Judulrevisi (24012018) (autosaved).pdf

  • Uploaded by: Nurul Elnica
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Judulrevisi (24012018) (autosaved).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 6,618
  • Pages: 30
1

A. Judul “PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES BERBASIS LITERASI SAINS PADA MATERI POKOK ENERGI” B. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan pada ayat 3 mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang. Dalam upaya melaksanakan amanat undang-undang tersebut diperlukan proses pembelajaran yang tepat. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar ( Republik Indonesia, 2002). Proses pembelajaran yang dilaksanakan harus mengikuti fungsi dari pendidikan nasional yaitu, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga dapat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ( Permendikbud, 2016 ). Salah satu pembelajaran yang diterima oleh siswa adalah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ). Berdasarkan paparan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (2014), materi yang disajikan pada IPA menuntut siswa berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar Internasional. Pernyataan tersebut saat ini seharusnya mengarah pada proses kegiatan belajar untuk menghadapi era globalisasi,

masalah

lingkungan

hidup,

kemajuan

teknologi

informasi,

konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, serta pengaruh dan imbas teknologi berbasis sains. Semua pendapat yang telah diungkapkan mengacu kepada dibutuhkannya suatu kemampuan literasi sains sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran dan pendidikan sains yang telah didapatkan siswa, keterampilan literasi sains dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang untuk

2

membedakan fakta-fakta sains dari bermacam-macam informasi, mengenal dan menganalisis menggunakan metode penyelidikan saintifik serta kemampuan untuk mengorganisasi, menganalisis, menginterpretasikan data kuantitatif dan informasi sains ( Gormally, C., Brickman, P & Lutz, M, 2012 ). Sejalan dengan hal tersebut, pentingnya kemampuan literasi sains telah disadari oleh pemerintah Indonesia dibuktikan dengan diterapkannya kurikulum 2013 revisi. Kurikulum 2013 revisi terdiri dari Kompetensi Inti yang teridiri dari 3 aspek, yaitu aspek sikap terdapat pada KI 1 dan 2, aspek pengetahuan pada KI 3 dan aspek keterampilan pada KI 4. Melihat komponen-komponen yang ada dalam model literasi sains Graber (2009), kompetensi inti dalam kurikulum 2013 revisi telah mengarah pada tercapainya literasi sains. Apabila kompetensi inti dipetakan berdasarkan model literasi sains Graber, maka KI 1 dan KI 2 masuk dalam komponen “whart people value”, KI 3 masuk dalam komponen “what people know”, dan KI 4 masuk dalam komponen “what people do”. Maka dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013 revisi yang telah diterapkan di Indonesia saat ini termasuk dalam kategori model literasi sains menurut Graber. Keseriusan pemerintah dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi sains siswa tidak hanya sebatas diterapkannya kurikulum 2013 revisi. Pemerintah juga turut menerapkan program gerakan literasi nasional. Dimana berdasarkan pedoman gerakan literasi nasional, terdapat enam literasi dasar yaitu literasi bahasa dan sastra, literasi numerasi atau literasi matematik, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewarganegaraan (Kemendikbud, 2017). Keberhasilan siswa dalam mempelajari literasi sains dapat dilihat dari baik atau tidaknya nilai yang didapat siswa pada tes yang diberikan guru dan peringkat indonesia pada PISA. Hasil penilaian tersebut nantinya dapat dijadikan bahan evaluasi untuk pembelajaran selanjutnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan Permendikbud Nomor 23 tahun 2016 yang mengungkapkan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengelolaan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik dengan tujuan memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik dengan cara berkesinambungan.

3

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa diterapkannya penilaian selama ini dalam dunia pendidikan memiliki tujuan dan manfaat bagi kemajuan pendidikan ke depannya, karena dengan diterapkannya penilaian masalah yang terjadi pada kegiatan pembelajaran dapat diketahui dan diperbaiki pada pembelajaran selanjutnya sehingga berujung pada suatu kesimpulan bahwa penilaian perlu diterapkan dalam setiap aspek pendidikan. Dalam penerapannya penilaian membutuhkan instrumen untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa, salah satunya berupa tes. Tes merupakan alat untuk mendapatkan informasi karakteristik suatu objek. Objek di sini dapat berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi ( Eko, 2011). Namun, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh D A K Putri, T R Ramalis , dan Purwanto (2018), menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains belum diukur dengan tes yang tepat. Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya sebatas

pada

penilaian

yang

ditentukan

pemerintah

dalam

kurikulum

pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Mengenai keterampilan literasi sains guru tetap menerapkannya namun dalam pengukurannya dimasukan ke dalam penilaian afektif. Berdasarkan kepada hasil studi pendahuluan tersebut dapat dikatakan bahwa ada ketidak sesuaian antara apa yang diharapkan dengan keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, peneliti menganggap bahwa keterampilan literasi sains dan tes yang mengukurnya adalah objek yang perlu diteliti. Sehingga dibutuhkannya tes yang tidak hanya tepat untuk mengukur keterampilan literasi sains tapi juga memiliki kualitas yang baik dan untuk menunjang dalam hal memvariasikan instrumen tes tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “pengembangan instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi”.

