Retinopati diabetik – komplikasi okular diabetes mellitus. Penulis
: Martin M Nentwich, Michael W Ulbig.
Sumber
: World J Diabetes. 2015;6(3):489.
Abstrak Pada negara-negara industri, retinopati diabetik adalah komplikasi diabetes mellitus mikrovaskular yang paling sering dan penyebab kebutaan paling umum pada populasi usia produktif. Dalam 15 tahun ke depan, jumlah pasien yang menderita diabetes mellitus diperkirakan akan meningkat secara signifikan. Pada tahun 2030, sekitar 440 juta orang di kelompok usia 20-79 tahun di dunia diperkirakan menderita diabetes mellitus (prevalensi 7.7%), sedangkan pada 2010 pada 285 juta penderita diabetes mellitus (prevalensi 6.4%). Hal ini menyumbnag peningkatan prevalensi pada pasien dengan diabetes di negara industry sebesar 20% dan di negara-negara berkembang dengan 69% hingga tahun 2030. Karena kenaikan yang diharapkan pada pasien diabetes, kebutuhan untuk perawatan mata pasien (yaitu pemeriksaan dan tatalaksana) juga akan meningkat dan merupakan tantangan bagi penyedia perawatan mata. Pengembangan program skrining dioptimalkan, yang mengarah pada sumber daya infrastruktur oftalmik yang tersedia, akan menjadi lebih penting. Penyebab utama kehilangan penglihatan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah edema makula diabetik dan retinopati diabetik proliferatif. Kejadian komplikasi yang berpotensi membutakan dapat sangat dikurangi dengan kontrol yang baik dari kadar gula darah dan tekanan darah. Selain itu, pemeriksaan mata secara teratur adalah wajib untuk mendeteksi komplikasi okular dan memulai perawatan seperti laser fotokagulasi dalam kasus klinis edema macula diabetik signifikan atau awal penyakit retinopati diabetik. Dengan cara ini, resiko kebutaan dapat jauh berkurang. Dalam tahap lebih parah dari retinopati diabetik, dapat dilakukan vitrektomi pars plana untuk mengobati perdarahan vitreous dan ablasi retina traksional. Dalam beberapa tahun terakhir, munculnya obat intravitreal telah meningkatkan pilihan terapi untuk pasien dengan edema makula diabetik.
Kata kunci : laser fotokoagulasi; edema macula diabetik; retinopati diabetik; injeksi intravitreal; pencegahan.
Core tip : retinopati diabetik merupakan komplikasi diabetes mellitus yang berpotensi membutakan. Pada pasien dengan diabetes, pemeriksaan retina rutin adalah penting. Sementara laser fotokoagulasi efektif jika dilakukan dalam waktu yang tepat, tahanap lanjut dari retinopati diabetik perlu diobati dengan operasi vitreo-retina dan mempunyai prognosis visual yang terbatas. Meskipun pilihan terapi baru seperti terapi medis intravitreal dan vitrektomi pars plana telah meningkatkan perawatan mata pada pasien dengan diabetes mellitus, perawatan interdisipliner pasien ini juga sangat penting. Baik
1
metabolisme dan mengontrol tekanan darah, sangat diperlukan untuk mengurangi resiko komplikasi mata.
PENGANTAR Retinopati diabetik adalah komplikasi diabetes mellitus yang berpotensi mengakibatkan kebutaan. Penyebab hilangnya penglihatan adalah makulopati diabetes dan komplikasi retinopati diabetik proliferatif (PDR) seperti perdarahan vitreous, abalsio retina traksional, dan glaukoma neovascular. Pada tahun 2030 negara-negara berkembang akan menghadapi peningkatan sebesar 69% dan negaranegara industri sebesar 20% dari jumlah pasien dengan diabetes dibandingan dengan tahun 2010. Untuk Afrika lebih dari 18 juta, menurut beberapa perkiraan bahkan 24 juta, pasien diabetes diperkirakan untuk tahun 2030. Probabilitas komplikasi retina meningkat dengan meningkatnya durasi penyakit. Pada sekitar 50% pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 30% dari mereka dengan diabetes tipe 2 mempunyai potensi memiliki perkembangan perubahan retina yang mengancam penglihatan, sementara perubahan retina awal tidak dapat dirasakan atau dilihat oleh pasien. Retinopati diabetik adalah komplikasi mikrovaskular yang paling umum dari diabetes mellitus dan mempengaruhi antara 3%-4% penduduk Eropa, sementara resiko relatif untuk mendapatkan retinopati diabetik lebih besar pada diabetes mellitus tipe 1 dibandingkan pada tipe 2. Diabetes mellitus bertanggung jawab untuk sekitar 15% dari semua kasus kebutaan ( koreksi ketajaman visual terbaik kurang dari 0.02) di Jerman. Ini adalah penyebab utama kebutaan dalam populasi produktif dalam negara industry. Sementara perubahan retina jarang terlihat pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 sebelum masa remaja, sekitar sepertiga dari pasien memiliki tanda-tanda retinopati diabetik pada saat diagnosis awal dari diabetes mellitus. Resiko PDR lebih tinggi pada diabetes mellitus tipe 1 dibandingan tipe 2, sedangkat edema macula diabetik lebih umum ditemukan pada diabetes tip2 (prevalensi setelah 15 tahun penyakit : tipe 1vs tipe 2 = 15% vs 25%). Kramer et al melaporkan dalam sebuah studi baru-baru ini, bahwa pasien dengan progresi retinpato diabetik pada diabetes mellitus tipe 1 dan perkembangan dari nefropati masing-masing meningkatkan resiko kejadian satu sama lain. Asosiasi ini independent dari factor resiko yang didtetapkan untuk komplikasi mikrovaskular dan penulis menyarankan dasar etiologi yang sama pada kedua penyakit ini. Kelompok lain juga menemukan retinopati diabetik proliferative menjadi penanda independent nefropati jangka Panjang pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1. Penelitian lain menunjukkan asosiasi kehadiran retinopati diabetik dan peningkatan angka kematian serta kejadian kardiovaskular baik dalam diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Oleh karena itu, pendekatan interdisipliner dari dokter, ahli endokrin, dan dokter spesialis mata diperlukan untuk perawatan yang optimal.
