Isi.docx

  • Uploaded by: AinsaaIin
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,469
  • Pages: 13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sistem saraf pusat (otak dan sumsung tulang belakang). Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan selubung myelin, sehingga sinyal saraf menurun/melambat, bahkan berhenti. kerusakan ini akibat inflamasi karena sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf. hal ini bisa mengenai otak, saraf optikus, dan sumsum tulang belakang. Saat ini penyebabnya tidak diketahui, sebagian besar percaya disebabkan oleh virus atau kelainan genetik, atau keduanya. Selain itu, faktor lingkungan juga dapat turut berperan. Seseorang dengan riwayat keluarga positif sedikit lebih berpotensi terkena penyakit ini. Secara global, prevalensi MS asalah sebesar 30 per 100.000 orang (range 5-80) (WHO). Secara regional, prevalensi masing-masing daerah adalah sebagai berikut. Eropa 80 per 100.000, Mediterania Timur 14,9, Amerika 8,3, Pasifik Barat 5, Asia Tenggara 2,8, serta Afrika 0,3 per 100.000. Hingga saat ini belum ada data spesifik gambaran epidemiologi di Indonesia; di RSCM dalam kurun 1,5 tahun 14 orang didiagnosis MS. Meskipun

demikian

penyakit

ini

dapat

mengakibatkan

kecacatan

dan

membutuhkan biaya perawatan yang cukup besar. Ppenegakkan diagnosis sedini mungkin dan pemberian terapi yang tepat dapat membantu menguragi kemungkinan kecacatan.

B. Rumusan Masalah 1.

Bagaimana etiologi gangguan Multiple sclerosis?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan Multiple sclerosis? 3. Apa gejala dan tanda Multiple sclerosis? 4. Ada berapa tipe Multiple sclerosis? 5. Bagaimana penegakkan diagnose Multiple sclerosis? 6. Bagaimana pengobatan Multiple sclerosis? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui etiologi gangguan Multiple sclerosis.

2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gangguan Multiple sclerosis. 3. Untuk mengetahui ciri-ciri penderita Multiple sclerosis. 4. Untuk mengetahui tipe-tipe Multiple sclerosis. 7. Untuk mengetahui penegakkan diagnose Multiple sclerosis 5. Untuk mengetahui pengobatan Multiple sclerosis.

BAB II PEMBAHASAN

A. Etiologi Gangguan Multiple sclerosis Multiple sclerosis adalah penyakit autoimun kronik yang menyerang myelin otak dan medulla spinlais. Penyakuit ini menyebabkan kerusakan myelin dan juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf. Myelin adalah materi yang melindungi syaraf, berfungsi seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk mengirim impulsnya dengan cepat.

Multiple sclerosis muncul dari interaksi yang kompleks dari lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain tempat tinggal, usia pra dewasa, paparan virus Epstein-Barr, dan merokok. Insiden lebih tinggi terjadi pada penderita usia lanjut yang terkena infeksi virus Epstein-Barr. Sedangkan untuk faktor genetik berkaitan dengan predisposisi terjadinya disfungsi imun (Tsang, 2011; Luzio, 2014).

