BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Universitas PGRI Palembang merupakan lembaga perguruan tinggi yang
berperan penting dalam dunia pendidikan serta menghasilkan lulusan yang tangguh, berkompeten dan siap terjun ke dalam masyarakat. Universitas PGRI Palembang terdiri dari beberapa Fakultas, antara lain : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Ekonomi, Fakultas MIPA, Fakultas Teknik, dan Fakultas Perikanan. Dari beberapa Fakultas tersebut, FKIP Universitas PGRI Palembang memiliki peran penting untuk membangun karakter dalam ruang lingkup pendidikan serta memiliki pemahaman dan keterampilan dalam menghadapi berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat, dalam hal ini Program studi yang berperan aktif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan Konseling merupakan suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan konselor kepada konseli untuk membantu konseli dalam mencapai kemandiriannya. Menurut Prayitno dan Amti (2013), bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang-orang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling tidak hanya dituntut menguasai teori, akan tetapi perlu menerapkan
1
teori tersebut dalam sebuah praktek sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang komprehensif. Salah satu praktek yang diselenggararakan adalah praktek Bimbingan Konseling Luar Sekolah (BKLS), salah satu sasaran dalam praktek tersebut adalah masyarakat di luar lembaga seperti Panti Jompo. Panti Jompo menurut Depsos RI, 2003 (Munawwaroh, 2015), merupakan unit pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa panti jompo merupakan tempat penampungan bagi lanjut usia, salah satunya Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang. Untuk itu Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas PGRI Palembang mengadakan praktek Bimbingan Konseling Luar Sekolah (BKLS) di panti jompo untuk mengetahui kondisi baik fisiologis maupun psikologis dalam lingkungan Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang. 1.2
Permasalahan Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dari penyusunan laporan ini
adalah Praktek BK Luar Sekolah perlu dilakukan di Panti Jompo dimana pengalaman dan keterampilan secara komprehensif akan didapat oleh para mahasiswa. Adapun uraian permasalahan yang akan dijabarkan pada laporan BK Luar Sekolah ini yaitu sebagai berikut : a. Bagaimana gambaran umum tempat praktik BK Luar Sekolah yaitu dalam hal ini Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang.
2
b. Bagaimana kegiatan penanganan kasus (identifikasi kasus, diagnosis, prognosis, treatment/terapi, dan evaluasi serta tindak lanjut) yang dilakukan di Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang. 1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Adapun tujuan dari laporan BK Luar Sekolah ini yaitu sebagai berikut : a. Untuk mengetahui gambaran umum dari tempat praktik yaitu Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang. b. Untuk mengetahui kegiatan penanganan kasus (identifikasi kasus, diagnosis, prognosis, treatment/terapi, dan evaluasi serta tindak lanjut) yang dilakukan di Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang. 1.3.2 Manfaat Adapun manfaat praktis dalam laporan BK Luar Sekolah ini yaitu sebagai berikut : a. Bagi mahasiswa praktikan. Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan secara komprehensif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi konseli secara nyata. b. Bagi tempat praktek BK Luar Sekolah. Dapat dijadikan gambaran dari permasalahan yang ada di panti sehingga kemudian dapat dijadikan sebagai upaya tindak lanjut guna penyelesaian masalah. c. Bagi
konseli.
Dapat
membantu
konseli
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi. d. Bagi pembaca. Dapat dijadikan referensi dalam melakukan praktik BK Luar Sekolah di Panti Jompo.