C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pengembangan instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi. Indikator literasi sains yang digunakan berdasarkan PISA 2015 yang terdiri dari tiga aspek yaitu aspek konteks, aspek pengetahuan, dan aspek kompentensi sains.

4

D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mengembangkan instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi? 2. Bagaimanakah validitas dan reabilitas instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi? E. Tujuan 1. Mengembangkan instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi berdasarkan indikator PISA 2015. 2. Menghasilkan instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi pada aspek konteks, aspek pengetahuan, dan aspek kompetensi sains. F. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi Siswa Membuat siswa menjadi terbiasa untuk mengerjakan soal-soal litersi sains. 2. Bagi Guru Penelitian ini diharapkan mampu memberi ide baru kepada guru untuk membuat variasi terhadap instrumen tes. 3. Bagi Peneliti Membarikan

pengetahuan

dan

pengalaman

yang

berharga

dalam

mengembangkan instrumen tes berbasis literasi sais pada materi pokok energi. G. Defenisi Operasional Batasan istilah-istilah dalam penelitian ini yaitu : 1. Instrumen Instrumen adalah perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non tes. Instrumen bentuk tes mencangkup tes

5

uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance test), dan portofolio. Instrumen bentuk non tes mencakup wawancara, angket dan pengamatan (observasi). Instrumen tes adalah suatu sarana untuk menentukan kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu atau menunjukkan penguasaan keterampilan atau pengetahuan tentang suatu materi tertentu (Zainal, 2012). Pada penelitian ini digunakan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. 2. Literasi Sains Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta meningkatkan kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains (Kemendikbud, 2017). Pada penelitian ini meneliti literasi sains pada materi pokok energi yang menggunakan indikator PISA 2015.

3. Energi Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha (kerja) atau melakukan suatu perubahan. H. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada muatan kurikulum 2013 adalah mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan keseluruhan dari tingkat kemampuan siswa pada proses pembelajaran, hal ini dikarenakan IPA merupakan bagian dari mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan pencapaian kepada tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sehingga dengan adanya proses pengembangan kepada tiga aspek tersebut IPA memiliki peranan sangat penting terutama mengembangankan kemampuan, sikap dan keterampilan ilmiah siswa. Kajian tersebut sesuai dengan peraturan dari kemendikbud Nomor 57 Tahun 2014 Pasal 5 ayat 2, mengenai konsep dasar IPA yaitu: mata pelajaran umum

6

kelompok A sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan program kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tim Penyusun Kurikulum 2013 menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dengan cakupan yang tidak hanya berada pada penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sains berkaitan dengan upaya memahami berbagai fenomena alam secara sistematis. Pada hakikatnya, pembelajaran IPA melingkupi empat unsur utama. Keempat unsur ini diharapkan dapat muncul dalam proses pembelajaran IPA, sehingga proses pembelajaran

yang dialami oleh peserta didik dapat

menghantarkannya pada proses pembelajaran yang utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Keempat unsur tersebut meliputi: sikap ilmiah, proses ilmiah, produk ilmiah, dan aplikasi (BNSP, 2006) Secara umum,IPA (Sains) merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu alam yang saling melengkapi mulai dari ilmu fisika. Kimia, biologi, ilmu bumi, hingga ilmu astronomi. Penerapan ini sebagai langkah untuk menemukan jawaban yang lebih komprehensif mengenai fenomena alam yang kajiannya tidak hanya melalui satu disiplin ilmu alam saja teapi memahami hubungan masing-masing disiplin ilmu alam hingga membentuk satu kesatuan pengetahuan yang utuh (Trefil & Hazen, 2010). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai konsep dasar mata pelajaran IPA yaitu mata pelajaran yang dikembangkan dengan memperhatikan ketercapaian terhadap aspek pengetahuan, sikap an keterampilan melalui proses pengamatan an berpikir secara logis serta sistematis untuk memahami segala bentuk kejadian yang berada di alam semesta beserta isinya. I. Instrumen Tes Instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau

7

mengumpulkan data mengenai suatu variable. Dalam bidang pendidikan instrument digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu. Pada dasarnya instrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan non tes. Pada penelitian ini menggunakan instrumen tes dalam bentuk pilihan ganda.. Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik. Penggunaan berbagai teknik dan alat tes disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik, dan banyaknya/jumlah materi pembelajaran yang sudah disampaikan. Jenis tes dilihat dari jawaban peserta didik, maka tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tertulis. Tes tertulis ada yang bersifat formal dan ada pula yang bersifat nonformal. Tes yang bersifat formal meliputi jumlah testi yang cukup besar yang diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat oleh pemerintah. Tes formal mempunyai tujuan yang lebih luas dan didasarkan atas standar tertentu yang berlaku umum. Sedangkan tes nonformal berlaku untuk tujuan tertentu dan lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh pihak pelaksana dalam situasi setengah resmi tanpa melalui institusi resmi. Tes tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective). (Zainal, 2012) Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada perilaku atau kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu dengan yang lain. (Depdiknas,2008)

8

1. Tes Pilihan ganda ( Multiple Choice Test ) Multiple Choice Test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes ini terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkina jawaban atau alternatif (option). Kemungkinan dari jawaban terdiri atas satu jawsaban benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor) (Arikunto, 2012) Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang‐pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka dalam penulisannya perlu mengikuti langkah‐langkah berikut: a. Menuliskan pokok soalnya b. Menuliskan kunci jawabannya c. Menuliskan pengecohnya.

2. Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah sebagai berikut : a) Materi Soal harus sesuai dengan indikator (artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi), pengecoh harus berfungsi, dan setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar (artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban). b) Konstruksi 1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan 2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan

9

yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja. 3) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar. 4) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri. 5) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi. 6) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen. 7) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban. 8) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.

10

9) Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi. 10) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang. 11) Butir

soal

jangan

bergantung

pada

jawaban

soal

sebelumnya.

Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya. c) Bahasa/budaya Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi: a) pemakaian kalimat: (1) unsur subjek, (2) unsur predikat, (3) anak kalimat; b) pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan; (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti peserta didik. Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal. (Depdiknas, 2008). J. Validitas dan Reabilitas 1. Validitas Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji validitas dan reabilitas. Dalam penelitian Kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel, dan obyektif. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2015). a. Macam-macam Validitas Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Secara garis besar, ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.

11

1). Validitas logis Istilah validitas logis mengandung kata logis yang berasal dari kata logika, yang berarti penalaran. Dengan demikian, makna validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi validtersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada.

Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya, tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai disusun. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu: validitas isi dan validitas konstrak (construct validity). Validitas isi bagi sebauah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi. Sedangkan validitas konstrak sebuah instrumen yang disusun berdasarkan aspek-aspek kejiwaan yang seharusnya dievaluasi.

2). Validitas Empiris Istilah validitas empiris memuat kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Sebagai contoh sehari-hari, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Dari penjelasan dan contoh tersebut diketahui bahwa validitas empiris tidak diperoleh hanya dengan menyusun instrumen dengan berdasarkan ketentuan, seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji bahwa instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran. Berdasarkan penguraian di atas, secara keseluruhan kita mengenal adanya empat validitas yaitu: validitas isi, validitas konstruk, validitas ada sekarang dan validitas prediksi.

12

1). Validitas isi (content validity) Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler. 2). Validitas konstruksi (construct validity) Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus.

3). Validitas ada sekarang Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan seuatu yang dibandingkan.

4). Validitas prediksi Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti pelajaran (Arikunto, 2012)

2. Reabilitas Reliabilitas lebih mudah dimengerti, dengan memperhatikan tiga aspek dari suatu alat ukur, yaitu: (1) kemantapan, (2) ketetapan, dan (3) homogenitas. Suatu instrumen dikatakan mantap apabila dalam mengukur suatu berulangkali, dengan syarat bahwa kondisi pengukuran tidak berubah, instrumen tersebut memberikan hasil yang sama. Instrumen yang tepat adalah instrumen dimana pernyataannya jelas, mudah dimengerti dan rinci. Pertanyaan yang tepat, menjamin juga interpretasi tetap sama dari responden yang lain, dan dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Homogenitas, menunjuk kepada instrumen yang mempunyai kaitan erat satu sama lain dalam unsur-unsur dasarnya.

13

K. Literasi Sains Banyak defenisi yang telah dikemukakan mengenai literasi sains. Istilah literasi sains digunakan untuk memasukkan berbagai variasi komponen sebagai berikut : 1. Pengetahuan tentang isi substantif sains dan kemampuan untuk membedakan non-sains. 2. Memahami sains dan aplikasinya. 3. Pengetahuan tentang apa yang dianggap sebagai ilmu. 4. Kemandirian dalam belajar sains. 5. Kemampuan berpikir secara ilmiah 6. Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains dalam pemecahan masalah. 7. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk partisipasi cerdas dalam isu-isu berbasis sains. 8. Memahami sifat sains termasuk hubungannya dengan budaya. 9. Penghargaan dan kenyamanan dengan sains, termasuk keajaiban dan keingintahuannya. 10. Pengetahuan tentang resiko dan manfaat sains. 11. Kemampuan untuk berpikir kritis tentang sains dan berurusan dengan keahlian sains. (Jack Holbrook dan Miia Rannikmae, 2009) Literasi sains berdasarkan PISA 2015 yaitu, kemampuan untuk terlibat dengan masalah terkait sains dan dengan ide-ide sains dapat menjadi warga negara yang reflektif. PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang dirancang untuk siswa usia 15 tahun . Seorang yang terpelajar secara ilmiah bersedia terlibat dalam wacana bernalar tentang sains dan teknologi. Ini membutuhkan kompetensi untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah, untuk mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan untuk menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah. Terdapat beberapa berdasarkan PISA 2015, yaitu sebagai berikut : 1. Aspek Konteks