Teori lain mengacu pada polimorfisme dan efeknya dalam menghasilkan respons imun. Polimorfisme mengacu pada berbagai bentuk gen yang sama. Mereka menyebabkan pengkodean berbagai jumlah protein dan produk serupa. Polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) ada pada gen yang bertanggung jawab atas respons imun (yang seharusnya merupakan gen predisposisi untuk MS) yang menyebabkan perubahan jumlah produk yang terbentuk yang mungkin sangat parah sehingga memicu kekebalan yang berlebihan. Respon terhadap antigen, menyebabkan sekresi sitokin pro-inflamasi. Hal ini dapat menyebabkan respons imun otomatis terhadap SSP. Paparan berbagai virus terjadi pada masa kanak-kanak. Salah satunya, virus Epstein-Barr (EBV), telah terbukti menyebabkan demyelinasi dan peradangan pada serabut saraf. Ada kemungkinan virus tersebut mengadopsi mimikri molekuler dan mengaktifkan kembali sel T yang ditargetkan melawan epitop virus mereka dengan yang ada di sarung myelin. Inilah sebabnya mengapa ada banyak sel T di penghalang otak darah. . B. Mekanisme Gangguan Multiple sclerosis Satu hipotesis menunjukkan bahwa beberapa bentuk infeksi sistematik dapat menyebabkan up-regulasi molekul adhesi pada endothelium dari otak dan sumsum tulang belakang, yang memungkinkan tulang leukositi melintasi dinding pembuluh untuk memasuki sistem saraf pusat. jika limfosit diprogram untuk mengenali antigen myelin ada dalam infiltrate sel, mereka dapat memicu kaskade kejadian inflamasi akut, lesi demeilinasi. Lesi ini biasanya berkembang dalam white matter atau substansia alba, dimana target utamanya adalah selebung myelin. Ada bukti substansial juga untuk mendukung hipotesis bahwa genetika memiliki peran penting dalam kerentanan seseoramg untuk Multiple sclerosis, mungkin dalam hubungannya dengan factor-faktor lingkungan. Meskipun beberapa peneliti berpendapat hubungan langsung sebab akibat antara berbagai agen infeksi dan gangguan ini. Agen infeksi mungkin juga memiliki peran dalam mekanisme sentral yang bepuncak pada interaksi antara sel-sel T dan serebrovakular endothelium dengan mengatur molekul adhesi yang penting untuk perekrutan-sel kekekebalan ke dalam sistem saraf. Secara patologi, lesi MS akan memperlihatkan gambaran plak yang merupakan lesi demielinisasi. Plak demielinisasi ini merupakan gambaran patognomonik MS. Pada fase

akut, tampak sebukan sel radang, hilangnya myelin, dan pembengkakan parenkim. Pada fase kronik, kehilangan myelin menjadi lebih jelas, dengan sel-sel makrofag di sekitarnya disertai kerusakan akson dan apoptosis oligodendrosit. kerusakn myelin diakibatkan oleh aktifnya limfosit T. Limfosit T pada MS mengalami autoreaktivitas dan mampu mengenali protein target pada myelin.

C. Gejala dan tanda Multiple sclerosis Multiple Sclerosis memiliki kondisi yang sangat variable dan gejala-gejalanya bergantung pada area sistem syaraf pusat yang terserang. Tidak ada pola khusus pada MS dan setiap penderita MS memiliki kekhasan gejalanya sendiri-sendiri, yang bentuknya dari waktu ke waktu bervariasi dan tingkat keparahan serta jangka waktunya pun dapat berubah, dan semua variasi dan perubahan itu dapat terjadi bahkan pada penderita yang sama. Tidak ada MS yang tipikal, Kebanyakan penderita MS akan mengalami lebih dari satu gejala, tetapi meskipun ada gejala-gejala umum yang diderita banyak orang, tidak ada seorangpun yang memiliki semua gejala tersebut sekaligus. Gejala awal MS yang paling sering adalah gangguan penglihatan yang disertai rasa nyeri (neuritis optika). Pasien akan mengeluhkan pandangan yang berangsur-angsur atau mendadak menjadi kabur. Umumnya keluhan ini hanya mengenai satu mata (monocular) disertai rasa nyeri di bagian belakang mata. Keluhan dapat memberat apabila pasien terpajan pada suhu panas (fenomena Uthoff). Pemeriksaan Funduskopi pada fase awal akan memperlihatkan papil edema, sedangkan pada fase lanjut akan tampak papil yang sudah mengalami atrofi. Keluhan penglihatan lainnya adalah pandangan ganda (diplopia) akkibat ophtalmoplegia intermuklear dan nistagmus. Keluhan neurologis lain yang cukup sering dapat berupa kesemutan, kelemahan, gangguan koordinasi, gangguan buang air besar dan air kecil. Pada MS yang menyerang medulla spinalis bias ditemukan tanda Lhermitte (sensasi listrik dari leher ke bawah yang dirasakan pada fleksi leher). Pasien MS juga sering merasa fatigue dan nyeri. Setiap bagian otak atau sumsum tulang belakang dapat terangsang kelainan ini: a. Gejala terkait penglihatan -

