BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sepsis merupakan suatu Systemic Inflammation Respon Syndrome (SIRS)
yang terjadi karena adanya suatu infeksi. Sedangkan urosepsis didefinisikan sebagai sepsis (sindrom septikemia) yang disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran kemih. Urosepsis merupakan bagian dari sepsis yang tingkat keparahannya tergantung pada respon host.1 Penelitian pada rumah sakit di Amerika setiap tahun lebih dari 700.000 pasien sepsis dengan angka kematian mencapai 35-45%. Mortalitas urosepsis mencapai 20-49% bila disertai dengan syok. Menurut Surviving Sepsis, kematian sepsis pada ICU sebesar 31,1%, dan kematian sepsis yang terjadi di rumah sakit sebesar 39,8%.2 Pasien yang lebih rentan mengalami urosepsis yaitu pasien usia lanjut, penderita diabetes, pasien immunosupresif (penerima transplantasi ginjal), pasien kemoterapi kanker, dan AIDS. Mikroorganisme penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman koliform gram negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella (15%), Enterobacter (15%), Pseudomonas aeruginosa (5%), dan Bakteri gram positif, tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%. Gejala klinik pada pasien urosepsis antara lain: demam, menggigil, takipnea, takikardi, terdapat bakteri di dalam urin dan darah (bakterimia).1 Pada umumnya terapi yang digunakan untuk pengobatan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida (gentamicin, tobramycin atau amikacin), golongan ampicilin (yang dikombinasikan dengan clavulanat acid atau sulbactam), sefalosporin generasi ketiga, dan golongan flourokuinolon . Tujuan pemberian antibiotika secara empirik adalah eradikasi atau penghambatan dari pertumbuhan bakteri yang diduga sebagai penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil dari pemeriksaan mikrobiologi.1 Pemilihan
antibiotika
secara
rasional
diharapkan
dapat
memberikan dampak positif antara lain: mengurangi morbiditas, kerugian ekonomi, 1
dan mengurangi kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotika. Dalam berbagai studi ditemukan bahwa sekitar 40 - 62% antibiotika digunakan secara tidak tepat untuk penyakit-penyakit yang tidak memerlukan antibiotika. Intensitas penggunaan antibiotika yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotika. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotika di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30 - 80% tidak didasarkan pada prinsip penggunaan antibiotika untuk terapi secara profilaksis, empiris, dan definitif.1 Dalam bebarapa tahun terakhir insidensi sepsis meningat 8,7% per tahun. Infeksi traktus urinarius dapat bermanifestasi sebagai bakteriuria dengan gejala yang terbatas, sepsis, sepsis berat, tergantung pada lokasi dan penyebaran sistemik. Sepsis berat merupakan keadan yang berat dengan laporan mortalitas berkisar 20-42 %. Angka kematian itu turun karena diduga pengingkatan manajemen pasien yang bagus. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis referat mengenai urosepsis.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal dari saluran kemih. Infeksi traktus urinarius dapat bermanifestasi sebagai bakteriuria dengan gejala klinik yang terbatas, sepsis atau sepsis berat, tergantung dari lokasi atau penyebaran sistemik. Sepsis didiagnosis jika infeksi disertai oleh tanda-tanda SIRS ( Systemic Inflamatory Response Syndrome ) yang tandai dengan:
Demam (> 38° C) atau hipotermia (< 36 ° C)
Takikardia (> 90 denyut / menit pada pasien bukan pada beta - blocker)
Takipnea (pernapasan > 20/min atau PaCO2 < 4.3kPa atau persyaratan untuk ventilasi mekanik)
Hitung sel darah putih > 12.000 sel/mm3, < 4000 sel/mm3 atau 10% yang dalam bentuk belum matang (Band)
