Jagung.docx

  • Uploaded by: Dwi Febrini
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jagung.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,654
  • Pages: 18
JAGUNG Paper ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Pertanian semester II tahun akademik 2019 yang diampu oleh Prof. Dr. Masyhuri

Disusun oleh : 1. Dwi Febrini

(15385)

2. Elia Mustika

(14190)

3. Noviani Ulya

(15837)

4. Irwan G. Manullang (14183)

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Sektor pertanian memiliki pengaruh sangat besar dalam perekonomian nasional. Kondisi makro ekonomi nasional ke depan semakin penuh dengan tantangan. Karakteristik pertanian nasional yang masih tradisional, tercermin dari mayoritas produk pertanian yang diperdagangkan dari sentra produksi yang masih berupa komoditas sehingga belum memiliki nilai tambah. Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu serealia yang bernilai ekonomi serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras yang juga sebagai sumber pakan (Purwanto, 2008). Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin meningkat pula. Menurut Soerjandono (2008), upaya peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai masalah sehingga produksi jagung dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. Sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung). Program tersebut cukup efektif, terbukti dengan adanya peningkatan jumlah produksi jagung dalam negeri tetapi tetap belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga masih dilakukan impor jagung (Purwono danHartono, 2008). Ketergantungan akan impor jagung akan memberikan dampak yang negatif bagi penyedia jagung di dalam negeri karena akan mengalami persaingan harga yang sangat besar mengingat biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi jagung di dalam negeri masih besar (menggunakan tradisional). Sedangkan di luar negeri sudah menggunakan teknologi yang lebih modern sehingga lebih efisien dan menghemat biaya dan tenaga dalam memproduksi sebuah produk. Selain itu, komoditas ini juga digunakan sebagai bahan baku bioenergi di Negara penghasil komoditas tersebut seperti Amerika. Apabila kebutuhan jagung terus meningkat dan masih ketergantungan pada impor maka dikhawtirkan akan mematikan industri pangan dan pakan yang berbasis jagung karena berkurangnya pasokan bahan baku. Oleh karena itu, kegiatan sektor hilirisasi jagung perlu didorong agar terus tumbuh. Kebijakan pemerintah baik dalam hal pengembangan kelembagaan pertanian, penyuluhan dan aplikasi teknologi hilirisasi, permodalan usaha kecil menengah, dukungan sistem transportasi nasional dan regulasi memiliki peran yang penting terhadap proses hilirisasi.

2.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah

sebagai berikut: 2.1 Bagaimana perkembangan produksi, luas tanam, luas panen, dan produktivitas jagung per provinsi? 2.2 Bagaimana perkembangan konsumsi jagung di Indonesia? 2.3 Bagaimana perkembangan harga jagung di Indonesia? 2.4 Bagaimana pemasaran produk jagung? 2.5 Bagaimana perkembangan ekspor-impor jagung? 2.6 Bagaimana kebijakan pemerintah dan regulasi internasional ?

3.

Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan dari makalah ini ialah

sebagai berikut: 3.1 Mengetahui produksi, luas tanam, luas panen, dan produktivitas jagung per provinsi 3.2 Mengetahui perkembangan konsumsi jagung di Indonesia 3.3 Mengetahui perkembangan harga jagung di Indonesia 3.4 Mengetahui pemasaran produk jagung 3.5 Mengetahui perkembangan ekspor-impor jagung 3.6 Mengetahui kebijakan pemerintah dan regulasi internasional

BAB II PEMBAHASAN 1.

Perkembangan Produksi, Luas tanam, Luas panen, dan Produktivitas Jagung a. Produksi Jagung Beberapa tahun terakhir kebutuhan jagung terus meningkat, hal ini sejalan dengan

semakin meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan untuk pakan. Menurut Statistik Peternakan (2001), meningkatnya permintaan jagung untuk pakan dipacu oleh perkembangan produksi ayam ras yang akhir-akhir ini tingkat perkembangnya mencapai 10 persen setiap tahunnya. Tabel 1.1 Produksi Jagung per Provinsi (2013-2017)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari hasil analisis diatas salah satu jalan adalah dengan meningkatkan produksi jagung dalam negeri melalui upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi. Upaya ekstensifikasi dapat dilakukan dibeberapa propinsi di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan upaya intensifikasi melalui peningkatan produktivitas terutama dapat dilakukan di sentra produksi jagung baik di Jawa maupun luar Jawa. Menurut hasil penelitian Swastika dkk (2017), senjang hasil antara rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini dengan potensi hasil kemampuan lahan masih cukup lebar, terutama terjadi di propinsi Lampung, Jawa timur, Nusa Tenggara Timur maupun Sulawesi Selatan. b.