aspek dalam literasi sains

14

Aspek konteks membahas masalah pribadi, lokal / nasional dan global, baik saat ini maupun historis, yang menuntut pemahaman tentang sains dan teknologi. Isu-isu dunia nyata yang digunakan sebagai rangsangan dan item untuk penilaian literasi sains pada tahun 2015 juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konteks di mana mereka ditetapkan. Tiga kategori konteks mengidentifikasi bidang kehidupan yang luas di mana masalah tes mungkin muncul: personal, yang merupakan konteks yang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa dan keluarga; Lokal / nasional", yang merupakan konteks yang terkait dengan komunitas tempat tinggal siswa; dan global, yang konteksnya didefinisikan oleh kehidupan di seluruh dunia. Sebuah item yang berkaitan dengan masalah bahan bakar fosil, misalnya, dapat diklasifikasikan sebagai pribadi jika mengeksplorasi perilaku hemat energi, sebagai lokal / nasional jika mengatasi dampak lingkungan pada kualitas udara, dan sebagai global, jika meneliti hubungan antara fosil dengan konsumsi bahan bakar dan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Penilaian ilmu PISA 2015 bukanlah penilaian konteks spesifik; Sebaliknya, konteks digunakan untuk memperoleh tugas-tugas spesifik yang berhubungan dengan sains. Oleh karena itu, berbagai konteks personal, lokal / nasional dan global dimasukkan dalam penilaian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Kesehatan Penyakit

Sumber Alam

Tabel 1 Cangkupan Aspek Konteks Personal Local/Nasional Global & Pemeliharaan Kontrol Epidemi, kesehatan, penyakit, penyebaran kecelakaan, penularan sosial, penyakit menular nutrisi pilihan makanan, Alam kesehatan masyarakat Daya Konsumsi Pemeliharaan Sistem alam yang pribadi bahan populasi terbarukan dan dan energi manusia, kualitas tidak terbarukan, hidup, pertumbuhan keamanan, populasi, produksi dan penggunaan spesies distribusi secara makanan, berkelanjutan pasokan energi

15

Tindakan ramah lingkungan, penggunaan dan pembuangan bahan dan perangkat

Kualitas lingkungan

Bahaya

Penilaian risiko pilihan gaya hidup

Perbatasan Sains Aspek ilmiah dan Teknologi dari hobi, teknologi pribadi, musik dan kegiatan olahraga

Distribusi populasi, pembuangan limbah, dampak lingkungan

Keanekaragaman hayati, keberlanjutan ekologis, pengendalian polusi, produksi, dan hilangnya tanah / biomassa Perubahan cepat Perubahan iklim, [mis., Gempa dampak komunikasi bumi, cuaca modern buruk], perubahan lambat dan progresif [mis., Erosi pantai, sedimentasi], penilaian risiko Bahan baru, Kepunahan spesies, perangkat dan eksplorasi ruang, proses, asal dan struktur modifikasi Alam Semesta genetik, teknologi kesehatan, transportasi

(OECD, 2016) 2. Aspek Pengetahuan Pada aspek pengetahuan membahas pemahaman tentang fakta-fakta utama, konsep dan teori penjelasan yang membentuk dasar pengetahuan ilmiah; pengetahuan tersebut termasuk pengetahuan tentang dunia alam dan artefak teknologi (pengetahuan konten), pengetahuan tentang bagaimana ide-ide tersebut dihasilkan (pengetahuan prosedural), dan pemahaman tentang alasan yang mendasari

untuk

prosedur

ini

dan

pembenaran

untuk

penggunaannya

(pengetahuan epistemik). Masing-masing kompetensi ilmiah membutuhkan beberapa pengetahuan konten (pengetahuan teori, ide penjelasan, informasi dan fakta), tetapi juga pemahaman

tentang

bagaimana

pengetahuan

tersebut

telah

diturunkan

(pengetahuan prosedural) dan sifat dari pengetahuan itu (pengetahuan epistemik). Pengetahuan prosedural mengacu pada pengetahuan tentang konsep dan prosedur

16

yang penting untuk penyelidikan ilmiah, dan yang mendukung pengumpulan, analisis dan interpretasi data ilmiah. Dalam upaya untuk menjelaskan fenomena di dunia material, ilmu pengetahuan hasil dengan menguji hipotesis melalui penyelidikan empiris. Pertanyaan empiris bergantung pada prosedur standar tertentu untuk mendapatkan data yang valid dan dapat diandalkan. Siswa diharapkan untuk mengetahui prosedur dan konsep terkait, seperti: gagasan variabel dependen dan independen; perbedaan antara berbagai jenis pengukuran (kualitatif dan kuantitatif, kategori dan berkelanjutan); cara menilai dan meminimalkan ketidakpastian (seperti pengukuran berulang); strategi mengendalikan variabel dan perannya dalam desain eksperimental; dan cara umum menyajikan data. Siswa akan tahu bahwa pengetahuan ilmiah dikaitkan dengan berbagai tingkat kepastian, tergantung pada sifat dan kuantitas bukti empiris yang telah terakumulasi dari waktu ke waktu. Pengetahuan epistemik

mengacu pada pemahaman tentang sifat dan asal

pengetahuan dalam sains, dan mencerminkan kemampuan siswa untuk berpikir dan terlibat dalam wacana beralasan seperti yang dilakukan para ilmuwan. Pengetahuan epistemik diperlukan untuk memahami perbedaan antara observasi, fakta, hipotesis, model dan teori, tetapi juga untuk memahami mengapa prosedur tertentu, seperti eksperimen, merupakan pusat untuk membangun pengetahuan dalam sains. Sebagian besar dari semua item yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan di PISA 2015 (98 dari 184) membutuhkan pengetahuan terutama konten, 60 memerlukan pengetahuan prosedural, dan 26 membutuhkan pengetahuan epistemik. Penjabaran dari masing-masing aspek pengetahuan konten ditunjukkan pada Tabel 2, pengetahuan epistemik pada Tabel 3 dan pengetahuan prosedural pada Tabel 4.

