BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kelahiran seorang bayi merupakan saat yang membahagiakan orang tua, terutama bayi yanglahir sehat. Bayi yang nantinya tumbuh menjadi anak dewasa melalui proses yang panjang, dengan tidak mengesampingkan faktor lingkungan keluarga. Terpenuhinya kebutuhan dasar anak (asah-asih-asuh) oleh keluarga akan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak,sehingga tumbuh kembang anak menjadi seoptimal mungkin. Tetapi tidak semua bayi lahirdalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa prenatal, natal dan pascanatal. Keadaan ini akan memberikan pengaruh bagi tumbuh kembang anakselanjutnya. (Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish) Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan yang tidak adagangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui proses persalinan yangnormal,dimana bayi dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga hejan ibu dankontraksi kandung rahim tanpa mengalami asfiksi yang berat ataupun trauma lahir. Pada saat persalinan, perlukaan atau trauma kelahiran kadang-kadang tidak dapat dihindarkandan lebih sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh salah satu sebab.Penanganan persalinan secara sempurna dapat mengurangi frekuensi peristiwa tersebut. (Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish) Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, sebagian karena kemajuan di bidang teknikdan penilaian obstetrik, trauma lahir masih merupakan permasalahan penting, karenawalaupun hanya trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua danmenimbulkan cemas serta
1
keraguan yang memerlukan pembicaraan bersifat suportif daninformatif. Beberapa trauma pada awalnya dapat bersifat laten, tetapi kemudian akanmenimbulkan penyakit atau akibat sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satufaktor penyebab utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal adalah44 per 1000 krlahiran hidup, dan 9,7 % diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir. (Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish)
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi trauma? 2. Bagaimana perlukaan pada susunan saraf paralis pleksus brakialis? 3. Bagaimana perlukaan pada susunan saraf paralis pleksus frenikus? 4. Bagaimana perlukaan pada susunan saraf brakial palsi?
1.3 Tujuan 1. Mengetahui definisi trauma 2. Mengetahui perlukaan pada susunan saraf paralis pleksus brakialis. 3. Mengetahui perlukaan pada susunan saraf paralis pleksus frenikus. 4. Mengetahui perlukaan pada susunan saraf brakial palsi.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Trauma Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran. Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik, baik yang dapat dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan kelahiran. Trauma dapat terjadi sebagai
akibat ketrampilan
atau perhatian medik
yang
tidakpantasatau yang tidak memadai sama sekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat perawatan kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan atau sikap orang tua yang acuh tak acuh. (Behrman R. Vaughan V. 2009. Trauma lahir , Dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Ed XII . Jakarta: EGC) Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang di terima dalam atau karena proses kelahiran. Pembatasan trauma lahir tidak meliputi trauma akibat amnio sentesis, tranfusi intrauteri, pengambilan contoh darah vena kulit kepala atau resusitasi. Insidensi-insidensi trauma lahirsekitar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 5-8 per 100.000 lahir meninggal akibat trauma mekanik dan 25 per 100.000 lahir meninggal akibat trauma anoksik. Faktor predisposisi terjadinya trauma lahi rantara lain : 1.
Makrosomia
2.
Prematuritas
3.
Disproporsi sefalopelvik
4.
Distosia
5.
Persalinan lama
6.
Persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)
(Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan.Ed. 4. Cet. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka)
3
2.2 Perlukaan Pada Susunan Saraf 2.2.1
Paralis Pleksus Brakialis
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis. 1. Macam-macam kelainan: a. Pralisis
Duchenne-Erb
(kelumpuhan
lengan
atas),
yaitu
kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi olehcabangcabang C5 dan C6 dari plexus brachialis. Pada keadaan ini ditemukan kelemahan untuk fleksi, abduksi, serta memutar ke luar disertai hilangnya refleks biseps dan Moro. b. Paralisis Klumpke (kelumpuhan tangan bawah), yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang C8-Th1 dari plexus brachialis. Disini terdapat kelemaha noto-otot fleksor pergelangan, sehingga bayi kehilangan refleks mengepal. Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada plexus brachialis. c. Pralisis total Pleksus Brakialis (paralisis lengan atas dan lengan bawah).
