Jurnal Eli Mataa.docx

  • Uploaded by: Vindi Athira
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Eli Mataa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,672
  • Pages: 32
JURNAL

Perbandingan antara Asam Traneksamat Topikal dan Oral dalam Manajemen Hyphema Traumatic

Disusun Oleh : Eli Susanti 1102013095

Pembimbing : Mayor CKM dr. Leidina R, Sp.M Kolonel (Pur) dr. Dasril Dahar, Sp.M

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA PERIODE 24 DESEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019 RUMAH SAKIT TK II MOH. RIDWAN MEURAKSA JAKARTA TIMUR

Perbandingan antara Asam Traneksamat Topikal dan Oral dalam Manajemen Hyphema Traumatic

Kata kunci pencarian : Hyphema, Topical, Tranexamic acid, Management Dipilih jurnal dengan judul asli : Comparison between Topical and Oral Tranexamic Acid in Management of Traumatic Hyphema Oleh: Seyed Hamid Reza Jahadi Hosseini, Mohammad Reza Khalili, Mahmoud Motallebi Dimuat di : Iranian Journal Of Medical Sciences, 2014;39(2):178-183 Diunduh di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3993038/ Pada tanggal 4 januari 2019. Pukul 19:54 WIB

ABSTRAK Latar belakang: Kami berusaha untuk menentukan kemanjuran asam traneksamat topikal (5%) dalam manajemen hyphema traumatis. Metode: dalam penelitian ini terdaftar ada tiga puluh mata dengan hyphema traumatis berat. Para pasien dirawat dengan tetes mata asam traneksamat (5%) setiap 6 jam selama 5 hari. Parameter hasil utama adalah ketajaman visual terbaik dikoreksi (BCVA), tekanan intra-okular (IOP), hari penyerapan bekuan, dan laju rebleeding. Parameter ini dievaluasi setiap hari selama 4 hari dan setelah itu pada hari ke- 8 dan 14 setelah perawatan. Para pasien juga dibandingkan dengan dua kelompok kontrol historis pasien (80 mata) dengan hyphema traumatis; kelompok kontrol pertama diobati dengan plasebo oral dan kelompok lain diobati dengan asam traneksamat oral di departemen kami. Hasil: Sebelum perawatan, rata-rata logaritma dari sudut minimum resolusi (logMAR) BCVA adalah 0,59 ± 0,62. BCVA meningkat menjadi 0,08 ± 0,14 pada hari ke 14 (P <0,001) dan ratarata TIO sebelum pengobatan adalah 13,7 ± 3,9 mm Hg, yang dikurangi menjadi 11,4 ± 1,8 mm Hg pada hari ke 14 (P = 0,004). Rebleeding terjadi pada satu (3,3%) pasien pada hari ke 4 pasca perawatan. Perbandingan antara kelompok kasus dan dua kelompok kontrol historis lainnya sehubungan dengan tingkat perdarahan menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok kasus dan kelompok kontrol pertama (P = 0,008) tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok kasus dan kelompok kontrol kedua. (P = 0,25). Kesimpulan: Asam traneksamat topikal tampaknya menjanjikan dalam pengelolaan hyphema traumatis. Namun, ukuran sampel yang kecil dari penelitian ini menghalangi kesimpulan bahwa asam traneksamat topikal dapat menggantikan asam traneksamat oral.

