Isi.docx

  • Uploaded by: Hetty nur azizah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,414
  • Pages: 12
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Equality before the law dalam arti sederhananya bahwa semua orang sama di depan hukum. Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perundangundangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847 No. 23. Tapi pada masa kolonial itu, asas ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik pluralisme hukum yang memberi ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial. Sejatinya, asas persamaan dihadapan hukum bergerak dalam payung hukum yang berlaku umum (general) dan tunggal. Ketunggalan hukum itu menjadi satu wajah utuh diantara dimensi sosial lain (misalkan terhadap ekonomi dan sosial). Persamaan “hanya” dihadapan hukum seakan memberikan sinyal di dalamnya bahwa secara sosial dan ekonomi orang boleh tidak mendapatkan persamaan. Perbedaan perlakuan “persamaan” antara di dalam wilayah hukum, wilayah sosial dan wilayah ekonomi itulah yang menjadikan asas Persamaan dihadapan hukum tergerus ditengah dinamika sosial dan ekonomi. UUD 1945 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Pasal 27 ayat (1). Pasal ini memberikan makna bahwa setiap warga negara tanpa harus melihat apakah dia penduduk asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang buta huruf, golongan menengah ke atas atau kaum yang bergumul dengan kemiskinan harus dilayani sama di depan hukum. Kedudukan berarti menempatkan warga negara mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Sehingga dengan kedudukan yang setara, maka warga negara dalam berhadapan dengan hukum tidak ada yang berada diatas hukum. ‘No man above the law’, artinya tidak keistimewaan yang diberikan oleh hukum pada subyek hukum, kalau ada subyek hukum yang memperoleh keistimewaan menempatkan subyek hukum tersebut berada diatas hukum. salah satu masalah paling kompleks yang terjadi di dalam masyarakat kita adalah masalah ketidakadilan pada masyarakat. UUD 1945 memuat berbagai pasal mengenai perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi, banyak dari pasal-pasal tersebut yang dilanggar. Kali ini saya akan menyampaikan contoh dari jaminan HAM yang sering dilanggar, yaitu pasal 28D ayat 1. Yang berbunyi“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta 1

perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pasal 28D UUD 1945 pada ayat 1 dapat dijalankan dengan menegakkan supremasi hukum bagi tiap masyarakat. Hukum memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum berfungsi mengatur segala hal agar dapat berjalan tertib dan sesuai dengan aturan. Hukum dibuat untuk dipatuhi dan ditaati. Bukan untuk dilanggar. Namun, apa yang terjadi adalah hukum di negara ini seperti dua sisi mata pisau. 1.2. Rumusan Masalah Dapatkah Eksistensi peradilan di Indonesia di tegakan?

1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Tujuan Umum Menganalisa terjadinya eksistensi peradilan di indonesia 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Menyebutkan contoh dari peradilan dihadapan hukum di indonesia 2. Menyebutkan kasus yang terkait dengan peradilan di hadapan hukum di indonesia

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENGERTIAN HAM

2

Hak Asasi Manusia (HAM) bepengertian umum sebagai hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia sebagai anugerah tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Walau demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hakhak asas orang lain. Secara kodrat sebagai anugerah dari tuhan hak asasi manusia mencangkup atas 3 hak, yakni : 1. Hak hidup Yakni hak seseorang ketika ia baru dilahirkan ke muka bumi telah terdapat haknya untuk tetap hidup hingga akhir ayatnya, barang siapa dengan sengaja merampas hak hidupnya ( membunuh ) maka sang pelanggar HAM tersebut akan dihukum dengan tuntutan yang seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku. 2. Hak kemerdekaan/kebebasan Setiap manusia memiliki hak untuk hidup bebas yakni bebas dalam melakukan setiap hal-hal yang ia inginkan sebatas tidak mengganggu hak orang lain. Kemerdekaan juga merupakan hak manusia, oleh karenanya sitem penjajahan sangatlah bertentangan dengan HAM. 3. Hak memiliki sesuatu Seseorang bebas memiliki akan sesuatu barang yang ia sukai/ inginkan, tetapi barang tersebut bersifat tidak mengganggu bagi manusia lainnya. Apabila barang tersebut bersifat mengganggu maka manusia lainnya berhak menuntut atas keberadaan barang tersebut.

