Istilah Demokrasi Pancasila Ditemukan Di Dalam Tap Mpr No.docx

  • Uploaded by: Nana Nur Ok Fitri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Istilah Demokrasi Pancasila Ditemukan Di Dalam Tap Mpr No.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,142
  • Pages: 11
TUGAS UAS TAKE HOME PKN Dosen Pembimbing Yayuk Hidayah, M.pd

Disusun Oleh Nana nur okfitri (1700005336)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN 2017/2018

1. Istilah demokrasi pancasila dapat ditemukan di dalam Tap MPR No. XXXVII/MPRS/l968. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai, disemangati dan didasari oleh falsafah Pancasila. Demokrasi yang tetap mendasarkan pada konstitusi serta dijalankan dengan berdasarkan Pancasila dan UUD l945 secara murni dan konsekuen. Demokrasi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat dan “kratos/cratein” yang berarti pemerintahan. Demokrasi

Pancasila

merupakan

demokrasi

sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2)

konstitusional, UUD

Negara

Republik Indonesia 1945 (Cholisin,2013:101). Nilai-nilai yang terkandung dalam Demokrasi Pancasila merupakan nilai-nilai adat dan kebudayaan dari masyarakat Indonesia secara umum.Demokrasi Pancasila yang merupakan

demokrasi

yang didasarkan oleh asas

kebersamaan dalam perbedaan. Demokrasi ini muncul karena adanya dorongan dari kemajemukan bangsa Indonesia. Dalam Rancangan TAP MPR RI tentang Demokrasi Pancasila disebutkan bahwa Demokrasi Pancasila adalah norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta lembaga- lembaga negara baik di pusat maupun di daerah. Prinsip-prinsip Demokasi Pancasila a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia dimaksudkan bahwa hak dan kewajiban yang dimiliki oleh rakyat Indonesia sama dan sejajar. Persamaan hak dan kewajiban tersebut tidak hanya dalam bidang politik saja melainkan bidang hukum, ekonomi dan sosial

b. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain. Demokrasi Pancasila memberikan kebebasan kepada setiap individu namun dengan batasan yang bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan kebebasan ini ialah kebebasan yang harus memperhatikan hak dan kewajiban dari orang lain dan diri sendiri bahkan, harus dapat dipertanggung jawabkan dengan Tuhan Yang Maha Esa. c.

Mewujudkan rasa keadilan sosial Demokrasi memiliki tujuan dalam mewujudkan rasa keadilan sosial untuk semua warga negaranya. Keadilan sosial melingkupi sila dalam Pancasila terutama sila kelima. Maka dari itu prinsip dalam demokrasi Pancasila ingin mewujudkan rasa keadilan sosial dalam setiap masyarakat.

d.

Pengambilan keputusan dengan musyawarah Landasan gotong royong dan kebersamaan merupakan dasar dari pengambilan keputusan dengan musyawarah. Dalam pengambilan keputusan ini mengilhami rasa keadilan bagi semua. Dimana tidak hanya mementingkan kaum mayoritas saja, namun juga dapat memperhatikan kaum minoritas.

e. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan Prinsip persatuan nasional terilhami dari sila ketiga dari Pancasila. Rasa kekeluargaan dalam Negara Republik Indonesia, Memunculkan persatuan nasional dalam setiap

masyarakat.

Persatuan nasional juga sangat penting dalam pertahanan negara agar negara dapat kuat saat ada gangguan baik dari dalam maupun dari luar. f.

Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional. Tujuan dan cita-cita nasional Negara Indonesia tertuang dalam

Pembukaan

Undang-Undang

Dasar

Republik

Indonesia.

Diungkapkan bahwa Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan kemudian membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan

mencerdaskan

untuk

memajukan

kehidupan bangsa,

kesejahteraan

umum,

dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari tujuan dan cita-cita Negara Indonesia tersebut terlihat Indonesia tidak hanya menciptakan kebaikan

bagi masyarakat Indonesia namun juga ingin

mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia (Cholisin,2012:11).

