BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 3.1 Umum Pengumpulan data lapangan yang akan digunakan sebagai acuan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan data sekunder yang didapat oleh penulis.Data tersebut akan digunakan dalam perencanaan lapangan penumpukan peti kemas Terminal Peti Kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Data yang diperoleh yaitu : - Data teknis pelabuhan - Data tanah - Data bathymetri - Data hidro oceanografi
Analisa selanjutnya dilakukan untuk membuat stratigrafi parameter tanah di daerah yang akan direklamasi.Dasar yang digunakan untuk membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan statistik sederhana. Pendekatan statistik yang digunakan adalah pengambilan keputusan berdasarkan besarnya nilai coefisien variasi (CV).Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 – 20 %.Jika nilai sebaran tersebut >20 % maka harus dilakukan pembagian layer kembali.Persamaan-persamaan statistik yang digunakan dapat dilihat pada Sub Subbab 2.5.1 (formula 2.1 s.d 2.3).(Hasil Perhitungan Stratigrafi dan Tabel Parameter Tanah Terlampir)
3.2 Data Teknis Pelabuhan a. Letak Geografis Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah pada posisi lintang 06º - 57' - 00” Selatan sampai dengan lintang 06º - 57' - 00” Selatan, bujur 110º - 24' - 00” Timur sampai dengan bujur 110º - 26' - 00” Timur. b.Hidrografi - Keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Emas Semarang rendah berawa-rawa. - Keadaan dasar laut lumpur. - Kedalaman terdangkal -3 mLWS dan terdalam 12.5 mLWS 3.3 Data Tanah Untuk mengetahui kondisi dan sifat - sifat lapisan tanah di lokasi penambahan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dilakukan soil investigation sebanyak 2 ( dua ) titik, yaitu B-1 dan B-2 sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.Dan data tanah ini diperoleh dari CV.Nindira . Titik - titik penyelidikan tanah tersebut berada di laut dengan pengukuran masing - masing titik : - Pada titik B-1, elevasi muka tanah asli = -3.150 mLWS dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = 60 mLWS. - Pada titik B-2, elevasi muka tanah asli = -3 mLWS dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mLWS. Hasil soil investigation adalah berupa hasil SPT di lapangan sebanyak 2 titik B-1 dan B-2 dalam bentuk grafik korelasi antara nilai N-SPT dan kedalaman (Gambar 3.2) dan gambar stratigrafi tanah yang menyatakan jenis tanah tiap interval kedalaman (Gambar 3.3). Kondisi kepadatan lapisan tanah secara umum relatif lembek.Lapisan tanah relatif keras ( N ≥ 20 ) rata - rata terletak pada kedalaman -60 m dari sea bed (Tabel 3.1).
Gambar 3.1 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT, B1 dan B2 di Area Reklamasi Terminal Peti Kemas Semarang
Gambar 3.2 Grafik Hubungan Kedalaman dan N-SPT
elevasi dermaga yang lama yaitu sebesar +3.20 mLWS (sumber : PT.Pelindo III Surabaya). 3.5 Data Pasang Surut Berdasar informasi dan referensi yang dapat dikumpulkan, tipe pasang surut adalah campuran namun condong ke harian tunggal ( mixed to diurnal ) dengan perbedaan pasang surut sebesar ± 1.36 m (lihat Gambar 3.4).Posisi level air di sekitar dermaga peti kemas Tanjung Emas Semarang (dalam Rifan, 2003) : - HWS = + 1.36 m LWS - MSL = + 0.68 m LWS - LWS = ± 0.00 m LWS (Sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) + 1.36 m + 0.68 m ± 0.00 m
HWS MSL LWS
Gambar 3.4 Kondisi Pasang Surut di Tanjung Emas 3.6 Data Arus Gambar 3.3 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti Kemas Semarang
Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang kecepatan arus maksimum adalah 1.5 knots dengan arah 300.Dengan kecepatan arus yang masih di bawah kecepatan maksimum ( 3 knots ) dan diperkirakan arus yang masuk wilayah pelabuhan sangat kecil maka kondisi perairan aman dari cross current.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang).
3.4 Data Bathymetri Peta bathymetri di sekitar perairan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang seperti tampak pada Gambar 3.5 diperoleh berdasar hasil survei final sounding kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Berdasar peta tampak bahwa perairan mempunyai kedalaman rata - rata sebesar -3 mLWS. Elevasi lapangan penumpukan sama dengan
Gambar 3.5 Peta Bathymetri Lapangan Penumpukan Peti kemas Semara
BAB IV EVALUASI LAYOUT
3.7 Data Angin dan Gelombang Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang, angin bertiup dengan kecepatan 17 knots dari arah Tenggara Barat.Maksimum dari skala Beafort adalah maksimal 30 km/hour (88.33 m/s).Dengan kecepatan 8.5 m/s (1knots = 0.5 m/s) maka dapat disimpulkan kondisi perairan pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat aman dan tenang.Dan melihat arah angin yang bertiup dari arah tenggara maka dapat dipastikan bahwa gelombang di daerah pelabuhan sangat kecil sehingga daerah pelabuhan aman dari gelombang.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) 3.8 Analisis Parameter Material Timbunan Dengan memperhatikan persyaratan pada Subbab 2.5.2 maka direncanakan material timbunan menggunakan pasir halus yang diambil di dekat daerah reklamasi dengan spesifikasi sebagai berikut : C =0 = 1,80 t/m3
= 33o
3.9 Data Perencanaan Struktur Timbunan
4.1 Umum Layout yang digunakan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan informasi dari gambar perencanaan proyek Pelabuhan Indonesia III, Layout Pengembangan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (terlampir).Layout yang akan dievaluasi adalah hanya layout pengembangan lapangan penumpukannya saja.Layout akan dievaluasi terhadap kondisi daratan atau tata letak pada lapangan penumpukan yang baru dengan mengacu pada kondisi eksistingnya.Evaluasi dilakukan bertujuan untuk menentukan apakah perencanaan layout telah sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan di lapangan. 4.2 User dan Flow Pergerakan peti kemas secara umum pada sebuah terminal peti kemas dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Berdasarkan konsep Layout Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang 2008-2009, luas total daerah yang akan direklamasi untuk digunakan untuk container yard adalah 5250 m2 dan elevasi akhir yang direncanakan untuk container yard adalah +3.20 m LWS. Sedangkan elevasi akhir timbunan adalah +2.40 meter LWS (elevasi container yard dikurangi tebal perkerasan ±80 cm). Karena umumnya reklamasi dilakukan tidak dengan sekaligus maka pada perhitungan perencanaan ini digunakan lebar = 15 meter untuk tiap tahapnya.
Berikut adalah Gambar 3.6 yang merupakan sketsa potongan melintang dari timbunan untuk container yard.
Gambar 3.6 Sketsa Potongan Melintang Timbunan
Gambar 4.1 Alur Perjalanan Peti Kemas Keterangan dari urutan abjad gambar tersebut adalah sebagai berikut : A. Dermaga Yaitu tempat bertambatnya kapal dan untuk bongkar muat muatan yang ada di kapal.Untuk membantu proses bongkar muat ini maka dipasanglah alat di dermaga, yang umum dipakai di Indonesia adalah Container Crane atau yang lebih dikenal dengan istilah CC. B. Container Yard Atau lapangan penumpukan yaitu tempat untuk menumpuk sementara peti kemas yang akan dimuat ke kapal maupun yang akan dikirim ke pemilik.
C. Container Freight Station (CFS) Yaitu gudang yang ada di area terminal yang berfungsi untuk membongkar muat isi peti kemas.Biasanya kondisi ini untuk peti kemas yang berstatus Less Container Loaded (LCL) yaitu peti kemas yang mempunyai lebih dari satu dokumen kepemilikan. D. Gate Out Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin peti kemas yang akan keluar dari area terminal. E. Gate In Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin peti kemas yang akan masuk ke area terminal. F. Gudang Consignee Yaitu gudang pemilik untuk keperluan pengepakan atau pengemasan barang setelah dibongkar dari peti kemas dari terminal atau sebaliknya. G. Depo Peti Kemas Yaitu tempat untuk meletakkan peti kemas – peti kemas kosong.
Sedang keterangan dari urutan nomor gambar tersebut adalah sebagai berikut : 1. Stevedoring Yaitu tahap yang berlangsung di dermaga dimana peti kemas dibongkar dari kapal atau sebaliknya akan dimuat ke kapal dengan menggunakan Container Crane. 2. Trucking Yaitu tahap dimana peti kemas diangkut oleh truk chassis dari dermaga menuju ke lapangan penumpukan (kegiatan bongkar) atau sebaliknya dari lapangan penumpukan ke dermaga (kegiatan muat). 3. Lift on / Lift off Yaitu tahap dimana peti kemas di truk chassis yang sudah berada di area lapangan penumpukan diletakkan di lapangan penumpukan atau sebaliknya dari lapangan penumpukan dibawa keluar (karena akan dimuat ke kapal atau karena akan dikirim ke pemilik) dengan menggunakan sebuah alat, yang umum dipakai di Indonesia adalah Rubber Tyred Gantry (RTG) atau Rail Mounted Gantry (RMG). 4. Delivery Yaitu tahap dimana peti kemas dikirim kepada pemilik dengan menggunakan truk chassis.Pada tahap ini peti kemas harus
melewati gate out.Gate di sini disebut juga dengan interchange area.Fungsi dari interchange area ini adalah untuk memperjelas job description antara terminal dan pemilik, maksudnya adalah jika peti kemas masih berada di area terminal maka peti kemas tersebut masih merupakan tanggung jawab pihak terminal dan sebaliknya jika peti kemas sudah berada di luar area terminal maka apa pun yang terjadi pada peti kemas merupakan tanggung jawab pemilik. 5. Stripping / Stuffing Yaitu tahap dimana peti kemas dibongkar muatannya di dalam gudang atau sebaliknya, bisa gudang dalam area terminal atau lebih dikenal dengan Container Freight Station (CFS) atau gudang consignee (pemilik) di luar area terminal. 6. Receiving Yaitu tahap dimana peti kemas dari luar terminal dibawa masuk ke area terminal.Pada tahap ini peti kemas harus melewati gate in yang ada guna keperluan inspeksi dan penimbangan.
