Istilah Oksidasi Mengacu Pada Setiap Perubahan Kimia Di Mana Terjadi Kenaikan Bilangan Oksidasi.docx

  • Uploaded by: rantika
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Istilah Oksidasi Mengacu Pada Setiap Perubahan Kimia Di Mana Terjadi Kenaikan Bilangan Oksidasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,099
  • Pages: 15
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya electron sedangkan reduksi memperoleh electron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atonya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai oksidator dan redukstor maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 2007). Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi reduksi adalah berdasarkan pemakaian bilangan oksidasi pada pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara memasukkan bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya atom H yang berikatan dengan C mempunyai bilagan oksidasi 0, dan atom C mempunyai bilangan oksidasi +1 jika berikatan tunggal pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen atau sulfur (Riswiyanto, 2009). Potensial system redoks merupakan peubah yang paling khas yang berubah selama berlangsungnya titrasi redoks. Karena itu, potensial yang diukur dapat dibuat pada kertas grafik sebagai fungsi volume peniteryang ditambahkan sehingga diperoleh kurva titrasi redoks. Sedangkan titrasi dapat dengan persamaan ners, yaitu hubungan antara potensial elektroda baku kedua pasangan redoks dan kesetimbangan massanya. Biasanya kurva teoritis ini bersesuaian dengan kurva yang diperoleh dengan percobaan. Karena itu, kurva teoritis ini sangat berguna untuk meramalkan ketelitian pengukuran, memilih indicator dan memilih persyaratan titrasi yang bersesuaian (Rivai, 1995). Menurut Petrucci (1987), langkah dasar dalam metode untuk menyetarakan redoks yaitu: a. Tuliskan dan setarakan persamaan setengah terpisah untuk oksidasi dan reduksi b. Sesuaikan koefisien pada kedua persamaan setengah sehingga elektronnya sama banyak di setiap persamaan setengah c. Tambahkan kedua persamaan setengah (hapuskan elektron) untuk memperoleh persamaan keseluruhan yang setara Prinsip yang sama menyetarakan persamaan berlaku pada persamaan oksidasi reduksi (redoks) sebagaimana dengan persamaan lain menyetarakan dengan banyaknya atom dan menyetarakan muatan listrik. Namun, sering sedikit sulit untuk mengaplikasikan prinsip ini pada persamaan redoks. Faktanya hanya sebagian kecil persamaan redoks yang dapat disetarakan dengan pengamatan sederhana. Memerlukan pendekatan sistematik dan meskipun beberapa metode tersedia, ditekankan bahwa salah satu yang mempertimbangkan reaksi keseluruhan yang terjadi sebagai gabungan reaksi setengah yang terpisah untuk reaksi oksidasi dan reduksi (Petrucci, 1987). Menurut Riswiyanto (2009), reagen yang digunakan untuk mengoksidasi senyawa organic yaitu: a. Oksigen, dipakai bersama-sama dengan katalis V205 b. Ozon, banyak dipakai untuk mengoksidasi ikatan rangkap

c. d. e. f. g.

Asam Nitrat , larutan encer asam nitrat dipakai untuk mengoksidasi senyawa yang mempunyai beberapa gugus fungsi, misal glukosa Larutan KMnO4, oksidator kuat umumnya dipakai untuk mengoksidasi aldehida, keton dan gugus alkil yang terika tinti benzena KMnO4 suasana asam, dipakai untuk mengoksidasi aldehida, keton dan juga dipakai untuk mencegah molekul organik Asam periodat, digunakan untuk mencegah senyawa glikol Dehidrogenasi dengan adanya katalis, umumnya dipakai untuk mengoksidasi alkana sampai dengan alkena Kalium permanganate (KMnO4) telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidsi selama lebih 100 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal dan tidak memerlukan indicator terkecuali untuk indicator yang teramat encer. 1 tetes 0,1 N permanganate (MnO 4) memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dan larutan biasa digunakan dalam titrasi. Warna ini digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganate (MnO4) mengalami beragam reaksi kimia, karena mangan (Mn) hadir dalam kondisi-kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6 dan +7. Kelebihan sedikit dari permanganat (MnO 4) yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2, sebagaimana juga mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO 2 tidak mengendap secara normal pada titi akhir titrasi-sulfonat, terutama dipergunakan dalam analisis besi (III) (Khopkar, 2007). DAFTAR PUSTAKA

Bassett, dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Kedokteran EGC.

Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar. Bogor: Erlangga. Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Rivai Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI Press. Underwood, A.L. , Day, R. A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Pembahasan Percobaan titrasi oksidasi reduksi ini bertujuan untuk standarisasi KMnO4 dengan asam oksalat yang akan digunakan untuk menentukan kadar H 2O2. Pada praktikum ini dilakukan beberapa percobaan, diantaranya yaitu membuat larutan asam oksalat dan KMnO4 0,1 N, menstandarisasi larutan KMnO4 dengan asam oksalat, dan penentuan kadar H2O2. Namun, karena berat yang didapat pada saat penimbangan sedikit berbeda dengan berat yang seharusnya digunakan untuk membuat larutan asam oksalat 0,1 N, maka dilakukan perhitungan ulang sehingga konsentrasi larutan asam oksalat yang di dapat sebesar 0,009. Pada percobaan pertama yaitu standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan standar primer asam oksalat yang ditambahkan dengan asam sulfat dan dipanaskan. Digunakan asam oksalat sebagai larutan standar primer karena asam oksalat merupakan zat yang stbil, memiliki Mr tinggi

dan memiliki kriteria lainnya sebagai standar primer, sedangkan penambahan asam sulfat selain untuk mengasamkan larutan pada saat titrasi, juga berperan sebagai pembentuk garam sulfat, karena jika Mn2+ bereaksi dengan anion sulfat membentuk larutan MnSO4 yang tidak berwarna, sehingga produk yang terbentuk (Mn2+) tidak akan mengganggu pengamatan pada saat titik akhir, adapun pemanasan bertujuan agar reaksi berlangsung cepat dan sempurna karena asam oksalat bereaksi lambat dengan kalium permanganate pada suhu kamar, sehingga dalam proses titrasinya harus dalam keadaan panas. Reaksi yang terjadi yaitu : 2MnO4- + 5H2C2O4+ 6H+ → 2Mn2 + 10CO2 + 8H2O Setelah pemanasan tersebut tersebut asam oksalat dan asam sulfat langsung distandarisasi dengan KMnO4. Setelah distandrisasi laruatan asam oksalat dengan asam sulfat menghasilkan warna merah muda walaupun tanpa penambahan indikator,ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mntidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator serta menandakanreaksi antara larutan asam oksalat dan asam sulfat dengan kalium permanganat. Warna ungu kalium permanganat hilang ketika diteteskan pada larutan asam oksalat dan asam sulfat, namun pada saat volume kalium permanganat yang ditambahkan mencapai rata-rata 12, 9 mL sehingga didapat konsentrasi KMnO4 sebesar 0,076, titrasi mencapai titik akhir karena warna yang dihasilkan tidak menghilang lagi dan berganti menjadi berwana coklat terang. Berikut ini reaksi yang terjadi : 5H2C2O4 + 2KMnO4 + 5H2SO4 → K2SO4 2MnSO4 + 8H2O + 10CO2 Pada percobaan kedua yaitu penentuan konsentrasi H2O2 dengan larutan standar sekunder KMnO4 yang telah diketahui dari perhitungan yaitu sebesar 0,076. Sama seperti percobaan pertama, percobaan ini juga tidak menggunakan indikator tapi bedanya, dalam percobaan kedua ini yaitu ditambahkan 15 mL aquadest.KMnO4 berperan sebagai penitarnya. Tirtasi ini tidak memerlukan indicator karena warna merah jambu dari larutan KMnO 4 dapat menjadi indikator. H2O2 ini mudah mengurai bila dipengaruhi suhu tinggi oleh karena itu tidak dilakukan pemanasan. .Penambahan asam sulfat penting supaya reaksi berada dalam suasana asam sehingga MnO4- tereduksi menjadi Mn2+. Sedangkan penambahan air bertujuan untuk mengurangi konsentrasi asam sehingga volume KMnO4 yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi semakin rendah. Konsentrasi H2O2 yang telah didapat dari hasil tirasi dengan volume KMnO4 2,85 mL yaitu 0,021 N. Percobaan kedua ini mengalami reaksi : 2KMnO4 + 5H2O2 + 3H2SO4 K2SO4 + MnSO4 + 8H2O + 5O2 Dari hasil reaksi, dapat dilihat bahwa warna merah ros yang jelas pada volume larutan biasa dipergunakan dalam larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengidikasi kelebihan reagen tersebut

. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum : a. Membuat larutan KMnO4 0,1 N. b. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat. c. Menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III). 2. Hari, Tanggal Praktikum : Jum’at, 10 Desember 2010. 3. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram. B. LANDASAN TEORI Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawaan dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidatorreduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperanan baik sebagai oksidator-reduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproposionasi (Khopkar, 2007 : 48 ). Kalium permanganat telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi selama lebih dari seratus tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indikator kecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa digunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganat menjalani beragam reaksi kimia, karena mangan dapat hadir dalam kondisi-kondisi +2, +3, +4, +5, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum ditemukan di laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat amat asam 0,1 N atau lebih besar : MnO4 + 8H+ + 5e

Mn2+ + 4H2O E0 = + 1,51 V

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi ini, namun beberapa substansi nembutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam permanganat terdekomposisi sesuai dengan persamaan : 4MnO 4 + 4H+

4MnO 2(s) + 3O2 + 2H2O

Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan. Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nanti muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah ( Underwood, 2002 : 290 ). Reagensia itu dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri. Ini diilustrasikan dengan baik oleh kalium permanganat. Namun disini, indikator dalam yang peka (beberapa tetes permanganat encer ) akan memberi pewarnaan merah jambu yang terlihat mata, kepada beberapa ratus cm 3larutan, bahkan dengan adanya ion-ion yang sedikit berwarna, seperti besi (III). Warna larutan serium (IV) sulfat dan iod

juga telah digunakan dalam mendeteksi titik akhir, tetapi perubahan warna tak begitu menyolok seperti kalium permanganat. Namun disini, tersedia indikator dalam yang peka ( masing-masing ion ortofenantrolina besi (I) atau asam N-fenilantranilat dan kanji ). Metode ini mempunyai keburukan bahwa selalu terdapat kelebihan zat pengoksid pada titik akhir titrasi. Untuk pekerjaan-pekerjaan kecermatan yang paling tinggi, blanko indikator dapat ditetapkan, dan diperhitungkan, atau sesaatan dapat sangat dikurangi dengan melakukan standarisasi dan penetapan itu pada kondisi-kondisi yang serupa ( Bassett, 1994 : 343-344 ). Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO 4-bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel. Kalium permanganat adalah oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi yang terdapat dalam sampel dalam suasana asam menggunakan larutan asam sulfat(H 2SO4). Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya.Cara titrasi permanganometri ini banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organic (Intyastiwi : 2010 ). C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM Ø Alat Praktikum 

Labu takar 250 ml



Erlenmeyer 100ml



Pipet volume 25 ml



Corong



Gelas ukur 250 ml



Tabung ukur 100 ml



Labu takar 50 ml



Bulb



Pipet tetes



Spatula



Gelas kimia 1000 ml



Timbangan analitik



Pemanas listrik



Thermometer



Buret



Statif

Ø Bahan Praktikum 

Larutan KMnO4 0,1 N



Larutan Fe(NO3)3 0,1 M



Larutan H2SO4 1 N



Larutan HCl pekat



Larutan SnCl2 5%



Larutan HgCl2 5%



Larutan Na-Oksalat 1 N



Aquades

D. CARA KERJA 1. Pembuatan Larutan KMnO4 3,2-3,25

2. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat Na-Oksalat

3. Menetapkan kadar Fe (II)

3. Menetapkan kadar Fe (III)

C. HASIL PENGAMATAN 1. Tabel pengamatan volume titrasi

No

Parameter yang diukur

Volume KMnO4 (ml)

1.

Standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan Na-Oksalat

4,1

2.

Penentuan kadar Fe(II)

0,2

3.

Penentuan kadar Fe(III)

1

2. Table pengamatan setiap perubahan yang terjadi

No

Perlakuan

Hasil Pengamatan

1.

Standarisasi larutan KMnO4 denganSaat setelah Na-Oksalat diencerkan lalu Na-Oksalat ditambahkan dengan H2SO4 kemudian dilakukan pemanasan. Setelah dipanaskan, H2SO4 larut dalam NaOKsalat. Setelah NaOksalat dititrasi dengan KMnO4 warna larutan menjadi pink pudar.

2.

Penetapan kadar Fe (II)

Warna awal Fe(NO3)3 yaitu orange, setelah ditambahkan dengan H2SO4 warna larutan menjadi kuning muda. Kemudian dititrasi dengan KMnO4 (warna KMnO4 yaitu ungu pekat) warna larutan berubah menjadi warna merah jambu.

3.

