LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
Oleh : Oky Dini Rinjani (201601021)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK ST. VINCENTIUS A PAULO SURABAYA 2018
SISTEMATIK LAPORAN PENDAHULUAN
1.1
Konsep Isolasi Sosial
1.1.1
Pengertian Isolasi Sosial Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan
hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993). Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya komunikasi yang terbuka, mau menerima orang lain, dan adanya rasa empati. Pemutusan hubungan interpersonal berkaitan erat dengan ketidakpuasan individu dalam proses hubungan yang disebabkan oleh kurang terlibatnya dalam proses hubungan dan respons lingkungan yang negatif. Hal tersebut akan memicu rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain. Dengan demikian isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak mampu berinteraksi untuk membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya.
1.1.2
Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Patterna parenting
of Infective (pola (koping
asuh keluarga)
coping Lack
of Stressor internal
indivisu development task and external (stres
tidak efektif)
(gangguan
tugas internal
perkembangan) Misal: pada anak Misal
eksternal)
saat Misal: kegagalan Misal: stres terjadi
yang kelahirannya individu
menjalin
tidak dikehendaki menghadapi
hubungan
(unwanted child) kegagalan
dengan
akibat kegagalan menyalahkan
jenis atau lawan dan
KB, hamil diluar orang nikah,
dan
lain, jenis,
jenis ketidakberdayaan, mampu
akibat
ansietas
intim yang sesama berkepanjangan terjadi
tidak bersamaan dengan mandiri keterbatasan
kelamin
yang menyangkal tidak dan
kemampuan
tidak diinginkan, mampu
menyelesaikan
bentuk
tugas,
fisik menghadapi
kurang menawan kenyataan
individu
bekerja, mengatasinya.
dan bergaul, sekolah, Ansietas
menyebabkan
menarik diri dari menyebabkan
akibat
keluarga
lingkungan,
dengan
mengeluarkan
terlalu
komentar negatif, self
untuk
ketergantungan
terjadi terpisah orang
tingginya pada orang tua, terdekat, ideal
dan rendahnya
hilangnya
mampu ketahanan
pekerjaan
merendahkan,
tidak
menyalahkan
menerima realitas terhadap berbagai orang
anak.
dengan
rasa kegagalan.
atau yang
dicintai.
syukur.
Harga diri rendah kronis Isolasi Sosial Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyababkan disfungsi prilaku atau distress yang nyata.
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Menyendiri
Kesepian
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan
Narkisisme
Saling ketergantungan Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon ini meliputi: 1) Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana. 2) Otonomi Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mamapu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri. 3) Kebersamaan Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling member, dan menerima dalam hubungan interpersonal. 4) Saling ketergantungan Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon maladaptive tersebut adalah: 1) Manipulasi Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain. 2) Impulsif Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian. 3) Narkisisme Pada individu narkisisme terdapat harga diri yg rapuh,secara terus menerus berusaha
mendapatkan
penghargaan
dan
pujian,sikap
egosentris,pencemburu,marah jika orang lain tidak mendukung. Kesepian merupakan kondisi di mana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya. Menarik diri merupakan suatu keadaan di mana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Ketergantungan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain. 1.1.3
Perkembangan Hubungan Sosial
1) Bayi (0-18 bulan) Bayi mengomunikasikan kebutuhan menggunakan cara yang paling sederhana yaitu menangis. Respons lingkungan terhadap tangisan bayi mempunyai pengaruh yang sangat penting untuk kehidupan bayi di masa datang. Menurut Ericson, respons lingkungan yang sesuai akan mengembangkan rasa percaya diri bayi akan perilakunya dan rasa percaya bayi pada orang lain. Kegagalan pemenuhan kebutuhan pada masa ini akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain serta perilaku menarik diri. 2) Prasekolah (18 bulan-5 tahun) Anak prasekolah mulai membina hubungan dengan lingkungan di luar keluarganya. Anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga dalam hal pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan berhubungan yang dimilikinya. Hal tersebut merupakan dasar rasa otonomi anak yang nantinya akan berkembang menjadi kemampuan hubungan interdependen. Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan dan disertai respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu pengontrol diri, tidak mandiri, ragu, menarik diri, kurang percaya diri, pesimis, dan takut perilakunya salah. 3) Anak sekolah (6-12 tahun) Anak sekolah mulai meningkatkan hubungannya pada lingkungan sekolah. Di usia ini anak akan mengenal kerja sama, kompetisi, dan kompromi. Pergaulan dengan orang dewasa di luar keluarga mempunyai arti penting karena dapat menjadi sumber pendukung bagi anak. Hal itu dibutuhkan
karena konflik sering kali terjadi akibat adanya pembatasan dan dukungan yang kurang konsisten dari keluarga. Kegagalan membina hubungan dengan teman sekolah, dukungan luar yang tidak adekuat, serta inkonsistensi dari orang tua akan menimbulkan rasa frustasi terhadap kemampuannya, merasa tidak mampu, putus asa, dan menarik diri dari lingkungannya. 4) Remaja (12-20 tahun) Usia remaja anak mulai mengembangkan hubungan intim dengan teman sejenis atau lawan jenis dan teman seusia, sehingga anak remaja biasanya mempunyai teman karib. Hubungan dengan teman akan sangat dependen sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman sebaya dan kurangnya dukungan orang tua