Definisi Operasional Hyphema

: perdarahan di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar

Asam Traneksamat

: Antifibrinolitik hemostatic digunakan pada pendarahan serius FARMAKOLOGI ASAM TRANEKSAMAT (TRANEXAMIX ACID) :

Asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu. Asam traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen (melalui mengikat domain kringle), sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi pembekuan fibrin, fibrinogen, dan protein plasma lainnya, termasuk faktor-faktor prokoagulan V dan VIII. Asam traneksamat juga langsung menghambat aktivitas plasmin, tetapi dosis yang lebih tinggi diperlukan daripada yang dibutuhkan untuk mengurangi pembentukan plasmin. FARMAKODINAMIC ASAM TRANEKSAMAT (TRANEXAMIC ACID) :

Asam

traneksamat

merupakan

antifibrinolytic

yang

kompetitif

menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen, dan pada banyak konsentrasi yang lebih tinggi, inhibitor nonkompetitif plasmin, yaitu tindakan yang mirip dengan asam aminokaproat. Asam traneksamat adalah sekitar 10 kali lebih kuat daripada in vitro aminokaproat. Asam traneksamat mengikat lebih kuat daripada asam aminokaproat untuk kedua reseptor yang kuat dan lemah dari molekul plasminogen dalam rasio yang sesuai dengan perbedaan potensi antara senyawa. Asam traneksamat dalam konsentrasi 1 mg per ml tidak agregat trombosit in vitro. Pada pasien dengan angioedema herediter, penghambatan pembentukan dan aktivitas plasmin oleh asam traneksamat dapat mencegah serangan angioedema dengan mengurangi aktivasi plasmin diinduksi protein komplemen pertama (C1).

METODE

1.

Jenis penelitian Studi Komparatif

2.

Populasi penderita usia sekitar 48-65 tahun dengan hifema traumatic, hifema ditentukan oleh Grading hyphema mulai dari 1-4

3.

Waktu Tidak di jelaskan berapa lama waktu penelitiannya

4.

Sampel 190 penderita yang memenuhi kriteria inklusi

5.

Jenis Random controlled trial

6.

Prosedur Penelitian Untuk semua pasien, aktivitas istirahat di tempat tidur, posisi setengah duduk, dan pelindung mata direkomendasikan. Para pasien dirawat dengan tetes mata asam traneksamat (5%) [asam traneksamat satu ampul (500 mg / 5ml) (TRANEXIP), Caspian Tamin Pharmaceutical Co., dalam 5 ml tetes mata air mata buatan (TEARLOSE) yang mengandung hidroksipropil metil, selulosa , dan dekstran (Sina Daru Pharmaceutical Co.)] selama 5 hari setiap 6 jam. Jika abrasi epitel kornea diamati, tetes mata kloramfenikol ditambahkan setiap 6 jam. Jika TIO> 22 mm Hg, satu atau dua obat anti-glaukoma topikal ditambahkan.

7.

Penilaian studi Seluruh subjek attau penderita diperiksa BCVA, IOP, hari penyerapan bekuan, dan tingkat rebleeding. Parameter ini dievaluasi setiap hari selama 4 hari dan setelah itu pada hari ke 8 dan 14 setelah perawatan dimulai. Nilai BCVA dan IOP dibandingkan dengan parameter ini sebelum perawatan. Dalam setiap kunjungan tindak lanjut, pasien ditanya tentang perubahan subjektif atau efek samping dan mereka diperiksa untuk melihat efek samping okular atau sistemik dari asam traneksamat.

Pengukuran hyphema dinilai antara 1 -4 Grading hyphema Kelas Hifema 1

Jika lapisan darah menempati kurang dari sepertiga ruang anterior

2

Jika lapisan darah mengisi sepertiga hingga setengah dari ruang anterior

3

Jika lapisan darah mengisi setengah hingga kurang dari total volume ruang anterior

4

Jika ada total hyphema yang tertutup (black ball or eight-ball hyphema)

Kriteria Inklusi: 

• Telah dilakukan pemeriksaan oftalmologi umum



• Bersedia diikutsertakan dalam penelitian

Kriteria Eksklusi: 

• Usia < 7 tahun



• Wanita hamil dan menyusui



• Pasien yang didiagnosis hifema mikroskopik, cedera pada segmen posterior.



