Isi.docx

  • Uploaded by: Desyana Kasim
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,772
  • Pages: 27
REFERAT RETINOBLASTOMA

Disusun Oleh : Desyana Kasim

17710107

Pembimbing : dr. M.Tauhid Rafi’I, Sp M dr. MiftakhurRochmah, Sp M dr. Pinky Endriana Heliasanty, Sp M

DEPARTEMEN SMF ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA RSUD SIDOARJO 2018

1

KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas referat. Tugas referat ini berhasil penulis selesaikan karena dukungan dari banyak pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1.

dr. M. Tauhid Rafi’i, Sp M

2.

dr. MiftakhurRochmah, Sp M.

3.

dr. Pinky Endriana Heliasanty, Sp M Selaku Pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, masukan dan saran dalam pembuatan referat ini, serta telah meluangkan waktu untuk berdiskusi hingga usulan tugas ini dapat terselesaikan.

4.

Orangtua saya tercinta yang telah memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.

5.

Teman-teman seperjuangan dokter muda di RSUD Sidoarjo Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dan kelemahan

dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaannya. Surabaya, Februari 2018 Penulis

2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................... B. Rumusan Masalah.......................................................................... C. Tujuan............................................................................................

4 5 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retina ................…....................................................................... 1. Anatomi retina……………………………………………… 2. Fisiologi retina……………………….……………………... B. Retinoblastoma............................................................................. 1. Definisi.................................................................................... 2. Epidemiologi.......................................................................... 3. Etiologi.................................................................................. 4. Patofisiologi.......................................................................... 5. Gambaran Histopatologi…………………………………… 6. Manifestasi klinis.................................................................. 7. Kriteria diagnosis.................................................................. 8. Klasifikasi stadium............................................................... 9. Penatalaksanaan................................................................... 10. Prognosis..............................................................................

7 8 9 10 10 10 11 12 12 13 15 17 21 25

BAB III KESIMPULAN.......................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................

27

3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Retinoblastoma adalah bentuk tumor ganas intraocular yang paling sering terjadi pada anak, yang berasal dari jaringan embrional retina dan mewakili 3% dari seluruh keganasan pada anak Retinoblastoma dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada anak-anak sebelum usia 2 tahun. Tidak ada predisposisi ras atau gender dalam kejadian retinoblastoma.Retinoblastoma dapat bersifat unilateral dan bilateral. Kasus bilateral terjadi 25-35% kasus. Rata-rata usia saat diagnosis adalah 18 bulan, kasus unilateral didiagnosis pada sekitar usia 24 bulan dan kasus bilateral sebelum usia 12 bulan.

Angka kejadian retinoblastoma di Amerika terjadi 1 per 15.000 kelahiran hidup, di Eropa antara 44,2–67,9 per juta kelahiran dan di negara berkembang Afrika dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 per 18.000–34.000 kelahiran hidup. Di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan Januari tahun 2011 di RSUD dr. Soetomo Surabaya pada pasien retinoblastoma ditemukan 15 kasus selama setahun menunjukkan jumlah 12%–22,7% dari jumlah prediksi kasus di Jawa Timur antara 66–125 penderita baru per kelahiran hidup dihitung dari sensus penduduk tahun 2008 BPS Jatim.

Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%), dan non herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu pembuahan (30%). Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit unilateral atau bilateral. Pada bentuk herediter, tumor cenderung terjadi pada usia muda. Tumor unilateral pada bayi lebih sering dalam bentuk herediter, sedangkan anak yang lebih tua lebih sering mengalami bentuk non-

4

herediter. Tumor unilateral pada anak yang muda mengalami abnormalitas genetik yang ringan dibandingkan pada anak yang lebih tua.

Dahulu retinoblastoma dianggap berasal dari mutasi gen autosomal dominan, tetapi pendapat terakhir menyebutkan bahwa kromosom alela nomor 13q14 berperan dalam mengontrol bentuk hereditable dan non-hereditable (sifat menurun atau tidak menurun) suatu tumor. Jadi pada setiap individu sebenarnya sudah ada gen retinoblastoma normal. Pada kasus yang herediter, tumor muncul bila satu alela 13q14 mengalami mutasi spontan sedangkan pada kasus yang non-herediter baru muncul bila kedua alela 13q14 mengalami mutasi spontan.