Luas Tanam Jagung

Tabel 2.1 Luas Tanam Jagung per Provinsi (2012-2016)

Berdasarkan data yang didapatkan, luas tanam jagung secara nasional dalam kurun 5 tahun terakhir ini yaitu berkurang sebesar -14,04 %. Hal ini dikarenakan semakin sempitnya areal pertanian di berbagai provinsi baik di Jawa maupun di luar jawa. Selain itu, faktor yang mempengaruhi berkurangnya luas tanam jagung dikarenakan beberapa provinsi di Indonesia melakukan pergantian penanaman komoditas yang semula dari jagung menjadi komoditas palawija atau perkebunan. c. Luas Panen Jagung Tabel 3.1 Luas Panen Jagung per Provinsi (2013-2017)

Berdasarkan data yang didapat, luas panen jagung antara wilayah Jawa dan luar Jawa hampir seimbang. Berdasarkan Angka Ramalan I tahun 2015 luas panen jagung nasional

adalah 3,997 juta ha, di mana 1,993 juta ha atau 49,85% berada di wilayah Jawa dan 2,005 juta ha atau sekitar 50,15% berada di wilayah Luar Jawa. Pada tahun 2015 ini ada peningkatan luas panen seluas 160,48 ribu hektar atau sebesar 4,18% dibandingkan tahun 2014. Peningkatan luas panen di Luar Jawa cukup besar yaitu sekitar 121,99 ribu hektar atau naik sebesar 6,48% dan di Pulau Jawa sekitar 38,49 ribu hektar atau naik sebesar 1,97%. Peningkatan luas panen jagung di Luar Jawa karena adanya perubahan pola tanam, dimana petani banyak yang beralih menanam komoditas jagung, karena kebutuhan jagung untuk pabrik pakan semakin besar, dan harga jagung relatif stabil tinggi. Luas panen di luar jawa seperti Kalimantan tengah sangat meningkat dari tahun ketahun dikarenakan petani beralih komoditas ke jagung. d. Produktivitas Jagung Tabel 4.1 Produktivitas Jagung per Provinsi (2013-2017)

Berdasarkan data yang didapatkan, pada tahun 2015 produktivitas jagung nasional sebesar 51,70 ku/ha atau meningkat sebesar 2,16 ku/ha, dibandingkan tahun 2014, atau meningkat sebesar 4,36% secara nasional. Pengembangan jagung di Indonesia selama ini dihadapkan pada berbagai tantangan. Sebut saja, penguasaan luas lahan yang relatif sempit sehingga usaha tani tidak efisien dan tidak cukup untuk menghidupi keluarga petani. Harga

benih jagung hibrida juga relatif sangat mahal, serta ketersediaan yang belum mencukupi Terbatasnya ketersediaan air pada lahan kering juga menjadi tantangan tersendiri. Harga jagung belum mampu memberikan keuntungan yang layak bagi petani, penggunaan input belum sesuai anjuran. Usaha tani, sebagian besar masih secara manual, sehingga biaya produksi menjadi mahal. Tempat penjemuran di tingkat petani juga terbatas. Sementara itu di sisi lain daya serap pabrik pakan masih terbatas saat panen raya, masih terbatasnya penggunaan teknologi pascapanen sehingga menyebabkan tingkat kehilangan hasil masih tinggi. Jagung bagi sebagian petani menjadi tanaman alternatif atau kedua setelah padi, sehingga menyebabkan perkembangannya menjadi lamban. Secara Nasional produktivitas jagung Indonesia menurun yaitu -1,98 %, hal ini karena di setiap provinsi luas lahan untuk komoditas jagung yang berbeda beda. 2. Perkembangan Konsumsi Jagung di Indonesia Tabel 5.1 Konsumsi Jagung Perkapita tahun 1985-2015