• Ada riwayat DM, hipertensi, gangguan pembekuan,



• Sedang dalam terapi antikoagulan



• Adanya riwayat pembedahan pada mata

8. Hasil Tiga puluh mata dari 30 pasien pada usia rata-rata 27,4 ± 10,6 tahun dilibatkan dalam penelitian ini. 24 pasien adalah laki-laki dan 6 adalah perempuan. Delapan belas mata adalah mata kanan dan 12 mata kiri. 22 pasien memiliki grade 1, 5 pasien grade 2, dan 3 pasien grade 3. Tidak ada pasien yang mengalami hyphema tingkat 4. Logaritma rata-rata dari sudut minimum resolusi (logMAR) BCVA sebelum perawatan adalah 0,59 ± 0,62, dengan kisaran 0,00 hingga 3,00, yang berubah menjadi 0,08 ± 0,14, mulai dari 0,00 hingga 0,70, pada hari ke-14 (P <0,001). Rerata TIO sebelum perawatan adalah 13,7 ± 3,9 mm Hg, mulai dari 8 hingga 28 mm Hg, yang menurun menjadi 11,4 ± 1,8 mm Hg, mulai dari 9 hingga 16 mm Hg pada hari ke 14 (P = 0,004). rata-rata penyerapan bekuan darah adalah

4,1 ± 1,7 hari. Rebleeding hanya terjadi pada satu pasien pada hari ke 4. Pasien ini awalnya memiliki lapisan hyphema grade 2 dan asam traneksamat topikal dimulai 8 jam setelah trauma. Karena rebleeding, pengobatan konvensional (asam traneksamat oral) dimulai dan logMAR BCVA akhir 0,1 dan TIO 12 mm Hg. Asam traneksamat yang dioleskan topikal ditoleransi dengan baik secara lokal, dan tidak ada pasien yang mengalami efek samping okular dan sistemik. Pada satu pasien, BCVA pada hari 14 berkurang dibandingkan dengan awal; evaluasi makula dengan optical coherence tomography (OCT) menunjukkan lubang makula dan pasien dirujuk ke Posterior Segment Clinic. Perbandingan dibuat antara pasien dalam penelitian ini dan dua kelompok kontrol historis. Kelompok kontrol historis pertama, yang diobati dengan plasebo oral di departemen ini, terdiri dari 80 pasien [66 (82%) laki-laki dan 18 (18%) perempuan] dengan hifema pada usia rata-rata 14,8 ± 10,7 tahun (kisaran = 3 -58 tahun) dengan ras dan karakteristik demografis yang sama. Dua puluh satu (26%) pasien dalam kelompok ini mengalami perdarahan ulang; oleh karena itu, ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok kasus dan kelompok kontrol ini dalam hal tingkat rebleeding (P = 0,008). Kelompok kontrol historis kedua, yang diobati dengan asam traneksamat oral di departemen ini, terdiri dari 80 pasien [63 (79%) laki-laki dan 17 (21%) perempuan] dengan hifema pada usia rata-rata 14,9 ± 12,6 tahun (kisaran = 1 hingga 65 tahun) dengan ras dan karakteristik demografis yang sama. Delapan (10%) pasien dalam kelompok ini mengalami perdarahan ulang; sebagai hasilnya, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok kasus dan kelompok kontrol historis ini sehubungan dengan tingkat rebleeding (P = 0,25)

Tabel 2 Jenis kelamin, lateralitas, tingkat hyphema, dan rebleeding dalam plasebo oral dan kelompok asam traneksamat topikal Variabel

Plasebo (kelompok

oral kontrol

Asam

traneksamat

topikal

Chi-square (p)

historis 1)

(kelompok kasus)

(n = 80) [no. (%)]

(n = 30) [no. (%)]

66 (82)

24 (80)

0,81

Mata (kanan)

39 (49)

18 (60)

0,307

Hyphema tingkat 1

63 (79)

22 (73.3)

0,528

Hyphema tingkat 2

13 (16)

5 (16.7)

0,936

Kelas

4 (5)

3 (10)

0,342

21 (26)

1 (3.3)

