BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, gangguan tingkah laku adalah pola tingkah laku anak atau remaja yang berulang dan menetap dimana terjadi pelanggaran normanorma sosial dan peraturan utama setempat. Gangguan tingkah laku tersebut mencakup
perusakan
benda,
pencurian,
berbohong
berulang-ulang,
pelanggaran serius terhadap peraturan, dan kekerasan terhadap hewan atau orang lain. Etiologi gangguan tingkah laku meliputi psikodinamika, faktor sosial, dinamika keluarga, pengelolaan jasmaniah yang tidak wajar dan biologis. Sebelum mengklasifikasikan adanya gangguan perilaku pada usia anakanak atau remaja, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengetahui apa yang dianggap normal pada usia tersebut. Untuk menentukan apa yang normal dan apa yang terganggu, khusus pada anak dan remaja yang perlu ditambahkan selain kriteria umum yang telah kita ketahui adalah faktor usia anak dan latar belakang budaya. Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak masuk sekolah. Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang stres karena pertama kali masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal pada usia tertentu. Gangguan pada anak-anak ini sering kali dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu eksternal dan internal. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku ketidakpatuhan,
yang diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, overaktivitas,
dan
impulsivitas.
Gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus kedalam diri seperti depresi, menarik diri dari pergaulan social, dan kecemasan, termasuk juga anxietas dan mood dimasa anak-anak. 1
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) – III, gangguan tingkah laku (F.91) digolongkan dalam Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset biasanya pada masa kanak dan remaja, yang merupakan salah satu gangguan yang dapat terjadi pada masa kanak, remaja, dan perkembangan. Sedangkan berdasarkan DSM-IV, gangguan tingkah laku tergolongkan gangguan eksternalisasi yang termasuk dalam kategori DSMIV-TR bersama dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) dan gangguan sikap menentang (GSM). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Definisi Gangguan Tingkah Laku ? 2. Bagaimana Prognosis Gangguan Tingkah Laku ? 3. Bagaimana Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku ? 4. Bagaimana Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Tingkah Laku ? 5. Bagaimana Diagnosa Gangguan Tingkah Laku/Conduct Disorder ? 6. Bagaimana Penanganan Gangguan Tingkah Laku ? 1.3 Tujuan 1. Untuk Mengetahui Definisi Gangguan Tingkah Laku 2. Untuk Mengetahui Prognosis Gangguan Tingkah Laku 3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku 4. Untuk Mengetahui Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Tingkah Laku 5. Untuk Mengetahui Diagnosa Gangguan Tingkah Laku/Conduct Disorder 6. Untuk Mengetahui Penanganan Gangguan Tingkah Laku
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Gangguan Tingkah Laku Dalam DSM-IV-TR didefinisikan bahwa gangguan tingkah laku atau conduct disorder adalah pola perilaku yang tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma susila. Dalam bukunya Tingkah Laku Abnormal,
Linda
De Clerg mengemukakan bahwa istilah gangguan tingkah laku atau conduct disorder mengacu pada pola prilaku antisosial yang bertahan yang melanggar hakhak orang lain dan norma susila. Gangguan tingkah laku/ conduct (CD)
merupakan
salah
disorder
satu masalah kesehatan mental yang paling sulit
ditangani pada anak-anak dan remaja, CD melibatkan sejumlah prilaku bermasalah, (misalnya, berbohong mencuri, melarikan diri, kekerasan fisik, prilaku seksual koersif). Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringnya, perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang penyesalan. Charles Wenar dan Patricia Kerig dalam bukunya Development Psychopathology From Infancy Though Adolescence mengemukakan bahwa kriteria conduct disorder dalam
DSM-IV-TR
yaitu aggression to people and
animal (agresi terhadap orang lain dan hewan), (menghancurkan
kepemilikan), deceitfulness
or
destruction of
people
theft (berbohong atau
mencuri) and serious violation of rules (pelanggaran aturan yang serius). American Psychiatric Association, mengemukakan beberapa kriteria conduct disorder dari masing-masing kategori conduct disorder sebagai berikut : a. Pertama, conduct disorder
merupakan pola prilaku yang repetitive dan
persisten yang ditandai oleh adanya pelanggaran hak-hak dasar. Setidaknya 3 dari hal-hal berikut muncul dari 12 bulan terakhir, seperti aggression to people and animal (agresi terhadap orang dan hewan), misal : 1. Sering melakukan bully, ancaman, mengintimidasi orang lain, 2. Sering memulai pertengkaran fisik terhadap orang lain 3. Menggunakan senjata yang dapat menyebabkan bahaya fisik terhadap orang lain misalnya : (tongkat, botol pecah, pisau, pistol) 3