3
BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT PRAKTIK
2.1 Historis dan Geografis 2.1.1 Sejarah Perkembangan Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang Sebagai telah diucapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), maka tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material dan spiritual. Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan manusia seutuhnya dan Pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam usaha mewujudkan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia atau jompo sebagaiman ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1945 tentang
Pemberian
Bantuan
Penghidupan
Orang
Jompo
(peraturan
pelaksanaannya dituangkan dalam surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor Huk. 3-1-50/107 tahun 1971), Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial telah
diberikan bantuan
pelayanan bagi para lanjut usia atau jompo. Berawal dari perkembangan pesat diera modern dan globalisasi ini diberbagai bidang baik dibidang ekonomi, industri, sosial maupun dibidang lainnya menimbulkan berbagai masalah yang harus mendapat perhatian terutama yang erat hubungannya dengan kesejahteraan sosial melihat permasalahan yang timbul, pemerintah berusaha mendirikan sarana-sarana sosial, salah satunya panti jompo. Adapun hal-hal yang mendorong pemerintah untuk mendirikan panti antara lain adanya perbedaan nilai antara orang tua dan
4
anak, ketidakmampuan dibidang ekonomi kelurga, serta keterbatasan waktu bagi keluarga untuk lebih memperhatikan mereka yang telah lanjut usia. Panti Sosial Tresna Werdha Teratai KM 5 Palembang didirikan sejak tahun 1970 dan mulai dihuni pada tahun 1971 dengan penghuni pertama sebanyak 15 orang yang terdiri dari 9 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Panti yang menempati area seluas ± 1,5 Ha ini berada pada lokasi yang mudah dijangkau dan tidak jauh dari pusat kota yaitu berlokasi di Jalan Sosial No.796 RT.16 RW.03 Kelurahan Sukabangun Kecamatan Sukarami Kota Palembang. Letak panti ini cukup strategis dan jauh dari keramaian kota. Pertama kali panti ini bernama Werdha Teratai, kemudian pada tahun 1982 dengan surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Provinsi Sumatera Selatan tanggal 5 November 1982 Nomor 703/KPTS/XIII/28 berubah nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial Kota Palembang, bertugas memberikan bantuan dan penyantunan terhadap
para lanjut usia atau jompo yang kondisi fisik dan
ekonominya lemah. Pemberian bantuan in berupa : Pelayanan dan Peliharaan, Pembinaan Kerohanian dan Pelayanan yang bersifat rekreatif. Usaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia bukan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh lapisan masyararakat. Partisipasi aktif dari masyarakat akan sangat membantu pemerintah mempercepat tercapainya tujan tersebut..
5
2.2
Organisatoris dan lain-lain
2.2.1 Struktur Organisasi Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang Adapun strutur organisasi dari panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang antara lain, sebagai berikut: a.
Daftar nama pegawai tetap : No
b.
Nama
L/P
Jabatan
pendidikan
1
Edayati
P
Kepala Panti Jompo
SMSP
2
Sunarno
L
Staff
S1
3
Mastuti
P
Staff
SMPS
4
Heryanto
L
Staff
SMA
5
Purwaningsih
P
Staff
SMPS
6
Maryamah
P
Staff
SMA
Daftar nama pegawai Panti Lepas/Honor : No
Nama
L/P
Jabatan
Pendidikan
1
Irfan Pratama
L
Operator Komputer
2
Susilawati
P
Pembina Asrama
3
Suminem
P
Tukang masak
4
Tina
P
Tukang bersih-bersih
SMP
5
Wira Laila
P
Pembina asrama
SMP
6
Saifullah
L
Penjaga malam
7
Ikhsan anwar
L
Pengajar Kerohanian
6
S1 SLTP SD
SD SMA
c.
Daftar nama penghuni Panti : No
Nama
L/P
Umur
Tahun Masuk
Ket
1.
Abas Abok
L
71 tahun
1979
Ada
2.
Jasman
L
73 tahun
1984
Sda
3.
Idham
L
70 tahun
1990
Sda
4.
Jumrat
L
69 tahun
1990
Sda
5.
Fatimah
P
75 tahun
1993
sda
6.
Minah
P
66tahun
1997
sda
7.
Zainap
P
75 tahun
1997
Sda
8.
Hatta
L
63 tahun
1997
Sda
9.
Susi
P
70 tahun
2001
Sda
10.
Wakit
L
71 tahun
2003
Sda
11.
Fatimah
P
75 tahun
2003
Sda
12.