2
PATOGENESIS RETINOPATI DIABETIK Mikroangiopati yang disebabkan oleh hiperglikemia pada pasien dengan diabetes mellitus mengakibatkan kebocoran vascular, yang juga menyebabkan edema macula diabetik pada satu sisi, dan oklusi kapiler pada sisi yang lain. Oklusi kapiler lalu menyebabkan iskemi retina dan meningkatnya kadar growth factor vascular endothelial (VEGF) yang bertanggung jawab untuk perkembangan neovaskularisasi dan tahap proliferative dari retinopati diabetic. Baru-baru ini jalur patogeneis yang dapat berhubungan dalam pathogenesis retinopati diabetic telah diidentifikasi, seperti inflamasi, autofagia nerve growth factor dan epigenetic. Sebuah diskusi rinci dari seluruh jalur ini akan melewati Batasan dari penjelasan kecil ini mengenai aspek klinis dari retinopati diabetic, bagaimanapun juga berapa aspek akan dijelaskan. Perubahan biokimia seperti stres oksidatif, aktivasi protein kinase C dan pembentukan produk akhir glikasi canggih telah terdeteksi sebagai respon dari retina terhadap hiperglikemia. Begitu juga dengan kini B1 dan B2 diperkirakan untuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, infiltrasi leukosit, dan peradangan. Terutama kinin B1, yang hampir tidak ada di jaringan normal, diregulasi di retina pasien dengan diabetes mellitus. Temuan ini mungkin penting untuk mengembangkan strategi terapi baru yang bertujuan sebagai antagonis reseptor kinin atau menghambat kallikreins. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa seluruh system neovascular retina terganggu oleh diabetes mellitus mengakibatkan hilangnya neurovascular coupling (hubungan antara neuron dengan suplai vaskularnya), neurodegenasi dan neuroinflamasi, yang dapat dideteksi bahkan sebelum munculnya kerusakan pembuluh darah. Secara klinis, penurunan adaptasi gelap, gangguan penglihatan warna dan kontras serta defek lapang pandang dapat ditemukan pada pemeriksaan fungsional di pasien dengan diabetes. Retinopati diabetic cenderung memburuk selama perubahan horminal seperti pada remaja dan kehamilan.
KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI RETINOPATI DIABETIK Pada funduskopi, yang harus dilakukan setelah pelebaran pupil (midriasis) untuk memungkinkan visualisasi dari keseluruhan retina, adanya dan tingkatan dari retinopati diabetic dapat diperiksan secara klinis. Perubahan yang khas dapat terlihat pada awal retinopati diabetic (nonPDR) adalah mikroaneurisma, perdarahan retina, dan eksudat (Gambar 1). Pada awalnya perubahan ini sering ditemukan pada daerah sedikit temporal dari pusat macula (gambar 2). Hal ini disebabkan oleh kekacauan integritas vascular dan kehilangan perisit. Dalam perjalanan selanjutnya dari penyakit, anomaly mikrovaskular intraretina dapat terjadi, yang kemudian dapat menyebabkan terlihatnya serta melebarnya kapiler retina pada pemeriksaan funduskopi, serta menunjukkan kemungkinan resiko neovaskularisasi dan retinopati deiabetik proliferatif.
3
Gambar 1 Non-proliferasi retinopati diabetik. Wide-field fundus foto dari seorang pasien wanita 65 tahun (mata kanan) menunjukkan beberapa perdarahan retina.
Gambar 2 Non-proliferasi retinopati diabetik. Warna fundus foto dari pasien laki-laki 51 tahun dengan mikro-aneurisma dan eksudat lipid.
Gambar 3 retinopati diabetik proliferatif dengan neovaskularisasi di disk.
Gambar 4 Lanjutan proliferatif retinopati diabetes dengan neovaskularisasi dan perdarahan vitreous terbatas.
Gambar 5 Lanjutan proliferatif retinopati diabetes dengan ablasi retina tractional.
Retinopati diabetic proliferative disebabkan oleh peningkatan kadar VEGF intraocular karena iskemia retina yang disebabkan oleh oklusi kapiler retina. Proliferasi dapat tumbuh pada diskus optikus (neovaskularisasi pada diskus) atau di tempat lain di retina (neovaskularisasi pada tempat lain) ke 4
dalam vitreous (gambar 3). Pembuluh-pembuluh darah yang beru terbentuk ini bocor pada angiografi fluoresen dan dapat menyebabkan perdarahan vitreous dan mengakibatkan ablasio retina traksional (gambar 4 dan 5). Ablasio retina traksional menyebabkan pemisahan retina neurosensoris dari epitel pigmen retina (RPE). Bagian yang terlepas dari retina menyebabkan defek lapang pandang relatif (scotoma) dan hilangnya ketajaman visual dalam kasus-kasus yang terlibat dengan macula.
Selanjutnya, neovaskularisasi pada iris di segmen anterior mata dapat berkembang sebagai sekuel segmen anterior dari iskemia (gambar 6). Pembuluh-pembuluh darah baru ini tumbuh menuju sudut ruang anterior dan dapat menghalangi trabecular meshwork, sehingga meningkatkan ketahanan aliran humor aqueous. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intraocular yang dapat diikuti oleh atrofi optic (glaukoma neovascular).
KLASIFIKASI DAN PATOFISOLOGI MAKULOPATI DIABETIK Makulopati diabetik dapat berkembang pada tahan nonproliferatif maupun proliferative dari retinopati diabetic. Sementara komplikasi dari retinopati diabetic proliferatif yang tidak diobati , seperti perdarahan vitreous, dan ablasio retina traksional melibatkan makula dan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan paling parah pada retinopati diabetic, makulopati diabetic adalah penyebab utama dari gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. a Fokal
Signifikan secara klinis tanpa penebalan fovea (non-centerinvolving) (mengancam penglihatan)
edema lokal eksudat lipid perdaraham intraretina fiperfluoresen fokal pada angiografi fluoresen edema dalam 500μm sekitar foveola eksudat dalam 500μm sekitar foveola ditambah dengan edema edema > 1 diameter diskus optikusdalam 1 diameter diskus optikus sekitar foveola
Signifikan secara klinis tanpa penebalan fovea (centreinvolving)
edema dengan batas tidak jelas, dapat kistoid eksudat perdarahan intraretina sumber kebocoran biasanya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas dengan angiografi fluoresen dikarenakan traksi vitreous ke fovea penebalan membran hyaloid posterior OCT menunjukan adanya traksi vitreal 5
makulopati iskemik (oklusi dari kapiler perifoveal)
hilangnya penglihatan tanpa adanya penyebab yang dapat dilihat dari pemeriksaan funduskopi angiografi fluoresen diperlukan untuk diagnosis sulit untuk didiagnosa dengan hanya menggunakan funduskopi edema dapat terjadi, dapat juga tidak
6
Edema macula diabetic disebabkn oleh gangguan barrier darah-retina bagian dalam, yang dibentuk oleh endotel vascular retina, dikarenakan oleh hiperglikemia, peningkatan kadar growth-factors, inflamasi dan sitokin. Hal ini juga menyebabkan gangguan perisit dan menyebabkan eksudasi cairan berturut-turut, protein, dan lipid oleh mekanisme transport paraselular dan transselular. Secara klinis, area dari penebalan retina biasanya ditentukan oleh eksudat lipid kekuningan yang mengelilinginya. (gambar 7). Edema macula dapat terjadi terbatas atau mempengaruhi area retina yang lebar dan dapat juga melibatkan macula (centre -involving) atau tidak mengenai are sentral (non-center-involving) (gambar 8). Traksi yang disebabkan oleh penempelan vitreous ke fovea juga dapat menyebabkan penebalan macula. Traksi vitreous dapat dilihat jelas dengan optical coherence tomography resolusi tinggi (OCT, spectral-domain OCT). Vitrektmi diperlukan pada pasien dengan edema macula traksional simptomatik untuk melepaskan traksi dengan pembedahan dari vitreus. Terlepas dari edema, makulopati diabetic juga dapat terlihat sebagai oklusi kapiler perifoveal yang menyebabkan gangguan penglihatan yang berbeda yaitu tidak adanya edema pada funduskopi. Dalam kasus tersebut, angiografi fluoresen diperlukan untuk memastikan diagnosis dengan melihat oklusi kapiler di sekeliling fovea. Tabel 1 merangkum tipe-tipe makulopati diabetic yang berbeda (disadur dari Nentwich et al).