4. Melakukan kekejaman fisik terhadap orang lain 5. Melakukan kekejaman fisik terhadap hewan 6. Mencuri sambil mengkonfrontasi korban contohnya: (pencopet, perampokan bersenjata) 7. Memaksa seseorang melakukan aktifitas seksual, atau melakukan pengerusakan barang 8. Melakukan pembakaran secara sengaja dengan tujuan untuk menghasilkan kerusakan yang serius 9. Melakukan pengerusakan barang dan benda secara sengaja. Atau melakukan penipuan dan pencurian, misalnya : 10. Masuk secara paksa ke dalam rumah, bangunan atau mobil 11. Sering berbohong untuk memperoleh barang atau jasa atau untuk menghindari kewajiban (misalnya mengutil namun tanpa merusak). 12. Mencuri tanpa konfrontasi atau melakukan pelanggaran yang serius 13. Sering keluar rumah pada malam hari walaupun dilarang yang di mulai pada usia 13 tahun 14. Melarikan diri dari rumah pada malam hari setidaknya 2 kali selama tinggal di rumah orang tua atau orang tua asuh (atau satu kali tanpa kembali ke rumah untuk jangka waktu yang lama) 15. Sering bolos dari sekolah yang dimulai dari usia 13 tahun. (American Psychiatric Association, 2000:98)
b. Kedua, gangguan perilaku tersebut menyebabkan kerusakan yang signifikan pada fungsi social, academis atau pekerjaan. c. Dan ketiga, apabila individu berusia 18 tahun atau lebih maka kriteria yang ditampilkan bukan conduct disorder tetapi Antisocial Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Antisosial).
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai komorbiditas
4
gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku, dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain. Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan tingkah laku. Dan seorang anak atau remaja yang memiliki gangguan tingkah laku menunjukan pola perilaku yang secara konsisten melanggar hak-hak orang lain dan mengabaikan standart sosial yang umum. Anak atau remaja biasa menipu, mencuri,memulai perkelahian, menghancurkan barang-barang, dan secara fisik bersikap kejam terhadap manusia dan binantang. Lari dari rumah dan bolos dari sekolah juga terjadi. Sering kali menggunakan obat-obatan atau alkohol sejak dini, aktivitas seksual dan kekerasan, serta keterlibatan dalam aktivitas kriminal menjadi bagian riwayat anak atau remaja. Terdapat kecenderungan yang tinggi bahwa kelanjutan dari perilaku ini akan pengarah ke diagnosis gangguan kepribadian antisosial. Awitan gangguan tingkah laku adalah sebelum usia 18 tahun. Gangguan ini terjadi pada keduakelamin tetapi biasanya lebih banyak terjadi pada anak lakilaki. Anak laki-laki yang memiliki diagnosis ini biasanya menunjukkan perilaku tindakan antisosial, seperti berkelahi, mencuri, vandalisme(suka merusak), dan masalah dalam disiplin sekolah. Anak perempuan biasanya berdusta, membolos, kabur dari rumah, menggunakan zat, dan melakukan aktivitas seksual bebas. Gangguan tersebut telah dibagi menjadi dua sub tipe berdasarkan usia awitan: tipe awitan usia masa kanak-kanak dan tipe awitan masa remaja.tipe awitan masa anak-anak terjadi sebelum anak usiaa 10 tahun. Anak –anak ini umumnya lakilaki yang secara fisik agresif, menunjukkan gangguan hubungan dengan teman
5
sebaya, dan mungkin sebelumnya telah didiagnosis memiliki gangguan sikap menentang(membangkang). Pada tipe awitan masa remaja, kecenderungan untuk menampakkan perilaku kekerasan berkurang, dan anak muda ini memiliki hubungan dengan teman sebaya yang lebih khas. Tidak ada dasar biologis khusus untuk gangguan tingkah laku yang telah teridentifikasi. Penelitian yang telah mengevaluasi dasar neurokimia untuk perilaku yang ditampilkan telah difokuskan pada peran yang dimainkan oleh norepinefrin dan serotonin. Dalam populasi klinis, 30% sampai 50% klien yang memiliki gangguan tingkah laku juga didiagnosis mengalami ADHD. 2.2 Prognosis Gangguan Tingkah Laku Gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut menjadi perilaku antisosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang mempredisposisi. Studi baru-baru ini, menunjukkan bahwa meskipun sekitar separuh anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku tidak memenuhi kriteria lengkap bagi diagnosis tersebut pada pengukuran terkemudian (1-4 tahun kemudian), hampir semuanya tetap menunjukkan beberapa masalah tingkah laku (Lahey dkk.,1995). Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti sosial yang “tetap sepanjang hidup”, dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3 tahun dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa dewasa. Sementara itu, yang lain “terbatas di usia remaja”. Orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama masa renaja, dan kembali ke gaya hidup tidak bermasalah di masa dewasa. Lahey, dkk (1995) menemukan bahwa anak laki-laki dengan gangguan tingkah laku perilaku antisosialnya jauh lebih mungkin untuk berlanjut jika memiliki salah satu orang tua yang mengalami gangguan kepribadian antisosial atau jika mereka memilki kecerdasan verbal rendah. Interaksi beberapa faktor individual, seperti temperamen, psikopatologi yang dialami orang tua, dan interaksi orang tua-anak yang disfungsional, dan faktor-faktor sosiokultural, seperti kemiskinan, dan dukungan sosial rendah, berkontribusi terhadap lebih