Hasan Fandir
L
63 tahun
2003
Sda
13.
M.Husin
L
68 tahun
2003
Sda
14.
Su’ud
L
79 tahun
2003
Sda
15.
Sa’odah
P
73 tahun
2006
Sda
16
Khodijah
P
73 tahun
2006
Sda
17.
Maimuna (A)
P
82 tahun
2007
Sda
18.
Komari
L
63 tahun
2007
Sda
19
Maria
P
68 tahun
2008
Sda
20.
Jumiati
P
62 tahun
2008
Sda
21.
Sopian
L
70 tahun
2008
Sda
22.
Usminah
P
72 tahun
2008
Sda
7
23.
Mbah surip
P
83 tahun
2008
Sda
24.
Saripah
P
73 tahun
2008
Sda
25.
Suhadi
L
70 tahun
2009
Sda
26.
Hasanudin
L
71 tahun
2009
Sda
27.
Cahyo
L
73 tahun
2010
Sda
28
Sakdia
P
73 tahun
2010
Sda
29.
Zulkifli
L
72 tahun
2010
Sda
30.
Yanto
L
57 tahun
2010
Sda
31
Waski
P
57 tahun
2010
Sda
32
Haromia
P
79 tahun
2010
Sda
33
Yatira
P
73 tahun
2011
Sda
34
Usman
L
64 tahun
2011
Sda
35
Jumari
L
76 tahun
2011
Sda
36
Icih
P
72 tahun
2011
Sda
37
Salma
P
70 tahun
2011
Sda
38
Siti Ayudha
P
77 tahun
2011
Sda
39
Maimuna ( B)
P
75 tahun
2011
Sda
40
Rusmini
P
73 tahun
2011
Sda
41
Jamila
P
57 tahun
2011
Sda
42
Sukardi
L
73 tahun
2011
Sda
43
Zawiyah
P
83 tahun
2012
Sda
44
Zalismah
P
70 tahun
2012
Sda
45
Mbah wongso
P
83 tahun
2012
Sda
46
Salma (B)
P
83 tahun
2012
Sda
8
47
M.Razikin
L
77 tahun
2012
Sda
48
Marwan
L
63 tahun
2012
Sda
49
Suminem
P
68 tahun
2012
Sda
50
Warti
P
63 tahun
2012
Sda
51
Sukiman
L
80 tahun
2012
Sda
52
Sarmini
P
73 tahun
2012
Sda
53
Poniem
P
70 tahun
2012
Sda
54
Yuli
P
57 tahun
2012
Sda
55
Mariam
P
65 tahun
2012
Sda
56
Rukiem
P
82 tahun
2012
Sda
57
Anisyah
P
74 tahun
2012
Sda
58
Thamrin
L
63 tahun
2013
Sda
59
Mariyati
P
78 tahun
2014
Sda
60
Mamat
L
82 tahun
2014
Sda
61
Sa’i
L
78 tahun
2015
Sda
62
Akhyat
L
72 tahun
2015
Sda
63.
Nurhayati
P
67 tahun
2015
Sda
64
Husna
P
65 tahun
2015
Meninggal
65
Sugiono
L
64 tahun
2015
Ada
66
Hindun
P
71 tahun
2015
Sda
67
Misnawati
P
75 tahun
2015
Sda
68
Maysaroh
P
62 tahun
2016
Sda
69
Mursinah
P
60 tahun
2016
Sda
70
Partini
P
64 tahun
2016
Sda
9
71
Sumar
L
60 tahun
2017
Sda
72
Abdul Hamid
L
87 tahun
2017
Sda
73
Mala Hartati
P
72 tahun
2017
Meninggal
Keterangan : Jumlah Laki-laki
: 28 orang
Jumlah Perempuan
: 45 orang
Jumlah seluruh
: 73 orang
2.2.2 Fasilitas dan Sarana Tahun 2017 pengurus panti berjumlah 13 orang yang terdiri dari 6 orang pegawai tetap dan 7 orang pegawai honor/pegawai panti lepas. Mereka bertugas merawat sarana dan prasarana panti yang tersedia fasilitas Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang ini yang luas sekitar 1,5 hektar dengan ukuran panjang 150 m dan lembar 100 m. Panti Jompo Tresna Werdha Teratai KM 5 Palembang mempunyai daya tampung 100 orang dan dana penyelenggaraan di peroleh dari pemerintah dan sumbangan dari pihak atau instalansi lain (donatur). Kurangnya jumlah tenaga kesehatan (perawat) khusus yang menangani masalah kebersihan dilingkungan panti dan jumlah kamar yang tidak memadai mengakibatkan ada beberapa kamar yang tampak kurang kondusif. Sehingga menimbulkan aroma kurang enak serta menimbulkan dampak yang kurang baik untuk kesehatan para lansia di panti tersebut.