Tabel 2 Cangkupan Pengetahuan Konten Sistem Fisik yang  Struktur materi (mis., Model partikel, membutuhkan pengetahuan ikatan) tentang:  Sifat materi (mis., Perubahan keadaan, konduktivitas termal dan listrik)  Perubahan bahan kimia (mis., Reaksi kimia, transfer energi, asam / basa)

17

   Sistem Hidup yang  membutuhkan pengetahuan tentang:  

   Sistem Bumi dan Luar  Angkasa yang membutuhkan pengetahuan tentang:     

Gerak dan gaya (mis., Kecepatan, gesekan) dan aksi pada jarak (mis., Gaya magnet, gravitasi, dan elektrostatik) Energi dan transformasinya (mis., Konservasi, disipasi, reaksi kimia) Interaksi antara energi dan materi (mis., Gelombang cahaya dan radio, gelombang suara dan seismik) Sel (mis., Struktur dan fungsi, DNA, tumbuhan, dan hewan) Konsep organisme (mis., Bersel tunggal dan multiseluler) Manusia (mis., Kesehatan, nutrisi, subsistem seperti pencernaan, pernapasan, sirkulasi, ekskresi, reproduksi, dan hubungannya) Populasi (mis., Spesies, evolusi, keanekaragaman hayati, variasi genetik) Ekosistem (mis., Rantai makanan, materi dan aliran energi) Biosfer (mis., Jasa ekosistem, keberlanjutan) Struktur sistem Bumi (mis., Litosfer, atmosfer, hidrosfer) Energi dalam sistem Bumi (mis., Sumber, iklim global) Perubahan dalam sistem Bumi (mis., Lempeng tektonik, siklus geokimia, kekuatan konstruktif dan destruktif) Sejarah bumi (mis., Fosil, asal dan evolusi) Bumi di ruang angkasa (mis., Gravitasi, tata surya, galaksi) Sejarah dan skala Alam Semesta dan sejarahnya (mis., Tahun cahaya, teori Big Bang)

(OECD, 2016) Tabel 3 Cangkupan Pengetahuan Prosedural   Pengetahuan Proseduaral 

Konsep variabel termasuk variabel dependen, independen dan kontrol; Konsep pengukuran misalnya, [pengukuran] kuantitatif, [observasi] kualitatif, penggunaan skala, variabel kategori dan kontinu; Cara menilai dan meminimalkan ketidakpastian seperti pengulangan dan

18





pengukuran rata-rata; Mekanisme untuk memastikan replikabilitas (kedekatan kesepakatan antara ukuran berulang dari kuantitas yang sama) dan akurasi data (kedekatan kesepakatan antara kuantitas yang diukur dan nilai sebenarnya dari ukuran); Cara umum mengabstraksi dan merepresentasikan data menggunakan tabel, grafik, dan bagan dan penggunaannya yang sesuai;

(OECD, 2016)

Tabel 4 Cangkupan Pengetahuan Epistemik  



Pengetahuan Epistemik   

Konstruk dan fitur fitur sains. Itu adalah: Sifat pengamatan ilmiah, fakta, hipotesis, model dan teori; Maksud dan tujuan sains (untuk menghasilkan penjelasan tentang dunia alami) dibedakan dari teknologi (untuk menghasilkan solusi optimal untuk kebutuhan manusia), apa yang merupakan pertanyaan ilmiah atau teknologi dan data yang sesuai; Nilai-nilai ilmu misalnya, komitmen untuk publikasi, objektivitas dan penghapusan bias; Sifat penalaran yang digunakan dalam sains misalnya, deduktif, induktif, inferensi terhadap penjelasan terbaik (abduktif), analogis, dan berbasis model; Peran konstruksi dan fitur ini dalam membenarkan pengetahuan yang dihasilkan oleh sains. Itu adalah: Bagaimana klaim ilmiah didukung oleh data dan penalaran dalam sains; Fungsi berbagai bentuk penyelidikan empiris dalam membangun pengetahuan, tujuan mereka (untuk menguji hipotesis penjelas atau mengidentifikasi pola) dan desain mereka (observasi, eksperimen terkontrol, studi korelasional);

19

   

Bagaimana kesalahan pengukuran memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap pengetahuan ilmiah; Penggunaan dan peran model fisik, sistem dan abstrak serta batasannya; Peran kolaborasi dan kritik dan bagaimana peer review membantu membangun kepercayaan dalam klaim ilmiah; Peran pengetahuan ilmiah, bersama dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, dalam mengidentifikasi dan menangani masalahmasalah sosial dan teknologi.