Penglihatan ganda

-

Tidak nyaman pada mata

-

Rapid eye movement

-

Kehilangan penglihatan (umumnya satu mata terlebih dahulu)

b. Gejala terkait otot -

Hilang keseimbangan

-

Spasme atau kaku otot

-

Baal atau sensasi abnormal di berbagai area

-

Kesulitan menggerakkan tangan atau kaki

-

Kesullitan berjalan

-

kesulitan melakukan gerakan kecil dan perlu koordinasi

-

Tremor pada satu atau lebih tangan atau kaki

-

kelemahan satau atau lebih tangan atau kaki

c. Gejala terkait percernaan dan berkemih : -

Konstipasi dan inkontinesia fases

-

sulit memulai berkemih

-

Keinginan kuat berkemih (Urgency)

-

Inkotinensia urin

d. Baal, tingling, atau nyeri : -

Nyeri wajah

-

Spasme otot nyeri

-

Rasa geli/tingling, seperti ada yang merayap atau perasaan terbakar pada tangan kaki

e. Gejala otak dan saraf lainnya -

Penurunan rentang perhatian, keputusan yang buruk, dan kehilangan memori

-

Kesulitan argumentasi dan memcahkan masalah

-

Depresi tau perasaan sedih

-

Pusing dan masalah keseimbangan

-

kehilangan pendengaran

f. Gejala seksual -

Impoten

-

Berkurangnya kemampuan seksual

-

Kehilangan gairah

g. Gejala bicara dan menelan -

Cadel atau sulit mengerti pembicaraan

-

Kesulitan mengunyah dan menelan

-

Perasaan geli di beberapa bagian tubuh

-

Perasaan seperti di tusuk-tusuk jarum

h. Keletihan berlebihan Perasaan lemah dan letih yang datang tidak terduga dan tidak sebanding dengan aktivitas yang sedang dikerjakan. Keletihan berlebihan adalah gejala penyakit MS yang paling umum

D. Klasifikasi Multiple sclerosis Multiple Sclerosis diklasifikasikan menjadi 4 kelompok: 1. Relapsing Remitting MS (RRMS) Tipe ini ditandai dengan episode relaps atau eksaserbasi yang diikuti dengan episode remisi (perbaikan). Sekitar 85% pasien MS memiliki tipe RRMS, 65% diantaranya akan berkembang menjadi tipe Secondary Progressive MS (SPMS) 2.

Secondary Progressive MS (SPMS) Banyak pakar yang menganggab SPMS merupakan bentuk lanjut dari RRMS yang berkembang progesif. Pada tipe ini, episode remisi makin berkurang dan gejala menjadi makin progessif dan seringkali terjadi kekambuhan

3. Primary Progessif (PPMS) PPMS diderita oleh 10-15% pasien MS dengan rasio perempuan : laki-laki = 1:1. Gejala yang timbul tidak pernah mengalami fase remisi. 4. Primary Relapsing (PRMS) Bentuk PRMS adalah yang paling jarang. Pasien terus mengalamii perburukan dengan beberapa episode eksaserbasi di antaranya. Tidak pernah ada fase remisi atau bebas dari gejala.

E. Penegakan Diagnosis

Tidak ada satu tes pun yang dapat memastikan diagnosis MS. MS ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Penegakan diagnosis menggunakan kriteria diagnostic seperti kriteria McDonald. saaat ini yang dipergunakan adalah kriteria McDonald revisi 2010. Gejala klinis

Data tambahan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis

≥2 serangan; terdapat ≥2 lesi Tidak ada, tetapi apabila dilakukan pemeriksaaan MIRI atau 1 lesi dengan riwayat dan tidak ditemukan lesi yang sesuai dengan MS, maka serangan sebelumnya

diagnosis MS perlu dievaluasi kembali

≥2 serangan; tetrdapat bukti DIS (Dissmination in Space): klinis 1 lesi

≥1 lesi pada minimal 2 dari 4 area tipikal MS: periventrikuler,

jukstakortikal,

infratentorial

dan

medulla spinalis. 1 serangan, terdapat bukti DIT (Dissemination in Time) klinis ≥2 lesi

Terdapat lesi asomtimatik yang menyangat atau tidak menyangat dengan pemberiann gadolinium kapan pun, atau baru pada T2 atau menyangat kontras pada MRI yang dilakukan pada saat follow up, tanpa melihat saat pelaksanaan MRI sebelumnya.