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran nafas atas yang terjadi pada populasi dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 tahun dan 2.5-11% pada pria di atas 65 tahun. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial tersering yang mencapai kira-kira 40-60%.4,6 Urinary Tract Infection (UTI) atau lebih dikenal Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan masalah yang banyak dijumpai dalam praktek klinis. Menurut saluran yang terkena maka ISK dapat dibedakan menjadi bagian atas (pielonefritis) dan bagian bawah (sisititis, prostatitis, uretritis) (Tisher danWilcox, 1997).Dari segi klinis ISK dibagi menjadi ; 1. Infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi (simple / uncomplicated urinary tract infection) yaitu bila tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih 2. Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection) yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai penyulit ISK dan kelainan struktural maupun fungsional yang merubah aliran urin, seperti: 3
a. Obstruksi saluran urin a. Anomali konginetal b. Batu saluran kemih c. Oklusi ureter d. Kista ginjal e. Abses ginjal b. Tumor ginjal c. Refluks vesikouretral d. Penderita gangguan fungsi dan struktur ginjal a. Residu urin dalam kandung kemih b. Neurogenic bladder c. Striktur uretra Penyakit dengan pembesaran prostate Wanita lebih beresiko terkena infeksi saluran kemih daripada laki-lakikarena pada wanita panjang uretranya lebih pendek dibandingkan laki-laki. Pada wanita panjang uretra 1,5 inci dan pada laki-laki panjang uretra 8 inchi. Sampai saat ini belum adanya klasifikasi dan standarisasi penatalaksanaan infeksi saluran kemih dan genitalia pria di Indonesia. Penatalaksanaan infeksi berkaitan dengan pemberian antibiotika. Penggunaan antibiotika yang rasional dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi kuman.6 Oleh karena itu Ikatan Ahli Urologi Indonesia membuat suatu Panduan Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria. Panduan ini merujuk panduan yang sudah dibuat oleh EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of America). 2.2 EPIDEMIOLOGI Urosepsis menyumbang sekitar 25% dari semua kasus sepsis dan dapat berkembang dari suatu infeksi saluran kemih komunitas atau nosokomial. Septicaemia terjadi pada sekitar 1,5% dari pria mengalami TURP. Penelitian di rumah sakit di Amerika Serikat selama kurun waktu antara 19792000 menunjukkan bahwa insidens sepsis menunjukkan peningkatan rata-rata 8,7% setiap tahunnya. Insiden laki-laki lebih banyak mengalami sepsis dibandingkan wanita. Sebagian besar kematian disebabkan karena disfungsi organ multiple. Dikatakan bahwa jika tidak disertai dengan komplikasi disfungsi organ, hanya 15% pasien sepsis yang meninggal, sedangkan jika diikuti dengan disfungsi organ multiple 4
angka kematian meningkat menjadi 70%. Penyebab terbanyak urosepsis ini adalah golongan bakteri gram negative. Urosepsis sama dengan tipe sepsis lainnya dimana berat ringannya sepsis tergantung pada respon host. Pasien yang mudah terkena urosepsis adalah :6
Pasien usia tua
Pasien diabetes
Pasien dengan imunokompromise
Resepien tranplantasi organ
Pasien kanker yang medapatkan kemoterapi atau kprtikosteroid
Pasien dengam acquired immunodeficiensy syndrome
Urosepsis juga dipengaruhi oleh faktor lokal seperti, obstruksi pada traktus urinarius, penyakit neurogenic bladder, atau pemeriksaan dengan endoskopi. Bakteremia simtomatik yang menyebabkan syok dan kematian akibat bakteri berasal dari traktus urinarius yang merupakan komplikasi dari ISK.
Bakteremia : Bakteri terdapat dalam darah yang dikonfirmasi dengan kultur, dapat bersifat sementara.
Septikemia : Sama seperti bakteraemia, tetapi menunjukkan kondisi yang lebih berat. Bukti klinis infeksi ditambah bukti respon sistemik terhadap infeksi. Respon sistemik ini dapat bermanifestasi 2 atau lebih kondisi berikut : Temperatur > 38°C atau < 36°C Denyut nadi > 90 kali / min Frekuensi pernafasan > 20 kali /min or PaCO2 < 32 mmHg (< 4.3 kPa) Leukosit > 12,000 sel/mm3, < 4,000 sel/mm3 atau 10% bentuk imatur (batang).