Menurut American Academy of Ophthalmology, 2007 untuk menentukan strategi pengobatan, tujuan pertama adalah untuk menyelamatkan kehidupan, selanjutnya menyelamatkan mata, dan terakhir untuk menyelamatkan visus Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma dengan ukuran besar. Sedangkan tumor yang berukuran lebih kecil dapat diterapi secara efektif dengan radioterapi plaque atau external beam, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Kemoterapi juga dapat digunakan untuk mengobati tumor yang sudah meluas ke otak, orbita, atau ke distal dan biasanya diberikan setelah dilakukan enukleasi pada pasien dengan resiko penyebaran penyakit yang tinggi.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari retina dan fisiologi retina? 2. Apa pengertian dari retinoblastoma? 3. Bagaimana patofisiologi dari retinoblastoma? 4. Apa saja gejala klinis retinoblastoma? 5. Bagaimana diagnosis dari retinoblastoma? 6. Bagaimana penatalaksanaan retinoblastoma?

5

C. Tujuan a. Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang penyakit retinoblastoma secara umum. b. Tujuan Khusus. a. Untuk mengetahui tentang retina dan fisiologi retina b. Untuk mengetahui tentang pengertian retinoblastoma c. Untuk mengetahui patofisiologi retinoblastoma d. Untuk mengetahui gejala klinis retinoblastoma e. Untuk mengetahui diagnosis dari retinoblastoma f. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari retinoblastoma

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. RETINA 1. Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata, berbentuk seperti jaring dan mempunyai metabolisme oksigen yang sangat tinggi. Permukaan dalam retina menghadap ke corpus vitreus dan permukaan luar retina bertumpuk dengan epitel pigmen pada koroid. Pada sebagian tempat, retina dan epitel pigmen berhubungan tidak erat sehingga mudah membentuk ruang subretina yang terjadi pada ablasi retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata retina dan epitel pigmen saling melekat kuat. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g.

Membrana limitans interna Lapisan serabut saraf Lapisan sel- sel ganglion Lapisan pleksiformis dalam Lapisan nukleus dalam Lapisan pleksiformis luar Lapisan nukleus luar

h. Membrana limitans eksterna i. Lapisan sel batang dan kerucut j. Lapisan epitel pigmen Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah- tengah retina posterior, dimana aksis mata memotong retina, terdapat makula lutea. Secara anatomis makula lutea dapat

7

didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning xantofi. Makula lutea dibatasi oleh arkade- arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea sentralis yang secara klinis jelas merupakan cekungan, yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Pada daerah ini daya penglihatannya paling tajam.

Gambar 1. Anatomi Retina

Gambar 2. Lapisan-lapisan Retina

8

2. Fisiologi Retina Retina merupakan bagian dalam bola mata yang menerima rangsangan sinar dan meneruskan pesan penglihatan melalui saraf optik ke otak. Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Selsel batang(rod) dan kerucut(cone)di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jarasjaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital. Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu khoriokapilaris dan arteri retina sentralis. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga lapisan bagian luar retina yaitu : lapisan epitel pigmen, lapisan sel batang dan sel kerucut, lapisan limitans eksterna dan lapisan nukleus luar. Arteri retina sentralis memperdarahi dua pertiga lapisan bagian dalam retina. Fovea sentralis sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris. Dengan demikian kalau pada arteri retina sentralis terjadi sumbatan, maka lapisan serebral tidak mendapatkan darah sehingga terjadi kebutaan, walaupun daerah lapisan epitel pigmen, sel batang dan sel kerucut masih mendapat darah dari khoriokapilaris. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi ablasi retina, juga terjadi kebutaan karena sel- sel batang dan kerucut tidak mendapat darah dari khoriokapilaris, walaupun lapisan serebral masih mendapat darah. Retina mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses penglihatan. Gelombang cahaya yang jatuh pada retina ditangkap oleh dua macam reseptor pada retina, yaitu sel batang dan sel kerucut dan merubahnya menjadi impuls saraf, melewati nervus optikus, kiasma optikus, traktus optikus, korpus genikulum lateral, radiasio optika sampai di serebrum. Sel batang berguna untuk menerima rangsang cahaya dengan intensitas rendah (redup) dan untuk penglihatan perifer (orientasi ruangan), tidak dapat melihat warna. Sedangkan sel kerucut terutama terdapat di fovea yang penting untuk penglihatan sentral (ketajaman penglihatan), menerima rangsang cahaya kuat dan rangsang warna. Untuk menangkap rangsang warna, pada sel kerucut