6
banyaknya kemungkinan timbulnya perilaku agresif di usia dini dengan sifat tetap. 2.3 Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku Berdasarkan awal munculnya gangguan tingkah laku atau conduct disorder dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Conduct disorder, childhood-onset type : kemunculan sekurangnya satu kriteria dari karakteristikconduct disordes sebelum usia 10 tahun. 2. Conduct disorder, adolescent-onset type : karakterstik conduct disorder tidak ada yang ditampilkan sebelum usia 10 tahun. 3. Conduct disorder, unspecified onset, usia kemunculan tidak diketahui. Berdasarkan tingkat keparahan maka conduct disorder dapat dispesifikasi sebagai berikut : a. Pertama, mild: masalah perilaku hanya sedikit melewati kriteria yang disyaratkan (kalau ada) dan masalah perilaku hanya menyebabkan bahaya ringan terhadap orang lain. b. Kedua, moderate: jumlah dan dampak masalah perilaku yang di tampilkan berada antara “mild” dan severe” c. Ketiga, severe: masalah perilaku banyak yang melewati kriteria yang disyaratkan atau masalah perilaku menyebabkan bahaya yang besar terhadap orang lain.
American Psychiatric Association,menjelaskan bahwa conduct disorder terutama jenis childhood-onset type, lebih banyak dimiliki oleh laki-laki dari pada perempuan. Perbedaan jender juga mempengaruhi jenis masalah conduct yang ditampilkan. Laki-laki dengan diagnosis conduct disorder seringkali menampilkan perilaku bertengkar, mencuri, vadalisme dan pelanggaran disiplin sekolah. Sedangkan
perempuan
dengan
diagnosis
conduct
disorder
seringkali
menampilkan perilaku berbohong, bolos, melarikan diri dari rumah, menggunakan obat terlarang dan prostitusi. Perilaku konfrontatif lebih banyak digunakan oleh laki-laki dari pada perempuan.
7
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Tingkah Laku a. Faktor-faktor biologis. Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan bahwa perilaku agresif ( kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (mencuri, lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Dalam studi terhadap 10 pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa mencapai 50% untuk kembar monozigot, dan 20% untuk kembar dizigot. Sebaliknya, tujuh penelitian pada anak dengan perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang tinggi, namun seimbang antara kembar monozigot dan dizigot. Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan, menggunakan pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori. Telah lama diketahui bahwa gangguan otak seperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma, dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Anak dengan sindroma otak organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa, kegelisahan, kecenderungan untuk merusak dan kekejaman. b. Faktor-faktor psikologis. Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara
8
mencapai tujuan yang efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak. c. Pengaruh lingkungan 1. Orang tua: sikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang sangat penting bagi kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian dapat menimbulkan kebingungan pada anak. Bila orangtua tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen dalam mengatur kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya, disiplin yang dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat. Kepribadian orangtua sendiri juga sangat penting. 2. Saudara-saudara: rasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada anak pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama. Perasaan ini akan bertambah keras bila orangtua memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk menarik perhatian dan simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku yang agresif atau negativistik. 3. Orang-orang lain di dalam rumah, seperti nenek, saudara orangtua atau peayan, juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak. 4. Teman-teman seusia. Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan antisocial anak-anak memfokuskan pada dua bidang : Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan ;menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu (Coie & Dodge, 1998).