Sepsis syndrome Infeksi ditambah bukti gangguan perfusi organ berupa: hipoksemia; peningkatan laktat; oliguria; gangguan kondisi mental. 5
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang cukup
dan masih tetap terdapat gangguan perfusi berupa asidosis laktat,
oliguria dan gangguan mental akut. Pasien dengan obat inotropik dan vasopressor dapat tidak memberikan gambaran hipotensi saat terjadi gangguan perfusi.
Refractory septic shock Syok septik yang berlangsung > 1 jam dan tidak respon terhadap pemberian cairan atau intervensi farmakologi.
Systemic inflammatory response syndrome Respon terhadap berbagai jenis gangguan klinis, dapat berupa infeksi atau non infeksi (seperti luka bakar atau pankreatitis).
2.3 FAKTOR RESIKO Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.7 Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan sepsis: Obstruksi
Kongenital:
striktur
uretra,
fimosis,
ureterokel,
policystic kidney disease Didapat: hipertrofi prostat, tumor traktus urinarius, Instrumentasi
trauma, kehamilan, radioterapi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube, prosedur
Impaired voiding Abnormalitas metabolik Imunodefisiensi
urologik. Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral Nefrokalsinosis, diabetes Pasien dengan obat-obatan imunosupresif, neutropenia.
2.4 ETIOLOGI 6
Organisme penyebab pada urosepsis : 1.
Bakteri Gram Negatif: Eschericia coli 52% , Enterobacterriaceae 22% Pseudomonas aeruginosa 4%
2.
Bakteri Gram Positif: Enterococci ( Streptococcus faecalis ) 5% Staphylococcus aureus 10%
3.
Nosokomial urosepsis (multidrug resistant) 1%. Dalam studi klasik sindrom sepsis dan syok septik, bakteri gram negatif
organisme dominan terisolasi di 30 % sampai 80 % kasus dan bakteri gram positif pada 5% sampai 24%. Meskipun E. coli adalah organisme yang paling umum menyebabkan bakteremia gram negatif , banyak infeksi nosokomial terkait kateter disebabkan oleh organisme gram negatif multidrug resisten : P. aeruginosa, Proteus, dan Serratia. Acinetobacter dan Enterobacter juga muncul patogen nosokomial penting.4 Dalam serangkaian besar, E. coli menyebabkan sekitar sepertiga dari kasus, family Klebsiella-Enterobacter–Serratia sekitar 20 % dan Pseudomonas, Proteus, dan spesies anaerobik, sekitar 10 % masing-masing. Organisme anaerobik dapat menyebabkan bakteremia ketika sumber adalah abses intra-abdominal pasca operasi atau biopsi prostat transrectal . Studi baru-baru ini menunjukkan kejadian sepsis yang disebabkan oleh kedua gram positive organisme bakteri dan jamur meningkat dan memperkuat cakupan kebutuhan awal spektrum luas antimikroba.4 Di rumah sakit , penyebab paling umum adalah:
Manipulasi kateter urin
Bedah urogenital ( terutama endoscopic: TURP , TURBT , ureteroscopy , PCNL ) , dan
Obstruksi saluran kemih ( terutama yang disebabkan oleh batu yang menghalangi ureter ) . 7
2.5 PATOFISIOLOGI Patogenesis dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri kedalam sirkulasi darah. Dengan adanya endotoksin tersebut memacu terjadinya rangkaian septic cascade. Keadaan ini menimbulkan sindroma respon inflamasi sistemik atau systemic inflammation response syndrome. Dikatakan SIRS jika terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria berikut:7 1. Suhu tubuh > 380C atau <360C 2. Denyut nadi > 90 3. Frekuensi nafas >20 atau PaCO2 <32 4. Leukosit darah >12000 atau <4000/dL atau >10% bentuk leukosit muda Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang kemudian akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut: Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).7 Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.7 Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.7 Dikatakan sepsis jika didapatkan SIRS dengan tanda infeksi dan sepsis berat jika disertai dengan hipotensi (sistole <90mmHg), atau terdapat disfungsi organ, atau 8