0,008

Jenis kelamin lakilaki)

3

dan

4

hyphema Rebleeding

Tabel 3 Usia rata-rata, TIO, * hyphema, clearance, dan day of rebleeding dalam plasebo oral dan kelompok asam traneksamat topikal Variabel

Plasebo (kelompok

oral kontrol

Asam

traneksamat

topikal

(p)

historis 1)

(kelompok kasus)

(n = 80)

(n = 30)

mean (SD)

jarak

mean

uji

jarak

(SD) Umur (y / o)

14.8 (10.7)

3-58

27.4 (10.6)

8-48

0,001

TIO (mm Hg) sebelum

18 (9.2)

3-48

13.7 (3.9)

8-28

0,001

12.1 (6.8)

3-26

11.4 (18)

9-16

0,05

perawatan TIO (mm Hg) setelah perawatan

t

Hyphema

clearance

3.7 (1.6)

1-8

4.1 (1.7)

2-8

0,20

3.8 (1.0)

2-6

4

4

0,001

(hari) Day of rebleeding

* Tekanan intra okuler Tabel 4 Jenis kelamin, lateralitas, tingkat hyphema, dan perdarahan ulang dalam kelompok asam traneksamat oral dan topikal Variabel

Asam traneksamat sistemik

Asam

(kelompok kontrol historis 2)

topikal

traneksamat (kelompok

kasus)

Chisquare (p)

(n = 80) [no. (%)]

(n = 30) [no. (%)]

63 (79)

24 (80)

0,912

Mata (kanan)

39 (49)

18 (60)

0,003

Hyphema

62 (77.5)

22 (73.3)

0,067

13 (16.25)

5 (16.7)

0,960

5 (6.25)

3 (10)

0,502

8 (10)

1 (3.3)

0,254

Jenis

kelamin

laki-laki)

tingkat 1 Hyphema tingkat 2 Kelas 3 dan 4 hyphema Rebleeding

Tabel 5 Usia rata-rata, TIO, * hyphema clearance, dan day of rebleeding dalam kelompok asam traneksamat oral dan topikal Variabel

Asam sistemik

traneksamat (kelompok

Asam topikal

kontrol historis 2)

kasus)

(n = 80)

(n = 30)

traneksamat

uji

(kelompok

(p)

t

mean (SD)

jarak

mean (SD)

jarak

Umur (y / o)

14.9 (12.6)

1-65

27.4 (10.6)

8-48

0,001

TIO (mm Hg)

17.8 (6)

9-36

13.7 (3.9)

8-28

0,001

10.5 (4.3)

9-17

11.4 (18)

9-16

0,013

4 (2.2)

1-11

4.1 (1.7)

2-8

0,07

3.4 (0.7)

2-4

4

4

0,001

sebelum perawatan TIO (mm Hg) setelah perawatan Hyphema clearance (hari) Hari rebleeding

* Tekanan intra okuler

9. Diskusi Penelitian ini dapat memberikan bukti bahwa asam traneksamat topikal aman dan bisa menjadi alternatif efektif untuk pengobatan oral untuk mengurangi insiden perdarahan sekunder pada hyphema traumatis. Menurut hasil, hari rata-rata penyerapan bekuan darah adalah 4,1 ± 1,7 hari dan perdarahan ulang hanya terjadi pada satu (3,3%) pasien pada hari ke 4. Perbandingan (kekuatan untuk uji chi-squared 88,5%) dari tingkat perdarahan ulang antara pasien dalam penelitian ini (1/30) dan kelompok kontrol historis pertama [terdiri dari 80 pasien dengan hifema yang diobati dengan plasebo oral di departemen kami (26/80)] menunjukkan pem rbedaan yang signifikan secara statistik. Sebaliknya,