9

terdapat 3 macam pigmen yang masing- masing peka terhadap warna merah, hijau dan biru yang dilengkapi oleh rodopsin sebagai reseptornya.

B. RETINOBLASTOMA 1.

Definisi Retinoblastoma merupakan tumor ganas ptimer intra okuler yang berasal dari lapisan sensoris retina, paling serinng terjadi pada usia sebelum lima tahun..

2.

Epidemiologi Retinoblastoma merupakan tumor intraokular yang paling sering pada anak-anak dan berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Insiden rata-rata retinoblastoma terjadi diantara 1:16.000 sampai 1:18.000 angka kelahiran hidup. Dimana kasus baru ditemukan 7000 sampai 8000 kasus retinoblastoma per tahun di dunia. Retinoblastoma merupakan jenis kanker yang menyerang pada usia anak rata-rata 2-3% terdiagnosa sebelum usia 2 tahun dan 95% sebelum usia 5 tahun. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru, di Eropa antara 44,2– 67,9 per juta kelahiran, dan di negara berkembang Afrika dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 per 18.000–34.000 kelahiran hidup setiap tahun. Kasus retinoblastoma dapat bersifat bilateral dan unilateral. Kasus bilateral jumlahnya sekitar 25% diturunkan secara herediter yaitu terjadi mutasi sel germinal dari gene RB1 sedangkan 75% merupakan kasus unilateral atau unifokal dan bersifat non-herediter atau tidak diturunkan. Data pasien retinoblastoma di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Soetomo, Surabaya menggunakan data rekam medis dari bulan Januari 2010 sampai Desember 2012 dengan sampel 44 pasien berdasarkan riwayat keluarga didapatkan hasil yaitu 1 pasien (2,27%) dengan family herediter retinoblastoma , 6 pasien (13,64%) dengan sporadic herediter retinoblastoma, dan 37 pasien (84,09%) dengan non herediter retinoblastoma. Usia pasien rata-rata yang terdiagnosa retinoblastoma berusia 44 bulan atau usia 3- 4 tahun. Jenis

10

kelamin yang terbanyak yaitu laki-laki (61,36%) dan perempuan (38,64%). Stadium penyakit retinoblastoma di RSUD dr. Sutomo adalah stadium

III-a.

retinoblastoma

Kasus

yang terbanyak

(84,09%)

dibandingkan

terjadi

adalah

bilateral

unilateral

retinoblastoma

(15,91%). 3.

Etiologi Penyebab terjadinya Retinoblastoma adalah mutasi gen retinoblastoma (RB1) dalam kromosom 13q14. Dalam kondisi normal gen RB1 terdapat pada semua orang sebagai suatu gen supresor tumor atau anti onkogen, akan tetapi karena proses mutasi RB1 maka proses perkembangan sel retina normal menjadi terganggu dan terjadi perkembangan sel-sel abnormal yang tidak terkendali. Suatu alel di dalam satu lokus di dalam pita kromosom 13 pada lokus 14 (13q14)

mengontrol tumor tersebut, baik dalam bentuk

herediter maupun non herediter. Menurut Alfred Knudson’s Two Hit hipotesis (1971), mutasi dari gen RB1 dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

a. Kongenital (Herediter) Retinoblstoma Pada kasus herediter, mutasi pertama terjadi pada salah satu gamet (sel germinal), dan mutasi kedua di sel-sel retina. Kasus herediter tumbuhnya tumor diwariskan secara autosomal dominan, dan terdapat pada 50% anak dari pasien retinoblastoma. Sembilan dari sepuluh individu yang mewarisi mutasi sel germinal akan mengalami tumot. Kasus herditer cenderung bilateral dan multifocal serta awitannya lebih dini. Sebagian kasus herediter retinoblastoma, pada anak tumor dapat berkembang di otak pada glandula pinealis atau disebut juga trilateral retinoblastoma. b. Sporadic (Non-Herediter) retinoblastoma Pada kasus non-herediter, kedua mutasi terjadi di sel somatic retina; oleh karena itu, penyakitnya tidak diwariskan secara genetic. kasus