4.3 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan Berikut ini adalah kondisi eksisting fasilitas lapangan penumpukan Terminal Peti Kemas Semarang, Jawa Tengah : Lapangan penumpukan eksisting seluas ±17 Ha.Lihat Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4.
Gambar 4.2 Layout Container Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun 2010 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang)
CY-06 : Container Yard untuk peti kemas yang telah selesai 100 % diperiksa oleh bea dan cukai (ex-behandle). Tabel 4.1 Luas dan Kapasitas Tiap Container Yard
Gambar 4.3 Layout Kondisi Eksisting Container Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun 2010 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang)
Container Yard
Luas (m²)
01
82640
02 03 04 05 06
15493 29193 20975 8500 3000
Kapasitas Peti Kemas (TEU) 8935 Ekspor : 4935 Impor : 4000 422 900 996 336 336
(Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang)
Keterangan :
Adapun keterangan untuk Gambar 4.2 tersebut di atas adalah sebagai berikut : CY-01 : Container Yard untuk peti kemas ekspor dan impor.Terdiri atas 5 blok ekspor dan 4 blok impor.Posisi CY-01 ini masih mengacu pada kedekatan posisi bongkar muat. CY-02 : Container Yard yang digunakan untuk peti kemas, baik ekspor maupun impor, yang mengangkut barang berbahaya.
Lapangan Penumpukan Eksisting Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Pengembangan Lapangan Penumpukan
U
Skala 1 : 1
CY-03 : Container Yard untuk area pemeriksaan (behandle) bea dan cukai yang memungkinkan peti kemas dalam jalur merah/dicurigai. CY-04 : Container Yard yang digunakan untuk peti kemas kosong. CY-05 : Container Yard untuk peti kemas kosong untuk ekspor.Letaknya disendirikan dengan pertimbangan bahwa posisi empty saat di kapal adalah di atas dan masuk dalam closing time.
Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan Rencana Pengembangannya Alur pergerakan peti kemas mulai dari diturunkan dari kapal dan dibawa truk chassis hingga dibawa ke lapangan penumpukan adalah menggunakan prinsip searah jarum jam, seperti nampak pada Gambar 4.5.Dan nantinya untuk alur truk pada rencana pengembangannya mengikuti kondisi eksisting.
Keterangan : Keterangan :
Dermaga Eksisting
Dermaga Eksisting
Blok Peti Kemas
Pengembangan Dermaga
Alur Truk Chassis
Blok Peti Kemas Kondisi Eksisting Blok Peti Kemas Rencana Pengembangan Alur Truk Kondisi Eksisting Alur Truk Rencana Pengembangan
U
U
Skala 1 : 1
Skala 1 : 1
Gambar 4.6 Alur Truk Peti Kemas pada Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan pada Rencana Pengembangannya 4.4 Rencana Pengembangan Lapangan Penumpukan
Gambar 4.5 Alur Truk Chassis pada Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan Alat-alat yang dipakai antara lain : Container Crane (CC) sebanyak 5 unit, Rubber Tyred Gantry (RTG) sebanyak 13 unit, Top Loader (TL) sebanyak 3 unit, Side Loader (SL) sebanyak 2 unti, Reach Staker (RS) sebanyak 2 unit, Head Truck (OTTAWA) sebanyak 10 unit, Head Truck (VOLVO) sebanyak 8 unit, Head Truck (HINO) sebanyak 7 unit, Chassis TPKS sebanyak 25 unit, Chassis Kuda Inti sebanyak 7 unit, dan Fork Lift Electric sebanyak 6 unit (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). Rubber Tyred Gantry (RTG) yang digunakan mempunyai lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan 1 jalur truk (1 blok peti kemas 6+1).Lihat Gambar 4.6.Dan tipe Rubber Tyred Gantry yang digunakan adalah RTG dengan delapan roda setara dengan SUMITOMO RTG atau PACECO-MITSUI RTG dengan empat roda.
Dari kondisi eksisting lapangan penumpukan, ada rencana untuk dilakukan pengembangan lapangan penumpukan seluas 105 m x 50 m (lihat Gambar 4.4).Adapun nantinya tata letak, alatalat, dan ukurannya mengikuti kondisi eksisting terluar. 4.5 Prediksi Bongkar Muat Prediksi bongkar muat peti kemas tahun 2004-2008, baik untuk ekspor, full import, dan empty import akan selalu meningkat, dari 355009 TEUs di tahun 2004, 353675 TEUs di tahun 2005, 370108 TEUs di tahun 2006, 385095 TEUs di tahun 2007, 373644 TEUs di tahun 2008, 356461 TEUs di tahun2009, dan pada 2010 ditargetkan sebanyak 363590 TEUs atau terjadi peningkatan sekitar 2 % (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). Karena tidak didapatkan data prediksi bongkar muat di pelabuhan Tanjung Emas ini sampai dengan 20 tahun ke depan, maka diasumsikan sendiri pertumbuhan rata-rata 2% terjadi sampai dengan 20 tahun ke depan.Sehingga pada tahun 2030 diprediksi proyeksi produktivitas bongkar muat peti kemas sebesar 506170 TEUs.
4.6 Evaluasi Tata Letak Lapangan Penumpukan Tata letak lapangan penumpukan yang baru akan dibuat mengikuti kondisi eksisting terluar.Dimana terdapat lapangan penumpukan itu sendiri dengan RTGC sebagai alat pengangkut peti kemasnya dan jalur truk di luar bentang RTGC. Lapangan penumpukan atau Container Yard (CY) ini harus disediakan dengan kapasitas mencukupi untuk lamanya waktu peti kemas menduduki area ini atau dwelling time.Berdasar statistik di Indonesia, dwelling time rata – rata per peti kemas mencapai sekitar 6 sampai 7 hari atau seminggu.
dimana lebar 1 Ground Slot sama dengan lebar 1 ukuran peti kemas terkecil yaitu sebesar 8 ft (peti kemas terkecil berukuran 20 ft x 8 ft).Dan 1 m = 3.32 ft. Maka lebar lapangan penumpukan = 23 meter + 4 jalur truk di luar RTGC = 23 meter + (4 x 5.5 meter) = 45 meter < 50 meter........OK Dengan tinggi penumpukan 3.5 tiers untuk tipe SUMITOMO.
Jadi kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek
=
506170 52
Peti Kemas
11.3 meter
Pr ediksiBongkarMuat 20TahunKeDepan = JumlahMingguDalamSetahun
Rubber Tyred Gantry Crane
1 Tier / 1 Tumpukan
6 x 2.41 meter
= 9734 TEUs
5.5 meter
23 meter
1 Ground Slot
Pada kondisi eksisting, sampai tahun 2010, produksi rata-rata peti kemas 350000 TEUs per tahun atau 6731 per minggu (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang).Sehingga jika dibandingkan dengan kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek untuk umur rencana 20 tahun ke depan maka kapasitas yang harus ditambah sebesar 3003 TEUs (9734 TEUs – 6731 TEUs). Lebar Lapangan Penumpukan Operasional di Container Yard melalui proses : peti kemas datang dengan truk chassis lalu diangkat menuju posisi penumpukan menggunakan alat Rubber Tyred Gantry (RTG). RTG memiliki variasi ukuran.Dalam perencanaan ini digunakan lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan 1 jalur truk sebagaimana kondisi eksisting Lebar 1 blok peti kemas = (banyak GS x lebar 1 GS) + 1 jalur truk + lebar jalur roda RTGC 2 sisi = (6 x 2.41) + 5.5 + (2 x 1.5) = 22.96 meter ≈ 23 meter
Jalur Truk
Gambar 4.7 Potongan Melintang 1 Blok Peti Kemas
Panjang Lapangan Penumpukan Pelayanan 1 unit RTG untuk 1 blok maksimal 25 row/baris baik ukuran 20 ft maupun 40 ft.Sedangkan dalam perencanaan digunakan ukuran 20 ft dan di kondisi eksisting sendiri atau tepatnya di CY-05 digunakan 18 row/baris.
Pada rencana pengembangan : Panjang tersedia = 105 meter – 1 jalur truk = 105 meter – 5.5 meter = 99.5 meter Maka baris yang dapat dibuat = 99.5 meter / 6.02 meter = 16.5 baris diambil 16 baris
Rubber Tyred Gantry Crane
Peti Kemas 20 ft
16 X 20 ft
Gambar 4.8 Potongan Memanjang 1 Blok Peti Kemas Kapasitas Blok Baru Kapasitas blok baru terdiri atas : 6 Ground Slot 1 jalur truk 16 baris peti kemas Direncanakan untuk 3.5 tiers/tumpukan 65 % Occupancy rata-rata = 6 x 3.5 x 16 x 0.65 = 218 TEU/blok/minggu = 11336 TEU/blok/tahun Jadi jangka pendek dibutuhkan = 3003 / 218 = 14 blok
tanah) itu sendiri, sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek, yang perlu direalisir apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek daya dukungnya, stabilitasnya, maupun perilakunya. (Wahyudi H, 1997) Adapun kondisi tanah dasar di perairan Tanjung Emas ini sendiri tergolong jelek sehingga soil improvemet sangat diperlukan agar dapat diperoleh perencanaan reklamasi yang kuat, stabil, dan ekonomis. 5.2 Perhitungan Hubungan Ketinggian Timbunan terhadap Sliding Perhitungan sliding dilakukan di titik stratigrafi dengan menggunakan bantuan program Dx-stable versi 5.202.Dari perhitungan ini didapatkan nilai SF (safety factor) yang selanjutnya akan di korelasikan dengan tinggi timbunan dan untuk selanjutnya hasil tersebut dianalisa.Untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan menggunakan kemiringan slope yang berbedabeda.Adapun pemodelan perhitungan sliding dapat dilihat pada Gambar 5.1.