DIAGNOSIS KLINIS Funduskopi dilatasi adalah pemeriksaan klinis yang paling penting pada pasien dengan diabetes selama pemeriksaan skrining oleh dokter mata. Dilatasi pupil diperlukan untuk memungkinkan pandangan stereoskopik yang sesuai, yang diperlukan untuk evaluasi edema macula, dan untuk memungkinkan visualisasi dari retina perifer. Angiografi fluoresen dikenalkan oleh Novotny et al pada tahun 1960 ke dalam praktek mata klinis dan memungkinkan evaluasi status vaskular retina. Fluorescein, pewarna fluoresen, disuntikkan intravena dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Di mata, fluoresen diaktifkan oleh cahaya biru dari 490 nm. Dalam angiografi fluoresen dapat dilihat kebocoran pembuluh darah, oklusi kapiler, daerah iskemik retina dan neovaskularisasi(Gambar 9A dan C). Angiografi fluoresen memberikan informasi tentang daerah kebocoran serta lokasi dari bagian retina dengan perfusi buruk. Pada pasien yang diduga maculopathy diabetik, angiografi fluoresen adalah wajib untuk menyingkirkan diagnosa makulopati iskemik dan menentukan apakah memungkinkan untuk dilakukan laser fotokoagulasi lokal. Fotografi wide-field fundus (2-laser Panjang gelombang nonmidriatik 200o ultra-wide-field scanning laser ophthalmoscopy) telah diperkenalkan baru-baru ini. Bidang gambar yang luas dan warna fotografi fundus tradisional di midriasis tampaknya berkorelasi dengan memperhatikan klasifikasi retinopati diabetes dan visualisasi edema makula diabetes menurut studi terbaru (Gambar 10A). Teknik gambar dengan bidang gambar yang luas ini dapat dikombinasikan dengan angiografi fluoresen dan memberikan informasi mengenai iskemi retina atau neovaskularisasi perifer (Gambar 10B).
7
Gambar 7 edema makula diabetes klinis yang signifikan tanpa keterlibatan fovea. A: Fundus foto; B: Fluorescein angiogram menggambarkan kebocoran pembuluh darah retina perifoveal.
Gambar 8 Center-yang melibatkan edema makula diabetes dengan edema subfoveal dan banyak eksudat lipid.
Mungkin teknik pencitraan baru yang paling penting, yang mana telah dikenalkan dalam praktek ofalmologi, adalah OCT. Baru-baru ini, resolusi dan kecepatan perekam telah banyak berkembang dengan teknik spectral-domain OCT (SD-OCT). OCT menyajikan data pada volume retina dan konfigurasi dareah macula. Pada edema macula diabetic, SD-OCT merupakan teknik pemeriksaan yang sangat mendukung dibandingkan kunjungan follow-up dengan data dasar, karena alat OCT modern menggunakan eyetracking untuk menemukan posisi pencitraan yang sama selama pemeriksaan lanjutan.
PENTINGNYA PENCEGAHAN Pada retinopati diabetik awal, laser fotokoagulasi dapat digunakan secara efektif untuk mencegah hilangnya penglihatan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik tingkat awal tidak dikenali oleh pasien karena tidak adanya kehilangan penglihatan pada retinopati diabeti tingkat awal. Karenanya, pemeriksaan retina rutin dengan dilasi pupil adalah sebuah keperluan pada pasien dengan diabetes mellitu dengan 8
tujuan untuk mengenali perubahan yang dapat mengancam penglihatan dan memungkinkan dokter mata untuk melakukan tatalaksana awal.
Pasien dengan diabete tipe 1 harus melakukan pemeriksaan retina dimulai pada umur 11 dan / atau setelah 5 tahun sejak diagnosis ditegakkan. Jika ada perubahan pada retina, maka interval follow-up yang lebih pendek direkomendasikan. Pada diabetes tipe 2, pemeriksaan retina yang pertama harus dilakukan secepatnya setelah diagnosis pertama ditegakkan, karena durasi dari penyakit sebelumnya tidak diketahui. Pemeriksaan lanjutan tiap tahun direkomendasikan jika tidak ada perubahan pada retina, jika tidak, interval yang lebih pendek dapat dilakukan. Kehamilan menyebabkan peningkatan resiko puntuk perburukan retinopati diabetic dikarenakan perubahan hormonal. Saat hamil, retinpati diabetic dapat muncul dalam 10% kasus dan dapat memburuk dalam presentasi yang bahkan lebih tinggi dalam kasus diabetic retinopati yang sudahterjadi saat dilakukannya konsepsi. Dalam kasus retinopati diabetik proliferatif sebelum atau segera setelah konsepsi, laser fotokoaguasi panretina harus dilakukan karena perubahan retina dapat memburuk dalam 1 dari 2 perempuan pada populasi ini. Resiko ini dapat diturunkan setengah dengan melakukan laser fotokoagulasi retina. Oleh karena itu seluruh perempuan dengan diabetes, yang berencana untuk hamil, harus melakukan pemeriksaan funduskopi terlebih dahulu sebelum konsepsi dan setiap 3 bulan selama kehamilan untuk mendapatkan intervensi secepatnya jika diperlukan. Sebagai tambahan, control metabolic yang bagus harus dicapai sebelum konsepsi. Pada sisi lain, adanya retinopati diabetik bukan merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesaria karena belum adanya penelitian yang menyatakan hal tersebut, meskipun manuver valsava dalam persalinan pervaginam dapat menyebabkan peningkatan resiko perdarahan vitreous. German Diabetes Society merekomendasikan penjadwalan pemeriksaan lanjutan tergantung pada tingkat retinopati diabetic yang dirangkum dalam table 2. Interval pemeriksaan yang direkomendasikan tersebut akan menghasilkan peningkatan kerja untuk dokter mata dikarenakan peningkatan jumlah pasien diabetes. Banyak peneletian yang mempelajari efek dari pemanjangan interval follow-up dan menemukan tidak ada peningkatan resiko progresi kea rah retinopati deiabetik yang mengancam penglihatan pada pasien dengan control metabolisme yang bagus (HbA1c <8%) dan tidak ada tanda-tanda retinopati diabetik. Dengan seleksi pasien yang adekuat, jumlah pemeriksaan skrining yang diperlukan dapat dikurangi hingga 40% menurut suatu penelitian dan bahkan hingga 59% jika suatu algoritma matematika special digunakan. Bagaimanapun juga, kelayakan strategistrategi tersebut masih harus dibuktikan dalam praktek klinis rutin dan sampai saat itu, interval skrining mata seperti yang ditunjukkan di atas dapat direkomendasikan.
