pengemasan primer PT Marimas Putera Kencana sehingga dapat diselesaikan terlebih dahulu permasalahan yang paling penting dalam perusahaan. Diagram pareto pada proses pengemasan primer UP 2 PT Marimas Putera Kencana dapat dilihat pada gambar 1. 4.5 Identifikasi Penyebab Cacat dengan FTA Pembuatan Fault Tree Analysis merupakan tahap yang digunakan untuk memetakan apa saja penyebab terjadi cacat terbesar yang terjadi pada proses pengemasan primer yaitu cacat bocor. Top Level Event yang digunakan adalah cacat bocor. Pembuatan fault tree analysis dilakukan dengan pendekatan top down agar dapat melihat rincian penyebab yang menjelaskan mengapa terjadi kejadian pada top level event yaitu cacat bocor. Fault Tree analysis dapat dilihat pada gambar 2.
4.3 Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data menunjukkan bahwa data jumlah cacat yang digunakan pada penelitian ini sudah cukup karena perhitungan kebutuhan data menunjukkan angka 14.132. Data pada penelitian ini berjumlah 51 sehingga data sudah cukup untuk diolah lebih lanjut. 4.4 Identifikasi Cacat Cacat yang ada pada proses pengemasan primer PT Marimas Putera Kencana terdiri dari tiga jenis cacat yaitu cacat seal, cacat berat, dan cacat visual. Ketiga jenis cacat itu memiliki presentase seperti yang ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 4. Tabel Pengemasan Primer No
Jenis
1
Seal
2
Berat
3
Visual
Total
Presentase
Jenis
Jumlah 1029342 1 1243726
Presentase(%)
493414 1203056 1
4.10
Cacat
85.56 10.34 100
Diagram pareto digunakan untuk dapat melihat cacat terbesar yang terjadi pada proses
Gambar 1. Diagram Pareto Cacat Pengemasan Primer
tree analysis menjadi minimal cut set. Terdapat tujuh basic event sebagai hasil analisis pada fault tree analysis. Ketujuh basic event tersebut adalah lubang pada embos, timming, etiket berlubang, seal kurang kuat, seal horizontal terlalu tajam, seal vertical terlalu tajam, serta cutter memotong saset. Ketujuh basic event tersebut menjadi failure mode yang akan digunakan untuk mengidentifikasikan effect dan cause sehingga didapatkan data yang lebih akurat untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
Gambar 2. Fault Tree Analysis Cacat Bocor Berdasarkan fault tree analysis tersebut, top level event bocor dapat dipisahkan dengan gate or menjadi tiga kejadian(event) yaitu kemasan lubang, kemasan terbuka, atau kemasan sobek. Kemasan lubang dihubungkan dengan gate or pada dua kejadian yaitu lubang pada seal atau lubang pada etiket. Lubang pada seal disebabkan oleh dua basic event yang dihubungkan dengan gate or yaitu lubang pada embos dan timming. Lubang pada etiket disebabkan satu basic event yaitu etiket berlubang. Kejadian kemasan terbuka disebabkan oleh satu kejadian yaitu seal yang tidak menutup. Seal tidak menutup disebabkan oleh basic event seal kurang kuat. Kejadian kemasan sobek disebabkan oleh dua kejadian yang dihubungkan dengan gate or yaitu sobek pada seal dan sobek pada etiket. Sobek pada seal disebabkan dua basic event yang dihubungkan dengan gate or yaitu seal horizontal terlalu tajam dan seal vertical terlalu tajam. Sobek pada etiket disebabkan satu basic event yaitu cutter memotong sachet. 4.6 Penentuan Potential Failure Mode, Failure Effect, dan Detection FMEA adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab cacat sehingga hal tersebut dapat dihindari sebelum cacat terjadi. Input dari FMEA ini berasal dari minimal cut set yang didapatkan dari analisis menggunakan fault tree analysis. Basic event yang terdapat pada fault
Potential Causes dan Detection Mode didapatkan dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan staff QC Lapangan dan Admin QC. Tahap selanjutnya adalah penentuan nilai RPN berdasarkan dari failure mode, potential causes, dan detection mode yang telah dibuat. 4.7 Penentuan nilai RPN Nilai RPN pada analisis FMEA didapatkan dari nilai occurance, severity, dan detection. Masing – masing nilai didapatkan dari hasil wawancara dengan lima orang yang berhubungan dengan proses pengemasan primer yang diambil berdasarkan ukuran pemusatan data modus. Ketiga nilai tersebut dikalikan untuk mendapatkan nilai RPN. Nilai RPN dapat dilihat pada tabel 5 beserta dengan rekap nilai FRPN. 4.8 Penerapan fuzzy logic pada FMEA Penerapan logika fuzzy pada FMEA dimulai dengan melakukan masukan pada fungsi keanggotaan baik pada input (severity, occurance, detection) ataupun output. Pada penelitian kali ini, digunakan bantuan software yang berguna dalam perhitungan fuzzy yaitu Matlab. Matlab memiliki salah satu kegunaan untuk menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan logika fuzzy. Tahap yang dilakukan adalah : a) Mengatur input proses output pada logika fuzzy Logika fuzzy pada aplikasi matlab menggunakan metode mamdani. Pertama diatur input sebanyak tiga (severity, occurance, detection) serta satu output.
