BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit. Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus. Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan. Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi. Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri. Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja. Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, dicoba untuk diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian. 1
Menurut Seyyed Hossein Nasr, seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristikkarakteristik tertentu dari tempat penerimaan wahyu alQur’an yang dalam hal ini adalah masyarakat Arab. Jika demikian, bisa jadi seni Islam adalah seni yang terungkap melalui ekspresi budaya lokal yang senada dengan tujuan Islam.Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah ungkapan ekspresi jiwa setiap manusia yang termanifestasikan dalam segala macam bentuknya, baik seni ruang maupun seni suara yang dapat membimbing manusia kejalan atau pada nilai-nilai ajaran Islam. Di sisi lain, dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi kedalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran (seni suara), penglihatan (seni lukis dan ruang), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari dan drama). B. Rumusan Masalah Dalam pembuatan makalah ini tentunya banyak yang bermanfaat dan banyak pula pengetahuan yang akan didapat kan dalam makalah ini, berikut kami paparkan rumasan makalah yang telah kami buat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jelaskan pengertian IPTEK? Jelaskan paradigm hubungan agama IPTEK? Bagaiamana aqidah islam sebagai dasar IPTEK? Jelaskan syariah islam standar pemanfaatan IPTEK? Bagaiamana perspektif islam tentang IPTEK? Jelaskan definisi seni? Bagaiaman pandangan islam terhadap seni? Jelaskan seni sebagai penyampai peran ketuhanan?
C. Tujuan Dalam pembuatan ini tentunya kami memiliki tujuan yang jelas serta dapat bermanfaat bagi generasi selanjutnya yang akan mempelajari pembahasan yang sama. Tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah dapat: 1. Mengetahui pengertian IPTEK 2. Mengetahui paradigm hubungan agama IPTEK 2
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Mengetahui aqidah islam sebagai dasar IPTEK Mengetahui syariah islam standar pemanfaatan IPTEK Mengetahui perspektif islam tentang IPTEK Mengetahui definisi seni Mengetahui pandangan islam terhadap seni Mengetahui seni sebagai penyampai peran ketuhanan
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian IPTEK 3
Ilmu adalah pemahaman mengenai suatu pengetahuan, yang mempunyai fungsi mencari, menyelidik, lalu menyelesaikan hipotesis. Pengetahuan adalah suatu yang diketahui ataupun disadari oleh sesorang yang didapat dari pengalamannya. Teknologi adalah suatu penemuan melalui proses metode ilmiah, untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal. Jadi, IPTEK adalah segala sesuatu yang berhubugan dengan teknologi, baik itu penemuan yang terbaru yang bersangkutan dengan teknologi ataupun perkembangan dibidang teknologi itu sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu factor penunjang kemajuan sumber daya manuasia (SDM), karena dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi suatu Negara bias bersaing dan disetarakan dengan Negara Negara lain. Setiap manusia diberikan ilmu pengetahuan oleh ALLAH SWT, agar menjadi orang berkualitas dapat yang dapat mejunjung tinggi derajatnya, baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat. Akan tetapi, semua itu tergantung kemampuan yang timbul dari orang itu. B. Paradigma Hubungan Agama IPTEK Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana). Bagaimana hubungan agama dan iptek? Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma :Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bias mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah 4
baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan). Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu pengetahuan. Contohnya, menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan. Dalam Bible dikatakan: “Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru angin bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut, atau di pohon-pohon.” (Wahyuwahyu 7: 1). Kalau konsisten dengan teks Bible, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible (Adian Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, www.insistnet.com). Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi. Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan: “Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.” (Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat). Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam 5
paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis.10 Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentanganpertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendir. Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam – yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits-- menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia. Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya): “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS Al-‘Alaq [96] : 1). Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995:81).
Paradigma
Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu. Firman Allah SWT (artinya): “Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS An-Nisaa` [4] : 126). “Dan sesungguhnya Allah, ilmuNya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS Ath-Thalaq [65]: 12)
Itulah paradigma yang
dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata.”Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan: “Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya…” (HR. Al-Bukhari dan AnNasa`i). 6
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Qur`an (artinya):
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali ‘Imran [3]: 190) Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lag. C. Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segalagalanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia. Namun di sini perlu 7
dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur AlQur`an dan Al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya. Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat QS. An-Nisaa` [4]:126 dan QS AthThalaq [65]:12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (QS Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksigalaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (QS. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam Al-Qur`an yang semacam ini. Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada Al-Qur`an dan Al-Hadits. Ringkasnya, Al-Qur`an dan Al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur`an dan AlHadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin .18 Firman Allah SWT (artinya): “(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina 8
(mani).” (QS AsSajdah [32]: 7). “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS Al-Hujuraat [49]: 13).
Implikasi lain
dari prinsip ini, yaitu Al-Qur`an dan Al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi SAW menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi SAW juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir. D. Syariah Islam Standar Pemanfaatan IPTEK Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah (artinya): “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (QS An-Nisaa` [4] : 65). “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin pemimpin selain-Nya…” (QS Al-A’raaf [7] : 3). Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” (HR Muslim) Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat
9
memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama. Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.
Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi
dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam. E. Persepektif Islam tentang IPTEK Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia kini telah dikuasai peradaban Barat, kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-niru dalam gaya hidup tanpa diseleksi terlebih dulu terhadap segala dampak negatif di masa mendatang
atau
krisismultidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak anti terhadap barang-barang produk teknologi baik di masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak akan bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus, asalkan dengan analisis-analisis yang teliti, obyekitf , dan tidak bertentangan dengan dasar Al-Qur`an 1. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Al-Qur`an Bagi ilmuwan Al-Qur`an adalah inspirator, sebab dalam Al-Qur’an banyak terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Allah Swt. yang menarik untuk 10
diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal mungkin. Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu. Sebagaimana firman Allah: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ....”(QS. Yunus ayat 101) Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia menggunakan akal fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena alam semesta. Teks-teks al-Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Al-Qur`an sebagai produk wujud iptek Allah Al-Quran sebagai prediktor Al-Qur`an sebagai sumber motivasi Al-Quran dan simplikasi (penyederhanaan) Al-Quran sumber etika pengembangan iptek
Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai hasil teknologi pada saat akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi namun jika diniatkan untuk membuat kerusakan sesama manusia, menghancurkan lingkungan sangat dilarang di dalam Islam. Jadi teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai, demikian pula penyalahgunaan teknologi merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai Allah Swt. Perhatikan Firman-Nya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77) 2. Perintah mempelajari Ilmu pengetahuan dan Teknologi Al-Qur`an diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah tidak hanya memerintahkan untuk sekedar dibaca, sesuai dengan wahyu yang pertama diturunkan, tetapi mengandung maksud lebih 11
dari itu yaitu menghendaki seluruh umatnya membaca, menggali, mendalami, meneliti apa saja yang ada di alam semesta ini dan mengambil manfaat untuk kehidupan manusia dengan mengetahui ciri-ciri sesuatu seperti: bencana alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak tertulis sehingga dapat menghadapi tantangan dan menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern yang diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Proses kehidupan manusia itu selalu mengalami perkembangan yang pesat dari awal terbentuknya manusia, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai tua dan alam semesta ini dibuat Allah tidak sia-sia, tetapi ada hikmah di dalamnya agar manusia dapat mempelajari iptek, sesuai dalam QS. 3: 190-191 Allah Swt berfirman “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal yaitu orangorang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka”. F. Definisi Seni Seni yaitu penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama). Seni merupakan wujud yang terindra, dimana seni adalah sebuah benda atau artefak yang dapat dirasa, dilihat dan didengar, seperti seni tari, seni musik dan seni yang lain. Seni yang didengar adalah bidang seni yang menggunakan suara (vokal maupun instrumental) sebagai medium pengutaraan, baik dengan alat-alat tunggal (biola, piano dan lain-lain) maupun dengan alat majemuk seperti orkes simponi, band, juga lirik puisi berirama atau prosa yang tidak berirama. Seni yang dilihat seperti seni lukis adalah bidang seni yang yang menggunakan alat seperti kanvas, beragam warna-warni dan memiliki objek tertentu untuk di lukis. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada seluruh manusia yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah. Islam adalah agama yang nyata dan sesuai dengan fitrah manusia yang memilki cita rasa, kehendak, hawa nafsu, sifat, perasaan dan akal pikiran. Dalam jiwa, perasaan, nurani dan keinginan manusia terbenam rasa suka akan keindahan, yang mana keindahan tersebut adalah seni. Keindahan disini adalah sesuatu yang dapat menggeraka jiwa, kemesraan, dapat menimbulkan keharuan, kesenangan bahkan juga bisa menimbulkan kebencian, dendam dan 12
lain-lain sebagainya. Di dalam Islam, seni adalah penggerak nalar yang bisa menjangkau lebih jauh apa yang berada di balik materi. Setiap manusia berhak menggeluarkan kreativitas mereka seperti seni dalam membaca Al-Qur‟an, seni kaligrafi dan lain-lain. Seni Islam adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan. G. Pandangan Islam Terhadap Seni Keindahan itu sebahagian dari seni. Ini bermakna Islam tidak menolak kesenian. AlQuran sendiri menerima kesenian manusia kepada keindahan dan kesenian sebagai salah satu fitrah manusia semulajadi anugerah Allah kepada manusia. Seni membawa makna yang halus, indah dan permai. Dari segi istilah, seni adalah sesuatu yang halus dan indah dan menyenangkan hati serta perasaan manusia. Konsep kesenian mengikut perspektif Islam ialah membimbing manusia ke arah konsep tauhid dan pengabdian diri kepada Allah. Seni dibentuk untuk melahirkan manusia yang benar-benar baik dan beradab. Motif seni bertuju kepada kebaikan dan berakhlak. Selain itu, seni juga seharusnya lahir dari satu proses pendidikan bersifat positif dan tidak lari dari batas-batas syariat. Seni Islam ialah seni yang bertitik tolak dari akidah Islam dan berpegang kepada doktrin tauhid yaitu pengesaan Allah dan seterusnya direalisasikan dalam karya-karya seni. Ia tidak bertolak dari akidah, syarak dan akhlak. Perbedaan di antara seni Islam dengan seni yang lain ialah niat atau tujuan dan nilai akhlak yang terkandung di dalam sesuatu hasil seni itu. Ini berbeda dengan keseniaan barat yang sering mengenepikan persoalan akhlak dan kebenaran. Tujuan seni Islam ialah untuk Allah karena ia memberi kesejahteraan kepada manusia. Dengan ini, seni Islam bukanlah seni untuk seni dan bukan seni untuk sesuatu tetapi sekiranya pembentukan seni itu untuk tujuan kemasyarakatan yang mulia, itu adalah bersesuaian dengan seni Islam. Kesenian Islam dicetuskan dengan niat untuk mendapat keredaan Allah sedangkan kesenian yang tidak berbentuk Islam diciptakan untuk tujuan takbur, riak, menaikkan nafsu syahwat, merusakkan nilai syarak dan akhlak. Karya seni dikehendaki mengandungi nilainilai murni yang melambangkan akhlak, atau paling tidak bersifat natural yaitu bebas daripada sifat negatif. Jika sekiranya terdapat nilai-nilai negatif walaupun yang menciptakannya itu beragama Islam, maka ia terkeluar daripada kategori seni Islam. Berbagai gambaran Al-Qur‟an yang menceritakan begitu banyak keindahan, seperti surga, istana dan bangunan-bangunan keagamaan kuno lainnya telah memberi inspirasi bagi para kreator untuk mewujudkannya dalam 13
dunia kekinian saat itu. Istana Nabi Sulaiman as, mengilhami lahirnya berbagai tempat para khalifah atau pemerintahan muslim membentuk pusat kewibawaan, istana dengan berbagai “wujud fasilitas ruang” di atas kebiasaan rakyat biasa. Asmaasma Allah SWT, seperti al-Jamiil secara theologis sangat membenarkan para kreator seni untuk memanifestasikannya dalam banyak hal. Seni adalah sebahagian daripada kebudayaan. Din al-Islam meliputi agama kebudayaan, maka dengan sendirinya kesenian merupakan sebahagian din al-Islam. Ia juga diturunkan untuk menjawab fitrah, naluri atau keperluan asasi manusia yang mengarah kepada keselamatan dan kesenangan. Firman Allah yang artinya “ Wahai anak-anak Adam, pakailah perhiasan kamu ketika waktu sembahyang. Makanlah dan minumlah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak mengasih orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah “siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkanNya untuk hambahambaNya dan rezeki yang baik.” (al-A‟raf, ayat 31-32). Namun pada sisi yang lain, berbagai larangan Nabi SAW dan para ulama mereka untuk melukis dan menggambar mahluk hidup yang bernyawa/bersyahwat dalam mewujudkan corak keindangan ruangan meskipun hal ini tidak ditemukan teks-nya secara langsung dalam AlQur‟an, kegiatan mereka dalam mewujudkan gagasan keindahan, tak pernah kehilangan arah. Kreasi dan potensi seni mereka, kemudian dialihkannya pada berbagai bentuk kaligrafi Islam, dengan pola dan karaktersitik yang indah dan rumit. Mereka membentuk corak ragam hias ruangan, benda-benda antik seperti gelas atau guci, karpet, dan sebagainya dengan berbagai ornamen bunga-bungaan atau tumbuhtimbuhan yang dianggap bukan sejenis hewan atau manusia. Allah Swt menciptakan manusia dengan memberikan akal yang dapat menciptakan sesuatu yang bisa disebut dengan seni atau budaya. Manusia juga diberikan rasa atau perasaan untuk menghayati dan merasakan sesuatu. Akal manusia memiliki daya berpikir dan perasaan, dengan akal manusia membentuk pengetahuan dengan konsep. Manusia juga diciptakan dengan anggota tubuh yang lengkap, dimana akal dan anggota tubuh bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang menyenangkan yang bersifat estetika yaitu seni. Dalam seni, keindahan merupakan unsur penting, sehingga dalam Islam nilai keindahan merupakan nilai yang sangat penting yang sejajar dengan nilai kebenaran dan kebaikan. Alam yang diciptakan Allah adalah suatu keindahan seperti langit yang dihiasi bintang-bintang adalah suatu penciptaan Tuhan yang dapat dinikmati 14
oleh manusia sebagai suatu keindahan. Allah Swt meyakinkan manusia tentang ajarannya dengan menyentuh seluruh totalitas manusia, termasuk menyentuh hati mereka melalui seni yang ditampilkan di dalam AlQur‟an yaitu melaui kisah-kisah nyata dan simbolik yang dipadu oleh imajinasi melalui gambar-gambar konkrit. Di dalam Islam, prinsip dari seni adalah ketauhidan, kepatuhan dan keindahan. Syeikh Yusuf Qardhawi telah menjelaskan sikap Islam terhadap seni. Jika ruh seni adalah perasaan terhadap keindahan maka Al Qur‟an sendiri telah menyebutkan dalam surat As-Sajadah ayat 7 yang artinya “Yang membuat segala sesuatu, yang Dia ciptakan sebaikbaiknya dan yang memulai menciptakan manusia dari tanah”. Rasulullah saw. juga telah menjelaskan kepada beberapa sahabat yang mengira bahwa kecintaan terhadap keindahan bisa menafikan iman, dan menjadikan pelakunya terperosok dalam kesombongan, sebagiamana diceritakan sebuah hadist. Rasulullah bersabda,”Tidak akan masuk sorga siapa yang di hatinya ada rasa sombog, walau sebesar biji sawi.” Maka berkatalah seorang lelaki, “Sesungguhnya ada seorang lelaki menyukai agar baju dan sandalnya menjadi bagus.” Maka bersabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah Maha Indah danmenyukai keindahan.” (HR. Muslim). Seni yang sahih adalah seni yang bisa mempertemukan secara sempurna antara keindahan dan al haq, karena keindahan adalah hakikat dari ciptaan ini, dan al haq adalah puncak dari segala keindahan ini. Oleh karena itu Islam membolehkan penganutnya menikmati keindahan, karena hal itu adalah wasilah untuk melunakkan hati dan perasaan. Lingkungan Islam yang lebih terbuka terhadap seni ini adalah para sufi dan filosof. Banyak para filosof Islam yang benar-benar menguasai musik dan teorinya, beberapa diantaranya seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dimana mereka ahli-ahli teori musik terkemuka.9 Beberapa tabib muslim menggunakan musik sebagai sarana penyembuhan penyakit baik jasmani maupun rohani. Bagi para sufi, seni adalah jalan untuk dapat menangkap dimensi interior Islam, dimana seni terkait langsung dengan spriritual. Al-Ghazali sebagai tokoh sufi mengatakan bahwa mendengar nada-nada vokal dan instrumen yang indah dapat membangkitkan hal-hal dalm kalbu yang disebut Al-Wujud atau kegembiraan hati. Prinsip-prinsip seni di dalam Islam adalah sebagai berkut : 1. seni yang dapat mengangkat martabat insane dan tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.
15
2. seni yang dapat mementingkan persoalan akhlak dan kebenaran yang menyentuh aspek estetika, kemanusiaan dan moral 3. seni yang dapat menghubungkan keindahan sebagai nilai yang tergantung kepada seuruh kesahihan Islam itu sendiri, dimana menurut Islam seni yang mempunyai nilai tertinggi adalah seni yang dapat mendorong kearah ketaqwaan, kema‟rufan dan moralitas 4. seni yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya Islam dapat menerima semua hasil karya manusia selama sejalan dengan pandangan Islam menyangkut wujud alam raya ini. Namun demikian wajar dipertanyakan bagaimana sikap satu masyarakat dengan kreasi seninya yang tidak sejalan dengsan budaya masyarakatnya. Dalam konteks ini, perlu digarisbawahi bahwa Al-Quran memerintahkan kaum Muslim untuk menegakkan kebajikan,memerintahkan perbuatan makruf dan mencegah perbuatan munkar. Makruf merupakan budaya masyarakat sejalan dengan nilai-nilai agama, sedangkan munkar adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan budaya masyarakat. Dari sini, setiap Muslim hendaknya memelihara nilai-nilaibudaya yang makruf dan sejalan dengan ajaran agama, dan iniakan mengantarkan mereka untuk memelihara Seandainya pengaruh
hasil
seni
budayasetiap
masyarakat.
apalagi yang negatif dapat merusak adat-istiadat serta kreasi seni dari
satu masyarakat, maka kaum Muslim di daerah itu harus tampil mempertahankan makruf yang diakui oleh masyarakatnya, serta membendung setiap usaha dari mana pun datangnya yang dapat merongrong makruf tersebut. Bukankah Al-Quran memerintahkan untuk menegakkan makruf. H. Seni Sebagai Penyampai Pesan Ketuhanan Menurut al-Faruqi, kebudayaan Islam adalah budaya Qur’ani karena baik definisi, struktur, tujuan, ataupun metode untuk mencapai tujuan tersebut secara keseluruhan didasarkan kepada rangkaian wahyu yang telah diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad. Secara mendasar, prinsip-prinsip yang diambilkan dari al-Qur’an juga mencakup tentang alam, manusia, makhluk hidup, ilmu pengetahuan, berbagai institusi sosial, insitusi politik serta ekonomi dan yang lainnya, selain orang Islam dapat mengambil pengetahuan atas realitas ultima (al-Faruqi, 1999: 2). Dengan demikian, aspek seni dalam kebudayaan Islam harus dilihat sebagai ekspresi estetis dari al-Qur’an, oleh karena itu seni Islam adalah seni Qur’ani. Al-Faruqi berpendapat 16
bahwa tauhid merupakan ajaran yang harus diekspresikan secara estetis. Al-Qur’an diwahyukan untuk mengajarkan kembali monoteisme. Allah adalah wujud transenden yang tidak ada pandangan dapat melihatnya: Allah berada di atas segala perbandingan. Dia berada di luar penjelasan apapun, dan tidak mungkin direpresentasikan melalui penggambaran antropomorfis maupun zoomorfis. Pernyataan al-Qur’an berkaitan dengan Tuhan tidak menyertakan representasi terhadap Tuhan melalui bagian-bagian inderawi, baik dalam bentuk manusia, binatang maupun simbol figural alam lainnya, akan tetapi ini bukan satu-satunya kontribusi alQur’an kepada seni Islam (al-Faruqi, 1999: 2). Islam membawakan tuntunan baru bagi ekspresi estetis. Kaum muslim membutuhkan suatu pola estetis yang dapat menyediakan objek bagi kontemplasi estetis, yang akan menyokong ideologi dasar dan struktur masyarakat. Hal itu menjadi perangkat yang terus menerus mengingatkan kepada prinsip-prinsip Islam. Karya seni semacam ini akan meneguhkan kesadaran terhadap adanya wujud transenden, dan pemenuhan terhadap kehendak-Nya yang menjadi segala-galanya bagi eksistensi manusia. Tujuan dan orientasi estetika Islam tidak dapat dicapai dengan penggambaran melalui manusia dan alam. Tujuan dan orientasi itu baru dapat direalisasikan melalui kontemplasi terhadap kreasikreasi artistik yang dapat membawa pengamatnya kepada intuisi tentang kebenaran itu sendiri. Allah berbeda dengan ciptaan-Nya serta tidak dapat direpresentasikan dan diekspresikan (al-Faruqi, 1999: 5). Seni Islam berdasar kepada pernyataan tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Dia sepenuhnya berbeda dengan manusia maupun alam. Akan tetapi, seni Islam juga mengekspresikan dimensi positif tauhid-yang menekankan yang bukan Tuhan, melainkan apa yang merupakan sifat-sifat Tuhan. Aspek paling mendasar yang diajarkan oleh doktrin Islam adalah bahwa Tuhan bersifat tak terhingga dalam segala sesuatunya, dalam keadilan, ampunan, pengetahuan dan cinta (al-Faruqi, 1999: 2). Seni kaum muslim biasa disebut dengan seni polapola infinit atau seni infinit. Ekspresi estetis ini juga dinamakan arabesk ( arabesque ) (Gardet, 1977). Arabesk tidak hanya terbatas dalam jenis tertentu seperti jenis daun ( leaf design ) yang telah disempurnakan oleh orang-orang muslim. Arabesk bukan sekadar pola-pola abstrak dua dimensi yang menggunakan kaligrafi, figur-figur geometris, serta bentuk tetumbuhan, melainkan ia merupakan entitas struktural yang selaras dengan prinsip-prinsip estetika ajaran Islam. Arabesk mampu memberi kesan kepada penikmatnya suatu intuisi sifat-sifat ketakterhinggaan, yang melampaui ruang-waktu. Melalui kontemplasi atas pola-pola infinit ini, jiwa penikmat akan 17
diarahkan kepada yang ilahi. Dengan demikian, seni menjadi suatu penguat dan penegak keyakinan. Al-Faruqi (1999: 5) menyebutkan karakteristik ekspresi estetis tauhid kedalam enam bentuk atau sifat, antara lain: Pertama , abstraksi. Pola infinit seni Islam bersifat abstrak. Walaupun representasi figuratif tidak sepenuhnya dihilangkan, akan tetapi mereka sangat jarang ditampilkan dalam tradisi seni Islam. Bahkan, pada saat figur-figur alami itu digunakan, mereka mengalami denaturalisasi dan teknik stilisasi agar lebih sesuai dengan peran sebagai pengingkar naturalisme dan bukan sebagai penghadir fenomena natural. Kedua , struktur modular. Karya seni Islam tersusun atas berbagai bagian atau modul yang dikomunikasikan untuk membangun rancangan atau kesatuan yang lebih besar. Setiap modul ini adalah sebuah entitas yang memiliki keutuhan dan kesempurnaan diri, yang memungkinkan mereka untuk diamati sebagai sebuah unit ekspresif dan mandiri dalam dirinya sendiri ataupun sebagai bagian penting dari kompleksitas yang lebih besar. Ketiga , kombinasi suksesif. Pola-pola infinit dalam seni Islam menunjukkan adanya kombinasi berkelanjutan (suksesif) dari modul dasar penyusunnya. Elemen-elemen tersebut disusun dalam membangun sebuah desain yang lebih besar, yang utuh dan independen. Pola infinit tidak hanya satu fokus perhatian estetis, melainkan terdapat sejumlah penglihatan yang harus dialami ketika mengamati modul, entitas, atau motif-motif yang lebih kecil. Tiada desain yang hanya memiliki satu titik tolak estetik, atau perkembangan progresif yang mengarah kepada poin vokal yang kulminatif atau konklusif. Desain Islami selalu memiliki titik pusat yang tak terhitung jumlahnya, dan sebuah gaya persepsi internal yang menghilangkan kesan adanya pemulaan maupun akhir yang konklusif. Keempat , repetisi. Kombinasi aditif (pertambahan) dalam seni Islam melakukan berbagai pengulangan terhadap motif, modul, struktural maupun kombinasi suksesif mereka, yang terus berlanjut dalam nilai ketakterhinggaan. Kelima , dinamisme. Dalam realitasnya, seni rupa dalam budaya Islam, meskipun melibatkan elemen spasial, tidak dapat dialami secara memadai kecuali melalui waktu. Pola-pola infinit tidak pernah dapat ditangkap dalam satu tatapan tunggal, dalam momen tunggal, dengan sebuah penglihatan tunggal terhadap berbagai bagian yang ada. Akan tetapi, harus dilihat melalui serangkaian pengamatan atau persepsi yang harus ditangkap secara serial. Apresiasi terhadap Arabesk harus melibatkan sebuah proses dinamis dalam mengamati masing-masing motif, modul, dan kombinasi suksesif yang ada secara serial. Arabesk merupakan ekspresi yang memadukan antara jenis seni yang mendasarkan diri pada ruang dan seni yang berdasarkan waktu. Keenam , kerumitan. Kerumitan detail merupakan salah satu ciri sebuah 18
karya seni Islam. Kerumitan memperkuat kemampuan suatu pola Arabesk untuk menarik perhatian pengamat dan mendorong kepada entitas struktural yang direpresentasikannya. Hanya melalui multiplikasi elemen-elemen internal serta peningkatan kerumitan penataan dan kombinasi, akan dapat dihasilkan dinamisme dan momentum pola infinit. Al-Faruqi (1999: 5) menyebutkan bahwa al-Qur’an adalah sebagai model seni, seni Islam bersifat Qur’ani. Dalam arti bahwa kitab suci al-Qur’an menjadi model utama dan tertinggi bagi kreativitas dan produksi estetis. Al-Qur’an adalah karya seni pertama dalam Islam. Bentuk dan isi al-Qur’an telah memberikan karakteristik menonjol yang merupakan representasi dari polapola infinit dari seni Islam. Al-Qur’an menjadi contoh paling sempurna dari pola infinit dan mempengaruhi segala kreasi selanjutnya dalam seni sastra, seni rupa, seni suara dan seni gerak. Sebagai karya sastra, al-Qur’an mempunyai pengaruh estetis dan emosional yang sangat kuat terhadap kaum muslimin yang membaca dan mendengar prosa-prosanya yang puitis (Al-Faruqi, 1999: 5). Menurut al-Faruqi (1999: 16-17), al-Qur’an menjadi basis seni-seni Islam karena enam hal, yaitu: pertama , al-Qur’an tidak pernah melakukan penghadiran yang realistis dan naturalistik terhadap alam, serta menolak terhadap perkembangan naratif sebagai prinsip organis sastra. Kedua , al-Qur’an sebagai karya seni Islam terbagi ke dalam berbagai modul sastrawi (ayat dan surat) yang muncul sebagai bagian yang utuh dalam dirinya sendiri. Masing-masing modul sudah lengkap tidak ada ketergantungan kepada apapun yang ada sebelum dan sesudahnya. Modul-modul itu hanya sedikit memiliki hubungan, bahkan tidak sama sekali dengan modul lain yang mengharuskannya ada sekuensi tertentu. Ketiga , baris dan ayat alQur’an tergabung membentuk entitas-entitas yang lebih besar dalam kombinasi suksesif. AlQur’an bisa berupa surat-surat pendek maupun bagian-bagian dalam surat yang lebih panjang. Keempat , intensitas pengulangan yang tinggi terdapat dalam prototipe al-Qur’an. Berbagai sarana puitis yang dihasilkan melalui suara atau repetisi metris terpadu dalam al-Qur’an. Kelima , keharusan seni rupa Islam dalam sisi waktu dipastikan ada dalam al-Qur’an, karena semua seni sastra dalam al-Qur’an termasuk dalam kategori seni waktu. Keenam , kerumitan alQur’an. Pararelisme, antitesis, pengulangan yang sangat banyak, metafor, perumpamaan dan alegori adalah beberapa di antara berbagai sarana puitis al-Qur’an.
19
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
20
Peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Islam melalui sumbernya utama Al-Qur‟an sangat menghargai seni. Al-Qur‟an menuntun manusia mengenal Allah mengajak untuk memandang keseluruhan jagad raya yang diciptakan-Nya dengan serasi dan indah. Menikmati keindahan jagad raya ini, kita bisa membuktikan bahwa Allah sangat mencintai keindahan, menciptakan alam raya ini dengan indah tanpa kurang apapun. Ini lah bukti kebesaran Allah yang patut kita rasakan dan kita nikmati. Seni yang Islami adalah seni yang menggambarkan wujud dengan bahasa yang indah serta sesuai dengan fitrah. Seni Islam adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan. Keindahan adalah salah satu sebab tumbuh dan kokohnya keimanan, sehingga keindahan itu menjadi sarana mencapai kebahagiaan dalam kehidupan. Sumber-sumber seni dalam Islam meliputi Al-Qur‟an dan Hadits. Dan yang menajdi prinsip-prinsip dalam seni adalah ketauhidan, kepatuhan dan keindahan. B. Saran Menyadari bahwa penulis jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang dapat dipertanggung jawabkan. Kami sebagai makhluk biasa tidak lepas dari kesalahan, untuk itu kami mengharapkan saran yang membangun dari pembaca demi berkembangnya ilmu pengetahuan. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin DAFTAR PUSTAKA https://WWW.google.com/url? sa=t&source=web&rct=j&url=https.//WWW.jurnalponsel.com/pengertian-iptek/ 21
https.//WWW.google.com/amp/s/laksmanhakiem93.wordpress.com2012/11/27/ilmupengetahuan-dan-teknologi-dalam-pandangan-islam/amp/ https://WWW.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/
22