Tabel diatas menunjukkan konsumsi jagung perkapita di Indonesia tahun 1985-2015. Namun dalam makalah ini hanya akan dibahas konsumsi jagung perkapita di Indonesia tahun 2011-2015.Pada analisis tabel diatas adalah besarnya konsumsi per kapita jagung

rumah tangga menurut data Susenas,BPS. Terdapat juga permintaan jagung untuk industri non makanan seperti penggunaan jagung untuk bibit/benih,industri pakan ternak baik untuk untuk pabrik pakan maupun peternak mandiri. Pada tabel diatas diketahui besarnya konsumsi rumah tangga untuk jagung berdasarkan angka tetap tahun 2011 adalah sebesar 1,49 kg/kapita/tahun,sedangkan tahun 2012 naik menjadi 1,79 kg/kapita/tahun, sedangkan tahun 2014 turun menjadi 1,47 kg/kapita/tahun, tahun 2015 angka konsumsi pekapita kembali naik menjadi 1,79 kg/kapita/tahun. Konsumsi jagung untuk rumah tangga adalah konsumsi total jagung termasuk jagung pipilan,tepung jagung,minyak jagung,dan jagung basah yang telah disetarakan dengan bentuk pipilan kering. Tabel 5.2 Proyeksi Jagung untuk Konsumsi Rumah tangga

Pada tabel diatas besarnya konsumsi jagung untuk rumah tangga pada tahun 2016 diproyeksikan sebesar 1,64 kg/kapita/tahun atau turun sebesar 8,20% dibandingkan tahun 2015, tahun 2017 permintaan jagung diramalkan akan kembali turun menjadi 1,58 kg/kapita/tahun atau turun 4,11%,kemudian tahun 2018 kembali turun menjadi 1,51 kg/kapita/tahun.Pada tahun 2015 -2020 proyeksi konsumsi perkapita jagung rata-rata sebesar 1,56 kg/kapita/tahun. Rata–rata pertumbuhan konsumsi jagung selama tahun 2015 – 2020 diperkirakan adalah sebesar -4,93% atau rata-rata turun sebesar 4,93% per tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan produksi jagung terserap untuk bahan baku industri pakan, dan penggunaan untuk industri makanan berbahan baku jagung.Maka permintaan jagung untuk konsumsi langsung cenderung menurun. 3. Perkembangan Harga Jagung Tabel 7.1 Perkembangan Harga Produsen dan Konsumen Jagung di Indonesia tahun 1983-2016

Pada makalah ini akan dibahas perkembangan harga produsen dan harga konsumen di Indonesia pada tahun 2011-2015.Secara umum perkembangan harga rata-rata jagung pipilan baik di tingkat produsen maupun konsumen menunjukkan kecenderungan meningkat. Perkembangan harga jagung pada lima tahun terakhir periode tahun 2011-2015 memperlihatkan harga jagung di tingkat produsen maupun konsumen meningkat cukup signifikan.Hal ini dapat dilihat dari margin yang dihasilkan cukup besar, yaitu sekitar Rp 1.778,- sampai Rp 2.686,- per kilogram. Jika pada tahun 2011 perbedaan harga konsumen dan produsen sebesar Rp 1.778/kg, maka tahun 2012 margin sedikit turun menjadi Rp 1.164/kg, pada tahun 2013 margin sedikit mengalami peningkatan kembali menjadi Rp 2.246/kg, pada tahun 2014 margin keuntungan kembali meningkat menjadi Rp 2.524/kg, dan akhirnya pada tahun 2015 margin kembali meningkat menjadi Rp 2.686/kg. Pertumbuhan harga jagung tingkat produsen selama periode 2011– 2015 rata-rata sebesar

6,21%/tahun, lebih rendah dari pada pertumbuhan harga konsumen yaitu sebesar 9,05%/tahun. Pertumbuhan harga jagung yang tinggi baik di tingkat konsumen maupun produsen karena semakin besarnya kebutuhan jagung untuk pakan sementara suplai jagung terbatas. Terbatasnya suplai jagung karena produksi jagung nasional yang diserap oleh pabrik pakan kurang mencukupi dan kualitas jagung yang kurang seragam. 4.