2.2. AWAL MULA PENGENALAN HAM Pengenalan mengenai Hak Asasi Manusia Terutama sekali dikenalkan oleh Aristoteles yang kemudian pemikirannya dikembangkan oleh pemikir-pemikir yang berasal dari bumi Eropa.

2.3. HAL NEGATIF YANG DITIMBULKAN OLEH ADANYA HAM 1. Berkembangnya aliran-aliran sesat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Dengan alasan mendapat perlindungan HAM. Sebagai contoh kasus ajaran sesat Lia Eden? dan Ahmadiyah (yang mengakui nabi akhir zaman yang lain selain Nabi Muhammad Saw). Kalangan liberal memperjuangkannya dengan alasan HAM. 3

2. 3.

4. 5. 6. 7.

Tidak bisa dibasminya pornografi dan pornoaksi di Indonesia, juga karena alasan HAM. Seks Bebas merajalela dengan alasan HAM. Mulai dari seks bebasnya anak sekolah sampai anggota DPR, bahkan kaum homoseksual, maka itu hak asasi mereka. HAM berujung kepada kerusakan, kemurtadan, generasi muda yang rusak, HIVAIDS merajalela. Karena standar HAM internasional dikuasai negara-negara kapitalis, maka sumber daya alam di Indonesia dikuasai oleh asing. HAM menjadi modus untuk merusak Islam, praktik ribawi, perjudian, prostitusi, pornografi. pornoaksi merajalela. Sebaliknya, usulan penerapan syariat Islam dianggap melanggar HAM.

2.4. PENEGASAN HAM DALAM UUD REPULIK INDONESIA Hak Asasi Manusia juga sebagai unsur normatif yang melekat pada diri setiap insan manusia yang dalam penerapannya berada di ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hal ini juga tersirat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Masalah hak asasi manusia adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. 2.5. PENJELASAN UUD 1945 PASAL 28D AYAT 1 Sudah banyak kita dengar dikalangan masarakat / dikalangan hukum yang mana hukum itu tidak dijalankan dengan seadil adilnya kepada kalangan masarakat yang ekonominya rendah, karena hukum itu bisa dibeli dengan uang. pasal 28D UUD 1945 pada ayat 1 adalah dengan menegakkan supremasi hukum bagi tiap masyarakat. Hukum memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum berfungsi mengatur segala hal agar segala hal yang dilakukan dapat berjalan tertib, lancar, dan sesuai aturan. 2.6. PERAN MASYARAKAT TERHADAP HAM 1. Taat pada aturan yang berlaku 2. Menjunjung tinggi toleransi 3. Mengawasi penegakan hukum oleh pemerintah 2.7. KONSEP EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM NEGARA HUKUM 4