TERMINATION
INITATION
1: n
HWS = +1.36 m MSL = +0.68 m LWS = +0.00 m
H
LAPISAN 1 LAPISAN 2
Maka dapat disimpulkan untuk perencanaan 20 tahun ke depan pengembangan seluas 105 meter x 50 meter masih jauh dari cukup.Sehingga pengembangan tahap selanjutnya sangat dibutuhkan untuk mengcover pergerakan peti kemas yang semakin naik dari tahun ke tahun.
BAB V PERENCANAAN REKLAMASI 5.1 Umum Reklamasi menurut definisi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume dan luasan yang sangat besar, pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair.Problema utama dari reklamasi tersebut umumnya berkisar pada permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli, perlunya pemakaian vertical drains, preloading, dan juga permasalahan settlement dan sliding .Soil improvement (perbaikan
LAPISAN 3
Gambar 5.1 Pemodelan Perhitungan Sliding beserta Kondisi Muka Air Laut
5.2.1 Perhitungan Sliding di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2 Tanpa PVD Pada sub bab ini akan direncanakan kemiringan timbunan atau slope yang dipakai, sebelum pemakaian PVD (kondisi undrained), agar kelongsoran pada timbunan dapat dihindari dengan tetap memperhatikan keekonomisan di titik stratigrafi B-1 dan B-2.Dimana nantinya akan dibuat grafik hubungan antara tinggi timbunan dengan safety factor dengan memasukkan variasi nilai slope yang akan dicoba.Adapun nilai slope yang akan dicoba yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3 (lihat Tabel 5.1, Gambar 5.2, Tabel 5.2, dan Gambar 5.3).Dan nilai SF kritis yang diambil sebesar 1.
Tabel 5.1 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-1 H (meter)
Slope 1:2 SF 1.910 1.741 1.398 1.083
1:1 SF 1.586 1.361 0.988 0.635
0.5 1 2 3
1:3 SF 2.450 2.285 1.817 1.619
Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 2.600 2.400 2.200
Safety Factor (SF)
2.000 1.800 1.600 Slope 1 : 1
1.400
Slope 1 : 2
1.200
Slope 1 : 3
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Tinggi Timbunan (H)
Gambar 5.2 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik Stratigrafi B-1
Tabel 5.2 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-2 H (meter)
Slope 1:2 SF 1.824 1.447 0.897 0.486
1:1 SF 1.579 1.05 0.476 0.176
0.5 1 2 3
1:3 SF 2.686 1.978 1.245 0.678
Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor 2.800 2.600
Safety Factor (SF)
2.400 2.200 2.000 1.800
Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik Stratigrafi B-2 Dari Gambar 5.2 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan kurang dari 2 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis lebih dari 3 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 4 meter.Sedangkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan sekitar 1 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis lebih dari 1 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 2 meter. Maka, dari melihat dua gambar tersebut untuk perencanaan awal akan digunakan kemiringan slope 1:2.Alasan pemilihan slope ini jika dibandingkan dengan slope 1:1 dan 1:3 adalah sebagai berikut : Nilai slope 1:2 sering digunakan dalam perencanaan. Jika dibandingkan dengan slope 1:3 lebih menghemat material timbunan yang digunakan.Seperti diketahui semakin besar kemiringan slope semakin besar pula material yang dibutuhkan. Tidak menghabiskan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan lebar lerengnya. Dengan semakin kecilnya material dan luas daerah yang dibutuhkan maka pengeluaran secara keseluruhan pun akan semakin kecil pula. 5.3 Perhitungan Settlement Di Titik Stratigrafi B1 Dan B-2 Perhitungan amplitudo (besarnya settlement) total menggunakan persamaan 2.4.Seperti dijelaskan sebelumnya settlement yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah immediate dan consolidation primary settlement.Hal ini dikarenakan besarnya penurunan tanah reklamasi akibat secondary dan lateral settlement sangat kecil sehingga sering diabaikan.Perhitungan settlement ini dilakukan untuk tinggi timbunan bervariasi sebagai berikut. h1 h2 h3 h4 h5 h6 h7 h8 h9
= = = = = = = = =
6 7 8 9 10 11 13 15 17
m m m m m m m m m
q1 q2 q3 q4 q5 q6 q7 q8 q9
= = = = = = = = =
5.5 6.8 8 9.3 10.6 11.9 14.39 16.93 19.47
Slope 1 : 1
1.600 1.400 1.200
Slope 1 : 2 Slope 1 : 3
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Tinggi Timbunan (H)
3
3.5
Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk mencari tinggi timbunan awal (tinggi inisial) di tiap titik stratigrafi agar elevasi final dari timbunan mencapai +2.40 m LWS.
t/m2 t/m2 t/m2 t/m2 t/m2 t/m2 t/m2 t/m2 t/m2
E' 5.3.1 Immediate Settlement Immediate settlement terjadi pada awal penimbunan dan perhitungannya menggunakan persamaan 2.5.Harga modulus elastisitas tanah (E) dan angka poisson (μ) didapatkan dari Grafik Korelasi Harga N-SPT dengan Berbagai Parameter (Helmy et. al – Lab. Geoteknik PAU ITB).Harga dari E dan μ untuk tanah di titik Stratigrafi B-1 dan B-2 dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 berikut.
1374.7 2(0.498) 2 1 1 0.498
= 115170.13 t/m2 Lapisan 2
E'
1221.3 2(0.440) 2 1 1 0.440
= 3957.92 t/m2
Tabel 5.3 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-1
Lapisan 3
E'
1168.4 2(0.420) 2 1 1 0.420
= 2982.71 t/m2 Tabel 5.4 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B-2
Menghitung amplitudo immediate settlement Dengan memasukkan nilai q, E’, dan h di tiap lapisan tanah pada persamaan 2.5 didapatkan :
h S i q i i Ei ' Lapisan 1
22.25 S1 5.5 x 115170.13 = 0.001 m Lapisan 2 23,25 S 2 5.5 x 3957.92
Mencari nilai Modulus Oedometrik, dengan menggunakan persamaan 2.6.Jika persamaan 2.6 dijabarkan lebih lanjut didapatkan :
E'
E 2 2 1 1
Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Dengan q1 = 5.5 t/m2 Lapisan 1
= 0.032 m
Lapisan 3 6 S3 5.5 x 2982 .71
= 0.011 m
5.3.2 Consolidation Primary Settlement Perhitungan konsolidasi ini memakai prinsip Long Term Condition dimana kondisi ini menggunakan harga-harga efektif baik untuk tanah kohesif dan non kohesif yang letaknya berada di bawah muka air.Parameter tanah pada titik stratigrafi B-1 dan B-2 yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.
d tim b ; C ; s a t tim b ; C ;
H W S = + 1 .3 6 m L W S
Hw Z1 Z2
Tabel 5.5 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik stratigrafi B-1
Z3 Z4 Z5
H
sa t1 ; C u 1 ; 1
h1
s a t2 ; C u 2 ; 2 s a t3 ; C u 3 ; 3
h2 h3
Z 6 s a t4 ; C u 4 ; 4
h4
s a t5 ; C u 5 ; 5 s a t6 ; C u 6 ; 6
h5 h6
Gambar 5.5 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-2 Tabel 5.6 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik stratigrafi B-2
Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 terdapat nilai Cc yang merupakan pendekatan yang diambil dari persamaan 2.10. Menghitung besarnya tegangan overburden efektif di tiap lapisan. Besarnya tegangan ini dihitung di tengahtengah lapisan tanah dengan menggunakan persamaan berikut.
Po' '.z dimana : Berikut ini ditampilkan sketsa rencana perhitungan baik di titik stratigrafi B-1 maupun B-2.Lihat Gambar 5.4 dan Gambar 5.5. Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.150 meter Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :
d timb ; C ; sat timb ; C ;
HWS = +1.36 m LWS
Hw Z1 Z2
[5.5]
z = ketebalan tanah dari permukaan tanah dasar sampai tengahtengah lapisan yang ditinjau (meter) (lihat Gambar 5.6) ' = gamma efektif, yaitu '=sat-w
Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Lapisan 1 Po’ = (1,57 – 1) x 11,125 = 6,341 t/m2
H
Lapisan 2 Po’ = (1,57 – 1).22,25 + (1,76 – 1).11,625
sat1 ; Cu1 ; 1
h1
Z3 sat2 ; Cu2 ; 2
h2
sat3 ; Cu3 ; 3
h3
= 21,518 t/m2 Lapisan 3 Po’ = (1,57 – 1).22,25 + (1,76 – 1).23,25 + (1,79 – 1).3 = 32,723 t/m2
Gambar 5.4 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-1
Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.00 meter Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.00 meter Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :
Menghitung besarnya penambahan tegangan akibat pengaruh beban timbunan ditinjau di tengah-tengah lapisan (P). Perhitungan faktor I menggunakan formula 2.222.24.