10
2.2.3 Visi dan Misi a. Visi : sehat dan mandiri di usia lanjut b. Misi: 1) Mengentaskan usia lanjut terlantar 2) Memberikan pelayaan kesehatan 3) Meningkatkan harkat martabat dan kualitas hidup usia lanjut 4) Membangun potensi dan pemberdayaan usia lanjut 5) Membangun kerja sama atau meningkatkan peran keluarga, masyarakat dan pemerintah 2.2.4 Kegiatan dan Aktivitas Lansia di Panti a. Pagi hari kegiatan lansia pada pagi hari ada beberapa lansia yang memulai aktivitas sehari-hari dengan berkebun, ada juga lansia yang beraktivitas seperti mencuci baju, menyapu, memasak dan menghidangkan makanan. b. Siang hari kegiatan para lansia setelah makan siang adalah istirahat atau tidur siang. c. Sore hari, biasanya lansia duduk santai diteras kamar masing-masing. d. Seminggu sekali setiap hari jum’at diadakan senam,pengajian dan ceramah agama yang dipimpin oleh ustad atau ustadzah untuk memperdalam pengalaman agama lansia di panti.
11
BAB III KEGIATAN PENANGANAN KASUS
3.1 Identifikasi Kasus Identifikasi kasus di dapat dari hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui metode non tes berupa observasi, wawancara serta dokumentasi. a. Observasi Menurut Rahardjo & Gudnanto (2013) menyatakan bahwa observasi dalam arti sempit merupakan pengamatan secara langsung terhadap gejala yang di teliti, sedangkan dalam arti luas observasi merupakan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang sedang diteliti. b. Wawancara Menurut Rahardjo &
Gudnanto (2013) wawancara merupakan suatu
teknik memahami konseli dengan cara melakukan komunikasi langsung (face to face relation) antara pewawancara (interviewer) dengan yang di wawancarai (interviewee) untuk memperoleh keterangan dan informasi tentang konseli. c. Dokumentasi Menurut Rahardjo & Gudnanto (2013) metode dokumentasi merupakan suatu
cara
memahami
individu
melalui
upaya
pengumpulan
data,
menganalisis dan mempelajari laporan tertulis, dan rekaman audiovisual dari suatu peristiwa yang isinya berupa penjelasan dan pemikiran yang berhubungan dengan keperluan yang dibutuhkan.
