LEAFLET CONSERVATION NEWS FOR NEF STUDENT IN INDONESIA edisi JUNI 2009
IHWAL LAUT KITA Perubahan iklim dan pemanasan global merupakan keniscayaan dalam kehidupan umat manusia abad ke-21. Berbagai pertanda dan dampaknya semakin menonjol dari hari ke hari dan terbukti melalui hasil penelitian para ilmuwan. Untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan warga dunia, tak ada pilihan lain kecuali seluruh bangsa bahu-membahu melakukan upaya kerja sama penyelamatan planet bumi. Selama 17 tahun telah berlalu sejak pemerintah kita beserta para pemimpin dunia lain berkumpul di Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro. Di sana, para kepala negara dan pemerintahan menandatangani sebuah kesepakatan guna mengatasi permasalahan makin berkurangnya keanekaragaman
hayati,
meluasnya
dampak
perubahan
iklim,
dan
menghilangnya luasan hutan sebagai paru-paru dunia. Bahkan, di dalam KTT Bumi dan di tahun-tahun setelahnya, kita cenderung melalaikan sebuah kawasan di mana kehidupan bermula, sebuah kawasan yang melingkupi sepertiga planet kita
lautan. Kita juga melalaikan kawasan di mana setengah
dari penduduk dunia bermukim
pesisir.
Namun, mengingat besaran, luasan, dan kerumitan masalah yang dihadapi di sektor kelautan, negara kita tidak bisa bekerja sendirian. Dimulai dengan perjuangan
Deklarasi
Djuanda
tahun
1957,
sebuah
upaya
untuk
memperjuangkan batas wilayah laut sehingga wilayah Indonesia merupakan suatu kesatuan yang utuh dilihat dari berbagai aspek, yaitu politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan.
Historis Secara historis, batas wilayah laut Indonesia telah dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda, yaitu dalam Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939, yang menyatakan bahwa lebar wilayah laut Indonesia adalah tiga mil diukur dari garis rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Jika batas teritorial bisa dengan jelas dan tegas ditetapkan dalam peta, kini kita menghadapi masalah pengaruh iklim yang notabene tidak mengenal batasbatas teritorial. Jika di darat manusia memiliki paspor untuk melintasi batas antarnegara, ikan dan mamalia laut serta angin dan arus laut di samudra luas bebas bergerak semau mereka. Jika es mencair di kutub utara, pulau-pulau di belahan dunia lain akan terancam tenggelam. Artinya, kita tidak bisa bekerja sendirian atau hanya dengan negara-negara tetangga, tetapi harus bersama dan seluruh dunia menjaga kelestarian bumi, laut, dan udara. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia harus mengambil peran dan melanjutkan kepeloporan dalam hal pengelolaan laut. Di sinilah arti penting Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference) dan KTT Prakarsa Terumbu Karang (Coral Triangle Initiative/CTI Summit) 11-15 Mei. Langkah Pemerintah Indonesia dan para pemimpin negara lain beserta mitranya kemarin dalam menyepakati Deklarasi Pemimpin dan Rencana Aksi Regional CTI perlu kita dukung. Kawasan Sejak tahun 2004 Indonesia telah menetapkan 14 kawasan konservasi laut dengan luasan dua juta hektar. Indonesia menegaskan akan berusaha mencapai target kawasan konservasi laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan 20 juta hektar pada tahun 2020. Usaha-usaha yang dilakukan Indonesia di bidang regional adalah melindungi terumbu karang di Indonesia dan di negara-negara terkait, khususnya Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Niugini, dan Kepulauan Solomon. Mereka ya mencakup dua persen dari permukaan laut dunia,
ia mengandung 76 persen semua jenis terumbu karang yang ada di bumi berikut sumber daya alam lain, termasuk perikanan. Daerah tersebut didiami oleh sekitar 120 juta manusia yang hidupnya bergantung pada laut untuk pemenuhan makanan dan pendapatan. Nilai perikanan, pariwisata, dan perlindungan pantai, termasuk bakau dan habitatnya, diperkirakan sekitar 2,3 miliar dollar AS setahun. Tindakan nyata kita hari ini akan membantu menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi umat manusia, sebuah masa di mana berbagai sumber daya laut dan pesisir kita yang kaya akan terus menjamin ketersediaan pangan, penghasilan, mata pencaharian, dan keanekaragaman hayati bagi jutaan warga, khususnya penduduk yang tinggal di pesisir pantai kawasan laut Indonesia dan sekitarnya. Perlu dipahami, setiap yang hidup di bumi ini, baik manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan, memerlukan kelestarian makanan, air, dan udara untuk kelangsungan hidupnya. Mudah-mudahan bangsa Indonesia mengerti dan menghayati arti penting laut bagi kesejahteraan umat manusia sebagaimana pentingnya darat dan udara bagi kelanjutan kehidupan sekarang dan di masa mendatang
Prof Dr Hasjim Djalal (Pakar Kelautan dan Penasehat Senior Program Kelautan)
Secretariat NEF Ssholarship Program Indonesia LEMBAR INDONESIA Pondok Uringin Permai Delta Zamrud, 20 Telp/Fax : +62218462893 Email :
[email protected]