1 serangan, terdapat bukti Dis: klinis unntuk 1 lesi (Clnical ≥1 lesi pada minimal 2 dari 4 area tipikal MS: isolated syndrome)

periventrikuler,

jukstakortikal,

infratentorial

dan

medulla spinalis. DIT: Terdapat lesi asomtimatik yang menyangat atau tidak menyangat dengan pemberiann gadolinium kapan pun, Atau Lesi baru pada T2 atau menyengat kontras pada MRI yang dilakukan pada saat follow up, tanpa melihat waktu pelaksanaan MRI sebelumnya

Gejala neurologis progresif Progresivitas penyakit dalam satu tahun terakhir yang

menyerupai

(OOMS)

MS Diitambah dua dari tiga kriteria: 1. DIS pada otak ≥1, berdasarkan potongan T2 minimal 1 area khas MS (periventrikuler, jukstakortikal atau infratentorial) 2. Terdapat DIS pada medulla spinalis ≥2 3. Terdapatnya hasil positif LCS (pita ologoklonal dan atau peningkatan lgG)

Pemeriksaan MRI • DIS (Disseminated Lesion in Space) tampak pada potongan T2 setidaknya pada 2 dari 4 area: 1. Periventricular 2. Juxtacortical 3. Infratentorial 4. Medulla spinalis • Penyangatan terhadap kontras tidak dibutuhkan lagi. Jika terdapat gejala batang otak atau medulla spinalis, lesi simtomatik ini dieksklusi dari kriteria dan tidak dihitung. DIT (Dissemination Lesion in Time) dapat ditegakkan apabila: 1. Terdapat lesi baru pada potongan T2 atau lesi baru yang menyangat dengan gadolinium pada MRI yang dilakukaan saat follow up, yang dibandingkan dengan MRI sebelumnya, tanpa melihat waktu pelaksanaan MRI awal. 2. Terdapatnya lesi baru asimtomatik, baik yang menyangat gadolinium atau yang tidak menyangat gadolinium kapan saja.

Diagnosis MS perlu dipikirkan apabila didapatkan gejala-gejala neurologis dengan episode remisi dan eksaserbasi ataupun progresif dan tidak ditemukan sebaba lain yang dapat menjelasakan gejala tersebut. Dengan demikian, untuk menegakkan diagnosis MS, perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengeksklusi diagnosis diferensial, seperti tumor otak, stroke, infeksi otak, dan trauma kepala maupun gangguan metabolic. pemeriksaan pungsi lumbal harus dilakukan bukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi menyingkirkan kemungkinan infeksi otak. pemeriksaan oligoclonal band tidak lagi menjadi standar emas penegakkan diagnosis MS, kecuali pada tipe PPMS- peran oligoclonal band menjadi lebih besar (lihat kriteria McDonald)

pada pemeriksaa MRI kepala dapat ditemukan lesi hipertens di periventrikulasr, jukstakortikal, infratentorial, dan medulla spinalis. Gambaran yang cukp khas pada lesi MS adalah ovoid lesion dan dawson finger.

F. Pengobatan Multiple sclerosis Multiple sclerosis termasuk jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan, terutama multiple sclerosis progresif primer. Jenis MS ini belum memiliki metode penanganan yang efektif. Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala dan kekambuhan pasien. Sementara untuk multiple sclerosis kambuhan dan progresif sekunder, langkah pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk meringankan gejala, menghambat perkembangan penyakit, dan mengurangi frekuensi masa kambuh. MS yang ringan cenderung tidak membutuhkan penanganan, kecuali ketika gejala-gejala Anda kambuh. Tiap jenis MS memiliki metode pengobatan yang berbeda-beda. MS kambuhan akan ditangani dengan obat-obatan yang dapat mengurangi frekuensi masa kambuh. Sebagian obat ini juga dapat digunakan untuk penderita MS progresif sekunder yang masih mengalami masa remisi. Berdasarkan fungsinya, langkah pengobatan MS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Menangani masa kambuh atau serangan Langkah pengobatan yang digunakan untuk mengatasi gejala-gejala pada masa kambuh atau serangan adalah steroid, seperti prednisone dan methylprednisolone. Obat ini dapat diberikan secara oral maupun melalui infus. Steroid berfungsi mempercepat penyembuhan karena dipercaya bisa menekan kinerja sistem kekebalan tubuh agar tidak menyerang mielin dalam sistem saraf pusat. Meski demikian, obat ini tidak bisa mencegah frekuensi masa kambuh maupun memengaruhi perkembangan penyakit. 2. Memengaruhi perkembangan penyakit (Disease Modifying Drugs) Frekuensi masa kambuh merupakan faktor penting dalam menentukan jenis obat untuk menangani MS. Obat-obatan ini dapat mengurangi kerusakan pada mielin sehingga frekuensi masa kambuh dan tingkat keparahannya bisa