11

non-herediter bersifat unilateral dan unifokal, dan umunya muncul belakangan.

4.

Patofisiologi Teori tentang histogenesis dari Retinoblastoma yang paling banyak dipakai umumnya berasal dari sel prekursor multipotensial (mutasi pada lengan panjang kromosom pita 13, yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada beberapa sel retina dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan diantaranya: a. Pola pertumbuhan endofitik Pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran limitan interna. Retinoblastoma Endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari Retinoblastoma yang masih dapat hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior membentuk Pseudohypopyon b. Pola pertumbuhan eksofitik Tumor Eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal, yang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi peningkatan diameter pembuluh darah dengan warna lebih pekat. c. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor sepanjang ruang sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub arachnoid.

12

d. Diffuse

infiltration

retina

Retinoblastoma

yang

tumbuh

menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. e. Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang. Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk masuk ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical yang dapat teraba. 5.

Gambaran Histopatology Tumor terdiri dari sel basophilic kecil ( Retinoblast), dengan nukleus hiperkhromotik

besar

dan

sedikit

sitoplasma.

Kebanyakan

Retinoblastoma tidak dapat dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi Retinoblastoma ditandai oleh pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe : a.

Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen. Bentuk yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma.

b.

Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik

c.

Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi

fotoreseptor,

kelompok

sel

dengan

proses

pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga

6.

Manifestasi klinis Tanda-tanda Retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi

13

okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti Heterochromia, Hyfema, Vitreous Hemoragik, Sellulitis, Glaukoma, Proptosis dan Hypopion. Keluhan visus jarang karena kebanyakan pasien anak umur prasekolah. Adapun gejala klinis retinoblastoma, antara lain : a. Leukokoria Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma intraokular yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”/ amaorotic cat’s eyes. Hal ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis. b. Strabismus Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar makula tetapi massa tumor sudah cukup besar. c. Mata merah Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis. d. Buftalmus Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.

14

e. Pupil midriasis Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik f. Proptosis Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okular. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem pembuluh darah, maka sebagian sel tumor mengalami nekrose dan melepaskan bahan-bahan toksisk yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul uveitis disertai dengan pembentukan hipopion dan hefema. Komplikasi lain berupa terhambatnya pemutusan akuos humor, sehingga timbul glaucoma sekunder.

7.

Kriteria Diagnosis Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Anamnesis tentang gejala seperti bintik putih pada mata yang tampak seperti mata kucing. Benjolan pada mata, mata menonjol keluar, mata merah, dan gangguan penglihatan. Informasi mengenai riwayat retinoblastoma pada keluarga dan apabila ada riwayat jenis kanker lain pada keluarga. b. Pemeriksaan Fisik Leukoria, proptosis, pertumbuhan massa tumor pada mata, strabismus, ataupun dapat ditemukan uveitis, endoftalmitis, glaukoma, panoftalmitis, selulitis orbita, dan hifema. Pada oftalmoskopi,

lesi

tumor

tampak

berwarna

putih/putih

kekuningan. c. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasound (USG) merupakan alat diagnostic yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis retinoblastoma dan tidak ada radiasi sehingga aman bagi anak. Pada USG kita dapat

melihat kalsifikasi

dan ukuran tumor. Optical

15

Coherence Tomography (OCT) adalah alat yang hampir sama dengan USG yang menggunakan gelombang cahaya untuk melihat detail gambaran dari bagian belakang dari mata. 2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Orbita MRI sering digunakan untuk diagnosis retinoblastoma karena memberikan

gambaran

secara

detail

pada

mata

dan

strukturnya tanpa menggunakan radiasi. Alat ini juga baik menggambarkan otak dan tulang belakang. juga digunakan test MRI untuk melihat kalsifikasi, ukuran dan perluasan tumor seperti pada retinoblastoma trilateral ( retinoblastoma yang

mencapai

otak).