Contoh perhitungan dilakukan untuk htimb = 6 meter
harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan
Lapisan 1 z = 11.125 meter
tersebut harus dikalikan 2 kalinya.
B1
= ½ x 15 = 7.5 meter
x
B2
= 6 x 2 = 12 meter
1
=
p
= 0,46 x 5.5
tan-1
{(7.5+12)/
11.125}
- tan-1
untuk timbunan total yang simetris maka harga
(7.5/11.125) (radian)
= 2.53 t/m²
= 26.31 o 2
= tan-1 (7.5/11.125) (radian) Lapisan 3 z = 48.5 meter
= 33.99 o qo
= (H-Hw) x d timb + Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m²
=1/180[{(7.5+12)/12}(+)}-
B1
= ½ x 15 = 7.5 meter
B2
= 6 x 2 = 12 meter
1
= tan-1 {(7.5+12)/ 48.5} - tan-1 (7.5/48.5)
(radian)
7.5/12()]
= 13.11 o
= 0.425 harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan 2 kalinya.
2
= tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 8.79 o
qo
= (H-Hw) x d timb + Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m²
x
p
= 0.85 x 5.5
7.5/12()]
= 4.68 t/m²
=1/180 [{(7.5+12)/12}(+)}-
= 0.17 harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan 2 kalinya.
Lapisan 2 z = 33.875 meter B1
= ½ x 15 = 7.5 meter
x
B2
= 6 x 2 = 12 meter
1
=
p
= 0.34 x 5.5
tan-1
{(7.5+12)/
33.875}
- tan-1
(7.5/33.875) (radian)
= 1.87 t/m²
= 17.44 o 2
qo
= tan-1 (7.5/33.875) (radian)
Menghitung besarnya Consolidation Primary
= 12.48 o
Settlement
= (H-Hw) x d timb + Hw x ’ = (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m²
Contoh perhitungan dilakukan untuk htimb = 6 meter Dengan memakai persamaan 2.7 didapatkan :
=1/180[{(7.5+12)/12}(+)}-
7.5/12()] = 0.23
Lapisan 1
6.341 4.68 1.54 S ci log 22.25 6.341 1 1 . 611 = 3.155 m
Lapisan 2
Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal
21.518 2.53 0.92 S ci log 23.25 21.518 1 1.008
11.000 10.000 9.000
Si, Scp, Stotal (m)
= 0.508 m Lapisan 3
32.723 1.87 0.53 S ci log 6 32.723 1 1.010
8.000
Si (m)
7.000
Scp (m)
6.000
Sc total (m)
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
= 0.038 m
Tinggi Timbunan (H) m
5.3.3 Total Settlement Besarnya settlement total didapatkan dengan cara menjumlahkan besarnya immediate dan consolidation settlement.
Gambar 5.7 Grafik Hubungan Tingg Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi B-2
5.4 Mencari H Awal Timbunan (Hinisaial) Dan Settlement(Sc)
Lapisan 1 = 0.001 + 3.155 = 3.156 m St1
Langkah pertama yang dilakukan untuk mencari H awal (Hinisial) dari perencanaan timbunan reklamasi ini adalah dengan membuat grafik hubungan antara Hfinal dengan Hinisial dan grafik hubungan antara Hfinal dengan Sc dari setiap titik stratigrafi. Hinisial dicari menggunakan rumusan 2.28 sedangkan Hfinal adalah Hinisial dikurangi Sc (rumusan 2.29).
Lapisan 2 = 0.032 + 0.508 = 0.54 m St2 Lapisan 3 = 0.011 + 0.038 = 0.049 m St3 Total Stotal= St1 + St2 + St3 = 3.156 + 0.54 + 0.049 = 3.745 m Dengan cara yang sama didapatkan settlement untuk beban yang berbeda.Gambar 5.6 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-1.Sedang Gambar 5.7 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-2.
Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal
5.4.1 Perhitungan H awal Timbunan (Hinisaial) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2 Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Didapatkan data sebagai berikut : Elevasi muka air terendah = + 0.00 meter Elevasi muka tanah = -3.150 meter Tinggi timbunan pada kondisi HWS = 4.51 meter
11.000 10.000 9.000 8.000
Si, Scp, Stotal (m)
Si (m) 7.000
Scp (m)
6.000
Sc total (m)
Kondisi HWS inilah yang dianggap tepat menggambarkan kondisi muka air laut di lapangan mengingat kejadian pasang surut di lokasi reklamasi adalah mixed to diurnal.
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 0
1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Tinggi Timbunan (H) m
Gambar 5.6 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi B-1
htimb
= 6 meter (variabel)
timb
= 1.8 t/m3
sat timb
= 1.8 t/m3 (asumsi sat timb = timb)
w
= 1 t/m3
qfinal
= (6-4.51) x 1.27 + 4.51 x (1.8 – 1) = 5.5 t/m2
Sc
= 3.745 meter
maka :
H final vs H inisial
5.5 (3.745 x(1.8 1 1.8) 1.8
= 5.136 meter
16.000 14.000 12.000
H inisial (m)
H inisial
18.000
10.000 8.000
4.000
= 5.136 – 3.745
Hfinal
y = -0.1048x 2 + 3.1067x + 1.0803
6.000
2.000 0.000 0.000
= 1.391 meter
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
H fina l (m)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh perhitungan Hinisial untuk beban (q) yang berbeda.Dan hasilnya sebagaimana Tabel 5.7 untuk titik stratigrafi B-1 dan Tabel 5.8 untuk titik stratigrafi B-2.
Gambar 5.8 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) di Titik Stratigrafi B-1 H final vs Sc
No
Sc (m) 3.745 4.486 5.187 5.851 6.484 7.088 8.216 9.254 10.214
H initial (m) 5.136 6.270 7.326 8.417 9.491 10.549 12.559 14.547 16.491
H final (m) 1.391 1.784 2.139 2.566 3.007 3.461 4.343 5.293 6.277
y = -0.1048x2 + 2.1067x + 1.0803 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
H final (m)
Gambar 5.9 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 H final vs H inisial 18.000 16.000 14.000
H inisial (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
q t/m² 5.5 6.8 8 9.3 10.6 11.9 14.4 16.9 19.5
10.000
Sc (m)
Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1
12.000
12.000 10.000 8.000
y = -0.1087x 2 + 3.2417x + 0.5496
6.000
Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-2
4.000 2.000 0.000 0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
H final (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
q t/m² 5.6 6.8 8.1 9.4 10.7 11.9 14.5 17.0 19.5
Sc (m) 3.602 4.356 5.078 5.768 6.428 7.058 8.242 9.333 10.343
H initial (m) 5.112 6.198 7.321 8.426 9.515 10.532 12.635 14.629 16.579
H final (m) 1.510 1.842 2.243 2.659 3.088 3.474 4.392 5.296 6.237
Gambar 5.10 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) di Titik Stratigrafi B-2 H final vs Sc 12.000 10.000
y = -0.1087x2 + 2.2417x + 0.5496
8.000
Sc (m)
No
6.000 4.000 2.000 0.000 0.000
Sedangkan grafiknya sebagaimana Gambar 5.8 dan Gambar 5.9 untuk titik stratigrafi B-1, Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 untuk titik stratigrafi B-2.
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
H final (m)
Gambar 5.11 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-2
Dengan menggunakan persamaan pada Gambar 5.8, Gambar 5.9, Gambar 5.10, dan Gambar 5.11 serta dengan bantuan data sebelumnya didapatkan : Titik stratigrafi B-1 : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = -3.150 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.55 meter
2 3
Berikut ini adalah hasil rekapan perhitungan tinggi timbunan dan settlement untuk setiap titiknya.
Tabel 5.9 Hasil Rekapan Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc)
Titik Stratigrafi B-1 B-2
Hasil Hitungan H inisial Sc (meter)
(meter)
15 15
9.50 9.50
5.5.1Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural di TitikStratigrafi B-1 dan B-2 Berikut ini akan dihitung lamanya waktu konsolidasi di titik stratigrafi B-1 dan B-2 sebelum dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain).Parameter nilai Cv (koefisien konsolidasi vertikal) untuk tiap lapisan sebagaimana pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11. Tabel 5.10 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-1
1
Tebal Lapisan (m) 22.25
γsat 3
t/m 1.57
0.00092 0.00080
1 2 3 4 5 6
γsat
Cv
t/m3 1.60 1.79 1.89 1.73 1.73 1.75
cm2/dtk 0.00115 0.00077 0.00100 0.00076 0.00070 0.00080
Harga Cv pada tabel di atas diperoleh berdasarkan data dari laboratorium. Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Mencari besarnya Cv rata-rata menggunakan persamaan 2.26, sehingga : C Vrata
rata
( 22 . 25 23 . 25 6 ) 2
22 . 25 0 , 00134
23 . 25 0 , 00092
6 0 , 00080
= 0,00105 cm2/det Jika melihat data tanah terlampir, dapatlah ditentukan bahwa arah aliran untuk titik stratigrafi B-1 adalah single drained, sehingga : Hdr = 51.5 m Asumsi : tegangan air pori merata sehingga harga Tv dapat diperoleh dari Tabel 2.2. U = 10 % Tv = 0,008
5.5 Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural
No.
Tebal Lapisan (m) 28.25 5.35 2.9 14.75 3 6
No.