12
Dari ketiga metode yang digunakan di dapatkan identifikasi kasus sebagai berikut: Identitas Konseli 1. Nama
: “S”
2. Tempat Tanggal Lahir
: OKI, 07 September 1957
3. Umur
: 60 Tahun
4. Jenis kelamin
: Laki-Laki
5. Agama
: Islam
6. Anak ke
:3
7. Alamat
: Sekayu
8. Pendidikan
: SMP
9. Pekerjaan
: Mekanik
Keadaan Kesehatan Jompo “S” menceritakan bahwa ketika awal masuk ke panti dia tidak bisa mengerakan seluruh anggota tubuhnya menurut pengakuannya ia terkena stroke. Tetapi setelah delapan bulan tinggal di panti, kira-kira sekitar dua bulanan ini ia baru bisa mengerakan dan merasakan tubuhnya, hanya saja sekarang beliau masih mengeluhkan tangan sebelah kanannya masih seperti kesemutan. Selama konseli berada di panti, konseli mengalami sedikit kesulitan untuk menemui beliau. Dalam hal ini karena beliau sering sakit, bahkan pernah selama seminggu konseli berusaha untuk menemui beliau tetapi beliau tidak juga keluar dari kamarnya. Setelah ditanyakan kepada beliau ternyata beliau sakit, dan juga menurutnya ia tidak makan selama tiga hari karena sakitnya itu. Menurut beliau, ketika hendak berobat beliau tidak bisa memakan obat dengan dosis obat yang rendah karena menurutnya percuma minum obat dosis
13
rendah itu tidak akan bereaksi apa-apa. Keinginan beliau saat ini yaitu ingin cepat sembuh dan keluar dari panti. Keadaan Fisik 1. Warna kulit
: sawo matang
2. Berat badan
: 68
3. Tinggi badan
:165
Keadaan keluarga Jompo “S” merupakan seorang lansia yang lahir di kabupaten OKI 60 tahun lalu. Beliau merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara. Beliau sudah pernah menikah empat kali, dengan istri pertamanya yang merupakan orang asli OKI yang juga sama seperti jompo “S” beliau dikarunia empat orang anak, satu anak perempuan dan tiga orang laki-laki namun pernikahannya tidak dapat bertahan menurut pengakuannya perceraiannya dilantari karena ada ikut campur dari keluarga istri. Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan dengan beliau, jompo “S” ini mengaku ingin kembali lagi dengan istri pertamanya ini apabila keluarga istrinya yang menyebabkan perceraian itu sudah tiada, rasa ingin kembalinya ini juga didasari dari dukungan anak-anaknya agar orang tua mereka bisa rujuk lagi. Dengan istri kedua beliau mempunyai satu orang anak laki-laki kemudian setelah menikah empat tahun lamanya kembali bercerai. Menikah lagi dengan istri ketiganya, pada saat menikah dengan istri ketiganya ini istrinya tersebut sudah pernah menikah sebelumnya atau sudah janda dan selama delapan tahun menikah beliau tidak mempunyai anak, keputusan bercerai dengan istri ketiganya ini dilantari karena istrinya tersebut tidak dapat memberikannya keturunan.
14
Dan yang terakhir dengan istri yang keempat, istri keempatnya ini berasal dari daerah Sekayu, sama seperti istri ketiga istri keempatnya ini juga sudah janda satu orang anak. Selama pernikahan dengan istri ketiganya ini beliau dikaruniai tiga orang anak, dua anak perempuan dan satu orang laki-laki. Sekarang anak bungsunya yang laki-laki itu berumur 11 tahun dan sekarang duduk dikelas lima SD. Tetapi sebelum jompo “S” tinggal di panti, jompo “S” dan istrinya ini tidak tinggal bersama anak-anaknya dengan alasan mencari nafkah, pasangan suami-istri ini tinggal di Gandus sedangkan anak-anaknya tinggal bersama orang tua si istri atau tinggal bersama nenek mereka. Jompo “S” ini sudah mempunyai empat orang cucu, dari anak pertamanya ia mempunyai tiga orang cucu, dari anak keduanya yang sudah menikah empat tahun lamanya sampai saat ini belum dikaruniai anak, dan terakhir dari anak ketiganya sudah mempunyai satu orang cucu. Keadaan Sosial 1. Hubungan Sosial dengan Keluarga Selama delapan bulan jompo “S” berada di panti, menurut hasil wawancara dengan teman satu kamarnya istri dan anaknya sudah pernah dua kali datang ke panti untuk menjenguk keadaan beliau dan juga sudah pernah untuk diajak pulang tetapi jompo “S” ini tidak mau ikut karena takut menyusahkan keluarganya. Menurut jompo “S” hanya pihak istri keempat dan anak-anak dari istri keempat yang tahu bahwa sekarang beliau tinggal di panti sedangkan mantan istri dan anak-anaknya dari istri terdahulu tidak tahu.