9
Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku nakal pada anak (Capaldi & Patterson, 1994). d. Faktor-faktor sosiologis. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi (Lahey dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan criminal (Patterson, Crosby, & Vuchinich, 1992). Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio-ekonomi tinggi atau rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sosial (pada kalangan atas) atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan bawah) sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak mereka. 2.5 Diagnosa Gangguan Tingkah Laku/Conduct Disorder Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Berdasarkan PPDGJ-III, gangguan tingkah laku (F.91) dapat didiagnosis berdasarkan beberapa pedoman. Gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku dissosial, agresif atau menentang, yang berulang dan menetap. Penilaian tentang adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan tingkat perkembangan anak. Temper tantrums, merupakan gejala normal pada perkembangan anak berusia 3 tahun, dan adanya gejala ini bukan merupakan dasar diagnosis ini. Begitu pula, pelanggaran terhadap hak orang lain (seperti tindak pidana dengan kekerasan) tidak termasuk kemampuan anak berusia 7 tahun dan dengan demikian bukan merupakan kriteria diagnostik bagi anak kelompok usia tersebut. Contoh-contoh perilaku yang
10
dapat menjadi dasar diagnosis mencakup hal-hal berikut: perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan; kejam terhadap hewan atau sesama manusia; perusakan yang hebat atas barang milik orang; membolos dari sekolah dan lari dari rumah; sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa; perilaku provokatif yang menyimpang; dan sikap menentang yang berat serta menetap. Masing-masing dari kategori ini, apabila ditemukan, adalah cukup untuk menjadi alasan bagi diagnosis ini, namun demikian perbuatan dissosial yang terisolasi bukan merupakan alasan yang kuat. Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila tingkah laku seperti yang diuraikan di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.8 Gangguan tingkah laku dapat digolongkan secara lebih spesifik lagi ke dalam beberapa subtipe, antara lain: F91.0 Gangguan Tingkah Laku yang Terbatas pada Lingkungan Keluarga Pedoman Diagnostik o Memenuhi kriteria F91 secara menyeluruh. o Tidak ada gangguan tingkah laku yang signifikan di luar lingkungan keluarga dan juga hubungan sosial anak di luar lingkungan keluarga masih berada dalam batas-batas normal. F91.1 Gangguan Tingkah Laku Tak Berkelompok Pedoman Diagnostik o Ciri khas dari gangguan tingkah laku tak berkelompok ialah adanya kombinasi mengenai perilaku dissosial dan agresif berkelanjutan (yang memenuhi seluruh kriteria F91 dan tidak terbatas hanya pada perilaku membangkang, menentang, dan merusak), dengan sifat kelainan yang pervasif dan bermakna dalam hubungan anak yang bersangkutan dengan anak-anak lainnya.
11
o Tiadanya keterpaduan yang efektif dengan kelompok sebaya merupakan perbedaan penting dengan gangguan tingkah laku yang “berkelompok” (socialized) dan ini diutamakan di atas segala perbedaan lainnya. o Rusaknya hubungan dengan kelompok sebaya terutama dibuktikan oleh keterkucilan dari dan/atau penolakan ooleh, atau kurang disenanginya oleh anak-anak ebayanya, dan karena ia tidak mempunyai sahabat karib atau hubungan empatik, hubungan timbal balik yang langgeng dengan anak kelompok usianya. Hubungan dengan orang dewasa pun ditandai dengan oleh perseisihan, rasa bermusuhan, dan dendam. Hubungan baik dengan orang dewasa dapat terjalin (sekalipun biasanya kurang bersifat akrab dan percaya); dan seandainya ada, tidak menyisihkan kemungkinan diagnosis ini. o Tindak kejahatan lazim (namun tidak mutlak) dilakukan sendirian. Perilaku yang khas terdiri dari: tingkah lku menggertak, sangat sering berkelahi, dan (pada anak yang lebih besar) pemerasan atau tidank kekerasan; sikap membangkang secara berlebihan, perbuatan kasar, sikap tidak mau kerja sama, dan melawan otoritas; mengadat berlebihan dan amarah yang tidak terkendali; merusak barang orang lain, sengaja membakar, perlakuan kejam terhadap hewan dan terhadap sesama anak. Namun ada pula anak yang terisolasi, juga terlibat dalam tindak kejahatan berkelompok. Maka jenis kejahatan yang dilakukan tidaklah penting dalam menegakkan diagnosis, yang lebih penting adalah soal kualitas hubungan personal-nya.
F91.2 Gangguan Tingkah Laku Berkelompok Pedoman Diagnostik o Kategori ini berlaku terhadap gangguan tingkah laku yang ditandai oleh perilaku dissosial atau agresif berkelanjutan (memenuhi kriteria untuk F91 dan tidak hanya terbatas pada perilaku menentang, membangkang, merusak) terjadi pada anak yang pada umumnya cukup terintegrasi dalam kelompok sebayanya.
12
o Kunci perbedaan terpenting adalah adanya ikatan persahabatan langgeng dengan anak yang seusia. Sering kali, namun tidak selalu, kelompok sebaya itu terdiri atas anak-anak yang juga terlibat dalam kegiatan kejahatan atau dissosial (tingkah laku yang tidak dibenarkan masyarakat justru dibenarkan oleh kelompok sebayanya itu dan diatur oleh subkultur yang menymbutnya dengan baik). Namun hal ini bukan merupakan syarat mutlak untuk diagnosisnya; bisa saja anak itu menjadi warga kelompok sebaya yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan sementara perilaku dissosial dilakukannya di luar lingkungan kelompok itu. Bila perilaku dissosial itu pada khususnya, merupakan penggertakan terhadap anak lain, boleh jadi hubungan dengan korbannya atau beberapa anak lain terganggu. Perlu ditegaskan lagi, hal itu tidak membatalkan diagnosisnya, asal saja anak itu memang termasuk dalam kelompok sebaya dan ia merupakan anggota yang setia dan mengadakan ikatan persahabatan yang langgeng. F91.3 Gangguan Sikap Menentang (Membangkang) o Ciri khas dari jenis gangguan tingkah laku ini adalah berawal dari anak di bawah usia 9 dan 10 tahun. Ditandai oleh adanya perilaku menentang, ketidak-patuhan, perilaku provokatif dan tidak adanya tindakan dissosial dan agresif yang lebih berat yang melanggar hukum ataupun melanggar hak asasi orang lain. o Pola perilaku negativistik, bermusuhan, menentang, provokatif dan merusak tersebut berlangsung secara berkelanjutan, yang jelas sekali melampaui rentang perilaku normal bagi anak kelompok usia yang sama dalam lingkungan sosial-budaya yang serupa, dan tidak mencakup pelanggaran yang lebih serius terhadap hak orang lain seperti dalam kategori F91.0 dan F91.2. Anak dengan gangguan ini cenderung sering kali dan secara aktif membangkang terhadap permintaan atau peraturan dari orang dewasa serta dengan sengaja mengusik orang lain. Lazimnya mereka bersikap marah, benci dan mudah terganggu oleh orang lain yang dipersalahkan atas kekeliruan dan keulitan yang mereka lakukan sendiri. Mereka umumnya mempunyai daya toleransi terhadap frustasi yang
13
rendah dan cepat hilang kesabarannya. Lazimnya sikap menentangnya itu bersikap provokatif, sehingga mereka mengawali konfrontasi dan sering kali menunjukkan sifat kasar, kurang suka kerjasama, menentang otoritas. F91.8 Gangguan Tingkah Laku Lainnya F91.9 Gangguan Tingkah Laku YTT o Hanya digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria umum untuk F91, namun tidakmemenuhi kriteria untuk salah satu subtipe lainnya. DIAGNOSA BANDING 1. Gangguan aktivitas dan perhatian (ADHD) 2. ADHD dapat dikonsepkan sebagai gangguan kognitif/perkembangan, dengan onset usia lebih muda dari gangguan tingkah laku. Anak dengan ADHD lebih menunjukkan defisit pada perhatian dan fungsi kognitif, dan memiliki aktivitas motorik yang meningkat, dengan abnormalitas perkkembangan neurologis yang lebih hebat. Sedangkan anak dengan gangguan tingkah laku cenderung memiliki karakteristik sifat agresi yang tinggi dan disfungi keluarga yang lebih hebat. 3. Gangguan campuran tingkah laku dan emosi lainnya 4. Gangguan emosional dengan onset khas pada anak dan remaja 2.6 Penanganan Gangguan Tingkah Laku Hal penting bagi keberhasilan dalam penanganan adalah upaya mempengaruhi banyak system dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, temanteman sebaya, sekolah, lingkungan tempat tinggal). Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat adalah bagaimana menghadapai orang-orang yang nurani sosialnya tampak kurang berkembang. 1. Intervensi keluarga, Beberapa pendekatan yang paling menjanjikian untuk menangani gangguan tingkah laku mencakup intervensi bagi orang tua atau keluarga dari si anak antisosial. Gerald Patterson dan kolegannya mengembangkan dan menguji sebuah program behavioral, yaitu Pelatihan Manajemen Pola Asuh 14
(PMP), dimana orang tua diajari untuk mengubah berbagai respon untuk anakanak mereka sehingga perilaku prososial dan bukannya perilaku antisosial yang dihargai secara konsisten. Para orang tua diajarkan untuk menggunakan teknikteknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta hilangnya perilaku istimewa bila ia berperilaku agresif atau antisosial. Pmp terbukti mengubah interaksi orang tua-anak, yang pada akhirnya berhubungan dengan berkurangnya perilaku antisosial dan agresif (Dishion & Andrews, 1995; Dishion, Patterson & kavenagh, 1992). PMP juga terbukti memperbaiki perilaku para saudara kandung dan mengurangi depresi pada para ibu yang mengikuti program tersebut (Kazdin,1985).