akan
mengakibatkan
keraguan
identitas,
ketidakmampuan
mengidentifikasi karier di masa mendatang, serta tumbuhnya rasa kurang percaya diri. 5) Dewasa muda (18-25 tahun) Individu pada usia ini akan mempertahankan hubungan interdependen dengan orang tua dan teman sebaya. Individu akan belajar mengambil keputusan dengan tetap memperhatikan saran dan pendapat orang lain (pekerjaan, karier, pasangan hidup). Selain itu, individu mampu mengekspresikan perasaannnya, menerima perasaan orang lain, dan meningkatnya kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Oleh karenanya, akan berkembang suatu hubungan mutualisme. Kegagalan individu pada fase ini akan mengakibatkan suatu sikap menghindari hubungan intim dan menjauhi orang lain. 6) Dewasa tengah (25-65 tahun) Pada umumnya pada usia ini individu telah berpisah tempat tinggal dengan orang tua. Individu akan mengembangkan kemampuan hubungan interdependen yang dimilikinya. Bila berhasil akan diperoleh hubungan dan dukungan yang baru. Kegagalan pada tahap ini akan mengakibatkan individu hanya memperhatikan diri sendiri, produktivitas dan kretivitas berkurang, serta perhatian pada orang lain berkurang. 7) Dewasa lanjut (lebih dari 65 tahun)
Di masa ini, individu akan mengalami banyak kehilangan, misalnya fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup, dan anggota keluarga, sehingga akan timbul perasaan tidak berguna. Selain itu, kemandirian akan menurun dan individu menjadi sangat bergantung kepada orang lain. Individu yang berkembang baik akan dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangan yang dialaminya. Kegagalan individu pada masa ini akan mengakibatkan individu berperilaku menolak dukungan yang ada dan akan berkembang menjadi perilaku menarik diri. 1.1.4
Etiologi Menurut Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan yang memengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin memengaruhi antara lain: 1) Faktor perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalain hubugan dengan orang lain. kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatandari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagi objek. 2) Faktor sosial budaya Isolasi sosial dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot presentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaranventrikel, penurunan berat dan volume otak, serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia. 4) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga Gangguan komuniksi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial. Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggotakeluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang mengahambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. 5) Faktor presipitasi Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut: (1) Faktor eksternal Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga. Stress sosial budaya dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
(2) Fakor internal Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan individu. 1.1.5
Tanda dan Gejala
1) Gejala Subjektif (1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain (2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain (3) Respon verbal kurang atau singkat (4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain (5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu (6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan (7) Klien merasa tidak berguna (8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup (9) Klien merasa ditolak 2) Gejala objektif (1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara (2) Tidak mengikuti kegiatan (3) Banyak berdiam diri di kamar (4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat (5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal (6) Kontak mata kurang (7) Kurang spontan (8) Apatis (acuh terhadap lingkungan) (9) Ekspresi wajah kurang berseri (10) Tidak erawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri (11) Mengisolasi diri (12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (13) Memasukan makanan dan minuman terganggu (14) Retensi urine dan feses (15) Aktifitas menurun (16) Kurang energi (tenaga) (17) Rendah diri
(18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi tidur) 1.1.6
Sumber koping Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial meladaptif
termasuk keterlibatan dalam hubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik atau tulisan. 1.1.7
Mekanisme Defensif Usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Mekanisme yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, dan isolasi. 1) Regresi : mundur ke masa perkembangan yang telah lain 2) Respresi : persaan dan pikiran yang tidak dapat diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran 3) Isolasi : mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan defensive dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku. 1.1.8
Komplikasi Klien dengan isolasi semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori peresepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapt menyebabkan defisit perawatan diri.