hipoperfusi (terdapat salah satu kondisi berikut, yaitu hipoksemia, peningkatan asam laktat, atau oliguria). Derajat sepsis paling berat adalah syok septic yaitu sepsis yang disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi.7 Adapun proses sepsis adalah sebagai berikut: 1. Respon kekebalan pada sepsis : Pasien dengan sepsis menderita awalnya dari respon imun yang berlebihan , yang mengarah kemudian dalam perjalanan dari sepsis ke status imunosupresi . Salah satu alasan untuk transisi dari hyperinflammation ke imunosupresi adalah kelelahan sitokin proinflamasi , apoptosis limfosit dan pembentukan anergi.4,7 2. Hyperinflammation karena sepsis : Kehadiran bakteri menginduksi reaksi kekebalan yang berlebihan yang merusak organisme pasien . Meskipun sitokin yang bertanggung jawab dalam respon imun yang dikenal dalam bagian ( TNF - α , interleukin 1 dan 2 , interferon - γ ) , studi klinis dengan memblokir sitokin ini tidak meningkatkan prognosis.4,7 3. Imunosupresi akibat sepsis : Fitur berikut adalah karakteristik untuk imunosupresi : kurangnya tertunda reaksi hipersensitivitas , gangguan kemampuan untuk menghilangkan infeksi dan kerentanan terhadap infeksi nosokomial . Imunosupresi ini disertai dengan sekresi penurunan sitokin proinflamasi dalam menanggapi antigen bakteri ( lihat di atas ) . Selain itu , sitokin anti - inflamasi meningkat terdeteksi ( interleukin 4 dan 10 ) . Stimulasi respon imun dengan interferon - γ mengarah ke perbaikan prognosis . Tanda-tanda imunosupresi pada sepsis berkorelasi dengan prognosis buruk .7 4. Anergi karena sepsis : Anergi adalah keadaan sistem kekebalan tubuh tidak menanggapi rangsangan imunogenik . Anergi dipicu oleh misalnya apoptosis limfosit.7 5. Faktor risiko genetik : Serangkaian perubahan genetik ( mutasi , polimorfisme ) telah diidentifikasi dalam konteks peningkatan kematian karena penyakit infeksi dan sepsis.7 6. Mekanisme seluler disfungsi organ dengan sepsis : Studi otopsi tidak dapat mengidentifikasi perubahan signifikan dalam sel-sel ginjal , sel-sel otot jantung atau sel-sel hati , yang dapat menjelaskan disfungsi organ berat yang bertanggung jawab atas kematian . Fenomena penurunan fungsi sel disebabkan
9
oleh sitokin dan metabolit dari sepsis . Fungsi organ dapat pulih untuk sebagian besar setelah kelangsungan hidup sepsis.7 2.6 GEJALA KLINIS Gejala klinis yang disampaikan pasien urosepsis tergantung pada kelainan organ genitalia yang menjadi sumber infeksi dan sampai seberapa jauh proses sepsis telah berlangsung. Pada hasil anamnesis, pasien dengan urosepsis akan mengeluh adanya demam, panas badan dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Namun hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi urologik.4 Pada pemeriksaan fisik penemuan yang didapatkan sangat bervariasi berupa takipneu, takikardi, dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat antara 38-400 C. Urosepsis banyak gejala yang sama seperti jenis lain sepsis, termasuk detak jantung yang cepat, napas cepat, denyut nadi lemah, berkeringat banyak, kecemasan yang tidak biasa, perubahan status mental atau tingkat kesadaran, dan penurunan atau output urin absen saham. Sebelum perkembangan gejala ini, Anda mungkin mengalami gejala infeksi saluran kemih. Gejala umum dari infeksi saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih bervariasi dari individu ke individu.Gejala infeksi saluran kemih yang umum termasuk: •
Nyeri perut, panggul atau punggung atau kram
•
Urin berdarah atau merah muda (hematuria)
•