2. Penanganan multisistemik (PMS), Henggeler menujukkan keberhasilan dalam hal mengurangi tingkat penangkapan karena tindak kriminal dalam empat tahun setelah penanganan (Borduin dkk, 1995). Intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara keluarga dan berbagai sistem sosial lainnya. Teknik yang dipergunakan variasai meliputi teknik perilaku kognitif, system keluarga, dan manajemen kasus. Keunikan dari terapi ini terletak pada penekanan kekuatan individu dan keluarga, mengidenikasikan konteks bagi masalah-masalah tingkah laku, yang berfokus pada masa kini dan berorientasi pada tindakan, dan menggunakan intervensi yang membutuhkan upaya harian atau mingguan oleh para anggota.
3. Pendekatan kognitif, Terapi dengan intervensi bagi orang tua dan keluarga merupakan komponen keberhasilan yang penting, tetapi penangana semacam itu banyak memakan biaya dan waktu. Oleh kerena itu, penanganan dengan terapi kognitif individual bagi anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat mempaerbaiki tingkah laku mereka, meski tanpa melibatkan keluarga. Contoh: mengajarkan keterampilan kognitif pada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka menunjukan manfaat yang nyata dalam membantu mereks mengurangi perilaku agresif. Mereka belajar untuk bertahan dari serangan
15
verbal tanapa merespon secara agresif dengan menguanakan teknik pengalihan seperti bersenandung, mengatakan hal-hal yang menyenangkan pada diri sendiri, atau beranjak pergi. Strategi lain dengan mengajarkan keterampilan moral kepada berbagai kelompok remaja yang mengalami ganguan perilaku.
4. Pengobatan Berbasis Rumah Sakit dan Rehabilitasi Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. FARMAKOTERAPI Gangguan tingkah laku dahulu dianggap resisten terhadap terapi farmakologis. Saat ini, tiga penelitian telah selesai dilaksanakan. Satu menunjukkan efektivitas penggunaan methylphenidate dalam menurunkan tingkat perlawanan, pembangkangan, agresi, dan perubahan mood pada pasien dengan usia 5-8 tahun yang didiagnosis dengan gangguan tingkah laku, dengan atau tanpa ADHD. Peneitian lainnya menunjukkan efektivitas dari divalproat dalam menurunkan kemarahan dan agresivitas pada usia remaja. Divalproat secara khusus efektif pada agresivitas yang dipicu oleh stres post traumatik. Penelitian ketiga menunjukkan efektivitas dari lithium dalam menurunkan agresivitas pada pasien usia remaja dengan gangguan tingkah laku.
16
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Dalam DSM-IV-TR didefinisikan bahwa gangguan tingkah laku atau conduct disorder adalah pola perilaku yang tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma susila. Gangguan tingkah laku/ conduct disorder (CD)
merupakan
salah
satu masalah kesehatan mental yang paling sulit
ditangani pada anak-anak dan remaja, CD melibatkan sejumlah prilaku bermasalah, (misalnya, berbohong mencuri, melarikan diri, kekerasan fisik, prilaku seksual koersif). Faktor resiko yang mempengaruhi gangguan tingkah laku yaitu : faktor biologis, faktor psikologis, pengaruh lingkungan, dan faktor sosiologis. 3.2 Saran Setelah membaca makalah diatas, diharapkan kita sebagai perawat dapat mengerti dan memahami definisi dan penyebab gangguan tingkah dan bagaimana penanganan gangguan tingkah laku pada pasien.
17