Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi as PDF for free.

More details

  • Words: 1,923
  • Pages: 8
Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi

Pengertian Ilmu, Agama, dan Filsafat, Hubungannya serta TeoriTeori Kebenaran yang Mendukung

I.

Agama

Agama, pengertiannnya menurut bahasa dapat diungkapkan dalam beberapa teori: antara lain: 1) Teori pertama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a (tidak) dan gama (kacau). Agama artinya tidak kacau (Tahir Abdul Mu’in, 1972: 8)... Diartikan demikian, karena agama mengatur kehidupan umat manusia dan menetapkan hukum-hukum yang ditaati dalam kehidupan mereka. Karena itu agama, dapat mengantarkan manusia pada ketenteraman dalam kehidupan serta terlepas dari kekacauan dan petaka. 2) Teori kedua berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata gam, mendapat

awalan a dan akhiran a, sehingga menjadi agama. Kata itu kadangkadang mendapat awalan i, sehingga menjadi igama dan terkadang mendapat awalan u, menjadi ugama. Kata gam, penegertian dasarnya adalah sama dengan kata go dalam bahasa Inggris, atau gagaam, dalam bahasa Belanda, yang artinya pergi. Setelah mendapat awalan dan akhiran a, pengertiannya berarti jalan (Daud Ali, 1998: 35). Agama diartikan dengan jalan, karena ia merupakan jalan yang ditempuh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Selain merupakan pedoman hidup, agama juga berfungsi sebagai pandangan hidup dan tata cara kehidupan manusia. 3) Teori ketiga dalam dunia pesantren, dikenal kata agama berasa dari

bahasa Arab dari kata ‫( أ ققا م‬aqâma), diambil dari ‫( أ ققا م الد يقن‬aqâma aldîn), yang artinya melaksanakan dan menunaikan ajaran agama. Kata ini sangat akrab dengan lisan umat Islam, searti dengan ‫أ ققا م الصقلة‬ (aqâma al-shalâta), yang artinya mengerjakan dan menunaikan shalat. Karena kebisaaan orang-orang Arab membaca huruf qâf (‫ )ق‬dengan “g”, terutama orang-orang Arab yang berasal dari Arabia Selatan, sekitar Yaman dan Hadralmaut yang ikut andil dalam penyebaran Islam di Indonesia, maka kata ‫( أ قققا م‬aqâma) dibaca dan diucapkan dengan agama. Contoh yang serupa dengan ungkapan itu, Abdul Qadir dibaca dengan Abdul Gadir, Qasim dibaca dengan Gasim, Qaddafi dibaca

6

dengan Gaddafi dan seterusnya. Pada buku sosiologi karangan Ogburn dan Nimhoff dari The Florida State University, mendefinisikan agama sebagai berikut: “Religion is a system of beliefs, emotional attitudes and practices by means of which group of people attempt to cope with ultimate problem of human life”. Artinya: “Agama itu adalah suatu pola kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap emosional dan pratek-praktek yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba memecahkan persoalan-persoalan (ultimate) dalam kehidupan manusia. (HM. Rasjidi, 1974: 50).

II.

Ilmu

Menurut pengertian bahasa, ilmu dapat diterjemahkan sebagai. pengetahuan. Sehingga nama pengetahuan menceminkan adanya redudensi peristilahan (words redudancy), yang tujuannya untuk lebih menegaskan suatu makna, seperti jatuh ke bawah, naik ke atas dan lain sebagainya. Ada dua jems pengetahuan, yaitu "pengetahuan ilmiah" dan "Pengetahuan Biasa". Pengetahuan Biasa (knowledge) diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya. Sedangkan "Pengetahuan Ilmiah" (science) juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah memperhatikan obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Baik Science atau knowledge pada dasamya keduanya merupakan hasil observasi pada fenomena alam atau fenomena sosial. Dengan demikian, ilmu pengetahuan memiliki cakupan yang amat luas, yaitu ilmu pengetahuan alam, sosial budaya dan seterusnya. Penjelasan di atas, merupakan penjelasan umum ilmu dan keterkaitannya dengan istilah Seins (Science) dan Knowledge, namun apabila dilihat dari sisi bawah makna yang terkandung dalam kata ilmu perlu lebih ditegaskan. Untuk menghindari kesalahpahaman, perlu dilakukan pambahasan tentang peristilahan Sains dan ilmu. Seringkali istilah Sains (Science) dan Ilmu ('Ilm) disepadankan, sehingga memberikan pensifatan yang sepadan pula yaitu antara Scientific dengan ilmiah. Penyepadanan antara ilmu dengan Sains, dimana Sains hanya berkaitan dengan obyek-obyek inderawi adalah menyempitkan makna ilmu yang sebenamya. Konsekwensi dari penyepadanan tersebut adalah mengeluarkan obyek-obyek yang tidak bisa diketahui, namun bisa dikenali (Ma'rifah), seperti hal-hal yang terkait dengan "ke-Tuhanan" dikeluarkan dari wilayah ilmu. Implikasi lebih jauhnya, tersirat dalam penggunaan kata "Ilmiah" (Scientific).