perbandingan (kekuatan untuk uji chi-squared 54,8%) dari tingkat rebleeding antara kelompok kasus dan kelompok riwayat kontrol kedua [terdiri dari 80 pasien dengan hifema yang diobati dengan asam traneksamat oral di departemen kami (8/80) ] menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik.Meskipun asam traneksamat topikal terbukti efektif dalam pengelolaan hyphema traumatis, ia tidak dapat menjadi pengganti tertentu untuk asam traneksamat oral karena jumlah kasus yang kecil Pemberian oral adalah rute utama pemberian obat; Namun demikian, obat yang diberikan secara oral harus mencapai jaringan intraokular dan cairan melalui sirkulasi darah. Selain itu, karena hambatan darah-mata, sejumlah besar pemberian obat sering diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi terapeutik, yang dapat menyebabkan intoleransi obat karena efek samping yang serius. Pemberian obat lokal atau organ khusus yang diinginkan dapat mengurangi potensi atau menghilangkan toksisitas sistemik dan untuk meningkatkan kemanjuran terapi. Mata adalah salah satu tempat paling ideal dalam tubuh manusia untuk pengiriman obat langsung karena struktur intraokular relatif mudah diakses. Namun, mereka terisolasi dari sirkulasi sistemik oleh penghalang okular darah. Penghalang ini meminimalkan penyerapan sistemik dan efek samping. Untuk membenarkan pemberian topikal asam traneksamat, pertanyaan penting adalah apakah fibrinolisis terjadi pada sisi berair atau vaskular bekuan. Asam traneksamat topikal dapat menjadi alternatif yang menarik untuk pengiriman sistemik dalam pengobatan hyphema traumatis, tetapi kemanjuran pengobatan topikal telah dipertanyakan. Jawaban untuk pertanyaan ini menentukan apakah asam traneksamat harus mencapai pembuluh darah atau sisi intraokular. Aktivator plasminogen jaringan dan aktivator plasminogen tipe urokinase hadir dalam aqueous humor secara normal dan terdapat plasminogenesis intensif pada aqueous humor. Aktivitas inhibitor aktivator plasminogen dalam aqueous humor dapat diabaikan. Konsentrasi tinggi produk degradasi fibrin ada dalam air pasien dengan perdarahan ulang setelah hyphema traumatis. Selanjutnya, agen antifibrinolytic penting lainnya, asam aminocaproic, ketika diterapkan secara topikal pada model hewan dan manusia, telah efektif dalam pencegahan rebleeding di traumatis hyphema. Berdasarkan bukti tersebut, asam traneksamat topikal mungkin efektif dalam pencegahan perdarahan ulang pada pasien dengan hyphema traumatis. Pertanyaan lain yang harus dijawab adalah apakah pemberian topikal asam traneksamat efektif dalam menghasilkan konsentrasi

intraokular terapeutik. Astedt melaporkan bahwa konsentrasi terapi asam traneksamat dalam serum adalah 8-10 mikgr / ml dan konsentrasi air adalah 10% dari konsentrasi serum. Oleh karena itu, konsentrasi 0,8-1 micgr / ml air obat cukup untuk mencegah fibrinolisis pada pasien dengan hyphema. Bramsen menunjukkan bahwa konsentrasi air, diikuti dengan dosis tunggal asam traneksamat oral (25 mg / kg), adalah 1,6 mikgr / ml setelah 3 jam. Dalam penelitian kami sebelumnya, kami menunjukkan bahwa konsentrasi cairan obat setelah pemberian setetes larutan asam traneksamat 5% lebih tinggi dari 1,5 mcg / ml hingga 160 menit, dan 1 mcg / ml pada 300 menit tetap hampir tidak berubah hingga 9 jam setelah administrasi. Dengan demikian, nampaknya pemberian topikal asam traneksamat efektif dalam memberikan konsentrasi intraokular terapeutik yang adekuat. Hasil penelitian ini jelas menunjukkan efektivitas asam traneksamat topikal dalam pencegahan rebleeding pada pasien dengan hyphema traumatis. Di antara populasi penelitian kami, tingkat rebleeding adalah 3,3%, yang mirip dengan tingkat rebleeding dalam studi sebelumnya yang menggunakan asam traneksamat oral, asam aminocaproid sistemik, asam aminocaproic topikal, dan kortikosteroid sistemik untuk mencegah perdarahan ulang pada pasien dengan hiperhema traumatis. (Tingkat rebleeding adalah 3% hingga 30% dalam studi ini.) 1-10 Tidak ada efek samping mata terdeteksi, dan asam traneksamat yang dioleskan dapat ditoleransi dengan baik tanpa bukti toksisitas sistemik.