Sulit atau buang air kecil sakit, atau rasa panas saat kencing (disuria)
•
Demam dan menggigil
•
Urin yang berbau busuk
•
Sering buang air kecil 10
•
Nyeri selama hubungan seksual
•
Mendesak kebutuhan untuk buang air kecil Pasien urosepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa
gangguan beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat. Tabel 1. Definisi Sepsis Keadaan Kriteria SIRS (Systemic Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria dibawah ini : 1. suhu tubuh > 38 ° C atau <> Inflammatory 2. Denyut nadi > 90 x/’ Respond 3. Frekuensi nafas > 20 x/’ atau PaCO2 <> 4. Leukosit > 12000/mm3 atau <4000/mm3 atau lekosit muda > Syndrome) 10% MODS (Multiple SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat Organ
dipertahankan tanpa adanya intervensi
Dysfunction Sydrome) Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi Sepsis Berat Sepsis disertai dengan hipotensi Syok Septik Sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi Dikutip dari : concencus Conference Criteria Defining Sepsis. Klasifikasi sindrom sepsis berbagai tingkat kriteria :8 1. Kriteria I: Bukti bakteremia atau kecurigaan klinis sepsis . 2. Kriteria II : Sistemik Inflamasi Response Syndrome ( SIRS ) Suhu tubuh ≥ 38 ° C atau ≤ 36 ° C Takikardia ≥ 90 denyut min Takipnea ≥ 20 napas min Pernapasan alcalosis PaCO2 ≤ 32 mm Hg Leukosit ≥ 12 000 uL atau ≤ 4000 uL atau Bentuk band > 10% 3. Kriteria III : Multiple Organ Dysfunction Syndrome ( MODS ) a. Jantung, sirkulasi Tekanan darah arteri sistolik ≤ 90 mmHg atau Mean arterial blood pressure ≤ 70 mm Hg , ≥1 jam meskipun telah diberikan resusitasi cairan atau vasopressure yang memadai b. Ginjal Produksi Ginjal urin < 0,5 mL kg berat badan / jam meskipun cairan yang cukup resusitasi 11
c. Paru PaO2 ≤ 75 mm Hg ( ruang bernapas udara) atau PaO2/FiO2 ≤ 250 ( bantuan pernafasan ) [ ( PaO2 , arteri tekanan parsial O2 ; FiO2 , konsentrasi inspirasi O2 ) ] d. Trombosit Trombosit < 80 000 uL - atau penurunan ≥ 50 % dalam 3 hari . e. Metabolik Asidosis - Darah - pH ≤ 7,30 atau base excess≥ 5 mmol L - Plasma laktat ≥ 1,5 kali lipat dari normal. f. Ensefalopati Somnolen , agitasi , kebingungan, koma . Kriteria sindrom sepsis diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan : 1. Sepsis : Kriteria I + ≥ 2 kriteria II . Terkait Letahlity: 2 kriteria II - 7 % , 3 kriteria II - 10 % ; 4 kriteria II - 17 % . 2. Sepsis berat : Kriteria I + ≥ 2 kriteria II + ≥ 1 kriteria III . Terkait Lethality : Untuk setiap organ yang terkena : + 15 - 20% . 3. Syok septik : Kriteria I + ≥ 2 kriteria II + arteri refraktori hipotensi ≤ 90 mmHg . Terkait Letahlity: 50-80%. 2.7 DIAGNOSIS Diagnosis pada urosepsis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada pasien dengan urosepsis dilakukan untuk mengetahui adanya riwayat infeksi saluran kemih. Selain adanya infeksi, juga terkait dengan penggunaan antibiotik, tindakan pada traktus genitourinaria, dan pemakaian kateter. Dalam mengevaluasi urosepsis perlu dicari kriteria sepsis dan tanda dan gejala dari adanya infeksi yaitu demam, badan menggigil dengan didahului atau disertai tanda obstruksi saluran kemih seperti nyeri pinggang dan kaku, nyeri saat berkemih, sulit berkemih, nyeri pada prostat atau skrotum. Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan bervariasi berupa takipneu, takikardi, tekanan darah masih normal pada kondisi awal, nadi meningkat, suhu badan 38-40oC . Pada pasien pria, colok dubur perlu ditambahkan dalam pemeriksaan untuk melihat adanya massa dan konsistensi dari prostat dan palpasi pada testis jka curiga adanya infeksi.6
12
Secara umum dikatakan urosepsis merupakan komplikasi dari beberapa situasi antara lain: 1. 2. 3. 4.