6

III.

Filsafat

Falsafah ialah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang bersifat umum dan mendasar. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia, yang berarti love of wisdom atau mencintai kebenaran. Empat hal yang melahirkan filsafat yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya dan ke-raguan. Ketakjuban terhadap segala sesuatu (terlihat/tidak) dan dapat diamati (dengan mata dan akal budi) serta ketidakpuasan akan penjelasan berdasarkan mitos membuat manusia mencari penjelasan yang lebih meyakinkan dan berpikir rasional. Hasrat bertanya membuat manusia terus mempertanyakan segalanya, tentang wujud sesuatu serta dasar dan hakikatnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh penjelasan yang lebih pasti menunjukkan adanya keraguan (ketidakpastian) dan kebingungan pada manusia yang bertanya. Ciri berpikir secara filsafati adalah radikal (berpikir tuntas, atau mendalam sampai ke akar masalah); sistematis (berfikir logis dan terarah, setahap demi setahap); dan universal (berpikir umum dan menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi melihat masalah secara utuh) dan ranah makna (memikirkan makna terdalam berupa nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan). Terjemahan filsafat Yunani ke dalam Islam (Arab) diakui telah mendorong pemikiran dan filsafat Islam berkembang sangat pesat. Akan tetapi, hal itu bukan berarti filsafat Islam adalah jiplakan Yunani. Sebab, pertama , belajar tidak identik dengan penjiplakan. Kenyataannya, filsafat Islam yang dikembangkan filosof muslim berbeda sama sekali dengan filsafat Yunani. Kedua , pemikiran rasional Islam telah lebih dahulu mapan sebelum kedatangan terjemahan filsafat Yunani. Teologi Muktazilah yang sangat rasional saat itu telah menjadi doktrin resmi negara. IV.

Hubungan Kebenaran

Agama,

Ilmu,

dan

Filsafat

dan

Teori

Dalam Tahshîl al-sa'âfidah AI-Fârâbi dengan jelas menyatakan pandangannya tentang sifat agama dan filsafat serta hubungan antara keduanya: Ketika seseorang memperoleh pengetahuan tentang wujud atau memetik pelajaran darinya, jika dia memahami sendiri gagasan-gagasan tentang wujud itu dengan inteleknya, dan pembenarannya atas gagasan tersebut dilakukan dengan bantuan demonstrasi tertentu, maka ilmu yang tersusun dari pengetahuan-pengetahuan ini disebut filsafat .Tetapi jika gagasangagasan itu diketahui dengan membayangkannya lewat kemiripan-kemiripan yang merupakan tiruan dari mereka, dan pembenaran terhadap apa yang dibayangkan atas mereka disebabkan oleh metode-metode persuasif, maka orang-orang terdahulu menyebut sesuatu yang membentuk pengetahanpengetahuan ini agama. Jika pengetahuan-pegetahuan itu sendiri diadopsi, dan metode-metode persuasif digunakan, maka agama yang memuat