(OECD, 2016) 3. Aspek Kompetensi Sains Aspek Kompetensi membahas tentang kemampuan untuk menjelaskan fenomena

secara

ilmiah,

mengevaluasi

dan

merancang

secara

ilmiah,

mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan menafsirkan penyelidikan ilmiah, dan menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah. Secara garis besar aspek kompetensi sains dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Menjelaskan fenomena secara ilmiah, yaitu mengenali, memberi, dan mengevaluasi penjelasan untuk berbagai fenomena alam dan teknologi. 2) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, yaitu mendeskripsikan dan menilai penyelidikan ilmiah dan mengusulkan cara menangani pertanyaan secara ilmiah. 3) Menafsikan data dan bukti secara ilmiah, yaitu menganalisis dan mengevaluasi data, klaim, dan argumen dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang tepat. (OECD, 2016) Penjelasan dari cangkupan yang ada pada Aspek kompetensi sains dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Cangkupan Kompetensi Sains Menjelaskan fenomena secara Mengenali, menawarkan dan mengevaluasi ilmiah penjelasan untuk berbagai fenomena alam dan teknologi yang menunjukkan kemampuan untuk:  Ingat dan terapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai;  Identifikasi, gunakan, dan hasilkan model dan representasi yang jelas;  Membuat dan membenarkan prediksi

20

yang sesuai; Menawarkan hipotesis penjelasan; Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat. Mengevaluasi dan merancang Menjelaskan dan menilai investigasi ilmiah pertanyaan ilmiah dan mengusulkan cara untuk menjawab pertanyaan secara ilmiah yang menunjukkan kemampuan untuk:  Identifikasi pertanyaan yang dieksplorasi dalam studi ilmiah yang diberikan;  Membedakan pertanyaan yang mungkin untuk diselidiki secara ilmiah;  Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah;  Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah;  Menjelaskan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan para ilmuwan untuk memastikan keandalan data dan obyektivitas dan generalisasi dari penjelasan. Menginterpretasikan data dan Menganalisis dan mengevaluasi data ilmiah, bukti secara ilmiah klaim dan argumen dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan yang tepat yang menunjukkan kemampuan untuk:  Mengubah data dari satu representasi ke yang lain;  Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat;  Identifikasi asumsi, bukti, dan alasan dalam teks yang berkaitan dengan sains;  Bedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti ilmiah dan teori dan argumen berdasarkan pertimbangan lain;  Mengevaluasi argumen ilmiah dan bukti dari berbagai sumber (mis. Surat kabar, internet, jurnal). (OECD, 2016)  

L. Energi Energi adalah bentuk suatu zat, substansi atau kekuatan/kemampuan, yang sifatnya abstrak, sukar untuk dibuktikan tetapi dapat kita rasakan. Energi adalah kemampuan untuk menghasilkan kerja. Avialibity adalah kemampuan suatu sistem untuk menghasilkan kerja yang berguna sehingga keberadaanya lebih realistik,

21

mudah dibuat dan dapat dirasakan kegunaanya.

Energi adalah sumber daya

yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar,listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagiannya, baik secara langsung atau tida langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. Ditinjau dari segi ekonomi, energi dapat diklasifikasikan menjadi energi komersial dan energi nonkomersial. Energi komersial adalah kelompok bentuk energi yang biasa atau umum yang diperdagangkan secara komersial, misalnya minyak, listrik, gas, batu bara dan lain-lain. Energi nonkomersial adalah kelompok bentuk energi yang tidak bisa diperdagangkan misalnya kayu, arang, sampah, jerami, dan lain-lain. Ditinjau dari siafat penyediaanya, energi dapat juga dikelompokkan menjadi energi baru dan terbarukan, misalnya tenaga matahari, tenaga surya, tenaga samudera, tenaga panas bumi, biogas dan kayu bakar. Peta konsep energi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Konsep Energi Sumber : (Daryanto, 2007)

22

M. Metode Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 13 Pekanbaru kelas VII. Penelitian akan dilaksanakan selama bulan Januari 2019 – April 2019. 2. Rancangan Penelitian Pada penelitain ini digunakan kerangka ADDIE. ADDIE merupakan kerangka kerja yang runut dan sistematis dalam mengorganisasikan rangkaian kegiatan penelitian desain dan pengembangan. Dalam proses mendesain dan mengembangkan fase-fase dalam ADDIE dapat dipisahkan secara tegas menjadi tahapan analysis, design, development, implementation,dan evaluation (ADDIE). Komplesksitas proses mendesain dan mengembangkan sangat tergantung pada kerumitan produk final, cangkupan produk, spesifikasi produk, sumber daya proyek pengembangan dan kapasitas pengembang dan timnya. Setiap kegiatan pengembangan akan menghasilkan kekhasan alur dan komponen langkah detail yang telah dilakukan. Oleh karena itu, pengembang perlu memaparkannya melalui diagram alir yang baik agar dapat terbaca dengan mudah. Berikut kerangka ADDIE dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis Konten

Analysis

Penilaian Sumatif

Evaluation Design

Pengujian kepada responden

implementation Development

Gambar 2 Alur langkah ADDIE Sumber : (Rusdi,2018)

Kajian Pustaka Analisis konten Penilaian ahli

Validasi ahli Kajian Pustaka

23

Penjelasan mengenai alur penelitian menggunakan kerangka ADDIE sebagai berikut: a. Tahap Analisis Tahap analisis merupakan tahapan awal pada penelitian untuk mengetahui potensi dan masalah yang terjadi dalam pembelajaran IPA yang berkaitan dengan literasi sains dan pengembangan instrumen tes berbasis literasi sains melalui langkah-langkah berikut: 1). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan instrumen tes berbasis literasi sains pada materi pokok energi