Pemasaran Produk Jagung (Zea mays L.)

Proses produksi jagung bersifat komersil. Pada pemasaran jagung perlu diciptakan perlakuan yang dapat meningkatkan nilai tambah melalui pemanfaatan nilai tempat, guna bentuk dan guna waktu. Dengan demikian pemasaran hasil produksi jagung dapat memberikan nilai tambah sebagai kegiatan produktif. Pemasaran jagung yang efektif tentunya berpengaruh terhadap efisiensi yang menentukan pendapatan petani. Jika saluran pemasaran terlalu panjang tentunya menambah biaya dan berimbas pada harga produk ditingkat petani. Begitu sebaliknya, saluran pemasaran yang pendek akan mendorong naiknya harga produk ditingkat petani sehingga pendapatan petani akan meningkat (Pamungkas, 2016). Hingga saat ini sentra produksi jagung masih didominasi oleh pulasu Jawa. Pemerintah juga masih melakukan importir terhadap jagung demi memenuhi keburuhan dalam negri. Jika dilihat dari sisi pasar, Potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dlihat dari berkembangnya industry peternakan yang membutuhkan jagung sebagai bahan pakan ternak. Selain itu jagung juga dibuuthkan sebagai bahan makanan dalam pembuatan tempe, tahu dan lainnya yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Jika dilihat dari perkembangan harga jagung, Jawa Timur yang menjadi sentra produksi jagung sehingga harga jagung di kota Surabaya memegang peranan penting dalam menentukan harga rata-rata jagung di tingkat nasional. Sejak tahun 2000 hingga 2014, harga rata-rata jagung lokal menunjukkan tren meningkat sebesar 11,22%. Pada periode 2000 2003 harga jagung bervariasi di setiap daerah berada pada kisaran Rp 1000–Rp 3000/kilogram dan tahun 2014 harga jagung berada pada kisaran Rp 4000–Rp 9500/kilogram dengan sebaran dan tingkat volatilitas harga. Biaya transportasi serta sistem pemasaran dan distribusi yang belum tertata dengan baik menjadi salah satu faktor penyebab adanya selisih harga antar propinsi yang cukup besar. Seperti dijelaskan sebelumnya, sentra produksi jagung terkonsentrasi di Jawa dan sebagian kecil wilayah di Sumatera dan Sulawesi, sementara pemasaran jagung tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Kemedag, 2017) 5.

Perkembangan Ekspor/ Impor produk jagung (Zea mays L.)

Jagung merupakan salah satu komoditas utama yang menjadi perhatian pemerintah. Tahun 2016 produksi jagung Indonesia adalah sekitar 23,58 juta ton atau meningkat 20,22% dari produksi tahun 2015 sebesar 19,16 juta ton. Data perkiraan tahun 2017 akan meningkat 10,39% menjadi 26,03 juta ton (Dirtjen tanaman pangan, 2016). Jika dilihat menurut provinsi selama 5 (lima) tahun terakhir, Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan provinsi

utama penghasil jagung dengan share terhadap produksi nasional sebesar 46,12%. Bersama 8 (delapan) provinsi lainnya, share terhadap produksi nasional adalah sebesar 88,99%. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 8.1 Perkembangan Produksi Jagung Menurut Provinsi Sentra, 2012-2016