1.1.9
Penatalaksanaan
1) Terapi Medis (1) Clorpromazine: untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realistis, kesadaran diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh
(2) Haloperidol: berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Efek samping, yaitu gangguan motoric, sedasi, dan inhibasi psikomotor (3) Trihexy
phenidyl:
segala
jenis
penyakit
Parkinson,
termasuk
paskaensepalitis dan idipiotik. Efek samping, yaitu hipertensi, hidung tersumbat, mata kabur 2) Electro Convulsif Terapi Suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha pengobatannya. ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami renjatan.
1.2
Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial
1.2.1
Pengkajian Pasien dengan isolasi sosial pada saat wawancara ditemukan sebagai berikut:
1) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain 2) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain 3) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain 4) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu 5) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan 6) Pasien merasa tidak berguna 7) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan data subyektif: 1) Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau tetangga)? 2) Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu? 3) Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya? 4) Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya? 5) Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien? 6) Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang sekitarnya? 7) Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu? 8) Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan? Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi: 1) Tidak memiliki teman dekat 2) Menarik diri 3) Tidak komunikatif 4) Tindakan berulang dan tidak bermakna 5) Asyik dengan pikirannya sendiri 6) Tak ada kontak mata 7) Tampak sedih, afek tumpul
1.2.2
Diagnosa keperawatan
1) Isolasi Sosial 2) Harga diri rendah kronis 3) Perubahan peresepsi sensori : Halusinasi 4) Koping keluarga tidak efektif 5) Koping individu tidak efektif 6) Intoleran Aktivitas 7) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan Pohon masalah Risiko gangguan persepsi sensori halusinasi (Effect) Isolasi sosial (Core Problem)
Harga diri rendah kronik (Causa)
1.2.3 Intervensi Tgl Diagnosa
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
Keperawatan Isolasi sosial
1. Klien
dapat 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Bina hubungan saling percaya Hubungan
Sling
membina
menunjukkan rasa senang,
dengan mengungkapkan prinsip percaya
hubungan saling
ada
mau
komunikasi terapeutik.
percaya
berjabat
mau
a. Sapa klien dengan ramah baik kelancaran hubungan
kontak
mata,
tangan,
menjawab salam, klien mau duduk dengan
berdampingan perawat,
mengutarakan yang dihadapi.
dasar
verbal maupun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan
mau
c. Tanyakan nama lengkap klien
masalah
dan nama panggilan yang disukai klien. d. Jelakan tujuan pertemuan. e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya. g. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan
dasar klien
kebutuhan
merupakan untuk
interaksi selanjutnya.
2. Klien
dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Kaji pengetahuan klien tentang Diketahuinya
menyebutkan
penyebab menarik diri yang
perilaku menarik diri dan tanda- penyebab akan dapat
penyebab menarik
berasal dari:
tandanya.
diri
dihubungkan dengan
-
Diri sendiri
-
Orang lain
mengungkapkan
-
lingkungan
penyebab menarik diri atau tidak
2. Beri kesempatan pada klien untuk faktor resipitasi yang perasaan dialami klien.
mau bergaul. 3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri tanda-tanda serta penyebab yang muncul. 4. Berikan
pujian
kemampuan
terhadap
klien
dalam
menggunakan perasaannya. 3. Klien
dapat 1. klien dapat menyebutkan 1. Kaji pengetahuan klien tentang Klien harus dicoba
menyebutkan
keuntungan
keuntungan
dengan orang lain.
berhubungan dengan orang lain
berhubungan
manfaat
dan
keuntungan berinteraksi
berhubungan dengan orang lain.
bertahap agar terbiasa
2. Beri kesempatan dengan klien membina untuk mengungkapkan perasaan
secara
hubungan
dan
kerugian
tentang keuntungan berhubungan yang sehat dengan
tidak
dengan orang lain.
berhubungan
orang lain.