2). Studi literatur Studi literatur bertujuan mengkaji literatur terkait dengan bahasan pengembangan instrumen tes, kemampuan literasi sains, kurikulum 2013 revisi, dan penelitian sebelumnya mengenai pengembangan tes keterampilan literasi sains.

b. Tahap design Pada tahap desain peneliti memulai rancangan awal soal tes yang terdiri dari menentukan bentuk tes, menentukan aspek literasi sains yang akan digunakan, menentukan indikator, dan merancang kisi-kisi tes. Adapun penjelasan dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1). Menentukan Bentuk Tes Bentuk tes digunakan untuk penelitian ini harus didasarkan pada kesesuaian kemampuan yang diukur dalam hal ini adalah kemampuan literasi sains, dan juga mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan setiap bentuk jenis yang digunakan. 2). Menentukan Aspek Kemampuan Literasi Sains Aspeks kemampuan literasi sains yang akan digunakan pada penelitian ini berdasarkan PISA 2015.

24

3). Menentukan Indikator Indikator soal yang disusun berdasarkan kepada aspek literasi sains PISA 2015. 4). Merancang Kisi-kisi Rancangan kisi-kisi disajikan dalam bentuk tabel, dalam tabel terdapat poinpoin seperti aspek literasi sains, indikator, butir soal, dan kuci jawaban.

c. Tahap Development ( Pengembangan ) Tahap pengembangan adalah tahap dimana produk tes dihasilkan setelah melewati tahapan validasi dari ahli dan proses revisi. Berikut ini adalah rincian dari tahap pengembangan penelitian: 1). Validasi Hasil dari kisi-kisi yang telah dirancang tersebut kemudian divalidasi oleh tiga validator yang terdiri tiga orang validator. 2). Revisi Produk Setelah dilakukan validasi oleh ahli yang meliputi aspek validasi isi maka peneliti melakuka revisi terhadap soal tes sesuai dengan masukan yang diberikan validator.

d. Tahap Implementasi Pada tahap ini soal tes yang sudah dikembangkan diuji coba secara terbatas kepada 30 responden yang menerima pelajaran energi.

e. Tahap Evaluation ( Evaluasi ) Hasil dari uji coba terbatas kemudian dievaluasi dengan analisis faktor. Hasil analisis tersebut meliputi validitas dan reabilitas.

3. Instrumen Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan literasi sains siswa SMP. Dalam hal ini data diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat ukur sebagai sumber informasi yang dicari. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes berbasis

25

literasi sains. Instrumen tes terdiri dari 20 soal. Tes tersebut disusun berdasarkan indikator PISA 2015. Dalam penyusunan butir soal tes, peneliti melakukan persiapan berupa pembuatan kisi-kisi sesuai dengan indikator kemampuan literasi sains (Lampiaran 1) beserta rubrik penilaian hasil tes (Lampiran 2). Kemudian berdasarkan kisi-kisi tersebut disusun item pertanyaan atau soal (Lampiran 3). Sebelum tes diberikan untuk mendeskripsikan kemampuan literasi sains siswa, instrumen divalidasi menggunakan validitas konstruk. Menurut Sugiyono (2015) untuk menguji validitas konstruk, dapat digunakan pendapat ahli (judgment experts). Dalam hal ini Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau berperan sebagai judgment experts. Setelah validasi menurut pakar, diakukan tes uji coba kepada 30 siswa dan hasil uji coba tersebut akan dianalisis dengan analisis faktor untuk validasi item soal. Soal yang valid akan ditentukan dengan menggunakan teknik validitas kolerasi poin biserial karena data yg diperoleh berupa data dikotom. Untuk menghitung koefisien korelasi point biserial berikut merupakan formula yang digunakan:

γpbi =

𝑀𝑝 − 𝑀𝑞 𝑝 √ 𝑆𝑑𝑡 𝑞

Keterangan : γpbi

= koefisien korelasi point biserial

Mp

= jumlah responden yang menjawab benar

Mq

= jumlah responden yang menjawab salah

St = standar deviasi untuk semua item p = proporsi responden yang menjawab benar q = proporsi responden yang menjawab benar

26

Patokan yang digunakan untuk menginterpretasi validitas yaitu : Tabel 2. Patokan Interpretasi Validitas No

Validitas Soal

Kategori Soal

1

γ pbi ˃ r t

Valid

2

γ pbi = negatif

Invalid/ tidak valid

3

γ pbi ˂ r t

Invalid/ tidak valid

( Arikunto, 2009) Setelah uji validitas selesai maka langkah selanjutnya adaalah uji reabilitas, pada penelitian ini untuk menghitung koefisien konsistensi internal digunakan rumus Kuder Richardson 21 (KR21). Rumus KR21 adalah :

r1 = Keterangan : Si = varians total r1 = reliabilitas soal k = jumlah butir soal M = mean skor total

𝑘 (𝑘−1)

{1 −

𝑀 (𝑘−𝑀) 𝑘 𝑆𝑖 2

}

27

Untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien reabilitas (r) dapat ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Reabilitas Tes

No

Reabilitas Tes (r1)