15
2. Hubungan Sosial dengan Masyarakat Sebelum jompo “S” tinggal di panti, beliau dahulu pernah masuk penjara dua kali. Menurutnya itu disebabkan karena membela temannya. 3. Hubungan Sosial dengan Lingkungan Panti Jompo Menurut hasil wawancara dan observasi yang didapat, jompo “S” ini mempunyai hubungan yang kurang baik dengan jompo lainnya dipanti bahkan bukan hanya kepada jompo lain dengan pihak panti pun ia sering mengeluhkan tentang keadaan panti. Saat awal pertama observasi praktikan berada dipanti praktikan melihat sendiri bahwa saat pengurus panti menegur jompo “S” tetapi dengan keras ia jawab. Saat melakukan wawancara dengan jompo “S” beliau mengakui bahwa beliau mempunyai musuh di panti. Kemudian saat melakukan wawancara dengan jompo lain yang satu lokal ruang dengan beliau, jompo tersebut mengatakan bahwa jompo “S” ini adalah orang yang bengis dan ingin benar sendiri. Keadaan Ekonomi Dari hasil wawancara dengan jompo “S”, beliau dahulu bekerja sebagai seorang mekanik, bahkan tidak hanya itu beliau juga sempat berdagang dengan berkeliling tempat bersama istri keempatnya tersebut. Dari apa yang beliau ceritakan keadaan ekonomi jompo “S” ini sederhana. Didapatkan pula dari wawancara terhadap praktikan lain, bahwa alasan beliau bisa tinggal dipanti dikarenakan jompo “S” sudah tidak dapat bekerja lagi, kemudian istrinya menitipkan beliau untuk tinggal dipanti, dan istrinya merantau ke Jakarta untuk bekerja sebagai pengurus rumah tangga.
16
3.2 Diagnosis Menurut
Sukardi
(2010),
diagnosis
masalahnya atau mengidentifikasi masalah.
adalah
langkah
menemukan
Dalam proses penafsiran data
dalam kaitannya dengan perkiraan penyebab masalah konselor/pembimbing haruslah menentukan penyebab masalah yang paling mendekati kebenaran atau menghubungkan sebab-akibat yang paling logis dan rasional. Fungsi diagnosis disini adalah perumusan masalah dan perkiraan penyebabnya. Dari data yang terkumpul, maka dapat dikatakan bahwa masalah yang dialami oleh jompo “S” disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Jompo “S” memiliki sifat yang keras. b. Jompo “S” tidak suka diatur-atur. c. Jompo “S” orang yang suka mengeluh. d. Jompo “S” memiliki ego yang tinggi. e. Jompo “S” memiliki sifat yang tidak mudah puas. Verifikasi Kasus : 1. Jompo “S” mempunyai musuh di Panti. 2. Jompo “S” sudah menikah empat kali. 3. Jompo “S” tinggal ke panti karena diantar istri keempatnya.
3.3 Prognosis Menurut Sukardi (2010), prognosis yaitu langkah meramalkan akibat yang mungkin timbul dari masalah itu dan menunjukan perbuatan-perbuatan yang dapat dipilih. Atau dengan kata lain prognosis adalah suatu langkah mengenai alternatif bantuan yang dapat atau mungkin diberikan kepada konseli sesuai
17
dengan masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditemukan dalam rangka diagnosis. Berdasarkan
hasil
diagnosis
yang
dilakukan,
dapat
dikatakan
permasalahan yang dihadapi oleh konseli akan dapat berakibat tidak baik bagi konseli itu sendiri maupun lingkungan yang berada disekitarnya. Namun permasalahan itu masih memungkinkan untuk diatasi dengan melalui layanan bimbingan dan konseling dengan menggunakan pendekatan. Praktikan
dapat
menyimpulkan
bahwa
jompo
“S”
tidak
dapat
bersosialisasi dengan baik di lingkungannya sehingga menyebabkannya tidak nyaman tinggal di panti. Adapun bantuan yang dapat diberikan kepada jompo “S” yaitu sebagai berikut : 1. Memberikan semangat dan dorongan kepada jompo “S” akan perlunya bersyukur dalam menjalani hidup. 2. Memberikan pemahaman kepada jompo “S” tentang masalah yang sedang dihadapinya. 3. Memberikan pengarahan untuk bisa saling menghargai sesama jompo di panti 4. Memberikan penjelasan bahwa manusia ini adalah makhluk sosial. Oleh karena itu dalam hidup ini kita selalu terikat dengan orang lain, maka dari itu kita harus berusaha untuk bersikap baik dengan sesama.