Tindakan instrumentasi pada traktus genitourinaria Abses renal Pielonefritis akut Infeksi akibat obstruksi saluran kemih atau pasien dengan gangguan
kekebalan imunitas 5. Bakteriuri akibat pemasangan kateter pada obstruksi dan pasien dengan gangguan kekebalan imunitas. Untuk menegakkan diagnosis suatu urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang beredar di dalam darah sama dengan bakteri yang ada di dalam saluran kemih sehingga perlu dilakukan pemeriksaan :3 a. Kultur Darah Pemberian antibiotic sebaiknya dilakukan setelah gambaran dari hasil kultur darah telah selesai. Hanya 30% hasil kultur darah yang postif pada pasien curiga urosepsis.6 b. Kultur Urin Pemeriksaan urin atau kultur urin dilakukan pada pasien urosepsis sebelum dilakukan pemberian antibiotic dimulai. Pada pasien urosepsis juga dilakukan pemeriksaan untuk mencari sumber infeksi dan akibat dari kelainan yang ditimbulkan pada berbagai organ. Pemeriksaan penunjang yang lain seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang lainya. Pada pemeriksaan radiologi , USG merupakan metode pilihan pertama karena mendeteksi secara cepat dan banyak tersedia, seperti adanya hidronefrosis, abses renal, abses prostat. Selain dengan USG juga bisa dilakukan dengan CT scan sehingga adanya abnormalitas yang menyebabkan urosepsis dapat diidentifikasi dengan sensitivitas tinggi. 2.8 PENATALAKSANAAN Terapi awal yang harus diberikan kepada pasien dengan urosepsis harus memperhatikan primary survey terlebih dahulu (airway, breathing, circulation) untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan mencapai tujuan awal dari terapi sepsis. Pada 13
awal penatalaksanaan bisa diberikan oksigen masker dan mengecek saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximetry, lalu dipasang kateter intravena dengan jarum ukuran besar disertai dengan resusitasi cairan menggunakan kristaloid, pemberikan kateter urin ditujukan untuk memonitor pengeluaran urin pada pasien.9 Penanganan urosepsis harus dilakukan secara komprehensif dan ditunjukkan terhadap (1) penanganan infeksi yang meliputi eradikasi kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi, (2) akibat lanjut dari infeksi, yaitu SIRS, syok sepsis, atau disfungsi multiorgan, dan toksin atau mediator yang dikeluarkan oleh bakteri.3 Sebelum pemberian antibiotika, terlebih dahulu diambil contoh urine dan contoh darah untuk pemeriksaan kultur guna mengetahui jenis kuman penyebab urosepsis, hal ini bermanfaat jika pemberian antibiotika secara empirik tidak berhasil. Secara empirik diberikan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri gram negatif, yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin), golongan ampisillin (yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam), cephalosporin generasi ketiga, atau golongan fluoroquinolon. Pada pemberian aminoglikosida harus diperhatikan keadaan faal ginjal, karena golongan obat ini bersifat nefrotoksik. Selain itu pada urosepsis tidak jarang menimbulkan penyulit gagal ginjal, sehingga pemberian aminoglikosida perlu dilakukan penyesuaian dosis. Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan cara menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat.9 Pada awal penangangan satu jam pertama, terapi suportif dengan stabilisasi tekanan darah dan mempertahankan perfusi organ ke jaringan sangat dibutuhkan. Penanganan awal untuk kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit merupakan aspek yang penting pada pasien dengan sepsis, terlebih jika pasien sudah mencapai tahap syok sepsis. Jenis terapi supoprtif yang diberikan tergantung pada organ yang mengalami
gangguan serta keadaan klinis pasien. Kematian akibat sepsis biasanya disebabkan karena kegagalan dalam memberikan terapi suportif terhadap disfungsi multiorgan. Disfungsi organ yang paling sering menyebabkan kematian adalah gagal napas (18%) dan gagal ginjal (15%) sedangkan sisanya adalah kegagalan pada system 14
kardiovaskular, hematologi, metabolism dan neurologi. Harapan yang dicapai pada manajemen sepsis 6 jam I adalah: CVP 8-12 mmHg MAP ≥ 65 mmHg Keluaran urin ≥ 0,5 ml/kg per jam Saturasi oksigen pada vena cava superior 70% atau saturasi oksigen di vena 65%.