Pada

MRI

tampak

gambaran

hiperintense (T1, densitas proton), hipointense (T2). 3. Orbita CT Scan untuk melihat perluasan tumor dan keterlibatan jaringan di sekitar mata. Pada CT Scan tampak lesi padat heterogen dengan fokus densitas tinggi yang sesuai dengan kalsifikasi. Karena CT Scan dapat menimbulkan radiasi sehingga anak dapat beresiko mendapat tumor lain dikemudain hari, maka dokter lebih memilih menggunakan MRI dan CT Scan juga dapat mendeposit kalsium di dalam tumor. 4. Biopsi sumsum tulang atau pungsi lumbal. Pemeriksaan ini tidak rutin, dikerjakan bila terdapat indikasi perluasan tumor keluar dari bola mata. 5. Bone Scan Untuk menunjukkan bila retinoblastoma telah menyebar ke tulang tengkorak atau tulang lainnya. Pemeriksaan ini tidak rutin dan dilakukan hanya bila ada indikasi kuat kecurigaan penyebaran ekstraokuler. 6. Biopsi Dengan melakukan biopsy jarum halus maka tumor dapat ditentukan jenisnya. Namun demikian tindakan ini dapat

16

menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor sehingga jarang dilakukan oleh dokter spesialis mata. 7. Pemeriksaan Histopatologi (PA) Untuk

menentukan

prognosis

dan

resiko

terjadinya

kekambuhan : a. Faktor resiko rendah Sel tumor menginvasi retina, koroid minor (hanya 1 fokus dan , 3mm) dan nervus optikus prelaminer b. Faktor resiko menengah Sel tumor telah menginvasi koroid mayor (invasi koroid minor multiple atau invasi > 3 mm), intrasklera, segmen anterior dan nervus optikus post laminar c. Faktor resiko tinggi Sel tumor telah menginvasi transklera dan batas sayatan nervus optikus positif

8.

Klasifikasi Stadium Meskipun

terdapat

beberapa

sistem

klasifikasi

untuk

retinoblastoma namun untuk tujuan terapi retinoblastoma dikategorikan menjadi intraokular dan ekstraokular. Hal ini untuk menghindari kontroversi penatalaksanaan retinoblastoma yang terjadi selama ini.

Retinoblastoma intraokular Harapan hidup 5 tahun >90%. Retinoblastoma intraokular terdapat dalam mata dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas dalam bola mata. Retinoblastoma intraokular tidak akan meluas menuju jaringan sekitar mata atau bagian tubuh yang lain. Retinoblastoma ekstraokular Harapan hidup 5 tahun < 10%. Dapat terbatas pada jaringan lunak di sekitar mata, atau telah menyebar, umumnya dapat meluas

17

keluar mata. Secara tipikal dapat mengenai sistem saraf pusat (SSP), sumsum tulang belakang atau kelenjar getah bening.

A.

Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraokular yang paling sering

digunakan,

tetapi

klasifikasi

ini

tidak

menggolongkan

retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding. Klasifikasi menurut Reese-Ellsworth untuk Tumor Intraokular : Grup I : penglihatan sangat memungkinkan untuk dipertahankan a. Tumors soliter, ukuran lebih kecil dari 4 diameter disk (DD), pada atau di belakang ekuator bola mata. b. Tumor multipel, tidak ada yang lebih besar dari 4 DD, seluruhnya pada atau di belakang ekuator. Grup II: penglihatan memungkinkan untuk dipertahankan a. Tumor soliter, 4-10 DD pada atau di belakang ekuator. b. Tumor multipel, 4-10 DD di belakang ekuator. Grup III: penglihatan mungkin dapat dipertahankan a. Setiap lesi yang terletak di depan ekuator. b. Tumor soliter, >10 DD di belakang ekuator. Grup IV: penglihatan sulit untuk dipertahankan a. Tumor multipel, beberapa >10 DD. b. Setiap lesi yang meluas ke anterior kepada ora serrata Grup V: penglihatan tidak mungkin untuk dipertahankan

