BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam sebuah organisai, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan,demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi
suatu
organisasi,
maka
sesungguhnya
terdapat
banyak
kemungkinan timbulnya konflik . Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarutlarut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain. Ketrampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer
1
termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara (Spekesperson), maupun penyusun strategi. Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik pening dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif didalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima olh penerima instruksi demikian pula sebaliknya (the intended meaning of the same). Hal ini harus menjadi tujuan seorang manejer dalam semua komunikasi yag dilakukannya. Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani
olehbawahannya
(role
expectaties)
dan
konflik
dapat
menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik. Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari menyelesaikan konflik antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi bisnis maupun individual yang terlibat di dalam organisasi bisnis yang ditanganinya. Tulisan ini akan membahas apa yang dimaksud dengan konflik itu sendiri, bagaimana konflik muncul dalam suatu organisasi, dan yang paling penting, caracara untuk me-manage dan menyelesaikan konflik yang disebut juga manajemen konflik.
2
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah dari manajemen konflik ? 2. Bagaimana kategori dari manajemen konflik ? 3. Bagaimana proses dari manajemen konflik ? 4. Bagaimana penyelesaian dari manajemen konflik ?
1.3
Tujuan 1. Untuk mengetahui sejarah dari manajemen konflik. 2. Untuk mengetahui kategori dari manajemen konflik. 3. Untuk mengetahui proses dari manajemen konflik. 4. Untuk mengetahui penyelesaian dari manajemen konflik.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Manajemen Konflik Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi organisasi. Pada awal abad ke 20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajeman pada suatu organisasi yang harus dihindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik akan selalu merusaknya. Ketika monflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun hindari dan ditolak, namun harus tetap diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari dengan mengarahkan staf kepada tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugas dan memfasilitasi agar staf dapat mengekspresikan ketidakpuasaannya secara langsung, sehingga masalah tidak menumpuk dan bertambah banyak. Pada pertengahan abad ke 19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu, seorang manager harus belajar banyak tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi merupakan suatu unsur menghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan kerja sama dapat terjadi secara bersamaan. Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu hal yang penting, dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikan konflik sebagai salah satu pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus kehancuran organisasi, keduanya tergantung bagaimana manager mengelolanya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam organisasi, maka manager harus dapat mengelolanya dengan baik.
4
Konflik dapat berupa suatu yang kualitatif atau kuantitatif. Meskipun konflik berakibat terhadap stress, tetapi dapat meningkatkan produksi dan kreativitas. Manajemen konflik yang konstruktif akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan (Erwin, 1992). 2.2
Kategori Manajemen Konflik Didalam organisasi, konflik di pandang secara vertical dan horizontal (Marques dan Huston, 1998). Konflik vertical terjadi antara atasan dan bawahan. Sedangkan konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian, dan praktik. Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yakni, konflik intrapersonal, interpersonal dan antar kelompok. 1. Konflik Intrapersonal Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal yang mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu : a. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik. b. Konflik
pendekatan
penghindaran,
contohnya
orang
yang
orang
yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan. c. Konflik
penghindaran-penghindaran,
contohnya
dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus 2. Konflik interpersonal Konflik interpersonal terjadi antara dua orangatau lebih dimana nilai, tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena
5
seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama. Manajer, atasan, dan bawahannya. 3. Konflik antar kelompok (intergroup) Konflik terjadi antara dua atau lebih, kelompok, departemen, atau organisasi, sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan perasaan. 4. Konflik antar organisasi Konflik juga bisa terjadi antara organisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini tidak selalu disebabkan oleh persaingan dari perusahaanperusahaan di pasar yang sama. Konflik ini bisa terjadi karena adanya ketidak cocokan suaut badan terhadap kinerja suatu organisasi. Sebagai contoh badan serikat pekerja di cocok dengan perlakuan suatu perusahaan terhadap pekerja yang menjadi anggota serikatnya. Konflik ini dimulai dari ketidak sesuaian antara para manajer sebagai individu yang mewakili organisasi secara total. Pada situasi konflik seperti ini para manajer tingkat menengah kebawah bisa berperan sebagai penghubung-penghubung dengan pihak luar yang berhubungan dengan bidangnya. Apabila konflik ini bisa diselesaikan dengan prioritas keorganisasian atau perbaikan pada kegiatan organisasi, maka konflikkonflik bisa dijadikan perbaikan demi kemajuan organisasi. 2.3
Proses Manajemen Konflik Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan: 1. Konflik Laten Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
6
2. Konflik yang Dirasakan (felt conflict) Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga konflik affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah atau ancaman terhadap keberadaannya. 3. Konflik yang tampak atau sengaja dimunculkan Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan
kompetisi,
kekuatan,
dan
agresivitas
dalam
menyelesaikan konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan upayadan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. 4. Resolusi konflik Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat didalamnya dengan prinsip winwin solution. 5. Konflik aftermate Merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar dan bias menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera diatasi atau dikurangi.