15
Berikut terapi suportif pada urosepsis :3
GANGG
TNDAKAN SPESIFIK
UAN ORGAN 16
Hemodin amik (syok)
Ekspansi cairan dengan kristaloid (RL) 1000 mL dalam 15-20 menit dengan monitor tekanan vena sentral (CVP). Jika CVP < 14 cm H2O infus diteruskan
dengan
dosis
pemeliharaan:
20-30
tetes/menit. Pemberian obat vasoaktif (Dopamin) dititrasi mulai dosis 2-5 ug/kg/menit dengan monitor Ginjal
tekanan darah dan produksi urine. Jika hidrasi cukup tetapi produksi urin masih kurang diberikan monitol i.v 12,5 g dalam 5 menit atau Furosemid 240 mg hingga produksi urine 30-40 mL/jam.
Gagal jantung Paruparu
Hemodialysis jika diperlukan. Kalau perlu digitalisasi (oleh Sp. JP) Bebaskan airway, diberikan ventilasi dengan O2 508 L/menit, keseimbangan asam basa dan elektrolit PaO2 dipertahankan 70-9- mmHg dan
Ganggua n
PaCO2 3-40 mmHg Pemberian dextran sebanyak 1-2 unit akan
system meningkatkan volume intravaskuler dan menurunkan
pembekuan (DIC)
viskositas darah. Perlu
dipertimbangkan
untuk
pemberian
heparin i.v 1000-2000 U/4-6 jam Kesemba Koreksi asam basa dan elektrolit ngan
asam-
basa/elektrolit Dikutip dari: Monagement of Septic Shock dalam Compbell's urology, Ed 7, holoman 587.
17
Terapi antibiotik merupakan bagian terpenting dalam penanganan sepsis. Pemberian antibiotik yang adekuat dan sedini mungkin. Pemberian ini harus diberikan setelah pengambilan spesimen urin, darah, dan sumber infeksi lainnya yang memungkinkan. Bagaimanapun, pengambilan spesimen untuk kultur tidak boleh menunda waktu pemberian antibiotik (tidak boleh lebih dari 45 menit).10
18
19
Pemberian antibiotik pada urosepsis secara empiris harus sesuai dengan bakteri patogen yang mungkin menjadi sumber infeksi dan diberikan tanpa menunda waktu (Gambar 2.3). Pemilihan antibiotik yang tidak tepat akan membuat terapi menjadi gagal dan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Sebagai tambahan, resistensi yang terjadi kepada pasien harus diperhatikan.11 Selanjutnya, identifikasi sumber infeksi harus dimulai pada jam pertama setelah pasien terdiagnosis urosepsis, sehingga dalam enam jam berikutnya, diharapkan sumber infeksi telah dapat dikontrol meskipun belum dapat dieradikasi sepenuhnya. Riwayat pasien dengan penyakit yang berhubungan dengan traktus urogenitalia juga harus ditanyakan seperti pasien yang dengan batu saluran kemih, atau pasien dengan tindakan intervensi urologi sebelumnya. Selain itu, pada pasien dengan penggunaan kateter juga wajib dicurigai bahwa itu bisa menjadi salah satu tempat terjadinya infeksi. Pada obstruksi di ginjal, dapat dihilangkan dengan cara nefrostomi atau pemasangan stent per ureteral, namun jika terdapat abses pada ginjal, pilihan nefrostomi dengan drainase abses lebih direkomendasikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dreger dkk, intervensi dengan minimal invasif seperti pemasangan dj stent atau nefrostomi perkutan untuk menghilangkan faktor infeksi dapat menurunkan angka mortalitas dari urosepsis.6 2.9 PENCEGAHAN Strategi utama untuk mencegah urosepsis dengan identifikasi dan mengoreksi kelainan genitourinaria yang mendasari adanya infeksi. Apabila koreksi tidak mungkin, pasien dengan kelainan persisten tetap berisiko untuk infeksi berulang dan urosepsis. Penggunaan profilaksis jangka
panjang secara rutin dianjurkan untuk
mencegah infeksi saluran kemih. Pengguanaan kateter sebaiknya digunakan jika ada indikasi dan pemasangannya sebaiknya dengan teknik aseptik yang steril.