3.4 Terapi Menurut Sukardi (2010), langkah ini merupakan pemeliharaan yang berupa inti pelaksanaan konseling yang meliputi berbagai bentuk usaha, yaitu : menciptakan hubungan yang baik antara konselor dan klien, menafsirkan data,
18
memberikan berbagai informasi, serta merencanakan berbagai bentuk kegiatan bersama klien. Terapi
yang
digunakan
dalam
bimbingan
dan
konseling
yaitu
menggunakan teknik sebagai berikut : 1. Teknik Bimbingan Pribadi : pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya, pemantapan kemampuan mengambil keputusan dan pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambil. 2. Teknik bimbingan sosial : pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan
sosial,
pemantapan
kemampuan
menerima
dan
menyampaikan pendapat serta argumentasi dengan baik. Adapun tahap-tahap dalam memberikan layanan yaitu sebagai berikut : 1.
Tahap Eksplorasi Pada tahap ini berusaha untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman jompo “S”. a. Eksplorasi perasaan pada tahap ini seorang konselor berusaha untuk dapat menggali perasaan jompo “S” yang sedang ia rasakan. Konselor : Bagaimana perasaan kakek selama tinggal di panti ini ? Konseli
: ya nyaman tidak nyaman dibuat nyaman saja.
b. Eksplorasi pikiran pada tahap ini konselor berusaha untuk menggali tentang Ide, pemikiran dan pendapat jompo “S”. Konselor : mengapa kakek bisa berpikir seperti itu ?
19
c. Eksplorasi pengalaman keterampilan dan pengalaman-pengalaman yang akan digali oleh konselor untuk menjadi suatu pelajaran yang berarti bagi jompo “S”. 2.
Tahap Personalisasi Personalisasi adalah dimensi yang lebih kritikal bagi perubahan klien. Dikatakan kritikal, karena ia menekankan tanggung jawab klien akan masalah-masalahnya,
dan
mencakup
arah
dibalik
materi
yang
diekspresikannya. Tahap personalisasi dibagi 3, yaitu: a. Personalisasi makna Personalisasi makna adalah langkah pertama kearah memudahkan pemahaman konseli akan dimana dirinya berada dalam hubungan dengan keinginan atau kebutuhannya. Konselor mempribadikan makna, saat ia menghubungkan makna secara langsung dari pengalamanpengalaman konseli. b. Personalisasi masalah Personalisasi masalah-masalah adalah peralihan yang kritikal kearah langkah tindakan. Ia merupakan peralihan dari masalah-masalah yang diperoleh dari tujuan-tujuan. Kemudian dari tujuan-tujuan kita peroleh program-program tindakan. Pernyataan yang saya ajukan : “Anda merasa sedih karena situasi yang anda hadapi sekarang.” c. Personalisasi tujuan Personalisasi tujuan-tujuan meliputi penetapan keinginan klien dalam kaitannya dengan tempat dirinya berada. Pernyataan yang saya ajukan : “ jadi, tujuan kakek untuk saat ini apa? Kakek mau hubungan kakek baik-baik saja ?”
20
3.
Tahap Mengembangkan Inisiatif/Mengarahkan Yaitu teknik untuk mengajak mengarahkan konseli melakukan sesuatu.