Dinegara kita, prinsip-prinsip demokrasi telah disusun sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, meski harus dikatakan baru sebatas demokrasi prosedural, dalam proses pengambilan keputusan lebih mengedepan voting ketimbang musyawarah untuk mufakat, yang sejatinya merupakan azas asli demokrasi Indonesia. Praktek demokrasi ini tanpa dilandasi mental state yang berakar dari nilai-nilai luhur bangsa merupakan gerakan omong kosong belaka. Sumber : Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Hibah materi pembelajaran Nonkonvensional (Jakarta, CV. Rajawali, 1985), hlm 34-35 dan 41. Dardji Darmodihardjo dan Santiaji, Demokrasi, (Usaha Nasional, 1981), hlm. 80-81.

2. Dengan adanya keberlakuan HAM dalam konstitusi di Indonesia merupakan salah satu dinamika dan perubahan hukum yang telah berlaku di indonesia. Muatan yang terdapat pada HAM tidak hanya berdasarkan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat namun lebih luas dan spesifik. Muatan HAM dalam UUD 1945 Amandemen 1-4 hampir memuat segala pengaturan. Antara HAM dan Konstitusi yang sangat berkaitan khususnya dalam konsep negara hukum. Hukum menjadi instrumen penting dalam melindungi dan menegakkannnya HAM dalam negara. Menurut Sri Soemantri, pada

umumnya konstitusi atau undang-undang dasar mecakup tiga hal yang fundamental: 1) Adanya jaminan terhadap HAM dan warganya 2) Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental; 3) Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental Sehingga adanya HAM dapat dipahami sebagai bagian dalam konstitusi dan merupakan hal yang penting serta wajib dilindungi oleh konstitusi itu sendiri. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satu aspek penting adalah keberadaan konstitusi. Hal ini bersifat fundamental karena konstitusi memuat adanya pengaturan perlindungan HAM bagi warga negaranya. Sumber :

Rhona K. Smith., et. Al, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008), hlm. 15.

3.Cara pandang suatu bangsa memandang tanah air dan beserta lingkungannya menghasilkan wawasan nasional. Wawasan nasional itu selanjutnya menjadi pandangan atau visi bangsa dalam menuju tuannya.Secara konsepsional wawasan nusantara (Wasantara) merupakan wawasan nasionalnya bangsa Indonesia. Sebagai Wawasan nasional dari bangsa Indonesia maka wilayah Indonesia yang terdiri dari daratan, laut dan udara diatasnya dipandang sebagai ruang hidup (lebensraum) yang satu atau utuh. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasionalnya bangsa Indonesia dibangun atas pandangan geopolitik bangsa. Pandangan bangsa Indonesia didasarkan kepada konstelasi lingkungan tempat tinggalnya yang menghasilkan konsepsi wawasan Nusantara. Jadi wawasan nusantara merupakan penerapan pandangan dari teori geopolitik bangsa Indonesia. Geopolitik dapat diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijakan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (pertimbangan geografi, wilayah teritorial) suatu negara, yang jika dilaksanakan akan berdampak langsung atau tidak langsung pada sistem politik suatu negara. Sebaliknya politik negara tersebut secara langsung maupun tidak langsung juga akan berdampak pada geografi negara yang bersangkutan. (Kaelan MS, 2007; 122) Dalam konteks Indonesia, geopolitik disebut dengan istilah Wawasan Nusantara.

Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, wawasan nusantara adalah: “….merupakan wawasan nasional merupakan wawasan yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara untuk mencapai tujuan nasional”. Sumber Bahan Bacaan: Erwin, Muhammad, (2010), Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung Kaelan, Prof. Dr. dan Zubaidi, Drs Ahmad (2007), Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Penerbit Paradigma, Yogyakarta. Latif, Yudi, 2002, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Jakarta, Gramedia Pustaka.

4. Ya, ketahanan nasional sangatlah penting bagi bangsa Indonesia. Ketahanan berasal dari asal kata “tahan” ; tahan menderita, tabah kuat, dapat menguasai diri, tidak kenal menyerah. Ketahanan berarti berbicara tentang peri hal kuat, keteguhan hati, atau ketabahan. Jadi Ketahanan Nasional adalah peri hal kuat, teguh, dalam rangka kesadaran, sedang pengertian nasional adalah penduduk yang tinggal disuatu wilayah dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional adalah peri hal keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan nasional.Pengertian

Ketahanan Nasional dalam bahasa

Inggris yang mendekati pengertian aslinya adalah national resilience yang mengandung pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Nasionalnya.