Hinisial = -0.1048 (5.55) + 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 15 meter Sc = -0.1048 (5.55)2 + 3.1067 (5.55) + 1.0803 = 9.50 meter
Hinisial = -0.1087 (5.4)2 + 3.2417 (5.4) + 0.5496 = 14.89 meter ≈ 15 meter Sc = -0.1087 (5.4)2 + 2.2417 (5.4) + 0.5496 = 9.49 meter ≈ 9.50 meter
1.76 1.79
Tabel 5.11 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-2
2
Titik stratigrafi B-2 : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = -3.00 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.4 meter
23.25 6
Cv cm2/dtk 0.00134
Sehingga dengan menggunakan persamaan 2.25, didapatkan waktu konsolidasi.
0,00851.5 (0.00105 x3600 x 24 x360 x10 4 ) = 6.5 tahun 2
t
Untuk derajat konsolidasi lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.12.Dan untuk derajat konsolidasi titik stratigrafi B-2 dapat dilihat pada Tabel 5.13.
2
Tabel 5.12 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 Tv 0 0.008 0.031 0.071 0.126 0.197 0.287 0.403 0.567 0.848 ∞
t (hari) 0 2330.497 9030.674 20683.157 36705.321 57388.478 83606.564 117398.764 165173.944 247032.636 ∞
t (tahun) 0 6.38 24.74 56.67 100.56 157.23 229.06 321.64 452.53 676.80 ∞
Tabel 5.13 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2 U (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tv 0 0.008 0.031 0.071 0.126 0.197 0.287 0.403 0.567 0.848 ∞
t (hari) 0 3623.087 14039.463 32154.900 57063.626 89218.526 129978.259 182513.025 256786.316 384047.259 ∞
t (tahun) 0 9.93 38.46 88.10 156.34 244.43 356.10 500.04 703.52 1052.18 ∞
Berikut ini akan disajikan pula grafik hubungan antara derajat konsolidasi dengan lama waktu konsolidasi di titk stratigrafi B-1 (Gambar 5.12) dan titik stratigrafi B-2 (Gambar 5.13).
Derajat Konsolidasi (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 200
400
600
800
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Lama Konsolidasi (tahun)
Gambar 5.13 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B-2
Dari Tabel 5.12 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-1 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 676 tahun.Dan dari Tabel 5.13 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-2 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 768 tahun. Sehingga diperlukan pemasangan PVD untuk membantu mempercepat proses konsolidasi dan diharapkan pada saat container yard dioperasikan sudah tidak terjadi settlement. 5.6 Perhitungan Vertikal Drain Pemasangan vertikal drain dilakukan setelah ketinggian timbunan melebihi muka air laut (HWS).Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan mobilisasi crawler crane yang digunakan untuk membantu memasukkan vertikal drain ke dalam lapisan tanah compressible. Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Data-data yang berkaitan dengan perencanaan PVD di titik stratigrafi B-1 adalah sebagai berikut :
Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa PVD
0
Derajat Konsolidasi (%)
U (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa PVD
1000
Jenis PVD yang di gunakan : lebar (a) = 100 mm tebal (b) = 3 mm diameter ekivalent = 0,05 m (perhitungan menggunakan persamaan 2.39)
La ma Konsolida si (ta hun)
Gambar 5.12 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B-1
5.6.1 Perhitungan PVD di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2 Dari perhitungan pada Subbab 5.5.1 didapatkan nilai Cv = 0,00105 cm2/detik. nilai Ch dengan Menghitung besarnya menggunakan persamaan 2.48.Diambil harga
kh = 3, sehingga : kv Ch = 3 x 0.00105 = 0.00315 cm2/detik
Hu b un g an a nta ra D era ja t K o ns o lida s i (U) da n Wa k tu (t) 100.000
D erajat K ons olidas i (U% )
Derajat konsolidasi yang ingin dicapai U = 80% dalam waktu = 2 bulan. Harga Tv Harga Tv didapatkan dengan menggunakan persamaan 2.25, yaitu : 2 x30 x24 x3600x0.00105 Tv 51.5 x1002 = 0.000205
90.000
S eg i3 ; S =1 m
80.000
S eg i3 ; S =1.2 m S eg i3 ; S =1.5 m
70.000
S eg i4 ; S =1 m
60.000
S eg i4 ; S =1.2 m
50.000
S eg i4 ; S =1.5 m
40.000 30.000 20.000 10.000 0.000 0
4
8
12
16
20
24
28
32
36
40
Wak tu (min g g u )
Berikut ditampilkan grafik korelasi waktu tunggu dan spasi PVD (Gambar 5.14 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.16 untuk titik stratigrafi B-2) dan grafik hubungan antara derajat konsolidasi (U) dan waktu (t) (Gambar 5.15 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.17 untuk titik stratigrafi B-2).
Gambar 5.15 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD 3.50 Segi3 ; U=80%
3.00
Spasi PVD (m)
Menghitung besarnya derajat konsolidasi arah vertikal (Uv) dengan menggunakan persamaan 2.44. 0,000205 Uv 2 x100% = 1.62 % Mencari besar derajat konsolidasi arah horisontal Uh dengan memakai persamaan carillo (lihat rumus 2.47). 1 0 .8 U h 1 1 0.0162 = 0.7967 = 79.67 % Mendapatkan Drain influence zone (D) dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.11. Dari Gambar tersebut didapatkan nilai D = 1.4 meter. Mencari jarak spasi yang dibutuhkan untuk dua pola pemasangan yaitu segitiga dan segiempat.Jarak spasi pola segiempat (bujur sangkar) didapat dengan memasukkan harga D ke persamaan 2.31 sedangkan untuk pola segitiga harga D dimasukkan pada persamaan 2.32. Didapatkan : S = 1.33 meter untuk pola segitiga dan S = 1.24 meter untuk pola segiempat
Segi3 ; U=85%
2.50
Segi3 ; U=90%
2.00
Segi3 ; U=95%
1.50
Segi4 ; U=80% Segi4 ; U=85%
1.00
Segi4 ; U=90%
0.50
Segi4 ; U=95%
0.00 0
2
4 6 8 10 12 14 16 18 20 Waktu Tunggu (bulan)
Gambar 5.16 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
Hubung an antara D erajat K ons olidas i (U) d an Wa ktu (t)
100.000 D erajat K on s olid as i (U% )
S e g i3 ; S =1 m
90.000
S e g i3 ; S =1.2 m
80.000
S e g i3 ; S =1.5 m
70.000
S e g i4 ; S =1 m
60.000
S e g i4 ; S =1.2 m
50.000
S e g i4 ; S =1.5 m
40.000 30.000 20.000 10.000 0.000 0
4
8
12
16
20
24
28
32
36
40
Waktu (ming g u)
Gambar 5.17 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD
Spasi PVD (m)
4.00 3.50
Segi3 ; U=80%
3.00
Segi3 ; U=85% Segi3 ; U=90%
2.50
Segi3 ; U=95% 2.00
Segi4 ; U=80%
1.50
Segi4 ; U=85%
1.00
Segi4 ; U=90%
0.50
Segi4 ; U=95%
0.00 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Waktu Tunggu (bulan)
Gambar 5.14 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga
5.6.2 Pemasangan PVD di Lapangan Berikut ini akan ditampilkan pentabelan pola dan jarak pemasangan PVD di lapangan untuk masing – masing titik stratigrafi. Sebagaimana hasil perhitungan sebelumnya. Tabel 5.14 Pola dan Jarak Pemasangan PVD di Lapangan dengan Nilai U yang Diambil 90 %
Pada perencanaan ini diputuskan menggunakan waktu tunggu 6 bulan dengan asumsi tidak ada pembatasan waktu sehingga diambil waktu maksimal PVD dapat bekerja dan pola yang dipakai adalah segitiga dengan alasan lebih cepat dilaksanakan karena dalam satu posisi crawler crane dapat langsung memasukkan 3 titik PVD. Crane hanya digerakkan serong sedikit ke kanan dan ke kiri sehingga tidak perlu pindah tempat. Sedangkan pada pola segiempat, crane harus bergerak maju terlebih dahulu untuk menjangkau 2 posisi vertikal drain yang akan dipasang dengan bergerak sedikit serong ke kanan dan ke kiri.Dan PVD yang akan dipasang di lapangan disamakan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya yaitu memasang PVD bentuk segitiga dengan jarak 1.5 meter.
Tabel 5.15 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik Stratigrafi B-1
Tabel 5.16 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik Stratigrafi B-2
5.7 Penentuan Panjang Pemasangan PVD
Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement
Rate of Settlement (cm/tahun)
Menurut Mochtar (2000) pemasangan PVD tidak perlu sampai sedalam lapisan compressible (51.5 meter untuk titik stratigrafi B-1 dan 60.25 untuk titik stratigrafi B-2), hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah pemakaian PVD.Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam merencanakan kedalaman PVD yang efisien. Lapisan tanah di sekitar PVD mengalami pemampatan yang relatif cepat dengan arah aliran air dominan horisontal. Lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD mengalami pemampatan dengan arah aliran air dominan vertikal. Pemampatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : Pemampatan jangka pendek, yaitu pemampatan lapisan tanah setebal kedalaman pemasangan PVD. Pemampatan jangka panjang, yaitu pemampatan lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD. Pemampatan dapat diterima bila kecepatan pemampatan (rate of settlement) lapisan tanah di bawah PVD rata-rata pertahun < 1,5 cm.
B-1
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22
Kedalaman Pemasangan PVD (me te r)
Gambar 5.18 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Titik Stratigrafi B-1
Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 yang merupakan hasil perhitungan panjang pemasangan PVD dengan rate of settlement-nya untuk titik stratigrafi B-1 dan B-2.
Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement
Rate of Settlement (cm/tahun)
Serta Gambar 5.18 dan Gambar 5.19 merupakan grafik hubungan antara kedalaman pemasangan PVD dengan Rate of Settlement untuk titik B-1 dan B-2.
13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
B-2
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22
Kedalaman Pemasangan PVD (me te r)
Gambar 5.19 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Titik Stratigrafi B-2
Dengan bantuan Gambar 5.18 rate of settlement titik B-1 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 18 meter.Sedangkan Dengan bantuan Gambar 5.19 rate of settlement titik B-2 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 17.25 meter.Karena selisih kedalaman pemasangan PVD antara titik B-1 dan B-2 tidak terlalu besar maka dalam pemasangannya di lapangan, kedalaman PVD untuk semua titik stratigrafi dibuat sama sedalam 18 meter. 5.8 Penentuan Pentahapan Penimbunan Yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan penimbunan bertahap adalah titik stratigrafi B-1. Langkah penentuannya adalah sebagai berikut : Menentukan dimensi PVD yang digunakan.Dari perhitungan sebelumnya untuk digunakan PVD dengan a = 10 cm b = 0,3 cm spasi = 1.5 m kedalaman = 18 m Menentukan tinggi timbunan.Dari perhitungan sebelumnya didapatkan tinggi timbunan untuk titik ini adalah 15 meter. Digunakan asumsi kecepatan penimbunan di lapangan adalah 50 cm per minggu.Asumsi ini diambil tanpa memperhatikan kemampuan owner untuk menyediakan material dan peralatan. Tinggi penimbunan harus memperhatikan tinggi timbunan kritis (Hcr) yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar yang pada perencanaan ini diperhitungkan sampai kedalaman 18 meter.Dengan bantuan program Dx-Stable (lihat Gambar 5.2) untuk slope 1:2 didapatkan Hcr sebesar 3.27 meter. Dari data sebelumnya didapatkan : = 15 meter Hinitial = 50 cm/minggu Vtimbunan Maka tahapan penimbunan yang dibutuhkan sebanyak : n = 15/0.5 = 30 tahap
Menentukan tahapan penimbunan hingga minggu ke –6 Tabel 5.17 Umur Timbunan ke-i pada Minggu Keenam Tahap Penimbunan Tahap Penimbunan 1 2 3 4 5 6 7 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 Minggu Ke3 2 1 0 0 0 0 4 3 2 1 0 0 0 5 4 3 2 1 0 0 6 5 4 3 2 1 0 Menghitung tegangan di tiap lapisan tanah untuk derajat konsolidasi 100%
Gambar 5.20 Sketsa Perubahan Tegangan Akibat Beban Bertahap untuk Satu Lapisan 1’ = Po’ + P1 2’ = 1’ + P2 dan seterusnya hingga 6’ Harga Po’, σ1’, σ2’, σ3’, dan seterusnya berbeda-beda untuk setiap kedalaman tanah yang ditinjau. P1 = P2 =P3 = P4 = P5 = P6 P1 = I x q dimana : q = Htimb tahap ke-i x timb = 0.5 x 1.8 = 0.9 t/m2 Tabel 5.18 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, U=100%
Karena tinggi timbunan maksimum yang mampu diterima tanah adalah 3.27 meter maka untuk tahap 1 sampai dengan 6 dapat terus ditimbun tanpa adanya penundaan.Sedang untuk tahap berikutnya harus dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu. Minggu ke-7 : Htot = 3.5 meter > Hcr = 3.27 meter Cek daya dukung tanah dasar :
Menghitung penambahan tegangan efektif akibat beban timbunan apabila derajat konsolidasi kurang dari 100%
Hasil perhitungan derajat konsolidasi total (Utotal) untuk pola pemasangan segitiga dengan jarak spasi 1.5 meter seperti tampak pada Tabel 5.19 berikut ini.
5. ΔP akibat tahap penimbunan (4), dari h3 sampai dengan h4 selama t4 (derajat konsolidasi = U4). U4
Tabel 5.19 Hasil Perhitungan Derajat Konsolidasi untuk Pola Pemasangan PVD Segitiga dengan Spasi 1.5 m
' ∆p4-U4 = 4 . '3 ' 3 '3 6. ΔP akibat tahap penimbunan (5), dari h4 sampai dengan h5 selama t5 (derajat konsolidasi = U5). U5
'5 . ' 4 ' 4 ∆p5-U5 = '4 7. ΔP akibat tahap penimbunan (6), dari h5 sampai dengan h6 selama t6 (derajat konsolidasi = U6). U6
'6 . ' 5 ' 5 ∆p6-U6 = ' 5 dan seterusnya. 8. Jadi tegangan tanah di lapisan yang ditinjau : U1
σ’(H=h6)
' = Po’ + 1 . p ' o p ' o p'o
+
U2
'2 . '1 '1 '1
+
U3
Perumusan perubahan tegangan efektif tanah menggunakan perumusan berikut ini : 1. Tegangan tanah mula-mula = Po’ 2. ΔP akibat tahap penimbunan (1), dari 0 sampai dengan h1 selama t1 (derajat konsolidasi = U1). U1
' ∆p1-U1= 1 . p ' o p ' o p'o 3. ΔP akibat tahap penimbunan (2), dari h1 sampai dengan h2 selama t2 (derajat konsolidasi = U2). U2
∆p2-U2
' = 2 . '1 '1 '1
4. ΔP akibat tahap penimbunan (3), dari h2 sampai dengan h3 selama t3 (derajat konsolidasi = U3). U3
'3 . ' 2 ' 2 ∆p3-U3 = '2
'3 . ' 2 ' 2 '2
+
U4
'4 . '3 ' 3 '3
+
U5
'5 . ' 4 ' 4 '4
+
U6
'6 . ' 5 ' 5 + …………… '5 + dan seterusnya Dari perumusan di atas maka untuk penimbunan sampai tahap ke-enam (H = 3 meter, t = 6 minggu) persamaannya adalah seperti pada Tabel 5.20 dan hasil perubahan tegangannya pada Tabel 5.21.
Tabel 5.20 Perumusan Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, U < 100%
Tabel 5.21 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidai, U < 100%
Menghitung kenaikan daya dukung tanah (akibat kenaikan harga Cu). Harga Cu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut : a. Untuk harga PI tanah <120 % Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’ b. Untuk harga PI > 120 % Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.0454 – 0,00004 PI) σp’ Karena nilai PI tanah < 120 % (dari tabel koefisien variasi, terlampir) maka digunakan rumus Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’.
Tabel 5.22 Perubahan Nilai Cu pada Minggu ke-6
Mencari Hcr dengan menggunakan Cu baru Tahap selanjutnya adalah tahap 7 dengan tinggi timbunan total adalah H = 3.5 meter. Dari Dx-Stable (kontrol sliding terhadap rotational) didapatkan SF = 1.110.Nilai SF terhadap kontrol tersebut lebih dari SF kritis = 1 maka penimbunan dapat dilanjutkan tanpa penundaan. 5.9 Penentuan Parameter Tanah setelah Konsolidasi Angka Pori (e) Konsolidasi menyebabkan terjadinya perubahan angka pori menjadi lebih kecil.Hal ini dapat ditunjukkan dengan perumusan berikut :
e H = 1 e0 H Besar ΔH merupakan total settlement pada tiap layer dan nilai H merupakan tebal layer lapisan tanah.Nilai angka pori (e) setelah konsolidasi dapat dilihat pada Tabel 5.23.
Tabel 5.23 Nilai Angka Pori setelah Konsolidasi Titik B-1
Nilai C Dari Tabel 5.21 dibuat Tabel 5.24 perubahan nilai C dari setiap tahap timbunan sebagai berikut. Tabel 5.24 Nilai C setelah Konsolidasi Titik B-1
Selanjutnya dari nilai angka pori dikorelasi untuk mendapatkan nilai γd dan γsat menurut tabel korelasi yang terdapat pada buku Daya Dukung Pondasi Dangkal (Wahyudi, 1999).Nilai parameter tanah yang baru dapat dilihat pada Tabel 5.25. Tabel 5.25 Parameter Tanah Baru setelah Konsolidasi Titik B-1
5.10 Perhitungan Pemampatan akibat Beban Bertahap Disajikan pada Gambar 5.21 grafik hubungan antara tinggi timbunan dan settlement dengan waktu akibat timbunan bertahap.