Seperti halnya komoditas tanaman pangan pada umumnya, kinerja perdagangan jagung menunjukkan nilai yang defisit. Walaupun demikian, kinerjanya pada periode Januari - Mei 2017 menunjukkan hal yang positif. Ekspor jagung sampai dengan bulan Mei meningkat baik dari sisi volume maupun nilainya. Peningkatan volume ekspor jagung Januari – Mei 2017 ini adalah sebesar 31,69% dibandingkan periode bulan yang sama tahun 2016. Nilai ekspor juga meningkat sebesar 26,47% yaitu dari 3,66 juta USD menjadi 4,62 juta USD di tahun 2017 (bisa dilihat pada tabel 1) (Anonim, 2017). Impor jagung mengalami penurunan yang cukup nyata di tahun 2017 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Bulan Januari – Mei 2017, volume impor jagung menurun sebesar 68,38% yaitu dari 880,91 ribu ton di tahun 2016 menjadi 278,57 ribu ton pada Januari – Mei 2017. Nilai impor juga menurun 62,39% yaitu dari 194,96 juta USD di tahun 2016 menjadi 73,33 juta USD pada periode yang sama di bulan Januari – Mei 2017. Peningkatan ekspor dan penurunan impor ini membawa dampak positif menurunnya defisit kinerja perdagangan jagung sebesar 64,08% yaitu dari 191,30 juta USD menjadi 68,71 juta USD (Anonim, 2017). Berdasarkan Permendag Nomor 20/M-DAG/ PER/3/2016 tentang ketentuan impor jagung, Bulog ditunjuk menjadi pihak yang melakukan impor jagung untuk pakan. Rekomendasi impor jagung untuk pakan dikeluarkan atas rekomendari Kementan. Pembatasan impor jagung untuk pakan yang dilakukan Kementan diambil dengan mempertimbangkan program peningkatan produksi jagung nasional. Peredaran jagung impor juga diawasi sangat ketat, dimana perusahaan tidak boleh memindahtangankan jagung impor yang diperolehnya. Upaya peningkatan produksi yang dilakukan pemerintah akan membuat impor jagung turun. Upaya menekan impor ini dilakukan pemerintah bukan

hanya dengan mendorong peningkatan produksi di berbagai daerah sentra produksi, tetapi juga menjalin kerja sama dengan asosiasi Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT). GPMT diminta mendorong perusahaan yang menjadi anggotanya lebih mengutamakan penyerapan produksi jagung lokal untuk kebutuhan industrinya. Penyerapan jagung lokal ini akan berdampak pada semakin bergairahnya petani bertanam jagung sehingga produksi bisa memenuhi bahkan melebihi kebutuhan konsumsi dan pabrikan yang sekitar 800 ribuan ton per bulan (Anonim, 2017). Tabel 8.2 Perkembangan Ekspor Impor Jagung, Januari – Mei Tahun 2016 – 2017

Tabel 8.3 Perkembangan Ekspor Impor Jagung Menurut Wujud, Januari – Mei Tahun 2016 – 2017

6.

Kebijakan Pemerintah dan Regulasi Internasional

Permintaan jagung meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri. Di samping itu, kelangkaan bahan bakar minyak dari fosil mendorong berbagai negara mencari energi alternatif dari bahan bakar nabati (biofuel), di antaranya jagung untuk dijadikan bioetanol sebagai substitusi premium. Beberapa negara pengekspor jagung terbesar seperti Amerika dan Cina mengurangi jumlah ekspornya ke negara lain karena kebutuhan dalam negeri negara tersebut juga meningkat. Jika dalam hal ini Indonesia dapat swasembada pangan khususnya jagung, tentunya akan menguntungkan. Namun, terdapat beberapa masalah yang menghambat dalam peningkatan produktifitas pangan khusunya jagung. Masalah yang dihadapi dalam meningkatkan produktifitas pangan, khusunya tanaman jagung ialah lahan dan air. Jumlah penduduk masih terus bertambah dari tahun ke tahun sehingga permintaan pangan juga akan terus meningkat. Luas lahan pertanian baik lahan sawah maupun lahan kering untuk menanam jagung terus menurun. Walaupun telah ada upaya pemerintah untuk mencegah konversi pertanian melalui UU LP2B yang diluncurkan tahun 2009, namun UU tersebut seperti macan ompong, tidak bernyali. Konversi lahan pertanian tampaknya belum dapat dicegah atau diminimalkan, sehingga jumlah lahan pertanian akan terus berkurang. Telah banyak hasil analisis yang mengatakan bahwa lahan pertanian terutama lahan sawah di Indonesia terus menyusut karena konversi lahan dengan peruntukkan untuk perumahan, industri dan fasilitas lainnya. Namun berapa besar konversi pertanian tampaknya sulit didapat data secara akurat. BPS pun melakukan pendataan terkait lahan namun hasilnya berbeda. Survey BPS, hasil Sensus Pertanian selama 2003-2014 total sawah meningkat seluas 2,05 juta ha, sedangkan menurut hasil Survey Pertanian terjadi penurunan sebesar 267,7 ribu ha. Menurut Sensus Pertanian total lahan sawah tahun 2013 mencapai 5,198 juta ha, sementara hasil Survey Pertanian total luasannya sekitar 8,132 juta ha (Irawan, 2015 cit Mewa,2015). Perluasan areal pertanian khusunya pangan semakin terbatas. Dengan keterbatasan luas wilayah yang tersedia untuk produksi pangan, manajemen sumber daya lahan yang tersedia yang difokuskan pada komoditas-komoditas tertentu dapat menyebabkan pemanfaatan lahan menjadi suboptimal (FAO,2014 cit Mewa,2015). Selain itu, ditambah masalah perubahan iklim yang berdampak juga pada perubahan musim dan masalah air. Kelangkaan air sebagai akibat kemarau panjang berdampak pada ketersediaan air untuk kebutuhan manusia dan tanaman, selain menurunkan produktivitas, kerusakan lahan juga menurunkan fungsi hidrologis dan potensi sumber daya air akibat penurunan daya serap dan daya tampung air, meningkatnya ancaman banjir dan kekurangan air atau bahkan kekeringan. Ancaman banjir dan kekeringan akan diperparah oleh perubahan pola curah hujan dan kejadian iklim ekstrim akibat perubahan iklim. Selain itu, tingkat kerusakan jaringan irigasi juga cukup tinggi. Diperkirakan saat ini jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik mencapai 70 persen, sehingga mengurangi efisiensi penggunaan air (Mewa,2015). Untuk mengurangi permasalaan-permasalahan tersebut diperlukan rencana strategis yang tepat.

Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019 disebutkan salah satu kebijakan Kementerian Pertanian adalah peningkatan swasembada beras dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula, daging, cabai dan bawang merah (Kementerian Pertanian, 2015). Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Pertanian telah mencanangkan Upaya Khusus (Upsus) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale) melalui Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya yang dimulai pada tahun 2015 (Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana, 2015). Swasembada Pangan dapat diartikan upaya untuk memproduksi pangan sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, konsep swasembada pangan mempunyai dua sisi/komponen utama yaitu kebutuhan atau konsumsi pangan dan produksi pangan. Target Produksi Pangan Tahun 2015 Komoditas padi, jagung dan kedelai ditanam pada lahan yang hampir sama, walaupun untuk beras dominan di lahan sawah, sedangkan jagung dan kedelai di lahan kering. Mulai tahun 2015, pemerintah melaksanakan program Upaya Khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai sebagai upaya khusus mewujudkan swasembada pangan yang ditargetkan akan dicapai pada tahun 2015 untuk padi dan jagung, khusus kedelai tahun 2017. Pada tahun 2015, Kementerian Pertanian mendapat alokasi anggaran yang cukup besar sekitar Rp 32,8 triliun untuk pelaksanaan kegiatan perbaikan jaringan irigasi tersier, optimasi lahan, bantuan alsin pra panen (pompa air, traktor, transplanter) dalam rangka menjamin ketersediaan air dan meningkatkan perluasan areal tanam/peningkatan indeks pertanaman. Kementerian Pertanian tidak hanya meningkatkan luas tanam, tapi juga produktivitas daerah sentra-sentra pangan. Implementasi dari program tersebut terkait luas tanam adalah dengan menetapkan target luas tanam padi, jagung dan kedelai di setiap provinsi. Kemudian dinas pertanian provinsi bersama-sama Kementerian Pertanian mengalokasikan target luas tanam tersebut ke tingkat kabupaten, selanjutnya ke tingkat kecamatan dan desa. Target produksi padi tahun tahun 2015 mencapai 73,4 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung sebesar 20,33 juta ton, dan kedelai sebesar 1,27 juta ton (Berita Satu, 2015). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana yang disampaikan pada Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional Bappenas tanggal 15 Mei menunjukkan keberhasilan program Upsus. Produksi jagung tahun 2015 sebanyak 19,83 juta ton, dengan peningkatan luas panen sebesar 22.610 ha (0,59 %) dan produktivitas sebesar 1,85 kw/ha (3,73 %). Arah kebijakan kedepan untuk jagung: a) Varietas atau jenis jagung yang ditanam (sebagian besar jagung hibrida) berdasarkan kebutuhan jagung untuk ransum dan pakan ternak dengan memperhatikan jenis/wujud jagung yang banyak diimpor oleh industri tersebut (dalam bentuk jagung ontongan dengan tangkai dan kulit, pipilan kering maupun olahan seperti tepung jagung dan bungkul jagung); b) Untuk efisiensi, selain memperhatikan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung, maka perlu ada kedekatan antara produksi dan industri pakan ternak. Pada saat ini, ada provinsi sentra produksi jagung dan ada industri pakan ternak, sebaliknya ada industri pakan ternak tetapi terletak di provinsi yang tidak menghasilkan jagung. Bahkan ada provinsi yang membutuhkan jagung sebagai