Instrumen Tes

1

0,00 < r1 ≤ 0,20

Sangat Rendah

2

0,20 < r1 ≤ 0,40

Rendah

3

0,40< r1 ≤ 0,60

Sedang

4

0,60 < r1 ≤ 0,80

Tinggi

5

0,80 < r1 ≤ 1,0

Sangat Tinggi

( Arikunto, 2003) N. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik pemberian tes kemampuan literasi sains yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda. Siswa diminta untuk menjawab tes sesuai dengan pertanyaan yang diminta pada setiap butir soal. O. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, data dianalisis menggunakan teknik deskriptif. Analisis deskriptif memberikan gambaran tentang kemampuan literasi sains kelas VII pada materi pokok energi. Data hasil tes kemampuan literasi sains dianalisis melalui tahapan berikut ini. 1. Penilaian/scoring Pada penelitian soal pilihan ganda digunakan ketentuan berdasarkan rubrik penilaian yang telah dikembangkan (Lampiran 2). Sehingga data penilaian dapat

28

dianalisis berdasarkan interval kemampuan pembelajaran yang dikembangkan oleh Suharsimi Arikunto (2012). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kategori tersebut sebagai kategori kemampuan literasi sains siswa berdasarkan Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Kategori Kemampuan Literasi Sains Siswa No. Interval Kemampuan Literasi Sains Siswa 1. 80-100 2. 66-79 3. 56-65 4. 40-55 5. 30-39 (Arikunto,2012)

Kategori Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Gagal

2. Teknik persentase Teknik persentase ini digunakan untuk mengetahui persentase siswa pada setiap tingkat kemampuan literasi sains. Persentase digunakan untuk melihat kemampuan literasi sains siswa per indikator dan secara keseluruhan materi yang diteskan dengan menggunakan rumusan sebagai beerikut: 𝐵

% KLS = 𝐽𝑆 × 100 % Keterangan: %KLS = persentase kemampuan literasi sains per indikator B = Jumlah siswa yang menjawab soal dalam satu indikator dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa yang mengikuti tes. Sedangkan untuk menentukan tingkat kemampuan literasi sains subjek penelitian secara keseluruhan maka ditentukan dengan rumusan sebagai berikut: % KLS =

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

× 100 %

3. Hasil analisis data yang diperoleh dijadikan sebagai acuan agar dapat mengetahui kualitas instrumen tes berbasis literasi sains yang telah dihasilkan.

29

P. Daftar Pustaka BNSP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP. Daryanto,Drs. 2007. Energi ; Masalah dan Pemanfaatannya Bagi Kehidupan Manusia. Pustaska Widyatama. Yogyakarta Della Apriyani Kusuma Putri, Taufik Ramlan Ramalis , dan Purwanto. 2018. Pengembangan Tes Kemampuan Literasi Sains pada Materi Momentum dan Impuls dengan Analisis Item Response Theory (IRT). Jurnal Riset dan Kajian Pendidikan Fisika UAD Vol. 5 No. 1: 41. ISSN: 2355-620X Depdiknas. 2008. Panduan Penulisan Butir Soal. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Jakarta Gormally, C., Brickman, P & Lutz, M. (2012). Developing a Test of Scientific Literacy Skills (TOLS): Measuring Undergraduates Evaluatio of Scientific Information Arguments. CBE-Life Science Education. 11, hlm. 364-377 I

Ketut, Kertayasa. 2013. Sekilas tentang PISA. Tersedia: (http://www.indonesiapisacenter.com/2013/08/sekilas-tentang-pisa_3.html) (diakses: 30 Desember 2018)

Jack Holbrook dan Miia Rannikmae (2009). “The Meaning of Scientific Literacy”. International Journal of Environmental & Science Education Vol. 4, No. 3 Kemendikbud. 2014. Paparan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Bidang Pendidikan pada Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013. Tersedia:(https://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Papar an%20Wamendik.pdf) (diakses : 2 Januari 2019) Kemendikbud. 2017. Pengantar Diskusi Penyusun Pedoman dan Materi Gerakan Literasi Nasional untuk Guru. Kemendikbud RI. Jakarta OECD. 2016. PISA 2015 Result Excellence and Equity in Education Volume I. OECD Publishing : Paris OECD. 2016. PISA 2015 Draft science Framework. OECD Publishing. Paris Rusdi. 2018. Penelitian Desain dan Pengembangan Kependidikan. Rajawali Pers. Depok

30

Permendikbud. 2016. Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendididkan. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung Suhami, Arikunto. 2003. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta Suhami, Arikunto. 2009. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta Suhami, Arikunto. 2012. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Bumi Aksara. Jakarta Republik Indonesia, 2003. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaran Negara RI Tahun 2003, No. 4301. Sekretariat Negara. Jakarta Republik Indonesia, 2002. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Negara. Jakarta

Tim Penyusun Kurikulum 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs Ilmu Pengetahuan Alam. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta Trefil, J., & Hazen, R. M. 2010. The Sciences an Integrated Approach (2nd). John Wiley & Sons, Inc. Canada Zainal, Arifin. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Islam Kementrian Agama. Jakarta

Direktoral Jendral Pendidikan

Related Documents


More Documents from "Nurul Elnica"