Gambar 5.21 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan dan Settlement dengan Waktu akibat Timbunan Bertahap
Dari gambar tersebut di atas didapatkan bahwa besarnya settlement pada minggu ke 27 adalah 9.84 meter > pemampatan yang harus dihilangkan (Sc = 9.50 meter, pada Subbab 5.4).Ini berarti untuk mencapai besar settlement total harus menunggu 26 minggu (6.5 bulan) dari awal penimbunan. 5.11 Nilai H inisial dan Sc setelah Pemasangan PVD Sebagaimana diketahui bahwa fungsi PVD adalah untuk mempercepat konsolidasi.Sehingga setelah pemasangan PVD, nilai H inisial dan settlement yang terjadi lebih kecil jika dibandingkan tanpa penggunaan PVD.Yang mana kondisi seperti ini menjadikan perencanaan lebih irit jika dipandang dari sisi keekonomisan.Lihat Tabel 5.26 serta Gambar 5.22 dan Gambar 5.23 berikut. Tabel 5.26 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial) dan Settlement (Sc) setelah Pemasangan PVD No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
q t/m² 5.5 6.8 8 9.3 10.6 11.9 14.4 16.9 19.5
Sc (m) 3.262 3.648 4.026 4.396 4.790 4.992 5.684 6.348 6.988
H initial (m) 4.868 5.804 6.681 7.609 8.550 9.384 11.152 12.932 14.699
H final (m) 1.606 2.156 2.655 3.213 3.760 4.392 5.468 6.584 7.711
Gambar 5.22 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Tinggi Timbunan Awal (Hinisial)
Cross Section Dengan menggunakan persamaan 2.61 1/ 3
80 B= 3 x1,02 x 0,972 m 2500 Tebal Lapisan Dengan menggunakan persamaan 2.60 80 B= 2 x1,02 x 2500 Gambar 5.23 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (Hfinal) dengan Settlement (Sc) Dari kedua gambar di atas dapat disimpulkan : Elevasi akhir = + 2.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = -3.150 meter Tinggi timbunan Rencana = 2.40 + 3.150 = 5.55 meter
1/ 3
0,65 m
Dari harga parameter di atas, maka didapat berat batu, tebal lapisan, dan lebar puncak seperti tabel berikut :
Tabel 5.27 Hasil Perhitungan Dimensi Tanggul pada Setiap Lapisan
Hinisial = -0.012 (5.55)2 + 1.713 (5.55) + 2.184 = 11.24 meter < tanpa PVD = 15 meter Sc = -0.012 (5.55)2 + 0.713 (5.55) + 2.184 = 5.74 meter < tanpa PVD = 9.50 meter 5.12 Perhitungan Tanggul Fungsi utama dari tanggul (shore protection) adalah untuk melindungi material reklamasi dari gangguan arus dan gelombang. Diasumsikan tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam pelabuhan, yaitu 0.5 – 1.0 m.Sudut kemiringan direncanakan 1 : 2. Sesuai dengan desain kriteria, maka harga parameter-parameter dalam perhitungan tanggul adalah sebagai berikut : -Berat jenis armour = 2,5 t/m3 -Berat jenis air laut = 1,025 t/m3 -Tanggul direncanakan menggunakan batu alam yang mempunyai permukaan kasar, bentuk tidak beraturan dengan nilai KD = 5,2.Sedangkan koefisien porositas 1,15 dan n= 37%. -Tinggi gelombang rencana (HS) = 1 meter Amour Layer Dengan menggunakan persamaan 2.58 D=
2,5 1.025 1,439 t/m3 1,025
Untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan maka dilakukan pembulatan nilai dimensi. Hasil pembulatan adalah sebagai berikut :
BAB VI PERENCANAAN PERKERASAN 6.1 Umum Perencanaan perkerasan lapangan penumpukan pada Tugas Akhir ini direncanakan berupa perkerasan lentur (flexible pavement) dengan jenis material permukaan paling tepat concrete block (paving block) ukuran 10 cm x 20 cm yang memiliki mutu fc’ = 45 Mpa.Adapun tebal concrete block yang digunakan adalah 10 cm dengan tebal bedded sand adalah 5 cm, namun karena concrete block dan bedded sand tersebut bekerja bersama-sama maka dianggap sebagai satu lapisan dengan ketebalan 15 cm. Perencanaan perkerasan ini akan mengacu pada British Standard of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries.Lapangan
penumpukan dalam hal ini perkerasannya, direncanakan memiliki masa pelayanan selama 20 tahun. 6.2 Pembagian Zona Lapangan Penumpukan Dalam rangka perencanaan perkerasan, areal lapangan penumpukan yang ada perlu dikelompokkan sesuai tipe peralatan atau kendaraan yang akan melewati, juga intensitas lalu lintasnya.Dengan pembagian ini akan tampak kebutuhan tebal struktur bawah jalan yang sedikit berbeda satu area dengan area lain, sehingga dapat dipastikan kebutuhan optimal masing- masing area.Pengelompokkan area ini meliputi : a. Area penumpukan peti kemas. b. Area jalur transtainer atau Rubber Tyred Gantry Crane (RTGC). c. Area lintasan chassis. Penataan layout dan penggunaan peralatan disesuaikan dengan kondisi eksisting sebagaimana telah dibahas pada Bab IV tentang Evaluasi Layout. 6.2.1 Area Penumpukan Peti Kemas Area penumpukan peti kemas (lihat Gambar 6.1) ini direncanakan untuk dioperasikan dengan kondisi sebagai berikut :
Sistem operasional peralatan stacking / unstacking : Rubber Tyred Gantry Crane dengan chassis. Tiap satu baris (row) terdiri dari 6 ground slot (GS) ditambah 1 jalur truk, dan 1 GS menerima beban maksimum 4 stacks (tiers). Lebar 1 GS mencapai 2.41 m, lebar jalur truk 5.5 m, sedang lebar jalur roda transtainer 1.5 m pada masing-masing sisi, sehingga total lebar 1 baris 22.96 m. Perencanaan kebutuhan perkerasan baru ini disusun berdasarkan Standard British Port Association, 1982 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries. Beban peti kemas pada area penumpukan tertumpu pada keempat sudut di bawahnya (corner castings) yang berukuran 178 mm x 162 mm jadi luas bidang kontak empat corner castings yang bertemu mencapai sekitar 500 mm x 500 mm sedang lantai container berada 12.5 mm di atas tanah (lihat Gambar 6.2 dan Gambar 6.3).
Gambar 6.2 Peti Kemas Tampak Samping
Area yang akan Diberi Perkerasan
Bidang kontak 4 Corner Casting =500x500 mm
U Gambar 6.3 Peti Kemas Tampak Atas Skala 1 : 1
Gambar 6.1 Area Rencana Pengembangan Lapangan Penumpukan yang akan Diberi Perkerasan
Untuk tinggi tumpukan maksimum 4 stack dengan beban pada perkerasan akibat dudukan pada satu sudut peti kemas, W = 85340 kg, bila “reduction in gross weight = 30 %” menghasilkan Contact Stress (tegangan permukaan yang terjadi pada bagian atas permukaan), P = 7.27 N/mm² (lihat Tabel 6.1).
Tabel 6.1 Beban Terpusat di Bawah Tumpukan Peti Kemas
= 35 x 32 cm² Atau menghasilkan tegangan = 341 . ton / (35 x 32 cm²) = 0.30 ton/cm² = 30 N/mm² = 300 kg/cm² atau setara dengan 4 kali lipat nilai P = 7.27 N/mm². Kemampuan bahan dari paving block mencapai 7200 N/mm² (kuat tekan paving block (fc’) yang disyaratkan), jadi bahan ini akan mampu menahan tekanan tersebut.
Perhitungan daya dukung tanah disusun terhadap kemampuan tegangan tanah melawan gaya luar, baik mengandalkan pondasi dangkal maupun pondasi dalam. Beban ini merupakan beban statis terpusat (static load), untuk itu perhitungan struktur perkerasan flexible dengan beban repetitiv (berulang) menggunakan paving block dapat diterapkan di area ini tetapi permasalahan yang timbul pada kekuatan material paving block yang akan menerima beban terpusat sangat besar. Sistem perkerasan hanya dibutuhkan pada jalur yang dilalui kendaraan.Atau penggunaan lapisan perkerasan paving block hanya bersifat praktis atau menyesuaikan ketebalan sistem lapisan perkerasan di sekitarnya untuk melindungi permukaan lahan dari tergerus air dan timbulnya debu. Kemampuan lahan lapangan penumpukan ini perlu dicek berdasar kekuatannya dalam mendukung beban terpusat tersebut.Cek terhadap kemampuan daya dukung tanah lebih dibutuhkan agar tanah tidak settlement saat dibebani peti kemas. Tegangan luar maksimum yang terjadi akibat pertemuan 4 sudut peti kemas mencapai = 85340 kg x 4 = 341360 kg = 341.4 ton (lihat ilustrasi Gambar 6.3) Terkonsentrasi pada luasan (lihat ilustrasi Gambar 6.3) = (178 mm x 2) x (162 mm x 2) = 356 mm x 324 mm = 35 cm x 32 cm
Penggunaan lapisan perkerasan dapat diterapkan untuk keperluan praktis saja, jadi dapat menyesuaikan hasil perhitungan untuk kebutuhan masing-masing lapisan dari area untuk jalur transtainer. 6.2.2 Area Jalur RTGC Area ini digunakan paling sering untuk lintasan Transtainer atau RTG namun tidak menutup kemungkinan truk melintasi atau menginjak jalur ini. Peralatan transtainer yang digunakan adalah tipe Rubber Tyred Gantry Crane dengan 8 roda setara dengan SUMITOMO RTG atau PACECO-MITSUI RTG dengan 4 roda (lihat Gambar 6.4). Beban per roda untuk RTG dengan 8 roda mencapai 25 ton sedang yang memiliki 4 roda beban mencapai 50 ton, sedang tekanan pada permukaan mencapai 1.56 N/mm². Lebar jalur pergerakan transtainer mencapai 1.5 meter setiap sisi, dengan rentang sisi dalam (inner span) sekitar 22.3 meter. Prosedur perencanaan kebutuhan perkerasan baru ini mengacu pada Standard British Port Association, 1982 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries sebagai berikut : Menentukan critical “Damaging Effect, D” yang dihitung dengan satuan PAWL, berdasar rumus berikut : D = (W/12000)^3.75 * (P/0.8)^1.25 dimana : W = maximum wheel load = 50000 kg P = maximum type pressure = 0.8 N/mm² Critical Damaging Effect : D = (50000/12000)^3.75 * (0.8/0.8)^1.25 = 211 PAWLS
Menghasilkan Load Classification Index (LCI value) = H, berdasar Tabel 2.5, BPA 1982 sebagaimana Tabel 6.2 berikut : Tabel 6.2 Tabel 2.5 BPA 1982 PAWLS L.C.I A Kurang dari 2 B 2–4 C 4–8 D 8 – 16 E 16 – 32 F 32 – 64 G 64 – 128 H 128 – 256 Tidak Lebih dari 256 terklasifikasi
pekerjaan perbaikan agar tercapai nilai CBR minimum ini. Sistem perkerasan sudah ditetapkan berupa flexible pavement dengan lapisan permukaan (surface) dari paving block setebal 100 mm. Base course dari bahan Concrete Treated Base (CTB) atau dari lean concrete K 125 dengan compressive strength 12.0 N/mm² dan flexural strength 2 N/mm², modulus elastisitas 35000 N/mm².Tebal base course yang dibutuhkan kurang lebih 55 cm (lihat Gambar 6.5). Jadi pembuatan lapis perkerasan untuk jalur RTGC : Paving blok setebal 10 cm Sand bedding setebal 5 cm CTB setebal 55 cm
Average damaging effect diperkirakan sebesar sekitar 75 % dari Critical Damaging Effect.