Jumlah kecil kasus dan perbedaan usia rata-rata antara kedua kelompok dapat dianggap sebagai keterbatasan penelitian ini. Meskipun ada beberapa bias, kami membandingkan setiap pasien dengan dirinya sendiri sebelum dan setelah perawatan. Penelitian uji klinis double-masked lebih lanjut dengan jumlah kasus yang lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan penelitian ini.

10. Kesimpulan Studi ini memberikan bukti bahwa asam traneksamat topikal tampaknya efektif dalam pengelolaan hyphema traumatis. Namun, ukuran sampel kecil kami menghalangi kesimpulan bahwa asam traneksamat topikal dapat menggantikan asam traneksamat oral.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Bola Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.

Gambar 5. Anatomi

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :

1.

Tunica Fibrosa Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat,

lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop. Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

2.

Lamina vasculosa Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, seratserat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier. Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.

Gambar 6. Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar

3.

Tunica sensoria (retina) Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.

Vaskularisasi Bola Mata Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang

memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.

Gambar 7. Vaskularisasi pada Bola Mata

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.

Gambar 8. Vaskularisasi pada Segmen Anterior

2.2. Definisi Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah diantara kornea dan iris yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darahh iris atau badan siliar dan bercampur dengan aqueous humor. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang, walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan berjumlah sedikit, tetap dapat menyebabkan penurunan visus.3,4 Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Terkadang terdapat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit dengan epifora dan blefarospasme.3,4

2.3. Epidemiologi Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi.5 Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%.2 Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1.6

2.4. Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni1: 1. Hifema traumatic 2. Hifema iatrogenic 3. Hifema spontan Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball, maupun tinju.7 Trauma tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya, mengakibatkan terjadinya perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior serta ekspansi bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan pada struktur pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang mengalami gaya regang dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan (camera oculi anterior).7 Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari proses medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi intraoperatif maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.7 Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya anamnesis tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua jenis hifema. Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya proses neovaskularisasi, neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi.7 1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks. Pada kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti retina yang mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan mengeluarkan faktor tumbuh vaskular (misal: VEGF)8 yang oleh lapisan kaya pembuluh darah (seperti iris dan badan silier) dapat mengakibatkan pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah mengalami ruptur maupun kebocoran. Kondis ini meningkatkan kerentanan terjadinya perdarahan bilik mata depan.7 2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya juga melibatkan neovaskularisasiseperti yang telah dijelaskan pada poin pertama.8

3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang mana terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor anti-pembekuan. Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah.7 4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti aspirin dan warfarin.7

Gambar 9. Proses trauma dari arah anterior bola mata dapat mengakibatkan distorsi dimensi antero-posterior dan ekuatorial yang mengakibatkan perubahan tekanan intraokular mendadak dan menyebabkan ruptur pembuluh darah (Kanski, 2011)

Salah satu literatur menyebutkan bahwa pada anak-anak dengan retinoblastoma, hifema merupakan 0,25% presentasi klinis dari seluruh gejala retinoblastoma. Meskipun jarang, hifema dapat menjadi salah satu tanda terjadinya kelainan intraokular khususnya pada bayi dan anak-anak tanpa riwayat trauma yang signifikan.8 Sebagian besar hifema yang terjadi di masyarakat merupakan hifema grade I, predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta insidens tertinggi pada usia sekolah. 40% hifema yang terjadi terjadi perlekatan dengan stroma iris, sedangkan 10% mengalami perlekatan dengan endotel kornea. Pada umumnya hifema tanpa komplikasi dapat diresoprsi dan menghilang secara spontan dalam waktu kurang dari satu minggu (lima hingga enam hari).7

Hifema biasanya disebabkan oleh traumatumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).9,10 Hifema yangterjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahanyang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.9,10,11

2.5. Klasifikasi a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi: 1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata. 2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata). 3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah. 4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma). 5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma). b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu: 1.

Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

2.

Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) : 1.

Grade I

: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2.

Grade II

: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

3.

Grade III

: darah mengisi hampir total COA (14%)

4.

Grade IV

: darah memenuhi seluruh COA (8%)

Tabel 10. Klasifikasi Hifema

2.6. Patofisiologi Trauma adalah penyebab hifema yang paling sering, terutama terjadi pada laki-laki muda. Hifema traumatika terjadi sebagai akibat dari luka pada pembuluh darah perifer iris atau badan siliaris anterior. Trauma menyebabkan pergeseran posterior dari perlekatan lensa-iris dan ekspansi sklera pada zona ekuator, yang menyebabkan rusaknya sirkulus arteri mayor iris, cabang arteri dari badan siliar, dan/atau arteri dan vena koroidal rekuren.13 Trauma tumpul mendesak volume aquous ke tepi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik lensa, akar iris, dan jaringan trabekular. Jika desakan tekanan ini melebihi kekuatan regangan dari struktur okular, pembuluh darah pada perifer iris dan anterior badan siliaris dapat ruptur, menyebabkan hifema. Gaya desakan dapat menyebabkan ruptur sklera, biasanya pada limbus dan posterior dari insersi otot, dimana sklera lebih tipis dan tidak didukung oleh tulang orbital. Trauma berat menyebabkan subluksasio lensa, dialisis retina, avulsi nervus optik, dan/atau perdarahan vitreous.13

Gambar 11. Mekanisme hifema dan gaya trauma tumpul pada mata.13

Gambar 12. Hifema pada Trauma tumpul13 Hifema juga dapat disebabkan karena tumor intraokuler, baik jinak maupun ganas. Neovaskularisasi iris dan badan siliaris juga dapat menyebabkan hifema. Neovaskularisasi dapat disebabkan oleh iskemik segmen posterior, yang biasanya dikaitkan dengan penyakit mikrovaskuler pada diabetes. Iskemia retina juga dapat terjadi setelah oklusi arteri atau vena retina. Penyebab lain dari neovaskularisasi adalah stenosis carotid, yang menyebabkan iskemik okular. Hifema juga dapat menjadi iatrogenik, misalnya setelah operasi intraokuler, terutama operasi yang melibatkan sudut filtrasi. Tipe tertentu dari lensa intraokuler ruang anterior digunakan setelah ekstraksi katarak dapat menyebabkan hifema, terutama lensa rigid, yang disebut sindrom uveitisglaukoma-hifema.14

Corneal bloodstaining terjadi sebagai akibat dari darah dipaksa keluar ke sel endotelial kornea. Bloodstaining adalah salah satu indikasi untuk operasi evakuasi hifema.14 Peningkatan akut dari tekanan intraokular berhubungan dengan sel darah merah dan produk sampingan yang menyumbat trabecular meshwork; penyebab lain adalah trauma langsung terhadap meshwork, yang terjadi bersamaan dengan trauma awal. Glaukoma kronik yang mengikuti hifema sebagian disebabkan karena perubahan fibrotik pada trabecular meshwork yang diinduksi dengan inflamasi. Inflamasi terjadi sebagai reaksi terhadap kerusakan okuler: cyclodialysis, resesi sudut, dan robekan pembuluh darah iris.14 Hifema spontan lebih jarang terjadi dan pemeriksa perlu mewaspadai adanya kemungkinan rubeosis iridis, abnormalitas pembekuan, penyakit herpes, atau masalah lensa intraokuler. Juvenile xanthogranuloma, retinoblastoma, dan leukemia berhubungan dengan hifema spontan pada anakanak.13