Esensi dan urgensi ketahanan nasional pada hakikatnya adalah kemampuan yang dimiliki bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman yang dewasa ini semakin luas dan kompleks. Tantangan dalam ketahanan nasional salah satunya yaitu perkembangan globalisasi, dan fenomena konflik etnis, sosial budaya, yang muncul di kalangan masyarakat Indonesia yang berwajah multikultural. Kerawanan konflik sebagai bagian permasalahan ketahanan nasional ini bisa timbul akibat suhu politik, agama, sosial budaya yang memanas. Penyebab konflik sangat kompleks namun sering disebabkan karena perbedaan etnis, agama, ras. Kasus perbedaan SARA yang pernah terjadi di tanah air belum lama ini misalnya konflik Ambon, Poso, dan konflik etnis Dayak dengan suku Madura di Sampit. Banyak lagi kasus semacam yang belum kita ketahui atau belum terpublikasi media masa.

Jika melihat fenomena yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia saat ini, bangsa dan negara Indonesia sedang mengalami berbagai tantangan atau bahkan ancaman, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri, gerakan reformasi yang telah digulirkan saat ini justru menyisakan dampaknya yang berkepanjangan. Semangatdemokratisasi yang menjelma dalam reformasi hanya melahirkan nilai-nilai kebebasan yang kering dari spiritualitas nilai moral dan etika, kemudian menjalar menjadi krisis sosio kultural bangsa Indonesia. Krisis budaya yang meluas di kalangan masyarakat itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuknya, seperti terjadinya disorientasi dan distorsi. Disorientasi artinya masyarakat kehilangan arah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akibat semakin lepas dari nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman, pengangan, dan pandangan hidup. Distorsi nilai, yaitu pemutarbalikan cara pandang, nilai-nilai lama yang dahulu dijadikan pedoman, dan pandangan hidup sekarang difahami sebagai sesuatu yang kuno dan ketinggalan jaman. Sementara masyarakat lebih memilih dan mempercayai nilai-nilai modern yang serba praktis dan pragmatis, kesemuanya belum tentu sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Masyarakat mengalami kegoyahan dalam pandangan hidupnya, mudah terombang– ambing dan mudah termakan provokasi yang menjerumuskan. Modus distorsi ditandai semakin memudar ikatan kohesivitas sosial, seperti menurunnya rasa solidaritas atau kesetiakawanan sosial sebagai sesama anak bangsa.

Kehidupan sosial menjadi hambar dan gersang, kering dari spiritualitas nilai- nilai sosial dan masyarakat menjadi temperamental sehingga mudah melakukan berbagai tindakan kekerasan atau anarkhis (Iriyanto, 2006). Di sisi lain muncul pada sebagian kaum elit suatu pemikiran yang dilandasi semangat federalisme dan demokrasi liberal, misalnya dalam bentuk ide – ide pemekaran wilayah untuk memperluas daerah-daerah otonomi khusus tanpa alasan rasional yang memihak kepentingan masyarakat