6

mereka disebut filsafat populer, yang diterima secara umum, dan bersifat eksternal. Al-Fârâbî menghidupkan kembali klaim kuno yang menyatakan bahwa agama adalah tiruan dari filsafat. Menurutnya, baik agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Keduanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud (yaitu, esensi Prinsip Pertama dan esensi dari prinsip-prinsip kedua nonfisik). Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yaitu,kebahagiaan tertinggi dan tujuan puncak dari wujud-wujud lain. Tetapi, dikatakan Al-Fârâbî, filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasif untuk menjelaskannya. Tujuan dari 'tiruan-tiruan' kebenaran wahyu kenabian dengan citra dan lambang telah dijelaskan sebelumnya. Sifat dari citra dan lambang religius ini membutuhkan pembahasan lebih lanjut. Menurut Al-Fârâbî, agama mengambil tiruan kebenaran transenden dari dunia alami, dunia seni dan pertukangan, atau dari ruang lingkup lembaga sosio-politik. Sebagai contoh, pengetahuan-pengetahuan yang sepenuhnya sempurna, seperti Sebab Pertama, wujud-wujud malakut atau lelangit dilambangkan dengan bendabenda terindra yang utama, sempuma, dan indah dipandang. Inilah sebabnya mengapa dalam Islam, matahari melambangkan Tuhan, bulan melambangkan nabi, dan bintang melambangkan sahabat nabi. Dalam Islam, pandangan mengenai perbedaan antara agama (millah) dan filsafat (falsafah) umumnya diidentifikasi dengan mazhab masysyâ'î ilmuwan filosof di mana Al-Fârâbî termasuk di dalamnya. Rahman telah memperlihatkan bahwa perbedaan ini diikuti rumusan terinci menyangkut filsafat agama Yunani-Romawi dalam perkembangan-perkembangan berikutnya. Namun, gagasan mendasar yang ingin disampaikan melalui perbedaan ini bukan sesuatu yang asing bagi perspektif wahyu Islam. Gagasan yang sama di ungkapkan para Sufi dalam kerangka perbedaan eksoterik-esoterik. Gagasan itu berbunyi demikian: kebenaran atau realitas adalah satu namun pemahamannya oleh pikiran manusia mempunyai derajat kesempurnaan yang bertingkat-tingkat. Meskipun dia juga seorang Sufi, Al-Farabi di sini berbicara sebagai wakil dari tradisi filosofis. Dalam perspektif falâsifah, filsafat dan agama merupakan dua pendekatan mendasar menuju pada kebenaran. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas metode demonstrasi yang meyakinkan (al-burhân al-yaqînî), suatu metode yang merupakan gabungan dari intuisi intelektual dan putusan logis (istinbâth) yang pasti. Karena itu, filsafat adalah sejenis pegetahuan yang lebih unggul dibanding agama (millah), karena millah didasarkan atas metode persuasif (al-iqnâ').

6

Dikatakan Al-Fârâbî, bangsa Yunani menyebut pengetahuan tentang kebenaran abadi ini kebijaksanaan "paripuma" sekaligus kebijaksanaan tertinggi. Mereka menyebut perolehan pengetahuan seperti itu sebagai ilmu', dan mengistilahkan keadaan ilmiah pikiran sebagai filsafat'. Yang dimaksud dengan yang terakhir ini adalah tidak lain pencarian dan kecintaan pada kebijaksanaan tertinggi. Menurut Al-Fârâbî, orang-orang Yunani juga berpendapat bahwa secara potensial kebijaksanaan ini memasukkan setiap jenis kebajikan. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan dan seni dari segala seni. Maksud mereka sebenarnya, tutur Al-Fârâbî, adalah seni yang memanfaatkan segala kesenian, kebajikan yang memanfaatkan segala kebajikan, dan kebijaksanaan yang memanfaatkan segala kebijaksanaan. Al-Fârâbî agaknya sadar sepenuhnya akan fakta berikut: sementara esensi dari kebijaksanaan abadi ini satu dan sama dalam setiap tradisi, sejauh ini tidak ditemukan model pengungkapan yang sama pada tradisi-tradisi ini. Tetapi, Al-Fârâbî tidak menjelaskan deskripsi cara pengungkapan ini dalam kasus tradisi pra-Yunani. Tetapi dia menyebut filosof-filosof Yunani, tepatnya plato dan Aristoteles, khususnya lagi Aristoteles, sebagai pencipta bentukbentuk pengungkapan dan penjelasan baru dari kebijaksanaan kuno ini, berupa pengungkapan dialektis atau logis. Pengetahuan tentang bentukbentuknya baru diwarisi oleh Islam melalui orang-orang Kristen Syria. Sebagaimana telah kita lihat, Al-Fârâbî mendefinisikan kebijaksanaan tertinggi sebagai "pengetahuan paling tinggi tentang Yang Maha Esa sebagai Sebab pertama dari setiap eksistensi sekaligus Kebenaran pertama yang merupakan sumber dari setiap kebenaran". Al-Fârâbî menggunakan istilah filsafat untuk merujuk pada pengetahuan metafisis yang diungkapkan dalam bentuk-bentuk rasional serta ilmu-ilmu,yang dijabarkan dari pengetahuan metafisis yang didasarkan pada metode demonstrasi yang meyakinkan. Karena itu, filsafat Al-Fârâbî terdiri dari empat bagian: ilmu-ilmu matematis, fisika (filsafat alam), metafisika, dan ilmu tentang masyarakat (politik). Perbedaan filsafat-agama oleh Al-Fârâbî dibayangkan dalam konteks satu tradisi wahyu yang sama. Tetapi perbedaan itu memiliki keabsahan universal, yang dapat diterapkan bagi setiap tradisi wahyu. Dengan meninjau tiap-tiap tradisi dalam batas-batas pembagian hierarkis menjadi filsafat dan agama, Al-Farabi memberikan teori untuk menjelaskan fenomena, keragaman agama. Menurutnya, agama berbeda itu satu sama lain karena kebenaran-kebenaran intelektual dan spiritual yang sama bisa jadi memiliki banyak penggambaran imajinatif yang berlainan. Kendati demikian, terdapat kesatuan pada setiap tradisi wahyu didataran filosofis, karena pengetahuan filosofis tentang realitas sesungguhnya hanya satu dan sama bagi setiap bangsa dan masyarakat.