18

a. Tumor massif meliputi lebih dari setengah retina. b. Terdapat penyebaran kearah vitreus. B. The International Classification for Intraocular Retinoblastoma: Grup A: Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus. • Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada retina • Seluruh tumor berlokasi ≥ 3 mm dari fovea • ≥1.5 mm dari diskus optikus Grup B: Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada retina • Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori grup A. • Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3mm dari tumor tanpa penyebaran sub retina. Group C: Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau vitreus. Group D: Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau vitreus. • Tumor dapat bersifat masif atau difus. • Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa penyebaran, yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina. • Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat mencakup manifestasi “greasy” atau massa tumor avaskular • Tumor diskrit • Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa penyebaran, yang meliputi maksimal hingga seperempat retina. • Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada tumor diskrit. • Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor. • Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub retina atau nodul tumor.

19

Grup E: Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini: • Tumor mencapai lensa. • Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan siliar atau segmen anterior mata •Diffuse infiltrating retinoblastoma • Glukoma neovaskular • Media opak dikarenakan perdarahan. • Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik. • Phthisis bulbi.

C. Klasifikasi TNM (Tumor, Nodul, Metastase) berdasarkan American Joint Commission on Cancer (AJCC) edisi ke 7 tahun 2009. T

: Ukuran tumor primer dengan ekstensinya

T1

: Tidak lebih dari 2/3 volume mata, tanpa penyebaran subretinal atau vitreus

T2

: Tidak lebih dari 2/3 volume mata disertai penyebaran subretinal atau vitreus dan ablasi retina

T3

: Penyakit intraokuler berat

T4

: Penyebaran ekstraokuler (invasi ke nervus opticus, chiasma opticus, orbita)

N

: Keterlibatan Kelenjar Getah Bening regional atau jauh

M1

: Penyebaran sistemik

D. Klasifikasi berdasarkan International Staging System for Retinoblastoma (ISSRB): • Stadium 0 : Pasien diterapi secara konservatif (klasifikasi preoperatif); • Stadium I : Enukleasi mata, reseksi komplit secara histopatologik; • Stadium II : Enukleasi mata, terdapat residu tumor mikroskopik; • Stadium III : Ekstensi regional (a) melebihi orbita b) terdapat pembesaran KGB preaurikular atau KGB servikal;

20

• Stadium IV : Terdapat metastasis (a) metastasis hematogen : (1) lesi tunggal, (2) lesimultipel (b)perluasanke SSP: (1) lesi prechiasma, (2) massa intracranial/SSP, (3) tumor mencapai leptomeningeal

9.

Penatalaksanaan Penatalaksanan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral, perluasan jaringan ekstra ocular dan adanya tanda metastase jauh. a. Fotokoagulasi laser Fotokoagulasi laser lebih bagus digunakan pada retinoblastoma stadium dini karena diharapkan dengan fotokoagulasi laser pembuluh darah yang menuju ke tumor dapat tertutup sehingga sel tumor akan menjadi nekrosis. Keberhasilan cara ini dinilai dengan adanya regresi tumor dan terbentuk jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang diameternya 4,5 mm dan ketebalan 2,5 mm tanpa adanya penyebaran pada korpus vitreus. Jenis yang paling sering digunakan adalh Argon atau Diode laser yang dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan. b. Krioterapi Krioterapi digunakan untuk tumor yang berdiameter 3,5 mm dengan ketebalan 3mm tanpa adanya penyebaran ke korpus vitreus, terapinya dapat digabungkan bersama dengan foto koagulasi laser. Keberhasilan cara ini terlihat tanda sikatrik korioretina, dilakukan sebnayak 3 kali dengan interval 1 bulan c. Thermoterapi Dengan menggunakan laser infra red untuk menghancurkan selsel tumor terutama untuk tumor ukuran kecil. d. Radioterapi