Padahal, ide awal pengembangan otonomi daerah adalah menjadikan daerah sebagai filter bagi gerakan separatisme, mendekatkan rakyat pada pengambil keputusan (policy maker) dan menyebarkan serta meratakan pusat- pusat pertumbuhan potensi daerah untuk kesejahteraan masyarakatnya, namun ternyata perkembangannya hanya membuahkan hasil sampingan (by product) berupa raja-raja kecil di dalam negara. Kemudian lagi muncul berbagai gerakan anarkhis dan separatis yang bernuansa sara masih terjadi di mana-mana. Seperti gerakan pembelaan kebenaran dan keadilan dengan mengatasnamakan agama hanya melegalisasi tindak kekerasan dan pemaksaan kehendak kepada kelompok agama, budaya, etnis masyarakat lain. Ancaman dari luar negeri berupa dampak multi dimensi dari globalisasi, misalnya tekanan kapitalisme di bidang ekonomi dan demokrasi liberal di segala bidang kehidupan, dapat menggoyahkan bahkan mengancam eksistensi negara kebangsaan. Seperti misalnya semangat liberalisme yang melahirkan anak-anak kandungnya yaitu kapitalisme dan demokrasi liberal saat ini telah mengembangkan sayapnya ke seluruh penjuru dunia. Nilainilai liberalisme barat yang dikemas ke dalam sistem ekonomi kapitalis dan sistem demokrasi liberal mampu menciptakan tatanan dunia baru yang bersifat mondial. Ada ketegangan kekuatan tarik ulur antara nilai-nilai kearifan lokal dan nilai-nilai global. Gerakan reformasi yang telah digulirkan saat ini justru menimbulkan dampak sampingan. Semangat demokratisasi yang menjelma dalam gerakan reformasi hanya melahirkan nilainilai kebebasan yang kering dari spiritualitas nilai moral dan etika, pada akhirnya menjalar menjadi krisis sosio kultural bangsa Indonesia. Krisis budaya yang meluas di kalangan masyarakat itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuknya, seperti terjadinya distorsi dan disorientasi nilai. Disorientasi artinya masyarakat kehilangan arah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akibat semakin lepas dari nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman,

pengangan, dan pandangan hidup. Distorsi nilai, yaitu pemutarbalikan cara pandang, nilainilai lama yang dahulu dijadikan pedoman, dan pandangan hidup sekarang difahami sebagai sesuatu yang kuno dan ketinggalan jaman. Sementara masyarakat lebih memilih dan mempercayai nilai-nilai modern yang serba praktis dan pragmatis, kesemuanya belum tentu sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Masyarakat mengalami kegoyahan dalam pandangan hidupnya, mudah terombang– ambing dan mudah termakan provokasi yang menjerumuskan. Modus distorsi ditandai oleh semakin menurun rasa solidaritas sosial atau kesetiakawanan sebagai sesama anak bangsa. Hidup menjadi hambar, gersang, dan mudah melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarkhi (Iriyanto, 2006) Merosotnya penghargaan nilai moral, kesantunan sosial, kepatuhan terhadap hukum, nilai etik berlanjut konflik yang bernuansa politik, etnis dan agama seperti yang terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah. Meluasnya penyakit sosial yang terjadi pada saat ini di berbagai wilayah Indonesia menandakan betapa rapuhnya rasa kebersamaan yang dibangun dalam negara kebangsaan,

betapa kentalnya primordialisme

antar kelompok dan betapa rendahnya solidaritas nasional dalam negara kebangsaan yang multikultural. Kata”Bhineka Tunggal Ika” yang dicetuskan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia memanifestasikan sebuah realita wajah masyarakat bangsa Indonesia yang multikultural. Di

atas

realitas masyarakat yang multikultural inilah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) dapat dibangun dan berdiri tegak hingga sekarang ini. Istilah ”kesatuan” dalam NKRI sebagai penjelmaan Bhineka Tunggal Ika tidak sekedar mengandung arti fisik, melainkan psikis dan kultural. Tidak dalam arti aggregasi yang atomistik, tidak dalam arti integrasi struktural, tetapi kesatuan yang memiliki derajat tertinggi yaitu integrasi kultural yang mengandung didalamnya solidaritas nasional (national solidarity ). Ideologi Pancasila memainkan peran sebagai perekat pluralitas budaya. Sumber : Mubyarto, 2005. “Nasionalisme di Asia-Afrika”, Kedaultan Rakyat, 20 April 2005. Noor Fitrihana, “Mengejar Mutu Pendidikan Bisakah Murah” Pendidikan Moralitas Bangsa, Pewara Dinamika UNY, Volume 6, No. 2, September 2004. Nur Feriyanto, 2005. “Romantisme KAA”, Kedaulatan Rakyat, 23 April 2005.

Abun Sanda, 2005. “29 Tahun Konflik Aceh , Mengapa Tidak Naik Perahu yang sama?”, Kompas Minggu, 17 April

Related Documents


More Documents from ""