7
2.4
Penyelesaian Manajemen Konflik
KONFLIK LATEN
KONFLIK YANG DIALAMI
KONFLIK YANG DIRASAKAN
KONFLIK YANG TAMPAK
PENYELESAIAN/MANAJEMAN KONFLIK
KONFLIK AFTERMATH
Strategi Penyelesaian Konflik : Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan beberapa metode. Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah : 1. Mengurangi konflik Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
8
2.
Menyelesaikan konflik
3. Cara dengan metode penyelesaian konflik yang ditempuh adalah sebagai berikut : a. Dominasi (Penekanan) Metode-metode dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu
Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”;
Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah karena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut: 1. Memaksa (Forcing) Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan. 2. Membujuk (Smoothing) Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi
9
andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya. 3. Menghindari (Avoidence) Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”. 4. Keinginan Mayoritas (Majority Rule) Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi. b. Penyelesaian secara integrative Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bias dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
10
Menurut
(Winardi, 1994 : 84- 89) ada tiga macam tipe metode
penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode :
Consensus (concencus);
Konfrontasi (Confrontation);
Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)
c. Kompetisi Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation. Win-Lose Orientation terdiri dari lima orientasi sebagai berikut: 1. Win-Lose (Menang – Kalah) Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan. Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk :
Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
Mencoba untuk berada di atas orang lain.
Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
2. Lose-Win (Kalah – Menang) Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan
11
orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam. 3. Lose-Lose (Kalah – Kalah) Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri. 4. Win (Menang) Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim. 5. Win-Win (Menang-Menang) Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif d. Kompromi Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih
12
memperkecil
kemungkinan
untuk
munculnya
permusuhan
yang
terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik. Yang termasuk kompromi diantaranya adalah: 1. Akomodasi Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian. 2. Sharing Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan. e. Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan Konflik jenis ini relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya karyawan pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami pertentangan dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu organisasi adalah agar setiap konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini mungkin. Cara yang ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward channel of communication ). Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya, yaitu : 1. Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)
13
Dengan adanya “grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan. 2. Observasi langsung Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum mengalami eskalasi. 3. Kotak saran (suggestion box) Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembagalembaga lain. Cara ini cukup efektif karena para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran tersebut. 4. Politik pintu terbuka Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam ini. 5. Mengangkat konsultan personalia Konsultan personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf dari bagian personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya, tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini. 6. Mengangkat “ombudsman” Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.
14
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa
hambatan-hambatan
yang
menciptakan
terjadinya
konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi. 3.2
Saran Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau pribadi yang kurang baik.
15
DAFTAR PUSTAKA Nursalam, 2011 manajemen keperawatan : aplikasi dalam praktik keperawatan professional salemba .jakarta https://ahmaftuhin.wordpress.com/2013/11/24/makalah-tentang-manajemenkonflik/ http://www.academia.edu/11967057/Sejarah_Terjadinya_Manajemen_Konflik
16