21

Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kearah korpus vitreus dan sudah berinvasi ke nervus optikus yang terlihat setelah dilakukan enukleasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190-200 cGy dengan total dosis 4000-5000 cGy yang diberikan selama 4 sampai 6 minggu. e. Plaque Brachiterapi Plaque brachiterapi yaitu dengan melibatkan penempatan implant radioktif pada sclera sesuai dengan letak dasar tumor. Bahan radiokatif yang digunakan meliputi Rutenium 106 dan Iodine 125. Brachiterapi plaque digunakan pata tumor berdiameter <16 mm dengan ketebalan <18 mm dan pasien dengan kontraindikasi kemoterapi.

Keuntungannya

penyinaran

radioterapi

hanya

menimbulkan kerusakan yang minimal pada organ disekitarnya. f. External Beam Radioterapi External beam radioterapi menggunakan Cobalt 60 (sinar gamma) dan sinar X. Kegunaannya adalah untuk mengurangi neoplasma sekunder terutama pada pasien retinoblastoma yang bersifat herediter. g. Enucleasi Enucleasi bulbi merupakan pengangkatan bola mata dan sebagian nervus optikus anterior, dengan usaha untuk mempertahankan konjungtiva, kapsula tenon, serta otot ekstra ocular. Enucleasi Dilalukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata. Apabila tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka dilakukan eksenterasi. h. Sistemik Kemoterapi Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid atau mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan eksenterasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh. Kemoterapi juga

22

dapat diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk menghindari tindakan radioterapi. Retinoblastoma Study Group menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfate dan Etopzide phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau dikombinasikan dengan regimen kemoterapi Carboplastin, Vincristin, Etopozide Phospate. Teknik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini adalah: 1. Kemotermoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi yaitu pengurangan volume tumor dilanjutkan dengan kemoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan nervus optikus dimana juika dilakukan radiasi atau fortokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya penurunan visus. 2. Kemoradioterapi adalah kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik. Terapi Berdasarkan Ukuran Tumor meliputi: Retinoblastoma intraokular Unilateral Karena penyakit unilateral biasanya masif dan sering kali menunjukkan tidak ada harapan penglihatannya dapat dipertahankan maka biasanya dilakukan enukleasi dan terapi radiasi tidak diberikan pada badan tumor. Sekarang ini masih dilakukan percobaan kemoterapi pada pasien dengan penyakit unilateral

dalam rangka untuk

mempertahankan penglihatan pada mata yang terkena. Suatu studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan retinoblastoma dengan gejala yang nyata seperti leukokoria, strabismus, atau mata merah biasanya memerlukan enukleasi. Namun pada anak-anak dengan gejala yang tidak nyata dapat menghindari tindakan enukleasi.

23

Suatu studi mengatakan bahwa bila terdapat potensial untuk mempertahankan penglihatan karena tumor masih kecil, maka terapi seperti radiasi, fotokoagulasi, krioterapi, termoterapi, kemoreduksi dan brachyterapi lebih diutamakan daripada terapi pembedahan. Namun perlu

juga

diperhatikan

bahwa

anak-anak

dengan

unilateral

retinoblastoma dapat berkembang ke mata sebelahnya. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan secara berkala pada mata sebelahnya. Pemeriksaan spesimen enukleasi diperlukan untuk menentukan adanya resiko metastase. Terapi sistemik tambahan dengan vincristin, doxorubicin, dan cyclophosphamid atau vincristine, carboplatin, dan etoposide telah digunakan pada pasien dengan berisiko tinggi berdasarkan pemeriksaan histopatologik setelah enukleasi untuk mencegah perkembangan metastase. Bilateral Penatalaksanaan retinoblastoma bilateral tergantung pada luasnya penyakit pada setiap mata. Biasanya penyakit lebih menonjol pada salah satu mata. Standar terapi pada masa lalu ialah enukleasi pada mata yang lebih parah. Bila masih ada harapan pada penglihatan kedua matanya, maka iradiasi bilateral atau kemoreduksi disertai follow up respon dan terapi fokal merupakan tindakan yang perlu dilakukan. Sejumlah pusat-pusat besar di Eropa dan Amerika Utara memublikasikan hasil percobaannya menggunakan kemoterapi sistemik pada pasien dengan tumor intraokular yang tidak berhasil diterapi dengan terapi lokal. Contohnya ialah tumor yang terlalu besar untuk diterapi dengan krioterapi atau fotokoagulasi laser atau bayi baru lahir dengan tumor yang melebihi optic disc. Pada seluruh kasus, tujuan kemoterapi ialah pengurangan volume tumor sehingga terapi lokal (krioterapi, fotokoagulasi, thermoterapi) dapat dilakukan.