9
Gambar 9 Fluorescein angiogram dari pasien wanita 49 tahun. A: angiogram Fluorescein dari mata kanan 50 s setelah injeksi intravena zat pewarna fluorescein. Di sini, bocor mikro-aneurisma di makuladapat dilihat; B: angiogram Fluorescein dari mata kiri 25 s setelah injeksi intravena zat pewarna fluorescein. Kebocoran dari pembuluh darah neovascular menyebabkan bintik-bintik peningkatan fluoresensi pada disk optik dan temporal untuk fovea; C: angiogram Fluorescein dari bagian temporal mata kiri 30 s setelah injeksi intravena zat pewarna fluorescein. Area retina non-perfusi dapat dilihat sebagai alasan untuk neovaskularisasi.
Gambar 10 Gambar Wide-bidang mata kanan seorang pasien wanita 65 tahun. A: Pada scanning-laser ophthalmoscope-Pencitraan beberapa mikroaneurisma dan eksudat lipid dapat dilihat; B: angiogram Fluorescein menunjukkan kebocoran dari mikro-aneurisma dan daerah luas retina nonperfusi.
10
Gambar 11 Spectral-domain tomografi koherensi optik dari pasien wanita dengan melibatkan pusat-diabetes makula edema. Di sisi kiri gambar, gambar inframerah menunjukkan lokasi yang tepat dari OCT-scan di sebelah kanan. OCT-scan visualisasi edema intraretinal dengan penebalan fovea. Oktober: Optical tomografi koherensi.
TERAPI MEDIS UMUM DAN INTERVENSI Kontrol glukosa darah dan tekanan darah Kontrol metabolik dan tekanan darah yang bagus adalah suatu keharusan dalam perawatan oftalmologi pada pasien dengan diabetes. Pada diabetes tipe 2, penurunan HbA1c dari 7.9% ke 7.0% menyebabkan penurunan frekuensi dari penatalaksanaan laser yang diperlukan. Pada pasien tipe 1, peningkatan control gula darah dengan penurunan angka HbA1c dari 9.1% ke 7.1% menurunkan resiko untuk terjadinya retinopati diabetic dalam 6.5 tahun sebanyak 76%, resiko perburukan retinopati diabetic sebanyak 54%, dan resiko untuk terjadinya retinopati diabetic proliferative sebanyak 47%. Oleh karena itu jumlah HbA1c sebanyak 7% harus dicapai dari sisi dokter mata, untuk tiap individu pasien regimen penatalaksaan mungkin dapat diperlukan. Perbaikan cepat dari control metabolic dapat menyebabkan perburukan retinopati diabetic yang sementara (“early worsening”)pada pasien dengan penyakit yang sudah lama dan mempunyai kadar HbA1c yang tinggi. Oleh karena itu, pemeriksaan retina harus dilakukan setiap 3 bulan sekali dalam tahun pertama setelah dimulainya tatalaksana anti-diabetik yang ditingkatkan. Bagaimanapun juga, dalam jangka panjang, efek positif dari control metabolik menjadi permasalahan yang lebih besar dari masalahmasalah awal. Begitu juga dengan penurunan kadar gula darah yang lambat, yang akan menjadi tantangan pada penatalaksanaannya, tidak mempunyai keuntungan dalam jangka Panjang dan tidak direkomendasikan dari sudut pandang dokter mata. Tabel 2. waktu pemeriksaan retina yang direkomendasikan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 Karakteristik pasien Waktu pemeriksaan retina diagnosis awal dari diabetes tipe 2 tidak ada retinopati diebetik adanya gejala seperti : Hilangnya pandangan Kesulitan membaca yang terjadi baru-baru ini Persepsi warna terganggu Titik gelap pada pandangan yang berpindah-pindah Ada retinopati diabetik
segera sekali dalam 1 tahun
Selama beberapa ke depan
tergantung derajat kepatahan retinopati diabetik, cth : tiap 3-6 bulan 11
Sebagai tambahan, optimalisasi tekanan darah membantu untuk menurunkan keperluan laser fotokoagulasi dan resiko kehilangan penglihatan. Sementara itu beberapa penelitian menganjurkan efek protektif dari ACE inhibitor, menurut hasil dari penelitian-penelitian yang tersedia sampai saat ini, penurunan tekanan darah itu sendiri tampaknya lebih penting daripada tipe medikasi penuruntekanan darah. Tekanan darah sekitar 140/80 harus dicapai.
Asam asetilsalisilat dan merokok Asam asetilsalisilat belum menunjukkan mempunyai efek positif pada retinopati diabetic atau edema macula diabetic, bahkan lebih berbahaya pada pasien dengan retinopati diabetic. Oleh karena itu asam asetilsalisilat harus dirokementadikan untuk alas an kardiovaskular pada pasien dengan retinopati diabetic nonproliferatif, hanya jika tidak ada kontraindikasi. Data untuk efek merokok pada retinopati diabetic bermacam-macam. Beberapa penelitian tidak menemukan adanya hubungan antara merokok dengan perubahan retina, sementara yang lain meneliti merokok pada alasis regresi multiple sebagai factor resiko untuk retinopati diabetic tingkat manapun. Bagaimanapun juga, hasil dari penelitain eksperimental baru-baru ini mengatakan bahwa nikotin mempercepat perubahan retina yang disebabkan oleh diabetes. Sebagai tambahan, karakteristik pasien seperti mortalitas selektif diantara perokok dan pasien dengan retinopati deiabetik proliferative pada dasarnya dapat memberikan penjelasan bahwa tidak ada hubungan, dilaporkan dalam beberapa penelitian. Penghentian merokok harus direkomendasikan dari sudut pandang dokter mata.
PILIHAN TERAPI OFTALMOLOGI Edema macula diabetik Sampai munculnya obat anti VEGF, laser fotokoagulasi grid dan fokal adalah penatalaksanaan standar untuk edema macula diabetic dengan gejala klinis yang signifikan (CSME) dan juga untuk edema macula diabetic difusa. Pada pasien dengan CSME fokal tanpa keterlibatan fovea, laser fotokoagulasi fokal dari mikroaneurisme dan area kebocoran local menurunkan resiko relatif dari penurunan penglihatan sedang sampai dengan 50% (dari 24% ke 12%) seperti yang didemonstrasikan oleh grup ETDRS (gambar 12). Jika ada kebocoran yang menetap sampai 2 hingga 3 bulan setelah laser fotokoagulasi fokal yang pertama, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penatalaksanaan laser ulang.
12
Gambar 12 Warna fundus foto dari berusia 53 tahun beberapa bulan pasien laki-laki setelah focal fotokoagulasi laser karena klinis makula edema diabetes signifikan. Sementara bekas luka laser dan beberapa yang tersisa dot-perdarahan yang terlihat, eksudat lipid dan edema retina telah menghilang.