Penetapan kadar Fe (III)

Warna awal Fe(NO3)3 orange, setelah ditambahkan HCl pekat warna larutan menjadi kuning, kemudian dipanaskan warna larutan menjadi orange pekat. Setelah dipanaskan ditambahkan 1 pipet SnCl2 5% (warna SnCl2putih susu) warna larutan menjadi kuning telur,selanjutnya ditambahkan HgCl2 warna larutan menjadi kuning keruh. Setelah diencerkan warna larutan menjadi kuning lemon. Dilakukan titrasi dengan KMnO4 hingga warna larutan yang terbentuk merah jambu.

D. ANALISIS DATA 1. Persamaan reaksi • Pembuatan larutan KMnO4

• Penetapan kadar Fe (II) Sampel + KMnO4 standar

• Penetapan kadar Fe (III)

2. Perhitungan  Normalitas KMnO4 standar

Diketahui : gr Na2C2O4

= 0,3 gr = 300 mg

V KMnO4

= 4,1 ml

Valensi Na2C2O4

=2

Mr Na2C2O4

= 134 gr/mol

Ditanya : N KMnO4 ? Jawab :

• Menentukan kadar Fe (II)

Diketahui : N KMnO4

= 1,09 N

V KMnO4

= 0,2 ml

Ar Fe

= 56 gr/mol

Ditanya : mg Fe (II) ? Jawab :

• Menentukan kadar Fe (III)

Diketahui : N KMnO4

= 1.09 N

V1 KMnO4

= 1 ml

V2 KMnO4

= 0,2 ml

Ar Fe

= 56 gr/mol

Ditanya : mg Fe (III) ? Jawab :

C. PEMBAHASAN Dalam titrasi redoks terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang mengadakan reaksi. Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimaetrik dari zat-zat anorganik. Analisa titrimetrik yang berdasarkan reaksi redoks diantaranya adalah bromometri, iodometri, iodimetri, iodatometri, permanganometri, dan serimetri (Skoog : 1999 ). Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat dengan menggunakan yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Praktikum kali ini bertujuan untuk dapat membuat larutan KMnO 4 0,1 N, dapat menstandarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat serta dapat menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III). Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa percobaan, diantaranya yaitu membuat larutan KMnO 4 0,1 N, membuat larutan Na

Oksalat, menstandarisasi larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat, penetapan kadar Fe (II) serta penetapan kadar Fe (III). Namun, dari beberapa percoobaan diatas, ada satu percobaan yang tidak dolakukan, yaitu pembuatan larutan KMnO4 0,1 N. Hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah tersedia. Percobaan pertama, yaitu pembuatan larutan Na-Oksalat. 0,3 gr Na-OKsalat dilarutkan dengan aquades sebanyak 200 ml dan 12,5 ml H 2SO4. Tujuan dilarutkan dengan aquades yaitu agar didapatkan konsentrasi larutan sesuai yang diinginkan. Sedangkan penambahan H 2SO4 bertujuan agar reaksi berlangsung cepat. Selanjutnya dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk membentuk reaksi antara MnO4 dengan Mn2+ menjadi :

agar nantinya jadar besi lebih mudah ditentukan sehingga diubah dahulu dari ferrosulfat kemudian dioksidasi menjadi ferrisulfat. Selanjutnya Na-Oksalat dititrasi dengan KMnO 4, dimana KMnO4bertindak sebagai titran. Adapun tujuan dari standarisasi ini adalah untuk mengetahui kebenaran konsentrasi KMnO4. Dari hasil analisa data konsentrasi KMnO 4 yang didapat adalah 1,09 N. Padahal konsentrasi KMnO4 yang diinginkan adalah 0,1 N. Kesalahan ini dapat disebabkan pada proses pembuatan larutan KMnO4 yang kurang tepat. Pada proses titrasi ini indikator tidak digunakan. Hal ini terjadi karena asam kuat yang mengionisasi sempurna dapat menciptakan suasana stabil, selain itu tidak ada penambahan indikator karena KMnO4 merupakan oksidator yang kuat ( Rivai : 1995 ). KMnO 4 bukan bertindak sebagai indikator melainkan KMnO4 bertindak sebagai autoindikator. Na oksalat merupakan standar primer yang baik bagi permanganat dalam larutan berasam yang dapat diperoleh dari derajat kemurnian yang tinggi, stabil pada pemanasan dan tidak higroskopik ( Underwood, 1986 ). Permanganat merupakan pengoksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn 2+. Pada percobaan ini, semakin banyak KMnO 4 yang diteteskan maka semakin cepat warna merah jambu menghilang. Hal ini terjadi karena Mn2+ bertindak sebagai katalis, sehingga ketika diteteskan larutan KMnO 4tetes demi tetes perubahan warna akan semakin lama. Berdasarkan percobaan, standarisasi larutan KMnO 4 dengan Na-Oksalat terjadi reaksi ( Underwood, 1999 ):