Di belahan seantero bumi ini, terkenal dalam kalangan penggiat ilmu hukum. Ditambah lagi kedua aliran besar berasal dari negara-negara yang menjajah pada abad kolonialisasi. Kedua aliran itu diantaranya; 1. Civil law Pemikiran timbulnya negara hukum timbul sebagai reaksi dari adanya konsep negara polis (polizei staat). Polizei staat berarti negara menyelenggarakan keamanan dan ketertiban serta memenuhi seluruh kebutuhan masyarakatnya. Tetapi konsep negara ini lebih banyak diselenggarakan oleh penguasa. Seperti yang dikatakan oleh Roberto Von Mohl “sebagai polisi yang baik melaksanakan fungsinya berdasarkan hukum serta memperhatikan masyarakat. Tetapi yang banyak ialah polisi yang tidak baik, yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat yang memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan sendiri atau kelompoknya. Konsep negara hukum Imanuel Kant yang ditulis dalam karya ilmianya yang berjudul “Methaphysiche Ansfangsgrunde”. “sebagai dikemukakan bahwa pihak yang bereaksi teehadap negara Polizei ialah “orang-orang kaya dan cendikiawan”. Orang kaya (borjuis) dan cendikiawan ini menginginkan agar hak-hak kebebasan pribadi tidak diganggu, yang mereka inginkan ialah hanya ingin kebebasan mengurusi kepentingannya sendiri. Konkritnya ialah agar permasalahan perekonomian menjadi urusan mereka dan negara tidak ikut campur dalam penyelenggaraan tersebut”. Jadi negara dalam konteks ini hanya menjaga ketertiban dan keamanan, karena konsep ini biasanya disebut dengan negara hukum penjaga malam (Nacht wachter Staat). Dan dikenal konsep negara hukum yang ditawarkan oleh Kant ialah negara hukum liberal. Selain imenuel Kant, konsep negara hukum Eropa oleh Frederich Julius Stahl, dalam karya ilmiah yang berjudul “philosopie des rechts”, diterbitkan pada tahun 1878. Sama halnya dengan kant, hanya memperlihatkan unsur formalnya saja dan mengabaikan unsur materialnya. Karena itu konsep negara ini dinamakan konsep negara formal. Stahl berusaha menyempurnakan negara hukum liberal milik Kant. Dengan pengaruh paham liberal dari JJ. Rousseau, Stahl menyusun negara hukum formal dengan unsur-unsur sebagai berikut; 1. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia. 2. Untuk melindungi hak-hak asasi manusia, maka penyelenggaraan negara haruslah berdasarkan theory atau konsep trias politica. 3. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah dibatasi oleh undang-undang (wetmating bestuur). 4. Apabila dalam melaksanakan tugas pemerintah masih melanggar hak asasi, maka ada pengadilan administrasi yang mengadilinya.

5

Dari konsep Stahl ini dapat sambil keimpulan bahwa negara hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan membatasi kekuasaan terhadapnya. Pada abad ke XX negara hukum mengalami perkembangan yang mendapat perhatian dari para pemikir dari berbagai bangsa yang menginginkan kehidupan yang demokratis, berkemanusiaan dan sejahtera. Diantaranya ialah konsep yang diutarakan oleh Paul Scholten, ada unsur utama dalam membahas Negara Hukum. Pertama; adanya hak warga negara terhadap Negara/ Raja. Kedua; adanya pembatasan kekuasaan, dengan mengikuti Montesquieu, Scholten mengemukakan adanya tiga kekuasaan yang harus terpisah satu sama lain, yaitu kekuasaan pembentukan undangundang (legeslatif), kekuasaan pelaksana Undang-undang (eksekutif) dan kekuasaan peradilan (yudikatif). 2. Comman law Di Inggris ide negara hukum sedah terlihat dalam pemikiran Jhon locke, yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga bagian. Antara lain dia membagi kekuasaan membuat undang-undang dan kekuasaan pelaksana undang-undang, dan ini berkaitan erat dengan konsep the Rule of Law yang sedang berkembang di Inggris pada waktu itu. Di Inggris the rule of law dikaitkan dengan hakim dalam rangka menegakannya. Albert Van Dicey, adalah seorng pemikir Inggris yang masyur, menulis buku yang berjudul “Introduktion to the study of the law of the constitution”, mengemukakan tiga hal unsur utama the rule of law: a. Supremacy of law adalah mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara ialah hukum (kedaulatan hukum). b. Equality before the law ; kesamaan bagi kedudukan hukum didepan hukum untuk semua warga negara, baik selaku pribadi maupun statusnya sebagai pejabat negara. c. Constitusional based on individual right; constitusi itu ialah tidak merupakan sumber dari hak asasi manusia dan jika hak asasi itu diletakan dalam konstitusi itu hanyalah sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu harus dilindungi. 2.8. PERSAMAAN DI HADAPAN HUKUM Sebagai negara hukum (rechtsstaat) sebagaimana bunyi pasal 1 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”; maka negara harus menjamin persamaan setiap orang di hadapan hukum serta melindungi hak asasi manusia. Persamaan di hadapan hukum memiliki arti bahwa semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan perlakuan di hadapan hukum bagi setiap orang berlaku dengan tidak membeda-bedakan latar belakangnya (ras, agama, keturunan, pendidikan atau tempat lahirnya), untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan.