3. Diskusikan bersama klien tentang
dengan orang lain.
keuntungan berhubungan dengan orang lain. 4. Beri
reinforcement
terhadap
positif
kemampuan
pengungkapan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Klien dapat menyebutkan 1. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan
manfaat
dan
kerugian
tidak Mengevaluasi
dengan orang lain
berhubungan dengan orang lain.
manfaat
yang
2. Beri kesempatan kepada klien dirasakan
klien
untuk mengungkapkan perasaan sehingga
timbul
tentang
kerugian
tidak motivasi
berhubungan dengan orang lain.
berinteraksi.
untuk
3. Diskusikan bersama klien tentang kerugian
tidak
berhubungan
dengan orang lain. 4. Beri
reinforcement
terhadap
positif
kemampuan
pengungkapan perasaan tentang kerugian
tidak
berhubungan
dengan orang lain. 4. Klien
dapat
1. Klien
dapat 1. Kaji kemampuan klien membina
melaksanakan
mendemonstrasikan
hubungan sosial
hubungan
secara bertahap.
bertahap, antara:
berhubungan dengan orang lain
K–P
melalui tahap:
K–P–K
K–P
K – P – Kel
K–P–K
K – P – Klp
K – P – Kel
sosial
hubungan dengan orang lain. secara 2. Dorong dan bantu klien untuk
K – P – Klp 3. Beri
reinforcement
terhadap
keberhasilan yang telah dicapai.
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan. 5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu. 6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan. 7. Beri reinforcement kegiatan klien dalam ruangan.
5
Klien
dapat
1. Klien
dapat 1.
mengungkapkan
mengungkapkan
perasaannya
perasaannya
setelah
berhubungan dengan orang
berhubungan
lain:
dengan lain.
orang
Dorong
klien
mengungkapkan setelah
untuk perasaannya
bila berhubungan dengan orang lain. 2.
Diskusikan dengan klien tentang
-
Diri sendiri
perasaan
-
Orang lain
dengan orang lain. 3.
manfaat
hubungan
Beri reinforcement positif atas kemampuan
klien
mengungkapkan klien manfaat berhubungan dengan orang lain. 6
Klien
dapat
memberdayakan sistem
1. Keluarga dapat:
1. Bisa berhubungan saling percaya Keterlibatan keluarga
a. Menjelaskan perasaannya.
pendukung atau
b. Menjelaskan
cara
dengan keluarga:
sangat
a. Salam, perkenalkan diri
terhadap
b. Sampaikan tujuan
perubahan klien
keluarga mampu
merawat klien menarik
c. Buat kontrak
mengembangkan
diri.
d. Eksplorasi perasaan keluarga
kemampuan klien
untuk
berhubungan dengan lain.
orang
c. Mendemonstrasikan
2. Diskusikan
dengan
anggota
cara perawatan klien
keluarga tentang:
klien menarik diri.
a. Perilaku menarik diri
d. Berpartisipasi
dalam
perawatan
klien
menarik diri.
b. Penyebab perilaku menarik diri c. Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi d. Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
mendukung proses perilaku
3. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
untuk
berkomunikasi
dengan orang lain. 4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu minggu sekali. 5. Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
1.2.4
Strategi Pelaksanaan
DX
ISOLASI SOSIAL
A
Pasien SP I p
1
BHSP
2
Mengidentifikasi
penyebab
isolasi
sosial
pasien 3
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
4
Berdiskusi dengan pasien tentang
kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain 5
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
6
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian SP II p
1
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2
Memberikan
kesempatan
kepada
pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang 3
Membantu
pasien
memasukkan
kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian SP III p 1
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2
Memberikan kesempatan kepada berkenalan dengan dua orang atau lebih
3
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B
Keluarga
SP I k 1
Mendiskusikan
masalah
yang
dirasakan
keluarga dalam merawat pasien 2
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3
Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial SP II k
1
Melatih
keluarga
mempraktekkan
cara
merawat pasien dengan isolasi sosial 2
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial SP III
1
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
2
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
1.2.5
TAK Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi
sosial adalah TAK sosialisasi. TAK sosialisasi yang terdiri dari tujuh sesi yaitu: 1) Sesi 1: Kemampuan memperkenalkan diri 2) Sesi 2: Kemampuan berkenalan 3) Sesi 3: Kemampuan bercakap-cakap 4) Sesi 4: Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu 5) Sesi 5: Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi 6) Sesi 6: Kemampuan bekerjasama 7) Sesi 7: Evaluasi kemampuan sosialisasi
DAFTAR PUSTAKA
Riyadi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU Stuart, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC