Islam Dalam Budaya Minangkabau (revisi)

  • Uploaded by: H Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Islam Dalam Budaya Minangkabau (revisi) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,633
  • Pages: 8
Filosofi Adat Basandi Syarak

ISLAM DI DALAM BUDAYA MINANGKABAU,

ADAT BASANDI SYARAK (ABS), SYARAK BASANDI KITABULLAH (SBK) Membangkitkan Kesadaran Kolektif Akan Nilai Agama Islam di dalam Norma Dasar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Untuk Membangun Manusia Yang Unggul Dan Tercerahkan Oleh : H. Mas’oed Abidin1

1. BUDAYA MINANGKABAU

DIBANGUN

DI ATAS

PETA REALITAS

Adat Minangkabau dibangun di atas ”Peta Realitas”, yakni Adat yang bersendi kepada “Nan Bana”. Dikonstruksikan secara kebahasaan (”linguistic construction of realities”). Direkam terutama lewat bahasa lisan berupa pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun, yang secara keseluruhan dikenal sebagai Kato Pusako. Ditampilkan lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari-hari. Kato Pusako menjadi rujukan di dalam penerapan PDPH di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Dengan perkataan lain, Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” sekaligus juga Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan (PPJK) Masyarakat Minangkabau.

2. DALAM

PERJALANAN SEJARAHNYA

Menunjukkan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat

Minangkabau banyak ditemukan praktek-praktek yang kontra produktif, seperti judi, sabung ayam, tuak dan lain-lain. Terterapkannya berbagai perilaku kontra-produktip oleh beberapa bagian dari masyarakat, menunjukkan bahwa ada kekurangan serta kelemahan dari Adat Minangkakau Sebagai Peta Realitas serta sebagai Pedoman Petunjuk Jalan Kehidupan (PPJK) bermasyarakat itu. Kelemahan yang terperagakan itu adalah ada bagian dari Peta Realitas yang ternyata tidak sama sebangun dengan Nan Bana dan Nan Badiri Sandirinyo itu, atau dengan keyakinan yang dianut, yang serta merta akibatnya, melahirkan beberapa kekurangan pula.. Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas tidak dilengkapi dengan Pedoman dan Petunjuk yang memadai tentang bagaimana ia seharusnya digunakan. Peta tanpa petunjuk jalan yang memadai tidak akan membawa kita ke mana-mana. Adat yang menjadi Pedoman 1 Disampaikan sebagai Makalah di dalam diskusi dengan tema “Minangkabau dalam Lingkaran Peradaban Melayu”, yang diselenggarakan oleh Museum “Adityawarman” Sumatera barat, pada hari Kamis, 25 Juni 2009, bertempat di Ruangan Auditorium Museum Adityawarman Sumatera Barat, Jalan Diponegoro, Padang .

serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu tidak dilengkapi dengan pedoman teknis perekayasaan perilaku (”social and behavioral engineering techniques”) yang memadai. Sehingga rumus-rumus dan resep-resep pembentukan masyarakat sejahtera berkeadilan berdasar Adat Minangkabau kurang dapat diterapkan. Akar segala kekurangan serta sebab-musabab segala kelemahan berupa ketidak-lengkapan serta ketiadaan “hubungan satu-satu” antara Peta Realitas dengan Realitas itu sendiri atau antara Nan Bana dalam pikiran manusia dengan Nan Badiri Sandirinyo secara hakiki. Di samping itu, pengaruh kepercayaan lama serta Hindu dan Budha telah mewarnai tata-cara dan praktek penyembahan yang kita belum memiliki catatan yang lengkap tentang itu.

3. MASYARAKAT MINANGKABAU DAN BERADAB

ADALAH

MASYARAKAT BERADAT

Kegiatan hidup masyarakat Minangkabau dipengaruhi oleh berbagai lingkungan tatanan (”system”) pada berbagai tataran (”structural levels”). Yang paling mendasar tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH). PDPH ini memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat berupa sikap umum dan perilaku serta tata-cara pergaulan masyarakat. PDPH ini merupakan landasan pembentukan pranata sosial budaya yang melahirkan berbagai lembaga formal maupun informal. PDPH merupakan pedoman petunjuk perilaku bagi setiap dan masing-masing anggota masyarakat di dalam kehidupan sendirisendiri, maupun bersama-sama. PDPH memberikan ruang (dan batasan-batasan) bagi pengembangan kreatif potensi manusiawi dalam menghasilkan buah karya sosial, budaya dan ekonomi, serta karya-karya pemikiran intelektual, yang merupakan mesin perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di segala bidang kehidupan.

4. PDPH MASYARAKAT MINANGKABAU SENI

JUGA

DIUNGKAPKAN DALAM

Di antaranya, seni musik (saluang, rabab), seni pertunjukan (randai), seni tari (tari piriang), dan seni bela diri (silek dan pamenan). Juga di benda-benda budaya (karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan (rumah bagonjong), serta artefak lain-lain mengungkapkan wakil fisik dari konsep PDPH Adat Minangkabau. sehingga masingmasing menjadi lambang dengan berbagai makna. Konsep dasar PDPH (Adat Nan Sabana Adat) diungkapkan lewat Bahasa, terutama Bahasa Lisan (Sesungguhnya Minangkabau pernah memiliki tulisan berupa adaptasi dari Huruf Pallawa dari India (pengaruh agama Hindu/Budha). Konsep ”Adaik basandi ka mupakaik, mupakaik basandi ka alua, alua basandi ka patuik, patuik basandi ka Nan Bana, Nan Bana Badiri Sandirinyo” menunjukkan bahwa sesungguhnya para

Filosofi Adat Basandi Syarak filsuf dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui keberadaan dan memahami ”Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo”. Artinya, kekuasaan dan kebenaran hakiki ada pada kekuasaan Tertinggi. Di dalam ajaran Islam dipahamkan dan bahwa Nan Bana (al Haqqu) itu berada di tangan Allah Ta’ala semata (wahdaniyah, Sendiri). Ini dapat dimaknai sebagai landasan masyarakat bertauhid.

5. FILSUL

DAN PEMIKIR YANG MERENDA

ADAT MINANGKABAU

Para pemikir telah mengakui dan memahami keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, termasuk Alam Terkembang Jadi Guru. Mengungkapkannya ke dalam pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun, yang berisi gagasan-gagasan bijak, sebagai Kato Pusako. Kemudian dilestarikan secara formal lewat pidatopidato Adat, Sastera Lisan juga merekam di dalam kemasan ceritacerita rakyat, seperti Cindua Mato, dll. Pokok pikiran ”alam takambang jadi guru” menunjukkan bahwa para filsuf dan pemikir Adat Minangkabau (Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, menurut versi Tambo Alam Minangkabau) meletakkan landasan filosofis Adat Minangkabau atas dasar pemahaman mendalam tentang bagaimana bekerjanya alam semesta serta dunia ini termasuk manusia dan masyarakatnya. Selanjutnya menjadikan alam semesta menjadi ”ayat dari Nan Bana” atau ayat kauniyah. Dari pemahaman bagaimana Alam Terkembang bekerja, termasuk di dalamnya diri manusia dan masyarakatnya, direndalah Adat Minangkabau. Konsep dasar Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) tadi kemudian menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) manusia dan masyarakat Minangkabau. Konsep PDPH yang merupakan inti Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan, adat istiadat yang lebih dikenal sebagai Adat nan Diadatkan dan Adat nan Taradat.

6. PEMESRAAN NILAI-NILAI ISLAM MINANGKABAU

KE

DALAM

FILOSOFI BUDAYA

Sesudah masuknya Islam terjadi semacam lompatan kuantum (”quantum leap”) di dalam budaya Minangkabau. Bertumbuhkembangnya manusia-manusia unggul dan tercerahkan. Munculnya tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sejarah kehidupan masyarakat adat Minangkabau di kawasan ini. Bagaimana gejala itu bisa diterangkan?. Semata karena nilai yang dibawa oleh ajaran Islam yang mudah mengakar ke dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau. Orang Minangkabau terkenal kuat agamanya dan kokoh adatnya. Seorang anak Minangkabau di mana saja berdiam tidak akan senang di sebut tidak beragama, dan tidak beradat. Orang yang tidak beradat dan tidak beragama Islam, di samakan kedudukannya dengan

orang tidak berbudi pekerti atau indak tahu di nan ampek.2 Adat Minangkabau dinamis, menampakkan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil nyata dari alam takambang jadi guru, makin kokoh dengan keyakinan yang diisi oleh agama Islam yang benar (haq dari Rabb).

7. PRANATA

SOSIAL BUDAYA

(”social and cultural institution”)

PRANATA SOSIAL BUDAYA adalah batasan-batasan perilaku manusia atas dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan main dalam menata kehidupan bersama (“humanly devised constraints on actions; rules of the game.”). Setelah masuk Islam bersandikan Syarak dan Kitabullah. Kekerabatan yang erat telah menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan tidak akan wujud dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak. Nilai-nilai ajaran Islam mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.

8. DALAM

MENGHADAPI BERBAGAI TANTANGAN PERUBAHAN,

Generasi Minangkabau dengan filosofi adat basandi syarak syarak

basandi Kitabullah mampu bertahan. Wataknya didukung pemahaman nilai-nilai Raso Pareso menjadi “cognitive component”. Dikuatkan dengan keyakinan Islam sebagai “consciously held beliefs”. Melalui pengamatan ini tidak dapat disangkal bahwa Islam telah berpengaruh kuat di dalam Budaya Minangkabau. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan -- Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam di awal abad ke 19 -- dari dua arus besar (”main-streams”) Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) Masyarakat Minangkabau yang sempat melewati konflik yang melelahkan. Sejarah membuktikan, kesepakatan yang bijak itu telah memberikan peluang tumbuhnya beberapa angkatan ”generasi emas” selama lebih satu abad berikutnya. Maka, tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya (Metaenvironment) yang dibentuk oleh nilai-nilai ajaran Islam sebagai PDPH atau way of life dikawal dengan membentuk lembaga pemerintahan ”tigo tungku sajarangan” yang menata kebijakan “macro-level” (dalam hal ini “adat nan sabana adat, adat istiadat, dan adat nan taradat) bagi 2

Sama artinya dengan bodoh. Sangat menarik pemakaian angka-angka di Minangkabau, lebih nyata bilangan genap, realistis seperti ”kato nan ampek (4), undang-undang nan duopuluah (20), urang nan ampek jinih, nagari nan ba ampek suku, cupak nan duo (2), cupak usali jo cupak buatan, rumah basandi ganok, tiang panjang jo tonggak tapi, basagi lapan (8) atau sapuluah (10) artinya angka genap. Datang agama Islam, di ajarkan pula pitalo langik nan tujuah (7), sumbayang nan limo wakatu, rukun Islam nan limo (5), Maka secara batinnya antara adat dan agama saling melengkapi dari yang genap sampai yang ganjil.

Filosofi Adat Basandi Syarak pengaturan kegiatan kehidupan masyarakat untuk kemaslahatan “anak nagari” Minangkabau. Dengan demikian setiap dan masing-masing anggota pelaku kegiatan sosial, budaya dan ekonomi pada tingkat sektoral (mesolevel) maupun tingkat perorangan (micro-level) dapat mengembangkan seluruh potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan.

9. PERISTIWA

SEJARAH YANG MENGHASILKAN

MARAPALAM

PIAGAM SUMPAH SATIE BUKIK

Dapat disikapi dan diibaratkan bagaikan “siriah nan kambali ka gagangnyo, pinang nan kambali ka tampuaknyo”. Dari Adat yang sudah bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, disepakati menjadi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”(ABS-SBK).3 PDPH masyarakat Minangkabau sejak dahulu, terutama bila dilihat pada rentang waktu lebih satu abad (1800-1950), telah melahirkan angkatan-angkatan “generasi emas”, dengan mengamalkan tatanan dan nilai adat dan keyakinan yang berjalin berkelindan dalam sebuah adagium “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”(ABS-SBK). Sehingga tidak tertolak alasan bahwa ABS-SBK itu, telah menjadi Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) yang menata seluruh kehidupan masyarakat Minangkabau dalam arti kata dan kenyataan yang sesungguhnya. Dalam periode keemasan itu, Minangkabau dikenal sebagai lumbung penghasil tokoh dan pemimpin, baik dari kalangan alim 3

Sunguhpun sampai saat ini kita tidak mempunyai bukti sejarah, bila hari dan tanggal sesunguhnya peristiwa sejarah itu terjadi, namun semua masyarakat menerima sebagai satui peristiwa yang mengubah PDPH Masyarakat Adat Minangkabau. Sebagai hasil penelitian sejarah, Dobin menyebutkan bahwa, sejak abad 17 di Minangkabau, surau telah mengajarkan kepada masyarakat… “agar menerima lima pokok Islam dan hidup sebagai orang Islam yang baik” … dan dinyatakan pula bahwa salah satu fungsi surau adalah mengajarkan silat Melayu … dan seorang guru biasanya mempunyai sejumlah pemuda yang bisa dipersenjatai dan disiapkan untuk menghadapi bentrokan … Dan, dengan tindakan (kesiapan) itu, para perampok menjadi takut merampok dan menjual orang-orang tahanan mereka … di antaranya di Ampek Angkek sejak pertengahan 1790 di bawah kepemimpinan surau (Tuanku Nan Tuo) menjadikan negerinya mengalami kemajuan besar dalam pengaturan urusan dagang, yang kemudian dilanjutkan murid beliau yang tersebar, di antaranya Jalaluddin mendirikan surau di Koto Lawas (Koto Laweh) di lereng Gunung Merapi sebagai nagari penghasil akasia dan kopi, untuk “membangun masyarakat mulsim” yang sungguh-sungguh …Demikian di tulis oleh Christine Dobin, dalam bukunya “Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784-1847”, edisi Indonesia, Komunitas Bambu, Maret 2008, ISBN 979-3731-26-5, di halaman 198 – 225.

ulama ”suluah bendang anak nagari” maupun ”cadiak pandai” (cendekiawan pemikir dan pemimpin sosial politik), yang berkiprah di tataran nusantara serta dunia internasional.

10.GENERASI

BERADAT DAN BERAGAMA YANG KUAT

Generasi kuat terdidik agama dan adat di dalam Masyarakat Adat Minangkabau itu telah menjadi ujung tombak kebangkitan budaya dan politik bangsa Indonesia pada awal abad ke 20, serta dalam upaya memerdekakan bangsa ini di pertengahan abad 20. Sebagai kelompok etnis kecil yang hanya kurang dari 3% dari jumlah bangsa ini, peran kunci yang dilakukan oleh sejumlah tokoh besar dan elit pemimpin berbudaya asal Minangkabau terwakili-lebih (over-represented) di dalam kancah perjuangan dan kemerdekaan bangsa ini. Alhamdulillah, Minangkabau sebagai kelompok etnis kecil pernah berada di puncak piramida bangsa ini (”the pinnacle of the country’s culture, politics and economics”). Putera-puteri terbaik berasal dari budaya Minangkabau pernah menjadi pembawa obor peradaban (”suluah bendang”) bangsa Indonesia ini.

11.MASYARAKAT BER-ADAT DILANDASI KITABULLAH

BERADAB

HANYA

MUNGKIN

JIKA

Secara jujur, kita harus mengakui bahwa adat tidak mungkin lenyap, manakala memahami fatwa adat, “Kayu pulai di Koto alam, batangnyo sandi ba sandi, Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang baganti”. Secara alamiah (natuurwet) adat itu akan selalu ada

dalam prinsip. Jika patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis). Menjadi dominan ketika dikuatsendikan oleh keyakinan agama akidah tauhid, dengan bimbingan kitabullah (Alquran) bahwa yang hilang akan berganti. Apa yang ada di tangan kita akan habis, apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi.4 Dilaksanakannya adagium Adat Basandi Syarak Syarak, dan Syarak Bansandi Kitabullah (ABS-SBK) maka tali hubungan antara Adat Sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan dibuhul-eratkan dengan ajaran Islam yang menekankan kepada akhlak mulia (karimah). Rentang sejarah membuktikan bahwa penerapan ABS-SBK telah memberikan lingkungan sosial budaya yang subur bagi seluruh anggota masyarakat dalam mengembangkan segenap potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan. Walau berada dalam lingkungan yang sulit penuh tantangan, sejak zaman kolonialisme hingga ke masa-masa perjuangan, budaya Minangkabau dengan ABSSBK terbukti mampu menciptakan lingkungan yang menghasilkan jumlah yang signifikan tokoh-tokoh yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini. Keunggulannya ada pada falsafah adat yang mencakup isi yang luas. Akhlak karimah berperan dalam kehidupan yang mengutamakan kesopanan dan memakaikan rasa malu, sebab malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso, dalam 4 QS.16, an-Nahl : 96.

Filosofi Adat Basandi Syarak terapan ABS-SBK secara “murni dan konsekwen”.

12.ADAT ADALAH TATA NILAI

ATURAN SATU SUKU BANGSA,

PAGAR

KELUHURAN

Di dalamnya ada perpaduan ilmu rancang, seni, budaya, mutu, material, keyakinan agama yang menjadi dasar rancang bangun sosial berkualitas, dengan citra “nan elok di pakai, nan buruak di buang, usang-usang di pabaharui, lapuak-lapuak di kajangi”. Maknanya sangat selektif dan moderat. Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek, Kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek, pangabek dan Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka Pakan Baso, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso. pareso

Bimbingan keyakinan agama yang sahih (Islam), menekankan pentingnya sikap malu (haya’ – raso pareso), iman kepada Allah, yakin kepada akhirat, mengenali hidup akan mati, menjadikan aqidah (tauhid) benteng yang kuat dalam menggerakkan umat menjadi cerdas sesuai pantun adat, “Indak nan merah pado kundi, indak nan bulek pado sago, Indak nan indah pado budi, indak nan indah pado baso”,

13.KRISIS BUDAYA MINANGKABAU PERADABAN MANUSIA

MINIATUR

DARI

KRISIS

Budaya Minangkabau memang mengalami krisis peran di berbagai segi kehidupan di tataran nasional, kawasan dan global. Nyaris gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul tercerahkan. Dalam satu sudut pandang, krisis budaya Minangkabau menggambarkan krisis Ummat Manusia pada Alaf ke Tiga ini. Dari sisi kemanusiaan, ada beberapa kemungkinan penyebab. Kemungkinan pertama, Ilmu sebagai Peta Alam Terkembang ternyata tidak sama dengan Realitas Di Alam Nyata. Artinya ada “batas Ilmu”, yaitu wilayah di mana “ignora mus et ignozabi mus”, kita manusia tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu atau punya ilmu tentang itu. Simpulannya, krisis yang dihadapi manusia moderen dikarenakan kebanyakannya telah menjauh dari agama langit, bahkan dari konsepkonsep agama itu sendiri, baik dalam pikiran apalagi dalam kegiatan mereka. Jika dikaitkan dengan kondisi dan situasi masyarakat Minangkabau di abad ke 21 ini, mungkin telah ada jarak yang cukup jauh antara ABS-SBK sebagai konsep PDPH (Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup) dengan kenyataan hidup se hari-hari. Asumsi ini menjadi penjelas serta alasan kenapa budaya Minangkabau pada setengah abad terakhir gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul tercerahkan

14.SIMPULAN-SIMPULAN : Masyarakat Unggul dan Tercerahkan dicetak dengan Menanamkan

Nilai-Nilai Ajaran Islam dan Adat Budaya. Khusus bagi Masyarakat Adat Minangkabau digali dari Al-Qur’an, membentuk peribadi yang zikir, -yakni hidup dengan penuh kesadaran akan keberadaan Allah Ta’ala dengan segenap aspek hubungan-Nya dengan manusia dan segenap makhluk Ciptaan-Nya --, dan berdaya fikir, -- berarti membuat Peta Kenyataan sesuai Petunjuk Ajaran Allah Ta’ala yang diuraijelaskan Alquran dan ditafsirterapkan oleh Rasul lewat Sunnah sebagai Teladan Utama (Uswatun Hasanah) --. Khulasahnya, penerapan ABS-SBK mengharuskan kehidupan perorangan serta pergaulan masyarakat Minangkabau berakar dari dan berpedoman kepada Al-Quran serta Sunnah Rasullullah. Dengan demikian, ABS-SBK dapat membentuk lingkungan sosial-budaya yang akan melahirkan masyarakat Minangkabau yang unggul tercerahkan dengan kekuatan akidah dan akhlak menurut Kitabullah. “Panggiriak

pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik,Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru ”. Dengan melaksanakan ABSSBK lahir sikap cinta ke nagari. Tumbuh

sikap positif menjaga batas-batas patut dan pantas. Terbentuk umat yang kuat, sehat fisik, sehat jiwa, sehat pemikiran, dan sehat social, ekonomi, konstruktif (makruf). Wassalamu ‘alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.Padang, 25 Juni 2009.

Related Documents


More Documents from ""