6

Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak diartikan secara statis. Artinya, kalau ada persamaan di hadapan hukum bagi semua orang maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Jika ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, maka mereka harus diperlakukan sama oleh hakim tersebut (audi et alteram partem). Persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis ini dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang tanpa memperdulikan latar belakangnya. Menurut Aristoteles, keadilan harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali. Apakah orang mampu atau fakir miskin, mereka sama untuk memperoleh akses kepada keadilan. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang sangat mendasar bagi setiap orang dan oleh karena itu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang (justice for all). Kalau seorang yang mampu mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. Sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu juga harus memperoleh jaminan untuk meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil kiranya bilamana orang yang mampu saja yang dapat memperoleh pembelaan oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum. Sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan hanya karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee)seorang advokat yang tidak terjangkau oleh mereka. Kalau ini sampai terjadi maka asas persamaan di hadapan hukum tidak tercapai. Selain itu fakir miskin yang frustrasi dan tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari organisasi bantuan hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak sosial (social upheaval) antara lain melakukan kekerasan, huru-hara, dan pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan Von Briesen sebagai berikut: “Legal aid was vital because it keeps the poor satisfied, because it establishes and protects their rights; it produces better workingmen and better workingwomen, better house servants; it antagonizes the tendency toward communism; it is the best argument against the socialist who cries that the poor have no rights which the rich are bound to respect.” Keadaan ini tentunya tidak nyaman bagi semua orang karena masih melihat fakir miskin di sekitarnya yang masih frustrasi. Melihat kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat memperoleh bantuan hukum secara memadai, walaupun pada tahun 2003 Undang-Undang Advokat telah diundangkan. Undang-Undang Advokat ini memang mengakui bantuan hukum sebagai suatu kewajiban advokat, namun tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bantuan hukum dan bagaimana memperolehnya. Yang terjadi selama ini adalah adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan hukum dalam bentuk ada kantor-kantor advokat yang mengaku sebagai 7

lembaga bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari advokat. Selain kantor advokat mengaku sebagai organisasi bantuan hukum juga ada organisasi bantuan hukum yang berpraktik komersial dengan memungut fee untuk pemberian jasa kepada kliennya dan bukan diberikan kepada fakir miskin secara pro bono publico”.

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Langkah – langkah Memperbaiki Peradilan di Indonesia Dalam makalah ini, saya mencoba memberikan langkah – langkah yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan persoalan – persoalan dalam proses peradilan di negara ini, antara lain : 1. Perumusan peraturan perundang – undangan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas peradilan kita, meliputi proses peradilan, putusan pengadilan yang merupakan bagian dari proses pengakan hukum dalam konteks supremasi hukum, sehingga dalam menjalankan praktek peradilan dilakukan dengan baik dan terhindar dari praktek – praktek kotor. 2. Melakukan peningkatan kualitas peradilan kita yang tentunya terkait dengan berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas penegakan hukum. Aspek – aspek itu meliputi kualitas individu atau sumber daaya manusia yang bersinggungan langsung dengan penegakan hukum secara moral maupun dalam konteks keilmuan, kualitas institusi peradilan, kualitas sarana dan prasarana yang berhubungan dengan penegakan hukum dan segala hal yang mempengaruhi kualitas penegakan hukum. 3. Menumbuhkan kesadaran taat hukum dalam masyarakat yang dimuali dari tingkatan lebih tinggi yaitu para pejabat negara, penegak hukum ke tingkatan yang paling rendah dalam masyarakat dan menciptakan budaya hukum yang sehat serta mendukung proses supremasi hukum di negara ini. 4. Meningkatkan kualitas pada sendi – sendi kehidupan masyarakat terutama bidang sosial dan ekonomi ternyata bisa juga mempengaruhi budaya hukum yang tidak baik dalam masyarakat. Dengan taraf hidup masyarakat yang rendah bisa menyebabkan kondisi masyarakat juga akan menjauh dari budaya hukum yang baik. 8