Pada percobaan kedua, yaitu penetapan kadar Fe (II), pada proses penambahan asam sulfat 1 N, larutan Fe(NO3)3 yang semula orange berubah menjadi kuning muda. Dengan dilakukan titrasi menggunakan KMnO4 ( warna KMnO4 yaitu ungu pekat ) terhadap Fe(NO3)3 dan H2SO4 1 N, pada proses titrasi mencapai titik ekivalen terjadi perubahan warna larutan menjadi merah jambu pada suasan asam. Proses yang terjadi adalah ( Underwood, 1999 ) :

Pada percobaan ketiga, yaitu penetapan kadar Fe (III). Larutan sampel yang digunakan yaitu (Fe (NO 3)3). Selanjutnya ditambahkan dengan HCl pekat yang tujuannya yaitu untuk melarutkan bijih-bijih besi dalam sampel ( Svehla, 1985 ). Sebelum titrasi dilakukan, larutan tersebut dipanaskan kemudian dilakukan pendinginan dan penambahan SnCl2. Penambahan SnCl2 berfungsi untuk mereduksi besi (III) menjadi besi (II) dalam sampel yang telah dilarutkan dengan HCl. Selanjutnya kelebihan ion timah (II) dapat menggangu titrasi larutan sampel dengan KMnO 4, karena apabila masih terdapat ion timah (II) maka ion

timah tersebut akan bereaksi dengan permanganat (Underwood, 1986 ). Saat penambahan HgCl 2, dilakukan hingga terbentuk endapan. Namun, pada percobaan, tidak ditemukan adanya endapan. Ini dapat disebabkan karena larutan HgCl 2 yang sudah terlalu lama pembuatannya hingga konsentrasinya dapat berkurang. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan volume KMnO 4 saat standarisasi dengan Na-Oksalat sebesar 4,1 ml, pada penentuan kadar Fe (II) volume KMnO 4 yang digunakan adalah 0,2 ml dan pada penentuan kadar Fe (III) volume KMnO 4 yaitu 1 ml. Namun berdasar hasil perhitungan, didapatkan konsentrasi KMnO4 sebesar 1,09 N, kadar Fe (II) 12,208 mg dan kadar Fe (III) sebesar 48,832 mg. Dalam prose titrasi larutan KMnO 4 yang sudah digunakan harus langsung dipindahkan dari buret, karena KMnO4 bersifat oksidator kuat yang menyebabkan terjadinya reaksi yang menimbulkan endapan pada dinding buret sehingga dapat mempengaruhi proses titrasi (Khopkar, 2003 ). H. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan, analisa data dan pembahasan yang telah dikaji, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Permanganometri adalah titrasi yang menggunakan kalium permanganat yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. 2. Tidak digunakannya indikator pada percobaan ini dikarenakan KMnO 4 merupakan oksidator kuat. 3. KMnO4 bertindak sebagai autoindikator. 4. Na-Oksalat merupakan standar primer yang baik bagi permanganat dalam larutan berasam yang dapat diperoleh dari derajat kemurnian yang tinggi, stabil pada pemanasan dan tidak higroskopik. 5. Semakin banyak KMnO4 yang diteteskan maka semakin cepat warna merah jambu menghilang. 6. Penambahan HCl pada penetapan kadar Fe (III) bertujuan untuk melarutkan bijih-bijih besi dalam sampel. 7. Penambahan SnCl2 bertujuan agar dapat mereduksi besi (III) menjadi besi (II). 8. Kelebihan ion timah (II) dapat mengganggu titrasi larutan sampel dengan KMnO 4, karena apabila masih terdapat ion timah (II) maka ion timah akan bereaksi dengan permanganat. 9. Berdasarkan hasil pengamatan, volume KMnO4 untuk titrasi Fe (II) lebih kecil daripada volume KMnO4 untuk titrasi Fe (III). 10. Normalitas KMnO4 yang didapat adalah 1,09 N. 11. Kadar Fe (III) lebih besar dari kadar Fe (II).

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Intyastiwi. 2010. Titrasi Permanganometri. Didownload pada (http://www.pdf.kq5.org/oleh- kelompok9.html) pada tanggal 17 Desember 2010,pukul 16.30 WITA. Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Underwood, A.L. , Day, R. A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Related Documents


More Documents from "tomedilus"