13
Terlepas dari efek langsung melakukan koagulasi pada mikroaneurisma, laser fotokoagulasi fokal diperkirakan dapat meningkatkan oksigenasi retina dengan meningkatkan difusi oksigen dari pembuluh darah koroid dan untuk membangun kembali barrier darah-retina dengan stimulasi termal dari pigmen epitel retina dan sel endotel dari kapiler retina. Laser fotokoagulasi grid untuk edema macula diabetic difusa dengan keterlibatan fovea (“center-involving”) mempunyai prognosis fungsional yang terbatas. Oleh karena itu, laser fotokoagulasi grid terlah digantikan dengan terapi anti-VEGF intravitreal yang meempunyai hasil fungsional yang lebih bagus. VEGF berkaitan dengan gangguan pada barrier darah-retina yang menyebabkan kebocoran dan edema retina. Aplikasi medikamentosa anti-VEGF intravitreal memungkinkan konsentrasi local yang tinggi pada vitreous dan paparan sistemik yang rendah. Bagaimanapun juga, injeksi berulang dari obat anti-VEGF diperlukan pada pasien dengan edema macula diabetic center-involving. Jumlah rerata injeksi yang dibutuhkan sekitar 7 kali dalam tahunpertama pengobatan dan 4 kali pada tahun kedua seperti yang diindikasikan oleh penelitian baru-baru ini. Terapi anti-VEGF intravitreal umumnya aman berkaitan dengan efek samping obat, meskipun ada beberapa insiden tromboemboli sistemik pada beberapa percobaan. Aplikasi obat intravitreal memerlukan prosedur pembedahan, hal ini berkaitan dengan resiko infeksi postoperatif seperti edoftalmitis pada infeksi yang parah dari bagian dalam mata. Oleh karena alasana ini lah rekomendasi dari beberapa kumpulan dokter mata telah dipublikasikan yang berkaitan dengan prevensi edoftalmitis post-injeksi. Penelitian barubaru ini melaporkan tingkat yang sangat rendah dari edoftalmitis post-injeksi yaitu kurang dari 1 dari 8000 injeksi yang dilakukan di kamar operasi setelah dilakukannya desinfeksi konjungtiva dengan povidone-iodin, menggunakan sarung tangan steril dan menggunakan masker. Penelitian lain melaporkan kejadian yang lebih tinggi dari endoftalmitis karena infeksi setelah injeksi intravitreal, keduaya setelah dilakukan prosedur di lingkungan kantor / poli dan lingkungan kamar operaso. Efek dari profilaksis povidone-iodin pada beban bakteri konjungtiva dan kontaminasi jarum yang digunakan untuk profilaksis injeksi terlah ditampilkan dalam beberapa penelitian.
14
Gambar 13 Gambar Wide-bidang mata kanan seorang pasien laki-laki 48 tahun setelah fotokoagulasi laser yang pan-retina karena diabetes retinopati proliferatif. Bekas luka Laser perifer dapat dilihat pada gambar, sementara neovaskularisasi telah kemunduran.
Gambar 14 retinopati diabetik proliferatif dengan membran fibro-vaskular luas.
Terlepas dari pengobatan anti-VEGF, steroid intravitreal telah dievaluasi untuk pengobatan edema macula diabetic. Jika dibandingkan dengan pengobatan anti-VEGF, steroid mempunyai tambahan efek anti inflamasi dan alat sustained-release dapat memperpanjang interval antara pengobatan ulang. Di Eropa, implan non-absorbable mengandung 190 μ g fluocinolone acetonide telah disetujui sebagai pengobatan pilihan ke-dua untuk edema macula diabetic kronis yang tidak berespon kepada pilihan pengobatan lainnya. Implan deksametason yang dapat diabsorbsi untuk pengobatan edema makula diabetic diharapkan dapat disetujui dalam akhir tahun 2014. Sementara steroid intravitreal efektif dalam menurunkan edema macula diabetic, pasien juga perlu untuk diinformasikan menegani perburukan dari katarak dan peningkatan tekanan intraocular.
Retinopati diabetic proliferative Pada retinopati diabetic proliferative tahap awal, laser fotokoagulasi pan-retinaefektif dalam menurunkan resiko hilangnya penglihatan, sementara pembedahan perlu dilakukan pada retinopati diabetin tahap lanjut. Interval skrining yang dianjurkan pada pasien dengan diabetes
15
bertujuan untukdokter mata yang menangani untuk mendeteksi proliferasi sehingga dapat dilakukan pengobatan laser lebih awal. Laser fotokoagulasi pan-retina harus dilakukan ketika neovaskularisasi ditemukan pada saat funduskopi atau pada pemeriksan angiografi fluoresen untuk mencegah komplikasi dari retinopati diabetic seperti perdarahan intravitreal atau ablasio retina traksional. (Gambar 13). Laser fotokoagulasi pan retinabertujuan untuk menghilangkan bagian retina dengan perfusi yang buruk, sehingga mengurangi iskemia, kadar VEGF intravitreal, dan stimulus untuk prroliferasi. Kefektifan laser fotokoagulasi pan-retina dalam menurunkan resiko kehilanagn penglihatan telah ditampilkan sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Bagaimanapun juga, pasien perlu diinformasikan mengenai efek samping pengobatan laser pan-retina seperti penyempitan lapang pandang dan penurunan adaptasi gelap yang dikarenakan hilangnya fungsi sel batang. Efek samping tersebut juga dapat mempengaruhi kemampuan pasien mengendari kendaran bermotor. Vitrektomi pars-plasna dilakukan pada retinopati diabetic proliferative tahap lanjut, adanya traksi membrane yang parah, perdarahan vitreous, dan ablasio retina traksional (gambar 14). Sekitar 10 tahun yang lalu vitrektomi transkonjungtiva tanpa jahitan dengan 23 gauge mulai menggantikan teknik 20 gauge konvensional dan menawarkan keamanan dan efikasi yang lebih baik serta mengurangi durasi pembedahan dan rehabilitasi pasien yang lebih cepat.
Kombinasi edema macula diabetic kdan retinopati diabetic proliferative Pada pasien dengan edema makuka dan proliferasi, pengobatan edema macula harus dilakukan sebelum laser fotokoagulasi dengan tujuan untuk mecegah perburukan dari edema macula yang dikarenakan laser fotokoagulasi pan-retina perifer.