Sehingga tak heran mafia peradilan bisa terjadi hanya karena masalah uang dan ekonomi. 3.2. Contoh – Contoh Kasus peradilan 1. Mencuri sendal japit dihukum 2 bulan 24 hari Seorang buruh pabrik bernama Hamdani divonis hukuman kurungan 2 bulan 24 hari oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada Oktober 2002, atas tuduhan mencuri sandal jepit milik perusahaan tempatnya bekerja. Padahal sejatinya Hamdani hanya meminjam sandal hasil produksi perusahaan untuk mengambil air wudlu. Praktek serupa pun dijalankan para koleganya. Hanya saja Hamdani bernasib sial. 2. Nenek Yaminah di sel karena dituduh mencubit paha pembantu. Nenek berusia 57 tahun asal Depok ini sempat ditahan polisi karena dilaporkan melakukan penganiayaan terhadap pembantunya. Penganiayaan yang dimaksud adalah mencubit paha. Kasus ini terjadi pada Mei 2009 lalu. 3. Main judi ratusan rupiah, 10 bocah diadili di PN Tangerang 10 anak yang berprofesi sebagai tukang semir sepatu di Bandara Soekarno-Hatta ditangkap polisi pada Mei 2009, karena dituduh melakukan praktik perjudian. Usia anakanak ini antara 11-14 tahun. Setelah sempat ditahan, mereka pun menjalani proses persidangan di PN Tangerang, dan diputus bersalah melakukan perjudian. 4. Mencuri dua ekor bebek divonis 7 bulan Tabriji, warga Serang, pada November 2009, divonis hukuman 7 bulan penjara karena terbukti mencuri dua ekor bebek milik tetangganya. 5. Mengambil kapuk berujung bui Empat warga Batang, Jawa Tengah, pada November 2009, ditahan di Rutan Rowobelong karena mencuri 14 kilogram kapuk. 6. Nge-charge ponsel, penghuni apartemen ITC Roxy Mas dibui Pada 8 September 2009 lalu, Aguswandi ditangkap petugas Polsek Metro Gambir karena tertangkap tangan tengah mencabut charger handphone miliknya dari sebuah stop kontak yang terpasang di lantai 7 apartemen ITC Roxy Mas. Penangkapan Aguswandi dilakukan atas laporan dari seorang saksi mata bernama Uung Hartanto yang merupakan manager PT Jakarta Sinar Intertrade (pengelola apartemen ITC Roxy Mas). Aguswandi dituduh melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 363 ayat (1) butir 3 KUH Pidana dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. 9

Mulai 9 September, Agus resmi ditahan di Polsek Metro Gambir selama 20 hari hingga tanggal 29 September. Menjelang masa penahanan habis, pihak pelapor meminta agar penahanan Aguswandi diperpanjang hingga 7 November. Tak terima dengan proses penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penahanan itu, pihak Aguswandi mengajukan permohonan sidang praperadilan. Gugatan Aguswandi pun ditolak dan dia harus terus menjalani proses hukum. 7. Ambil tiga buah kakao, nenek Minah divonis 1,5 bulan penjara Nenek Minah, warga Banyumas, Jawa Tengah, divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao seharga Rp2.100. Beban psikologis juga harus ditanggung nenek berusia 65 tahun itu karena harus berurusan dengan aparat penegak hukum.