berkurang. Contoh obat-obatan tersebut di antaranya adalah Interferon beta, Fingolimod, Glatiramer acetate. 3. Mengatasi gejala-gejala MS MS dapat menyebabkan gejala serta tingkat keparahan yang beragam. Gejala yang ringan biasanya tidak membutuhkan penanganan medis karena akan hilang dengan sendirinya. Sementara gejala dengan tingkat keparahan tinggi tentu harus ditangani dengan seksama, misalnya melalui: a. Antikonvulsan/antikejang. Obat ini akan mencegah atau mengurangi kejang-kejang atau konvulsan. Antikonvulsan juga dapat digunakan untuk mengatasi gangguan pergerakan mata, nyeri neuropati, serta kejang otot. Contoh obat ini meliputi gabapentin, carbamazepine, dan clonazepam. b. Relaksan otot. Ini adalah obat untuk melemaskan otot dan meredakan kejang. Baclofen, tizanidine, diazepam, clonazepam, dan dantrolene adalah beberapa relaksan otot yang biasanya dianjurkan. c. Fisioterapi. Langkah ini dapat digunakan untuk mengatasi gejala kejang otot, otot kaku, nyeri atau sakit pada bagian-bagian tubuh, serta gangguan mobilitas. d. Antidepresan, misalnya amitriptyline atau benzodiazepine. Obat ini dapat diberikan untuk mengatasi nyeri neuropati dan gangguan emosional seperti depresi. e. Terapi psikologi. Langkah ini dianjurkan bagi pasien yang mengalami gangguan kognitif dan emosional.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Multiple sclerosis adalah penyakit autoimun kronik yang menyerang myelin otak dan medulla spinlais. Penyakuit ini menyebabkan kerusakan myelin dan juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf. Gejala awal MS yang paling sering adalah gangguan penglihatan yang disertai rasa nyeri (neuritis optika). Pasien akan mengeluhkan pandangan yang berangsur-angsur atau mendadak menjadi kabur. Umumnya keluhan ini hanya mengenai satu mata (monocular) disertai rasa nyeri di bagian belakang mata. Keluhan dapat memberat apabila pasien terpajan pada suhu panas (fenomena Uthoff). Pemeriksaan Funduskopi pada fase awal akan memperlihatkan papil edema, sedangkan pada fase lanjut akan tampak papil yang sudah mengalami atrofi. Keluhan penglihatan lainnya adalah pandangan ganda (diplopia) akkibat ophtalmoplegia intermuklear dan nistagmus. Multiple sclerosis termasuk jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan, terutama multiple sclerosis progresif primer. Jenis MS ini belum memiliki metode penanganan yang efektif. Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala dan kekambuhan pasien. Tiap jenis MS memiliki metode pengobatan yang berbeda-beda. MS kambuhan akan ditangani dengan obat-obatan yang dapat mengurangi frekuensi masa kambuh. Sebagian obat ini juga dapat digunakan untuk penderita MS progresif sekunder yang masih mengalami masa remisi. Berdasarkan fungsinya

B. Saran Dengan pembahasan diatas diharapkan kita dapat mengatahui gejala-gejala yang dapat menjadi ciri Multipe sclerosis dan mewasdainya.

DAFTAR PUSTAKA

Estiasari, Riwanti, Sklerosis Multipel, Jakarta : RSUPN Cipto Mangunkusumo (CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014) Handani, Mardani, 2015, Multiple sclerosis, NTB : FK Universitas Mataram Jafar, Yohanes, 2017,Tatalaksana Multiple Sclerosis, Indonesia : CDK-250/Vol. 44 no. 3 th.2017 Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015, Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Multiple Sclerosis di Indonesia.

More Documents from "AinsaaIin"

Isi.docx
July 2020 0
Calcaneus Spurs.docx
July 2020 0