b) Memasukkan input fungsi keanggotaan severity, occurance, detection, dan output beserta parameter Input untuk fungsi keanggotaan severity berasal dari ketentuan yang telah dirumuskan pada jurnal berjudul “On improving failure mode and effects analysis (FMEA) from different artificial intelligence approaches” yang ditulis oleh Puente c) Memasukkan rule (aturan – aturan) Rule – rule atau aturan yang telah ditetapkan oleh para ahli dirumuskan oleh Puente pada jurnal berjudul “On improving failure mode and effects analysis (FMEA) from different artificial intelligence approaches” Aturan – aturan tersebut berjumlah 125 buah. Contoh aturan tersebut dapat dilihat pada gambar 3 d)Memasukkan nilai severity, occurance, detection untuk mendapatkan nilai FRPN Setelah fungsi keanggotaan dan aturan – aturan dimasukkan dalam software Matlab, langkah selanjutnya adalah memasukkan nilai masing – masing input yaitu severity, occurance, dan detection ke proses untuk mendapatkan nilai FRPN.
Untuk peringkat pertama baik berdasarkan nilai RPN ataupun nilai FRPN sama yaitu pada mode timming dengan nilai RPN sebesar 576 dan FRPN sebesar 883. Peringkat kedua berdasarkan RPN adalah cutter memotong saset dengan nilai 210, disusul peringkat ketiga pada seal kurang kuat dengan RPN 144. Peringkat keempat pada RPN adalah etiket berlubang dengan nilai RPN 98 serta kelima pada RPN adalah lubang pada embos dengan RPN 96. Seal horizontal terlalu tajam dan seal vertical terlalu tajam pada peringkat ke enam dengan RPN 40. Apabila perhitungan menggunakan FRPN, peringkat kedua adalah pada seal kurang kuat dengan nilai FRPN 809. Peringkat ketiga pada kejadian cutter memotong saset dengan nilai FRPN sebesar 792. Peringkat keempat pada kejadian lubang pada embos dengan nilai FRPN sebesar 748. Etiket berlubang, seal horizontal terlalu tajam, seal vertical terlalu tajam tetap pada peringkat kelima dan keenam dengan nilai FRPN 696 dan 234. Terdapat perbedaan yang terletak pada peringkat kedua, ketiga, keempat dan kelima. Selain peringkat, terdapat juga perbedaan kategori pada semua mode.
4.10 Saran Perbaikan
Gambar 3. Contoh rules fuzzy FMEA 4.9 Perbandingan nilai RPN dan FRPN Setelah semua nilai FRPN didapatkan, maka dapat dibandingkan hasil perhitungan FMEA dengan fuzzy FMEA yang sudah mempertimbangkan aturan – aturan dari para ahli serta unsur ketidakpastian. Tabel rekap nilai RPN dan FRPN dapat dilihat pada tabel 5.
Failure Mode yang mendapatkan perhatian pada penelitian kali ini adalah kejadian Timming, Cutter Memotong Saset, serta Seal kurang kuat. Ketiga failure mode tersebut merupakan kejadian – kejadian yang mendapatkan nilai tertinggi baik pada analisis menggunakan metode FMEA maupun Fuzzy FMEA. Perbedaan nilai pada kedua metode tersebut terletak pada ranking 2 dan 3, di mana pada analisis FMEA, rank 2 adalah kejadian Cutter Memotong Saset dan rank 3 kejadian Seal Kurang Kuat. Pada metode fuzzy FMEA, rank 2 merupakan kejadian Seal Kurang Kuat dan rank 3 merupakan kejadian Cutter Memotong Saset. Saran perbaikan yang dapat diusulkan adalah saran yang didapatkan untuk mencegah ketiga kejadian tersebut terjadi. Fokus dari penelitian ini adalah untuk mencegah terjadinya tiga failure mode tertinggi yang telah dianalisis. Saran
perbaikan terkait dengan ketiga kejadian tersebut adalah : 1. Sebelum proses produksi pengemasan primer dimulai, kecepatan putaran piringan selalu dicek serta tinggi hopper selalu dilihat agar serbuk masuk sempurna pada saset sebelum proses seal dilakukan. 2. Tekanan mesin pengemasan primer selalu dicek kekuatan tekanan agar tidak terlalu lemah maupun terlalu kuat. 3. Sensor yang digunakan untuk memotong saset selalu dicek kebersihannya agar sensor dapat bekerja sesuai dengan standar.
5.