6

Pada saat yang sama, Al-Fârâbî menyukai gagasan keunggulan relatif satu lambang religius atas lambang lainnya, dalam pengertian bahwa lambanglambang dan citra-citra yang dipakai dalam satu agama lebih mendekati kebeparan spiritual yang hendak disampaikan-lebih tepat dan lebih efektifketimbang yang dipakai dalam agama lainnya. renting dicatat, Al-Farabi diketahui tidak pernah mencela agama tertentu, meskipun dia berpendapat bahwa sebagian dari lambang dan citra religius agama tersebut tak memuaskan atau bahkan membahayakan. Tiruan dari hal-hal macam itu bertingkat-tingkat dalam keutamaannya; penggambaran imajinatif sebagian dari mereka lebih baik dan lebih sempurna, sementara yang lainnya kurang baik dan kurang sempurna; sebagian lebih dekat pada kebenaran, sebagian lain lebih jauh. Dalam beberapa hal, butir-butir pandangannya sedikit-atau bahkan tidak dapatdiketahui, atau malah sulit berpendapat menentang mereka, sementara dalam beberapa hal lainnya, butir-butir pandangannya banyak atau mudah dilacak, di samping mudah memahami pendapat tentang mereka atau untuk menolak mereka. Perbedaan filsafat-agama sebagaimana telah dirumuskan Al-Fârâbî, lagi-lagi, menjadi fokus pemusatan hierarki ilmu dalam pemikirannya. Ketika perbedaan ini diterapkan baik pada dimensi teoretis maupun praktis dari wahyu, seperti dikemukakan sebelumnya, kita akan sampai pada hasil yang menyoroti lebih jauh perlakuan Al-Fârâbî terhadap ilmu-ilmu religius dalam klasifikasinya dikaitkan dengan ilmu-ilmu filosofis. Kalâm dan fiqh, satusatunya ilmu-ilmu religius yang muncul dalam klasifikasinya, Al-Fârâbî adalah ilmu-ilmu eksternal atau eksoterik dari dimensi-dimensi wahyu secara teoretis dan praktis. Metafisika (al-'ilm al-ilâhî) dan politik (al-'ilm al-madanî) berturut-turut merupakan mitra filosofisnya

Daftar Pustaka

6

http://www.islamic-center.or.id/new/islamic-learning/aqidah-mainmenu-43/28aqidah/104-makna-dan-pengertian-agama; http://www.si.its.ac.id/kurikulum/materi/iptek/ilmuteknologi.html; http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/14/1/pustaka-218.html; http://id.shvoong.com/humanities/h_philosophy/1786489-pengertian-filsafatsains/; http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html; http://thepolitea.blogspot.com/2006/04/filsafat.html; http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/14/1/pustaka-216.html; http://yudhim.blogspot.com/2008/01/hubungan-ilmu-pengetahuan-filsafatdan.html; http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=88; http://www.uniga.ac.id/cetak.php?id=32.

6

Related Documents