KESIMPULAN Pada pasien dengan diabetes, pemeriksan retina rutin adalah suatu keharusan. Laser fotokoagulasi efektif, jika dilakukan tepat waktu, retinopati diabetic tahap lanjut harus ditangani dengan pembedahan vitreo-retina dan mempunyai progonosis terbatas terhadap fungsi penglihatan. Meskipun pilihan pengobatan baru sepertu terapi medikamentosa intravintreal dan vitrektomi pars-plana tanpa jahitan telah berkembang, interdisiplin masih merupakan suatu hal yang sangat penting. Kontrol metabolik dan tekanan darah yang baik sangat diperlukan untuk menurunkan resiko komplikasi oftalmologi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Res Clin Pract 2010; 87: 4-14 [PMID: 19896746 DOI: 10.1016/j.diabres.2009.10.007] 2. World Health Organization. Diabetes Action Now: An Initiative of the World Health Organization and the International Diabetes Federation. Switzerland: World Health Organization, 2004 3. Stefánsson E, Bek T, Porta M, Larsen N, Kristinsson JK, Agardh E. Screening and prevention of diabetic blindness. Acta Ophthalmol Scand 2000; 78: 374-385 [PMID: 10990036 DOI: 10.1034/j.1600- 0420.2000.078004374.x] 4. Prokofyeva E, Zrenner E. Epidemiology of major eye diseases leading to blindness in Europe: a literature review. Ophthalmic Res 2012; 47: 171-188 [PMID: 22123077 DOI: 10.1159/000329603] 5. Hammes HP. Optimal treatment of diabetic retinopathy. Ther Adv Endocrinol Metab 2013; 4: 61-71 [PMID: 23626903 DOI: 10.1177 /2042018813477886] 6. Deutsche DG. Nationale VersorgungsLeitlinie Typ-2-Diabetes Prävention und Therapie von Netzhautkomplikationen. Berlin: Bundesärztekammer (BÄK), 2010: 142 7. Giani G, Janka HU, Hauner H, Standl E, Schiel R, Neu, A. Epidemiologie und Verlauf des Diabetes mellitus in Deutschland. Evidenzbasierte Leitlinie DDG-Aktualisierung 2004; 5: 1-12 8. Nentwich MM, Ulbig M. Diabetische Retinopathie. Der Diabetologe 2010; 6: 491-502 [DOI: 10.1007/s11428-010-0605-8] 9. Kramer CK, Retnakaran R. Concordance of retinopathy and nephropathy over time in Type 1 diabetes: an analysis of data from the Diabetes Control and Complications Trial. Diabet Med 2013; 30: 1333-1341 [PMID: 23909911 DOI: 10.1111/dme.12296] 10. Karlberg C, Falk C, Green A, Sjølie AK, Grauslund J. Pro- liferative retinopathy predicts nephropathy: a 25-year follow-up study of type 1 diabetic patients. Acta Diabetol 2012; 49: 263-268 [PMID: 21688016 DOI: 10.1007/s00592-011-0304-y] 11. Kramer CK, Rodrigues TC, Canani LH, Gross JL, Azevedo MJ. Diabetic retinopathy predicts all-cause mortality and cardiovascular events in both type 1 and 2 diabetes:
17
meta-analysis of observational studies. Diabetes Care 2011; 34: 1238-1244 [PMID: 21525504 DOI: 10.2337/dc11-0079] 12. Ahsan H. Diabetic retinopathy--biomolecules and multiple pathophysiology. Diabetes Metab Syndr 2015; 9: 51-54 [PMID: 25450817 DOI: 10.1016/j.dsx.2014.09.011] 13. Bhat M, Pouliot M, Couture R, Vaucher E. The kallikrein-kinin system in diabetic retinopathy. Prog Drug Res 2014; 69: 111-143 [PMID: 25130041 DOI: 10.1007/9783-319-06683-7_5] 14. Abcouwer SF, Gardner TW. Diabetic retinopathy: loss of neuroretinal adaptation to the diabetic metabolic environment. Ann N Y Acad Sci 2014; 1311: 174-190 [PMID: 24673341 DOI: 10.1111/ nyas.12412] 15. Verbraak FD. Neuroretinal degeneration in relation to vasculopathy in diabetes. Diabetes 2014; 63: 3590-3592 [PMID: 25342732 DOI: 10.2337/db14-0888] 16. Hammes HP, Bertram B, Bornfeld N, Danne T, Kroll P, Lemmen KD. Diagnostik, Therapie und Verlaufskontrolle der diabetischen Retinopathie und Makulopathie. Germany: Evidenzbasierte Leitlinie DDG Aktualisierung, 2004 17. Garweg JG, Wenzel A. [Diabetic maculopathy and retinopathy. Functional and sociomedical significance]. Ophthalmologe 2010; 107: 628-635 [PMID: 20533047 DOI: 10.1007/s00347-010- 2176-x] 18. Klaassen I, Van Noorden CJ, Schlingemann RO. Molecular basis of the inner bloodretinal barrier and its breakdown in diabetic macular edema and other pathological conditions. Prog Retin Eye Res 2013; 34: 19-48 [PMID: 23416119 DOI: 10.1016/j.preteyeres. 2013.02.001] 19. Nentwich MM, Ulbig M. Diabetes und Auge. Diabetologe 2014; 10: 69-82 [DOI: 10.1007/s11428-013-1180-6] 20. Novotny HR, Alvis DL. A method of photographing fluorescence 21. Kernt M, Hadi I, Pinter F, Seidensticker F, Hirneiss C, Haritoglou C, Kampik A, Ulbig MW, Neubauer AS. Assessment of diabetic retinopathy using nonmydriatic ultrawidefield scanning laser ophthalmoscopy (Optomap) compared with ETDRS 7-field stereo photography. Diabetes Care 2012; 35: 2459-2463 [PMID: 22912430 DOI: 10.2337/dc12-0346] 22. Silva PS, Cavallerano JD, Sun JK, Noble J, Aiello LM, Aiello LP. Nonmydriatic ultrawide field retinal imaging compared with dilated standard 7-field 35-mm photography and retinal specialist examination for evaluation of diabetic retinopathy.