2.10 KOMPLIKASI 20
Tidak semua pasien dengan urosepsis dapat terkena beberapa komplikasi yang ada, berhubungan dengan seberapa kuat dan efektifnya terapi yang dilakukan. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien urosepsis:
Abses ginjal Abses prostat Gagal organ Kerusakan ginjal Timbulnya skar pada saluran kemih Syok septik
Sehingga penanganan pada pasien dengan urosepsis harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
BAB III KESIMPULAN 21
Sepsis merupakan suatu Systemic Inflammation Respon Syndrome (SIRS) yang terjadi karena adanya suatu infeksi. Sedangkan urosepsis didefinisikan sebagai sepsis (sindrom septikemia) yang disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran kemih. Urosepsis merupakan bagian dari sepsis yang tingkat keparahannya tergantung pada respon host. Urosepsis menyumbang sekitar 25% dari semua kasus sepsis dan dapat berkembang dari suatu infeksi saluran kemih komunitas atau nosokomial. Dalam studi klasik sindrom sepsis dan syok septik, bakteri gram negatif organisme dominan terisolasi di 30 % sampai 80 % kasus dan bakteri gram positif pada 5% sampai 24%. Diagnosis pada penyakit di bidang urologi seperti obstruksi saluran kemih atau adanya batu saluran kemih harus diketahui sejak awal untuk mencegah terjadinya urosepsis. Penegakan diagnosis urosepsis dimuali dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Salah satunya adalah kultur urin dan kultur darah yang dapat membantu dalam menentukan terapi urosepsis pada pasien tersebut. Target awal pada jam pertama pada urosepsis meliputi terapi suportif dengan stabilisasi tekanan darah, mempertahankan perfusi organ ke jaringan, dan pemberian terapi yang adekuat dan pemberian antibiotik pada jam pertama tanpa menunggu hasil kultur harus terpenuhi. Pengendalian sumber infeksi untuk mencegah infeksi lebih lanjut seperti menghilangkan obstruksi pada traktus urogenitalia dan pelepasan kateter yang terpasang lama juga merupakan tatalaksana lebih lanjut dari urosepsis.
DAFTAR PUSTAKA 22
1. Kalra OP, Raizada A. 2009. Approach to a Patent with Urosepsis. Journal of Global Infectious Disease. Jan-Jun; 1(1): 57–63. 2. Wagenlehner FME et all. 2008. Therapeutic challenges of urospsis. European Journal of Clinical Investigation. 38 (S2): 45–49. 3. Purnomo B. 2012. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Sagung Seto. pp.79-85. 4. Dreger NM et all. 2015. Urosepsis: Etiology, Diagnosis, and Treatment. Continung Medical Education. 112: 837–48 5. Purnomo B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. 2011. Sagung Seto. Jakarta. 6. Dreger, Nici M., Degener, Stephan., Ahmad-Nejad, Parviz., Roth, Gabriele Wöbker Stephan. Urosepsis—Etiology, Diagnosis, and Treatment. Dtsch Arztebl Int. 2015 Dec; 112(49): 837–848. 7. Schiefer HG, Diemer TH, Weidner W. Urosepsis. In : Emergencies in Urology. Berlin, Springer, 2007, 45-49. 8. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference in Crit Care Med. Apr 2013;31(4):1250-6. 9. Albala, D., A. F. Morey., L. G. Gomella., J. P. Stein. 2011. Oxford American Handbook of Urology. New York: Oxford University Press. 10. National Institute for Health and Care Excellence. 2016. Sepsis: recognition, diagnosis and early management. 11. Tandogdu, Z., T. E. Bjerklund. 2016. Management of The Urologic Sepsis Syndrome. European Association of Urology.
23