4
Hal ini ditemukan pada persalinan sungsang apabila dilakukan traksi yang kuat dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada persalinan presentasi kepala, kelainan dapat terjadi pada janin dengan bahu lebar. (Betz, Lynn Cecily. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC) 2. Penanganan a. Dengan jalan meletakkan lengan atas dalam posisi abduksi 90° dan putaran keluar. Siku berada dalam fleksi 90° disertai supinasi lengan bawah dengan ekstensi pergelangan dan telapak tangan menghadap kedepan. Posisi ini dipertahankan untuk beberapa waktu. Penyembuhan biasanya setelah beberapa hari, kadangkadang 3-6 bulan. b. Pencegahan kontraktur, pada trauma yang ringan hanya berupa oedema atau perdarahan ringan pada pangkal syaraf, fiksasi hanya di lakukan beberapa hari atau 1-2 minggu untuk memeberi kesempatan penyembuhan yang kemudian di ikuti program imobilisasi atau latihan imobilisasi anggota gerak dan penggunaan bidai. (Betz, Lynn Cecily. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC)
2.2.2
Paralis Nervus Frenikus
Paralisis nervus frenikus gangguan ini biasanya terjadi di sebelah kanan dan menyebabkan terjadinya paralisis diafragma. Kelainan sering 5
ditemukan pada kelahiran sungsang. Kelainan ini biasanya menyertai paralisis Duchenne – Erb dan diafragma yang terkena biasanya diafragma kanan.Pada paralisis berat bayi dapat memperlihatkan sindroma gangguan pernafasan dengan dispneu dan sianosis. (Wahjoepramono EJ. 2009. Medula Spinalis Dan Tulang Belakang. Jakarta: Suharmitra Grafi Stama) Paralisis nervus frenikus atau paralisis diafragmatik disebabkan cidera pada nervus kranialis III, IV,dan V harus di pertimbangkan jika pernafasan menjadi tidak teratur dan melibatkan otot pernapasan tambahan disertai sinaosis. Pernapasan menggunakan otot thoraks dan bunyi nafas hilang pada sisi yang terkena. (Wahjoepramono EJ. 2009. Medula Spinalis Dan Tulang Belakang. Jakarta: Suharmitra Grafi Stama) Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan röntgen foto torak atau fluoroskopi dimana diafragma yang terganggu posisinya lebih tinggi. Pengobatan biasanya simptomatik. Bayi harus diletakkan pada sisi yang terkena gangguan dan kalau perlu diberi oksigen. Infeksi paru merupakan komplikasi yang berat. Penyembuhan biasnya terjadi spontan pada bulan ke-1 sampai ke-3. (Wahjoepramono EJ. 2009. Medula Spinalis Dan Tulang Belakang. Jakarta: Suharmitra Grafi Stama) 1. Etiologi Kelahiran
sungsang
regangan
pada
pleksus
brakialis
yang
menyebabkan regangan pada nervus frenikus karena jalannya bersamaan. 2. Penatalaksanaan Terjadi pada paralisis pada nervus frenikus yang bersifat unilateral atau bilateral terjadi paralisis diafragma. Paralisis nervus frenikus biasanya menyertai paralisis Duchenne-Erb dan diafragma yang terkena biasanya diafragma kanan sehingga bila ada paralisis
6
Duchenne-Erb perhatikan pernapasan bayi. Pada paralisis berat, bayi dapat melihatkan syndrome gangguan pernapasan dengan dispneu dan sianosis. (Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)
2.2.3
Brachial Palsi
Fleksus brakialis adalah anyaman (latin:fleksus) serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya keseluruh lengan (atas dan bawah) (Wahjoepramono EJ. 2009. Medula Spinalis Dan Tulang Belakang. Jakarta: Suharmitra Grafi Stama) 1.
Jenis dari Brakial Palsi a. Paralisis Erb-Duchenne b. Lower Redicular Syndrome (Klumpke’s Palsy) Penatalaksanaan trauma lahir Klumpke’s berupa mobilisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.
(Wahjoepramono EJ. 2009. Medula Spinalis Dan Tulang Belakang. Jakarta: Suharmitra Grafi Stama)
7
2.
Penyebab Brakial Paksi Trauma fleksus brakialis pada bayi dapat terjadi bebrapa factor antara lain : a.
Factor bayi sendiri : macrosomia, presentasi ganda, letak sungsang, distosia bahu, malpresentasi, bayi kurang bulan
b.
Factor ibu : ibu (panggul ibu yang sempit), umur ibu yang sudah tua, adanya penyulit saat persalinan.
c.
Factor penolong persalinan : tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong kelahiran bahu pada presentasi kepala, tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi bokong.
(Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo) 3.
Tanda dan Gejala Brakial Palsi Tanda dan gejala trauma fleksus brachialis antara lain : a. gangguan motoric pada lengan atas b. paralisis atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah c. lengan atas dalam keadaanestensi dan abduksi. d. Jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung e. reflek moro negative f. tangan tidak bias menggengam. g. reflek meraih dengan tangan tidak ada.
(Betz, Lynn Cecily. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC) 4.
Cara Penanganan Brakial Paksi a. Penanganan atau penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk membebat yang terkena dekat dengan tubuh dan konsultasi dengan tim pediatric. b. Imobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat, siku fleksi 90 derajat disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi.
8
c. Beri
penguat
atau
bidai
selama
1-2
minggu
pertama
kehidupannya dengan cara melektakkan tangan bayi yang lumpuh disebalah kepalanya. d. Rujuk kerumah sakit jika tidak bisa di tangani. Penanganan lesi pleksus brachialis efektif bila cepat terdeteksi atau dimulai pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama untuk lesi pleksus brachialis yaitu : 1.
Latihan fisik mellui fisioterapi (Occupational therapy)
2.
Penanganan bedah
(Betz, Lynn Cecily. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC) 5.
Peran Bidan (Asuhan dan Konseling Keluarga) a. Menjelaskan kepada ibunya dan keluarganya tentang keadaan bayinya saat ini agar mengurangi kecemasan ibu. b. Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab, penanganan dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari bayi dengan fraktur brachialis. c. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan awal atau pengobatan trauma fleksus brachialis. d. Melakukan
penanganan
awal
untuk
mencegah
terjadinya
komplikasi. e. Mengajarkan ibu tentang perawatan bayi dengan trauma fleksus brachialis. f. Menganjurkan orang tua untuk sebisa mungkin menghindari meyentuh ekstremitas yang terkena selama minggu pertama karena adanya rasa nyeri. (Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Dari materi diatasdapat disimpulkan bahwa trauma dapat terjadi sebagai akibat ketrampilan atau perhatian medik yang tidak pantas atau yang tidak memadai sama sekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat perawatan kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan atau sikap orang tua yang acuh tak acuh. Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik, baik yangdapat dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan kelahiran. 3.2 Saran Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca bisa memahami tentang trauma pada bayi baru lahir. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
10
DAFTAR PUSTAKA Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan.Ed. 4. Cet. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Behrman R. Vaughan V. 2009. Trauma lahir , Dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Ed XII . Jakarta: EGC Betz, Lynn Cecily. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC Wahjoepramono EJ. 2009. Medula Spinalis Dan Tulang Belakang. Jakarta: Suharmitra Grafi Stama
11