4.
Tahap Pengambilan Keputusan dan Pengakhiran Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu : a) Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling b) Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera) Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu : a) Menurunnya kecemasan konseli b) Perubahan perilaku konseli kearah yang lebih positif, sehat dan dinamis. c) Pemahaman baru dari konseli tentang masalah yang dihadapinya d) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
3.5 Evaluasi dan Tindak Lnjut 3.5.1
Evaluasi Setelah
jompo
“S”
memberikan tethanya
Bimbingan memberikan
dan
dalam
pengertian,
proses
konseling
gambaran
dan
keputusan tetap berada ditangan si konseli sepenuhnya, ditambah faktor-faktor yang sangat mendukung pada konseli untuk tetap dengan pendiriannya 3.5.2 Tindak Lanjut Menurut Sukardi (2010), langkah follow-up atau tindak lanjut merupakan suatu langkah penentuan efektif tidaknya suatu usaha konseling yang telah
21
dilaksanakannya. Setelah dievaluasi sepertinya hubungan jompo “S” dengan lingkungan dengan sekitarnya tersebut masih tetap saja masih kurang baik hal tersebut karena ego jompo “S” yang tinggi. Dalam hal ini penyuluh hanya memberikan pemahaman dan keputusan sepenuhnya berada ditangan konseli.
22
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari hasil praktik BK Luar Sekolah yang telah dilaksanakan di Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang yang mulai dilakukan dari tanggal 09 November-19 Desember 2017 maka di peroleh informasi Panti Sosial Tresna Werdha Teratai KM 5 Palembang didirikan sejak tahun 1970 dan mulai dihuni pada tahun 1971 dengan penghuni pertama sebanyak 15 orang yang terdiri dari 9 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Panti yang menempati area seluas ± 1,5 Ha ini berada pada lokasi yang mudah dijangkau dan tidak jauh dari pusat kota yaitu berlokasi di Jalan Sosial No.796 RT.16 RW.03 Kelurahan Sukabangun Kecamatan Sukarami Kota Palembang. Letak panti ini cukup strategis dan jauh dari keramaian kota. Pertama kali panti ini bernama Werdha Teratai, kemudian pada tahun 1982 dengan surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Provinsi Sumatera Selatan tanggal 5 November 1982 Nomor 703/KPTS/XIII/28 berubah nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial Kota Palembang, bertugas memberikan bantuan dan penyantunan terhadap
para lanjut usia atau jompo yang kondisi fisik dan
ekonominya lemah. Pemberian bantuan in berupa : Pelayanan dan Peliharaan, Pembinaan Kerohanian dan Pelayanan yang bersifat rekreatif. Sekarang jumlah penghuni yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang berjumlah 73 orang, 28 orang laki-laki dan 45 orang perempuan. Dari 73 orang tersebut, praktikan mendapatkan satu orang jompo untuk dijadikan studi kasus yaitu jompo “S”.
23
4.2 Saran Setelah melakukan praktik bimbingan dan konseling luar sekolah (BKLS) di Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang dari tanggal 09 November19 Desember 2017, adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu sebagai berikut : 1. Kepada
mahasiswa
praktikan.
Hendaknya
mahasiswa
praktikan
melakukan mempersiapkan diri terlebih dahulu sehingga saat dilapangan lebih siap lagi. 2. Kepada penghuni panti. Hendaknya lebih menperkuat sisi spiritual.
24
BAB V REFERENSI YANG DIGUNAKAN
Rahardjo, S dan Gudnanto. 2013. Pemahaman Individu : Teknik Nontes. Jakarta: Kencana Sukardi, Dewa Ketut. 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Prayitno dan Erman Amti. 2013. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta Munawwaroh,
Z.
2015.
Laporan
Panti
Wreda.
[Online]:
zakiyahidayah.blogspot.co.id/2015/11/laporan-panti-wreda.html?m=1 Diakses 16 Desember 2017
25