Gambar 6.4 Peralatan RTG SUMITOMO (kiri) dan PACECO (kanan) Sesuai kemampuan pelayanan 1 unit alat untuk 1 blok melayani maximum 218 box/minggu (lihat bab Evaluasi Layout pada 65 % Occupancy rata-rata) untuk life time 20 tahun, dan perbandingan antara average damaging effect dengan critical damaging effect sebesar 0.75, maka Design Life (Number of Repetition) dapat dihitung dengan rumus berikut : Design life (Number of Repetition), L = n*0.75 = 218 * 52 * 20 * 0.75 = 1.7 * 105 Besarnya CBR pada tanah subgrade ditetapkan berdasar rencana penimbunan tanah di area reklamasi ini yang diperkirakan dapat mencapai harga CBR minimum 15 %.Tanah timbunan baru dari pasir lepas ini perlu dites pencapaian besaran CBR serta dilakukan
Gambar 6.5 Grafik Penentuan Tebal CTB Mutu K-125 dengan kondisi lapis permukaan concrete block tebal 10 cm, dan Sub Grade CBR 15 % Permukaan elevasi lapangan penumpukan harus disesuaikan dan perataan permukaan perlu dilakukan agar kemiringan terjadi secara halus dan tidak terjadi gelombang.Elevasi akhir yang direncanakan saat ini adalah +3.20 mLWS, dengan demikian posisi sub grade harus pada elevasi +2.30 mLWS. Perapian elevasi perlu dilakukan untuk memperbaiki kemiringan lapangan dan memudahkan pembuangan air. Selanjutnya sistem ini akan diterapkan pada perhitungan kebutuhan perkerasan berikutnya.
6.2.3 Area Lintasan Chassis Area ini paling sering untuk lintasan kendaraan yang memiliki chassis termasuk prime over maupun trailer atau truk tronton namun tidak menutup kemungkinan peralatan lain melintasi jalur ini tetapi dalam frekuensi rendah (jarang) dan kondisi muatan ringan maupun tanpa muatan. Peralatan-peralatan ini menggunakan jalur secara acak jadi seluruh area diasumsikan harus memiliki kekuatan sama. Prosedur perhitungan kebutuhan lapisan perkerasan sebagai berikut : CBR ditetapkan berdasar rencana penimbunan tanah di area reklamasi ini yang diperkirakan mencapai harga CBR minimum 15 %.Tanah timbunan baru dari pasir lepas ini perlu dites pencapaian besaran CBR serta dilakukan pekerjaan perbaikan agar tercapai nilai CBR minimum ini. Lapisan permukaan (surface) dari paving blok setebal 100 mm. Area ini akan dilalui seluruh kendaraan dalam blok yang ada mencapai maximum 9734 box/minggu untuk life time 20 tahun, dan perbandingan antara average damaging effect dengan critical damaging effect sebesar 0.75, maka Design Life (Number of Repetition) dapat dihitung dengan rumu berikut :
LRS
LFLT
= Number of repetition untuk Reach Staker yang beroperasi dalam terminal. = 506170 TEU / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185 lintasan. = Number of repetition untuk Fork Lift Truck yang beroperasi dalam terminal. = 506170 TEU / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185lintasan.
Average damaging effect dari masingmasing alat seperti pada Tabel 6.3. Menentukan critical “Damaging Effect, D” dihitung berdasar beban terbesar dari masingmasing alat. Menghasilkan Load Classification Index (LCI index) = H berdasar Tabel 2.5.BPA 1982 (lihat Tabel 6.2) seluruhnya disajikan dalam Tabel 6.3 termasuk perhitungan L. Berdasar data di atas, L yang terbesar adalah penggunaan untuk lalu lintas highway trailer.Bila dimungkinkan seluruh kendaraan akan melewati jalur ini, maka L = 30 x 52 x (LHT + LPM + LRS + LFLT) x ∑(Davg/Dcrit) = 5.02 x 107. Tabel 6.3 Perhitungan Design Life
Design life (Number of Repetition), L = 20 x 52 x (LHT) x (Davg/Dcrit) atau L = 20 x 52 x (LPM) x (Davg/Dcrit) atau L = 20 x 52 x (LRS) x (Davg/Dcrit) atau L = 20 x 52 x (LFLT) x (Davg/Dcrit) dimana : LHT = Number of repetition untuk Highway Trailer yang memasuki terminal. = 506170 TEU / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time kali 2 untuk lalu lintas masuk dan keluar = 30370 lintasan. LPM = Number of repetition untuk Prime Over atau terminal trailer yang beroperasi dari lapangan penumpukan ke dermaga. = 506170 TEU / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185 lintasan.
Untuk sub base direncanakan dengan ketebalan 60 cm.Bahan sub base ini dari sirtu.Tebal Lapisan sub base dari bahan granular (Sirtu Agregat B) dan CBR dari lapisan ini harus mencapai 35 %.Namun dalam perencanaan disiapkan untuk CBR 25 % saja. Base course dari bahan Concrete Treated Base (CTB) atau dari tipe lain concrete K 125 dengan compressive strength 12.0 N/mm² dan flexural strength 2 N/mm², modulus elastisitas 35000 N/mm².Tebal base course yang dibutuhkan 55 cm (lihat Gambar 6.6).
Jadi tebal perkerasan = 105 cm terdiri dari : - Paving blok setebal 10 cm - Sand bedding setebal 5 cm - CTB setebal 30 cm - Sub base course setebal 60 cm Permukaan elevasi lapangan penumpukan harus disesuaikan dan perataan permukaan perlu dilakukan agar kemiringan terjadi secara halus dan tidak terjadi gelombang.Elevasi akhir yang direncanakan saat ini adalah +3.20 mLWS, dengan demikian posisi sub grade harus pada elevasi +2.15 mLWS. Perapian elevasi perlu dilakukan untuk memperbaiki kemiringan lapangan dan memudahkan pembuangan air.
Gambar 6.6 Grafik Penentuan Tebal CTB Mutu K-125 dengan kondisi lapis permukaan concrete block tebal 10 cm, Sub Base tebal 60 cm, dan Sub Grade CBR 15 % BAB VII METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan pekerjaan ini memerlukan kerja simultan dengan urutan sebagai berikut : Pekerjaan persiapan Pembersihan lapangan Pemasangan tanggul dasar (sand bag) Pekerjaan pengerukan (quarry dari dasar laut) Pengadaan Stock Piling Area Pemasangan Instrument Soil Monitoring Pekerjaan pengurugan (reklamasi) Pemasangan vertical drain Pemasangan tanggul atas (sand bag) Pemasangan Settlement Plate Pemasangan horizontal drain (pasir) Reklamasi bagian atas Pekerjaan pemadatan Pemasangan geotextile Pemasangan Berm, Secondary Layer, dan Primary Layer Adapun uraian dari tahapan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : Pekerjaan persiapan (Gambar 7.1 dan Gambar 7.2) Meliputi pekerjaan : perijinan lokasi Shunting Yard di darat, mobilisasi peralatan, pemasangan rambu – rambu dan patok batas areal reklamasi, rambu – rambu untuk posisi areal quarry pengerukan. Shunting Yard (Plant Area) dapat dicari di sekitar pantai.Mobilisasi peralatan dapat diawali dengan kapal keruknya. Rambu – rambu dan tanda batas dapat berupa tiang kayu atau bambu yang ditancapkan pada sisi luar areal reklamasi atau pengerukan, dapat juga dipakai bola – bola yang diikat dengan beton dan ditenggelamkan pada posisi tepat di ujung – ujung bangunan atau tepi lokasi. Penggunaan peralatan positioning berupa EDM (Electronic Data Measurement) atau Total Station merupakan keharusan agar setiap posisi dapat ditentukan dengan tepat.
7.1 Umum Dalam bab Metode Pelaksanaan ini akan direncanakan metode pelaksanaan dari hasil perencanaan pada bab – bab sebelumnya yang meliputi : Metode pelaksanaan reklamasi Metode pelaksanaan lapangan penumpukan 7.2 Metode Pelaksanaan Reklamasi Prosedur pelaksanaan pekerjaan reklamasi pantai perlu perencanaan secara menyeluruh karena terkait erat dengan perencanaan detil dari masing – masing bagian struktur. Secara garis besar pekerjaan ini meliputi pembuatan talud, penghamparan lahan (reklamasi), dan pengerukan quarry.
Gambar 7.1 Pemasangan Batas Areal Reklamasi (Tampak Atas)