Kesimpulan
Jenis cacat yang terjadi pada proses pengemasan primer ada tiga jenis yaitu cacat bocor, cacat di mana saset pada marimas bocor dan tidak rapat sehingga dapat menyebabkan kontaminan masuk dan mengurangi kualitas produk minuman serbuk. Cacat selanjutnya adalah cacat berat di mana berat dari saset tidak sesuai dengan standar penjualan.. Cacat ketiga adalah cacat visual yang terjadi akibat kemasan saset yang tidak terlalu bagus dilihat serta bentuk – bentuk yang tidak sesuai dengan standar pengemasan.
Tabel 5. Tabel Nilai Rekap RPN FRPN
No
Failure Type
Potential Impact Bocor
Kategori
Rank
FRP N
Kategori
Rank
576
H
1
883
VH
1
5
40
VL
6
234
L-M
6
S
Potential Causes
O
Detection Mode
D RPN
8
Piringan berputar tidak tepat waktu sehingga olahan belum masuk ke sachet dengan sempurna
9
Inspeksi sachet (Rimbang)
8
4
Melihat kebersihan dan setting matras horizontal
1
Timming
2
Seal Horizontal Terlalu Tajam
Bocor
2
Matras horizontal kotor, tekanan matras horizontal terlalu kuat
3
Seal Vertikal Terlalu Tajam
Bocor
2
Matras vertikal kotor, tekanan matras vertikal terlalu kuat
4
Melihat kebersihan dan setting matras vertikal
5
40
VL
6
234
L-M
6
4
Cutter Memotong Sachet
Bocor
7
Sensor kotor
6
Visual saset produk
5
210
L-M
2
792
H-VH
3
5
Etiket Berlubang
Bocor
7
Kesalahan perawatan etiket
2
Mengecek etiket sebelum digunakan
7
98
VL-L
4
696
H-VH
5
6
Seal Kurang Kuat
Bocor
8
Tekanan matras kurang kuat
9
Melihat setting matras
2
144
L
3
809
VH
2
7
Lubang Pada Embos
Bocor
8
Tekanan matras embos terlalu kuat
4
Melihat setting embos
3
96
VL-L
5
748
H-VH
4
Cacat terbesar yang terjadi pada proses pengemasan primer PT Marimas adalah cacat bocor dengan presentase 85.56% dari total cacat pada periode 1 tahun(2018). Penyebab terjadinya cacat bocor ada tujuh yaitu timming, seal horizontal terlalu tajam, seal vertical terlalu tajam, cutter memotong saset, etiket berlubang,seal kurang kuat, dan lubang pada embos. Perhitungan FRPN menghasilkan urutan prioritas dari penyelesaian masalah cacat bocor yaitu Timming, Seal kurang kuat, Cutter memotong saset, Etiket berlubang, Lubang pada embos, Seal horizontal dan vertical terlalu tajam. Urutan prioritas ini berdasarkan pada perhitungan dan analisis menggunakan metode fuzzy FMEA yang lebih akurat karena menggunakan unsur ketidakpastian dan aturan – aturan yang telah ditetapkan oleh para ahli. Saran perbaikan yang dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya cacat bocor adalah melakukan setting piringan agar piringan selalu tepat waktu dan mencegah terjadinya timming, mengatur mesin pengemasan primer agar memulai proses dengan tekanan yang sesuai dan tidak terlalu lemah untuk mencegah terjadinya seal kurang kuat. Selain itu, juga perlu memeriksa kebersihan sensor untuk mencegah terjadinya cutter memotong saset. Saran tersebut urut sesuai dengan urutan prioritas berdasarkan nilai FRPN dan RPN. 6.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. (2015). ISO 9001:2015. Quality Management Systems-requirements. Blanchard, B. S. 2004, System engineering management. John wiley and sons, New Jersey. Faizal, M.(2017). Industri Makanan dan Minuman Kontributor Terbesar PDB Manufaktur.https://ekbis.sindonews.com/read/1255346/34/industrimakanan-dan-minuman-kontributor-terbesar-pdb-manufaktur1510057336.(diakses 14 Januari 2019)
Feigenbaum, A. V. (1992). Kendali Mutu Terpadu (Edisi Ketiga). Jakarta: Erlangga. Scherkenbach. (1991). Deming’s Improvement. Knoxville: SPC Press.
Road
to
Continual
McDermott., E, Robin. 2009. The Basic of FMEA. Edisi 2. USA : CRC Press. Emi Rusmiati. Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy Fmea) Dalam Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di Pt Daesol Indonesia. STMI. Puente, Javier. 2002. Artificial Intelligence Tools for Applying Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Spain: Universidad de Oviedo. Besterfield, Dale. 2006. Total Quality Mangement. New Jersey: Prentice Hal. Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2010. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Edisi Kedua Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Keskin, G.A., & Ozkan, C. (2009). An alternative evaluation of FMEA: Fuzzy Art Algorithm. International Journal of Quality and Reliability Engineering,Vol. 25(6), 647661 Sritomo Wignjosoebroto, 2000, Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja Dalam Ergonomi Studi Gerakan dan Waktu, institute Teknologi Sepuluh November Surabaya.