8. Mencuri sebutir semangka, Basar Suyanto dan Kholil ditahan di LP Kediri, dan terancam hukuman 5 tahun penjara. Hanya karena mengambil sebutir semangka di sebuah ladang di Kelurahan Ngampel, Mojoroto, Kediri, pada Idul Fitri lalu, Basar dan Kholil harus berurusan dengan hukum. Keduanya sudah mengupayakan penyelesaian kasus secara kekeluargaan, namun upaya itu dimentahkan dan kasus berlanjut hingga pengadilan. 9. Seorang ibu rumah tangga yang curhat mengenai buruknya layanan RS Omni Internasional juga harus berurusan dengan aparat penegak hukum, karena dituduh melakukan pencemaran nama baik. Adalah Prita Mulyasari yang hingga kini masih harus menjalani proses hukum. Kabar terbaru, ibu dua anak itu oleh Pengadilan Tinggi Banten diputus bersalah dan wajib membayar denda sebesar Rp204 juta. Deretan kasus-kasus di atas, dari aspek hukum pidana memang sudah memenuhi semua unsur-unsurnya. Hanya saja ada rasa keadilan yang terusik, karena antara pelanggaran yang dilakukan dengan sanksi yang diberikan tidak setimpal. Semestinya kasus-kasus semacam ini bisa diselesaikan di luar pengadilan.

10

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya setiap manusia yang dilahirkan ke muka bumi telah memiliki hak-hak, baik hak untuk hidup, hak untuk merdeka bahkan hak untuk memiliki akan sesuatu. Bilamana hak-hak tersebut dirampas maka orang yang merampas akan hak-hak tersebut disebut sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia. Perwujudan hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain, dan ia dapat disebut sebagai pelanggar Hak Asasi orang lain karena telah bertindak sebagai penimbul ketidaknyamanan. Dan seharusnya menegakkan keadilan dimana persamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Diharapkan dengan adanya asas ini tidak terjadi suatu diskriminasi dalam hukum di Indonesia dimana ada suatu pembeda antara penguasa dengan rakyatnya 4.2. Saran Pemerintah seharusnya harus mulai melakukan perombakan besar – besaran terhadap hukum . Tidak hanya perombakan di sisi hukumnya saja, tapi perombakan yang dilakukan harus secara luas dan integral dan mencakup sitem hukum keseluruhan, yaitu meliputi substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Bahkan secara lebih uas lagi masalah perombakan hukum ini sebenarnya bykan semata – mata masalah sistem hukum, tetapi terkait dengan keseluruhan sistem politik, sistem ekonomi dan sosial negara ini. 11

DAFTAR PUSTAKA Prof. DR. H. R. Abdussalam, SIK, SH. MH., 2010 HAM dalam Proses Peradilan, PTIAK, Jakarta Moch Faisal Alam, 2002, Peradilan HAM di Indonesia, Pustaka, Bandung. Rozali Abdullah Syamsir, 2001, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia,Ghalia Indonesia, Jakarta HM. Kabul Supriadhie, 2010, Makalah Hukum, Google.co.id R. Herlambang Perdana Wiratman, 2008, Pengantar Hukum Acara Pengadilan HAM, Google.co.id https://guruppkn.com/peran-masyarakat-dalam-penegakkan-ham R. Wiryono, SH, 2006, Pengaadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Prenada Media, Jakarta. https://delviadelvi.wordpress.com/2010/03/04/pasal-28-d-ayat-1/ Zeffery Alkatiri, 2010, Belajar Memahami HAM, Komunitas Bambu, Jakarta Binsar Gultom, 2010, Pelanggaran HAM Dalam Hukum Keadaan Darurat Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

12

More Documents from "Hetty nur azizah"