pakan ternak namun bukan wilayah sentra produksi jagung seperti Banten dan DKI (Mewa,2015). Kelangkaan air akan terus terjadi dan intensitas kekeringan dari tahun ke tahun semakin tinggi. Padahal air adalah vital bagi tanaman padi dan untuk kebutuhan penduduk dan lainnya. Berdasarkan hasil lapangan, pemerintah daerah belum konsen terhadap masalah air, sehingga belum ada program yang menonjol untuk mendukung kelestarian sumber daya air. Oleh karena itu, hendaknya dilakukan: a) advokasi ke pemerintah daerah akan pentingnya air untuk kehidupan manusia dan tanaman; dan b) Program terkait sumber daya air secara luas ditangani oleh pemerintah pusat (Mewa,2015). Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Impor Jagung, yang berisikan diantaranya jagung hanya dapat diimpor untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Proses impor Jagung untuk pemenuhan kebutuhan pakan hanya dapat dilakukan oleh Perum BULOG setelah mendapat penugasan dari pemerintah (Kemendag, 2018)

BAB III PENUTUP 1.

Kesimpulan

Pada produksi, luas tanam, luas lahan dan produktivitas jagung setiap provinsi berbeda-beda, namun secara keseluruhan masih naik turun, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor. Pada perkembangan konsumsi jagung, jika dirata-ratakan mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan produksi jagung terserap untuk bahan baku industri pakan, dan penggunaan untuk industri makanan berbahan baku jagung. Maka permintaan jagung untuk konsumsi langsung cenderung menurun. Sedangkan untuk perkembangan harga produsen dan konsumen jagung memiliki kecenderungan meningkat hal ini disebabkan oleh semakin besarnya kebutuhan jagung untuk pakan sementara suplai jagung terbatas. Jika dilihat dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung juga terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dlihat dari berkembangnya industri peternakan yang membutuhkan jagung sebagai bahan pakan ternak. Selain itu jagung juga dibutuhkan sebagai bahan makanan dalam pembuatan tempe, tahu dan lainnya yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Sedangkan untuk ekspor sudah mengalami peningkatan dan impor pun mengalami penurunan, namun persentase impor tetap jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Untuk itu perlu didukung kebijakan pemerintah yang konsisten sehingga dicapai kesatuan visi untuk membangun sistem logistik dan peningkatan produksi jagung. Oleh karena itu, hendaknya para pemangku kepentingan bisa menjaga komitmen dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yang akan berimbas positif bagi sector pertanian.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2017. Komoditas Jagung Indonesia Siap Swasembada di Tahun 2017. Newsletter Pusat Data dan Informasi Pertanian http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id. Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana. 2015. Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya TA 2015. Kementerian Pertanian, Jakarta. Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015–2019, Jakarta. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Impor Jagung, Jakarta. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2017. Potret Jagung Indonesia: Menuju Swasembada Tahun 2017 . Pamungkas D.,B., Pujiharto, Watemin. 2016. Analisis Pemasaran Jagung (Zae mays L.) Di Desa Karangmalang Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Jurnal Agritech 2:101-106. Suwandi. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Jagung. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian : Jakarta.

More Documents from "Dwi Febrini"

Jagung.docx
April 2020 0
Laporan Dasek.docx
April 2020 0
Bab2bronkiolitis.docx
May 2020 32
Soal Us.docx
May 2020 34