18
Am
J
Ophthalmol
2012;
154:
549-559.e2
[PMID:
22626617
DOI:
10.1016/j.ajo.2012.03.019] 23. Liegl R, Liegl K, Ceklic L, Haritoglou C, Kampik A, Ulbig MW, Kernt M, Neubauer AS. Nonmydriatic ultra-wide-field scanning laser ophthalmoscopy (Optomap) versus two-field fundus photography in diabetic retinopathy. Ophthalmologica 2014; 231: 3136 [PMID: 24247157 DOI: 10.1159/000355092] 24. Wessel MM, Aaker GD, Parlitsis G, Cho M, D’Amico DJ, Kiss S. Ultra-wide-field angiography improves the detection and classification of diabetic retinopathy. Retina 2012; 32: 785-791 [PMID: 22080911 DOI: 10.1097/IAE.0b013e3182278b64] 25. Chin EK, Sedeek RW, Li Y, Beckett L, Redenbo E, Chandra K, Park SS. Reproducibility of macular thickness measurement among five OCT instruments: effects of image resolution, image registration, and eye tracking. Ophthalmic Surg Lasers Imaging 2012; 43: 97-108 [PMID: 22201525 DOI: 10.3928/15428877-2011 1222-02] 26. Nentwich MM, Lemmen K-D, Ulbig MW. Stadieneinteilung und Therapie der diabetischen Retinopathie und Makulopathie. Z prakt Augenheilk 2010; 31: 491-499 27. Pescosolido N, Campagna O, Barbato A. Diabetic retinopathy and pregnancy. Int Ophthalmol 2014; 34: 989-997 [PMID: 24482250 DOI: 10.1007/s10792-014-9906-z] 28. Nentwich MM, Ulbig M. Diabetische Retinopathie. CME Springer 2010; 7: 47-56 29. Kleinwechter H, Schäfer-Graf U, Bührer C, Hösli I, Kainer F, Kautzky-Willer A, Pawlowski B, Schunck K, Somville T, Sorger M. Diabetes und Schwangerschaft. Diabetologie und Stoffwechsel 2012; 7: S185-S191 [DOI: 10.1055/s-0032-1325334] 30. Deutsche DG. Nationale VersorgungsLeitlinie Typ-2-Diabetes – Prävention und Therapie von Netzhautkomplikationen (Klinisch relevante Auszüge aus der Leitlinie). Dtsch Arztebl International 2007; 104: 211-214 31. Aspelund T, Thornórisdóttir O, Olafsdottir E, Gudmundsdottir A, Einarsdóttir AB, Mehlsen J, Einarsson S, Pálsson O, Einarsson G, Bek T, Stefánsson E. Individual risk assessment and information technology to optimise screening frequency for diabetic retinopathy.
Diabetologia
2011;
54:
2525-2532
[PMID:
21792613
DOI:
10.1007/s00125-011-2257-7] 32. Echouffo-Tcheugui JB, Ali MK, Roglic G, Hayward RA, Narayan KM. Screening intervals for diabetic retinopathy and incidence of visual loss: a systematic review. Diabet Med 2013; 30: 1272-1292 [PMID: 23819487 DOI: 10.1111/dme.12274]
19
33. Looker HC, Nyangoma SO, Cromie DT, Olson JA, Leese GP, Philip S, Black MW, Doig J, Lee N, Briggs A, Hothersall EJ, Morris AD, Lindsay RS, McKnight JA, Pearson DW, Sattar NA, Wild SH, McKeigue P, Colhoun HM. Predicted impact of extending the screening interval for diabetic retinopathy: the Scottish Diabetic Retinopathy Screening programme. Diabetologia 2013; 56: 1716-1725 [PMID: 23689796 DOI: 10.1007/s00125-013 -2928-7] 34. Olafsdóttir E, Stefánsson E. Biennial eye screening in patients with diabetes without retinopathy: 10-year experience. Br J Ophthalmol 2007; 91: 1599-1601 [PMID: 17627978 DOI: 10.1136/bjo.2007.123810] 35. Stratton IM, Aldington SJ. Risk stratification for diabetic eye screening. Diabetologia 2014; 57: 259 [PMID: 24057137 DOI: 10.1007/s00125-013-3060-4] 36. Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Lancet 1998; 352: 837853 [PMID: 9742976 DOI: 10.1016/S0140-6736(98)07019-6] 37. The effect of intensive treatment of diabetes on the development and progression of long-term complications in insulin-dependent diabetes mellitus. The Diabetes Control and Complications Trial Research Group. N Engl J Med 1993; 329: 977-986 [PMID: 8366922 DOI: 10.1056/NEJM199309303291401] 38. Rodriguez-Fontal M, Kerrison JB, Alfaro DV, Jablon EP. Metabolic control and diabetic retinopathy. Curr Diabetes Rev 2009; 5: 3-7 [PMID: 19199891 DOI: 10.2174/157339909787314176] 39. The relationship of glycemic exposure (HbA1c) to the risk of development and progression of retinopathy in the diabetes control and complications trial. Diabetes 1995; 44: 968-983 [PMID: 7622004 DOI: 10.2337/diab.44.8.968] 40. Efficacy of atenolol and captopril in reducing risk of macrovascular and microvascular complications in type 2 diabetes: UKPDS 39. UK Prospective Diabetes Study Group. BMJ 1998; 317: 713-720 [PMID: 9732338 DOI: 10.1136/bmj.317.7160.713] 41. Chaturvedi N, Porta M, Klein R, Orchard T, Fuller J, Parving HH, Bilous R, Sjølie AK. Effect of candesartan on prevention (DIRECT-Prevent 1) and progression (DIRECT-Protect 1) of retinopathy in type 1 diabetes: randomised, placebo-controlled trials. Lancet 2008; 372: 1394-1402 [PMID: 18823656 DOI: 10.1016/S01406736(08)61412-9]
20
42. Chaturvedi N, Sjolie AK, Stephenson JM, Abrahamian H, Keipes M, Castellarin A, Rogulja-Pepeonik Z, Fuller JH. Effect of lisinopril on progression of retinopathy in normotensive people with type 1 diabetes. The EUCLID Study Group. EURODIAB Controlled Trial of Lisinopril in Insulin-Dependent Diabetes Mellitus. Lancet 1998; 351: 28-31 [PMID: 9433426 DOI: 10.1016/ S0140-6736(97)06209-0] 43. Sjølie AK, Klein R, Porta M, Orchard T, Fuller J, Parving HH, Bilous R, Chaturvedi N. Effect of candesartan on progression and regression of retinopathy in type 2 diabetes (DIRECT-Protect 2): a randomised placebo-controlled trial. Lancet 2008; 372: 13851393 [PMID: 18823658 DOI: 10.1016/S0140-6736(08)61411-7] 44. Effects of aspirin treatment on diabetic retinopathy. ETDRS report number 8. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group. Ophthalmology 1991; 98: 757765 [PMID: 2062511 DOI: 10.1016/s0161-6420(13)38010-5] 45. Nittala MG, Keane PA, Zhang K, Sadda SR. Risk factors for proliferative diabetic retinopathy in a Latino American population. Retina 2014; 34: 1594-1599 [PMID: 24662751 DOI: 10.1097/ IAE.0000000000000117] 46. Yang JY, Kim NK, Lee YJ, Noh JH, Kim DJ, Ko KS, Rhee BD, Kim DJ. Prevalence and factors associated with diabetic retinopathy in a Korean adult population: the 20082009 Korea National Health and Nutrition Examination Survey. Diabetes Res Clin Pract 2013; 102: 218-224 [PMID: 24268633 DOI: 10.1016/ j.diabres.2013.10.016] 47. Gaedt Thorlund M, Borg Madsen M, Green A, Sjølie AK, Grauslund J. Is smoking a risk factor for proliferative diabetic retinopathy in type 1 diabetes? Ophthalmologica 2013; 230: 50-54 [PMID: 23751972 DOI: 10.1159/000350813] 48. Boretsky A, Gupta P, Tirgan N, Liu R, Godley BF, Zhang W, Tilton RG, Motamedi M. Nicotine accelerates diabetes-induced retinal changes. Curr Eye Res 2015; 40: 368377 [PMID: 24911405 DOI: 10.3109/02713683.2014.924147] 49. Early photocoagulation for diabetic retinopathy. ETDRS report number 9. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group. Ophthalmology 1991; 98: 766785 [PMID: 2062512 DOI: 10.1016/jsurvophthal.2008.10.001] 50. Bhagat N, Grigorian RA, Tutela A, Zarbin MA. Diabetic macular edema: pathogenesis and treatment. Surv Ophthalmol 2009; 54: 1-32 [PMID: 19171208 DOI: 10.1016/j.survophthal.2008.10.001] 51. Nentwich MM, Ulbig MW. Diabetisches Makulaödem: Alternative Indikation der Anti-VEGF-Therapie. Z prakt Augenheilk
21
52. Qaum T, Xu Q, Joussen AM, Clemens MW, Qin W, Miyamoto K, Hassessian H, Wiegand SJ, Rudge J, Yancopoulos GD, Adamis AP. VEGF-initiated blood-retinal barrier breakdown in early diabetes. Invest Ophthalmol Vis Sci 2001; 42: 2408-2413 [PMID: 11527957] 53. Mitchell P, Bandello F, Schmidt-Erfurth U, Lang GE, Massin P, Schlingemann RO, Sutter F, Simader C, Burian G, Gerstner O, Weichselberger A; RESTORE study group. The RESTORE study: ranibizumab monotherapy or combined with laser versus laser monotherapy for diabetic macular edema. Ophthalmology 2011; 118: 615-625 [DOI: 10.1016/j.ophtha.2011.01.031] 54. Stefanini FR, Badaró E, Falabella P, Koss M, Farah ME, Maia M. Anti-VEGF for the management of diabetic macular edema. J Immunol Res 2014; 2014: 632307 [PMID: 24741610 DOI: 10.1155/2014/632307] 55. Stewart MW. Anti-VEGF therapy for diabetic macular edema. Curr Diab Rep 2014; 14: 510 [PMID: 24919750 DOI: 10.1007/ s11892-014-0510-4] 56. Nentwich MM, Yactayo-Miranda Y, Schwarzbach F, Wolf A, Kampik A, Mino de Kaspar H. Endophthalmitis after intravitreal injection: decreasing incidence and clinical outcome-8-year results from a tertiary ophthalmic referral center. Retina 2014; 34: 943-950 [PMID: 24136408 DOI: 10.1097/IAE.0000000000000011] 57. Brynskov T, Kemp H, Sørensen TL. No cases of endophthalmitis after 20,293 intravitreal injections in an operating room setting. Retina 2014; 34: 951-957 [PMID: 24317292 DOI: 10.1097/ IAE.0000000000000071] 58. Tabandeh H, Boscia F, Sborgia A, Ciracì L, Dayani P, Mariotti C, Furino C, Flynn HW. Endophthalmitis associated with intravitreal injections: office-based setting and operating room setting. Retina 2014; 34: 18-23 [PMID: 24362413 DOI: 10.1097/ IAE.0000000000000008] 59. Nentwich MM, Rajab M, Ta CN, He L, Grueterich M, Haritoglou C, Gandorfer A, Kampik A, Mino De Kaspar H. Application of 10% povidone iodine reduces conjunctival bacterial contamination rate in patients undergoing cataract surgery. Eur J Ophthalmol 2012; 22: 541-546 [PMID: 22180155 DOI: 10.5301/ejo.5000093] 60. Gines JC, Nentwich MM, Peggy Bedoya AH, Cibils P, Esteche A, Laspina F, Samudio M, Fariña N, de Kaspar HM. [Bacterial contamination of needles after intravitreal injection in Paraguay]. Ophthalmologe 2012; 109: 782-787 [PMID: 22733287 DOI: 10.1007/s00347-012-2591-2] 22
61. Nentwich M, Yactayo-Miranda Y, Weimann S, Froehlich S, Wolf A, Kampik A, Mino De Kaspar H. Bacterial contamination of needle points after intravitreal injection. Eur J Ophthalmol 2009; 19: 268-272 [PMID: 19253245] 62. Li B, Nentwich MM, Hoffmann LE, Haritoglou C, Kook D, Kampik A, Sheng M, Miño de Kaspar H. Comparison of the efficacy of povidone-iodine 1.0%, 5.0%, and 10.0% irrigation combined with topical levofloxacin 0.3% as preoperative prophylaxis in cataract surgery. J Cataract Refract Surg 2013; 39: 994-1001 [PMID: 23680628 DOI: 10.1016/j.jcrs.2013.02.039] 63. Nentwich MM, Ulbig MW. The therapeutic potential of intraocular depot steroid systems: developments aimed at prolonging duration of efficacy. Dtsch Arztebl Int 2012; 109: 584-590 [PMID: 23093988 DOI: 10.3238/arztebl.2012.0584] 64. Boyer DS, Yoon YH, Belfort R, Bandello F, Maturi RK, Augustin AJ, Li XY, Cui H, Hashad Y, Whitcup SM. Three-year, randomized, sham-controlled trial of dexamethasone intravitreal implant in patients with diabetic macular edema. Ophthalmology
2014;
121:
1904-1914
[PMID:
24907062
DOI:
10.1016/j.ophtha.2014.04.024] 65. Dutra Medeiros M, Postorino M, Navarro R, Garcia-Arumí J, Mateo C, Corcóstegui B. Dexamethasone intravitreal implant for treatment of patients with persistent diabetic macular edema. Ophthalmologica 2014; 231: 141-146 [PMID: 24356099 DOI: 10.1159/000356413] 66. Ciulla TA, Harris A, McIntyre N, Jonescu-Cuypers C. Treatment of diabetic macular edema with sustained-release glucocorticoids: intravitreal triamcinolone acetonide, dexamethasone implant, and fluocinolone acetonide implant. Expert Opin Pharmacother
2014;
15:
953-959
[PMID:
24661081
DOI:
10.1517/14656566.2014.896899] 67. Campochiaro PA, Brown DM, Pearson A, Chen S, Boyer D, Ruiz-Moreno J, Garretson B, Gupta A, Hariprasad SM, Bailey C, Reichel E, Soubrane G, Kapik B, Billman K, Kane FE, Green K. Sustained delivery fluocinolone acetonide vitreous inserts provide benefit for at least 3 years in patients with diabetic macular edema. Ophthalmology
2012;
119:
2125-2132
[PMID:
22727177
DOI:
10.1016/j.ophtha.2012.04.030] 68. Photocoagulation treatment of proliferative diabetic retinopathy. Clinical application of Diabetic Retinopathy Study (DRS) findings, DRS Report Number 8. The Diabetic
23
Retinopathy Study Research Group. Ophthalmology 1981; 88: 583-600 [PMID: 7196564 DOI: 10.1016/s0161-6420(81)34978-1] 69. Park DH, Shin JP, Kim SY. Comparison of clinical outcomes between 23-gauge and 20-gauge vitrectomy in patients with proliferative diabetic retinopathy. Retina 2010; 30: 1662-1670 [PMID: 20661174 DOI: 10.1097/IAE.0b013e3181d95261]
24