24

Retinoblastoma Ekstraokular Beberapa pasien dengan retinoblastoma menunjukkan penyakit ekstraokular, dapat terlokalisasi pada jaringan lunak sekitar mata atau ke nervus optikus. Perluasan lebih lanjut dapat mengenai otak dan meningen. Pada saat ini tidak ada standar terapi efektif yang digunakan untuk

terapi

retinoblastoma

ekstraokular;

iradiasi

orbital

dan

kemoterapi dapat digunakan. Percobaan klinik melaporkan pasien dengan metastase non-CNS (Central nervous system) telah diterapi dengan sukses menggunakan kemoterapi mieloablasi dengan sel stem.

10. Prognosis Prognosis retinoblastoma berdasarkan waktu saat diagnosis, stadium, respon terhadap terapi,keadaan umum pasien semakin awal ditemukan terutama jika tumor masih di intra okular maka prognosis dapat baik. Apabila retinoblastoma sudah mecapai ekstraokular dan terjadi metastase maka prognosis bisa sangat buruk.

25

BAB III KESIMPULAN Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam bola mata pada bayi dan anak sampai umur 5 tahun. Tumor ganas berasal dari jaringan embrional retina. Tumor bersifat maligna. Retinoblastoma dapat tumbuh secara unilateral dan bilateral. Retinoblastoma dapat berifat herediter dan non herediter. Kasus yang paling sering ditemukan adalah kasus non herediter dan bersifat unilateral. Retinoblastoma tumbuh terjadi karena proses mutasi genetic kromosom13q14. Gejala klinis yang paling sering adalah leukokoria, strabismus, visus menurun, mata merah dan bersifat residif, mata memberi kesan lebih besar daripada mata lainnya. Tumor dapat tumbuh secara endofitik, eksofitik, dan dapat bermetastase jauh. Diagnosis retinoblastoma berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan fundus okuli, Ultrasonografi, MRI, CTScan. Penatalaksanaan retinoblastoma dapat dilakukan pembedahan yaitu enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, fotokoagulasi laser, dll. Prognosis bergantung pada letak dari tumor. bila masi terbatas di retina kemungkinan hidup 95%, metasatase ke orbita 55%, bila metastase ke tubuh kemungkinan hidup 0%.

26

DAFTAR PUSTAKA

American

Academy Of www.aao.org

Opthalmology.

2017.

What

Is

Retinoblastoma.

Carol, Jerry. September/October 2004, Vol. 11, No. 5. Diagnosis and Treatment Retinoblastoma. Hendrian, et al. 2013. Profile Of Retinoblastoma in East Java, Indonesia.World Science Research Journal. Hendrian et al. 2011. Histopathologic Profile Grading of Haematoxylene Eosin on Retinoblastoma Stadium. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Honavar, Santosh.2012. They Live and See Retinoblastoma. LV Prasad Eye Institute. India Sidarta llyas, 2003, Ilmu Penyakit Mata . Jakarta FKUI. Vaughan D, Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC WHO. 2014. Retinoblastoma Union for International Cancer Control 2014 Review of Cancer Medicines on the WHO List of Essential Medicines Prijanto, Hendrian. 2006. Pedoman Diagnosis dan terapi SMF Ilmu Penyakit Mata edisi III. RSUD dr. Soetomo Surabaya: Universitas Airlangga. Rahman, Ardizal. 2008. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma. Bagian/SMF Mata Fakultas kedokteran Unand RSUP DR.M. Djamil, Padang. Medical Journal

27

More Documents from "Desyana Kasim"