2.7. Manifestasi Klinik Adapun manifestasi umum dari hifema adalah15 : -

Perdarahan pada bagian mata depan (bilik mata depan)

-

Sensitif terhadap cahaya sehingga pasien mengeluh silau

-

Nyeri pada mata

-

Pandangan kabur, berawan, atau pandangan terhalang (block vision)

Pasien dapat mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan snagat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawha bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.15

2.8. Penegakkan Diagnosis Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.

Gambar 13. A) Hifema pada 1/3 bilik mata depan

B) Hifema pada 1 bilik mata depan

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil. Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.

Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina. b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma. c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.

d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior. e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler. f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau meningkat ringan.

2.9. Penatalaksanaan Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah : 1) Menghentikan perdarahan. 2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder. 3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi. 4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain. 5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi 1. Tirah baring (bed rest total) Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar

dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar atau bisa diberi obat penenang 2. Bebat mata Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.

3. Pemakaian obat-obatan Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti : 

Koagulansia Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

 Midriatika Miotika Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.

 Ocular Hypotensive Drug Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa. 

Kortikosteroid dan Antibiotika Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

Perawatan Operasi Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea. Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut : 1. Empat hari setelah onset hifema total 2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu) 3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic) 4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining) 5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah : 1. Parasentesis Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Iridosiklitis Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah didalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. 3. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya sebesar 1200. 2. 8. Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri

berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema. 1. Perdarahan sekunder Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. 3. Hemosiderosis kornea Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

4. Sinekia Posterior Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup. 5. Atrofi optik Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. 6. Uveitis Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi. 2.10. Prognosis Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. FKUI, Jakarta, 2014

2.

Ilyas, S.Hifema. Dalam :Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI: Jakarta. 2005

3.

Ilyas, Sidarta. 2009. Trauma Tumpul Mata: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI press.

4.

Vaughan, Daniel G. 2000. Trauma: Oftalmologi Umum Edisi Ke-14. Jakarta: Widya Medika.

5.

Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari http://www.uptodate.com/contents/traumatichyphema-epidemiology-anatomy-and-pathophysiology

6.

Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1190165overview

7.

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011

8.

Chraibi F, Bhallil S, Benatiya I, Tahri H. Hyphema revealing retinoblastoma in childhoot. A case report. Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2011(318): 41-3

9.

Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th ed.USA:McGraw-Hill

10.

Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.

11.

Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.

12.

Oldham

GW.

Hyphema.

[Internet].

Cited:

2016Ausgust30.

Available

from:

http://eyewiki.aao.org/Hyphema. 13.

American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic injuries of the anterior segment. External Disease and Cornea, 2014-2015. p. 350.

14.

Dersu

II.

Hyphema

glaucoma.

2016.

Available

from:

www.emedicine.medscape.com/article/1206635-overview#a5 15.

Turbert D. Hyphema symptoms. American Academy of Ophthalmology, 2016. Available from: www.aao.org/eye-health/diseases/hyphema-symptoms.

16.

Weinsenthal R, Afshari N, Colby K. 2015. Clinical Toxic and Traumatic Injuries of the Anterior Segment: American Academy of Ophtalmology. San Fransisco.

17.

S ankar PS, Chen TC, Grosskreutz CL, Pasquale LR. Traumatic hyphema. Int Ophthalmol Clin 2002;42:57-68

18.

Irak-Dersu

I.

Hyphema

glaucoma.

http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview

Diakses

dari

Related Documents

Jurnal Eli Mataa.docx
April 2020 9
Eli
May 2020 15
Eli
May 2020 14
Eli
May 2020 8
Eli Diapo
June 2020 18
Eli Test
October 2019 12

More Documents from "Elena Contras"