Isi Makalah.docx

  • Uploaded by: Qonita Nur R
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi Makalah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,185
  • Pages: 11
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajar atau yang bisa disebut dengan peserta didik dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional didefinisikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Tingkatan pelajar dimulai dari prasekolah atau taman kanak-kanak (TK/RA) dengan usia mulai dari 3-5 tahun. Tingkatan pelajar selanjutnya yaitu jenjang Sekolah Dasar (SD/MI) dengan usia mulai dari 6-11 tahun, selanjutnya yaitu jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTS) mulai dari usia 12-14 tahun dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA/SMK) dengan usia mulai dari 15-18 tahun. Siswa yang telah melewati jenjang pendidikan SMA/MA/SMK dapat melanjutkan studinya ke jenjang lebih tinggi yaitu pada jenjang Perguruan Tinggi dengan beberapa jenis lembaga pendidikan seperi Universitas, Sekolah tinggi, Akademik, dan Politeknik. Pembelajaran dalam jenjang pendidikan contohnya seperti jenjang SD, SMP, SMA menggunakan kurikulum untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga dalam rangka penggunaan kurikulum dalam untuk mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran maka para tenaga pengajar dapat menggunakan teori belajar dan aplikasi pendekatan kepada para peserta didik. Menurut ahli Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) Belajar memiliki pengertian sebagai proses dari perbuatan yang telah dilakukan dengan sengaja atau dilakukan dalam keadaan sadar. Kemudian menimbulkan adanya perubahan dan menyebabkan keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Berdasarkan pengertian ini belajar juga menimbulkan perubahan diri dan lebih baik jika atas kemauan dari masing-masing pribadi dan bukan paksaan, karena dengan cara ini tak jarang mereka yang belajar berakhir depresi hingga tekanan mental. sedangkan dalam aplikasi pendekatan kepada 1

peserta didik menurut Nur Rahmah (2014) mengatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan penggunaan pendekatan dan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Jadi adanya teori belajar dan aplikasi pendekatan terhadap murid bertujuan untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar sehingga pembelajaran dapat berjalan efektif dan mencapai tujuan dari pembelajaran. Teori belajar dan aplikasi pendekatan kepada para peserta didik memiliki beberapa macam, seperti teori belajar dan aplikasi pendekatan kepada peserta didik secara behavioral dan kognitif sosial. Dengan memiliki pemahaman serta ketrampilan dalam mengaplikasikan teori belajar dan aplikasi pendekatan kepada peserta didik diharapkan pembelajaran dapat berjalan efektif sehingga membuat siswa lebih nyaman dan aktif dan berdampak pada lebih mudah menyerap materi yang disampaikan oleh pengajar. Namun kenyataannya, masih banyak para tenaga pengajar yang kurang dalam pemahaman dan ketrampilan dalam mengaplikasikan teori belajar dan aplikasi pendekatan kepada peserta didik dan siswa menjadi pasif dalam pembelajaran sehingga berdampak pada penyerapan materi dari siswa itu sendiri.

2

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah definisi dari teori belajar dan aplikasi pendekatan secara behavioral dan kognitif sosial ? 2. Bagaimanakah cara pendekatan secara behavioral dan kognitif sosial ? 3. Bagaimanakah cara penerapannya dalam pendidikan ? C. Tujuan 1. Pembaca dapat mengetahui definisi dari teori belajar dan aplikasi pendekatan secara behavioral dan kognitif sosial 2. Pembaca dapat mengetahui cara dari pendekatan secara behavioral dan kognitif sosial 3. Pembaca dapat mengetahui penerapan teori belajar dan aplikasi pendekatan secara behavioral dan kognitif sosial dalam pendidikan

D. Manfaat 1. Menambah wawasan tentang teori belajar dan aplikasi pendekatan terutama secara behavioral dan kognitif sosial 2. Menambah wawasan tentang pendekatan perilaku untuk belajar serta 3. Tenaga pengajar dapat mengaplikasikannya tentang teori belajar dan aplikasi pendekatan terutama secara behavioral dan kognitif sosial dalam pendidikan

3

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN Dalam wikipedia disebutkan bahwa Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980an. Ide pokok dari pemikiran Bandura (Bandura, 1962) juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa publikasinya, Banduratelah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi media massa pada khalayak media di level individu. Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

B. CARA PENDEKATAN SECARA BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL SERTA PENERAPANNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN 1. Pendekatan Secara Behavioral Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi 4

pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Mengutaman mekanime terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon. Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut antara lain : a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran. b. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa. c. Menentukan materi pembelajaran. d. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan sub pokok bahasan, topik dsb. e. Menyajikan materi pembelajaran. f. Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas. g. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa h.

Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman.

i.

Memberikan stimulus baru.

j. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman. k. Evaluasi belajar Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.

5

Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. 2. Pendekatan Secara Kognitif Sosial Pembahasan utama mengenai teori kognitif sosial dipelopori oleh Albert Bandura, salah satu penggagas perspektif teori kognitif sosial. Bandura memfokuskan kajiannya terhadap faktor-faktor dominan yang berpengaruh pada teori sosial kognitif, seperti: a.

Faktor Perilaku

b.

Faktor Personal

c.

Faktor Lingkungan

Ketiga faktor tersebut saling memberikan pengaruh timbal balik dalam hal pembelajaran yang membentuk satu interaksi kuat yang dinamakan Determinasi Resiprokal. Proses pembelajaran dengan merepresentasikan paham teori kognitif sosial dapat diterapkan melalui Model Pembelajaran Observasional, yang juga disebut sebagai imitasi atau modeling. Santrock (2008: 286) mendefinisikan istilah tersebut sebagai metode pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Untuk menempuh model pembelajaran tersebut, Bandura (1986) menyebutkan empat proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran, yaitu: 1) Atensi (Perhatian), proses secara sadar atas sebongkah kecil informasi

dari

keseluruhan

informasi

yang

tersedia,

dari

penginderaan maupun proses kognitif lainnya. 2) Retensi (Ingatan), proses di mana informasi yang diperoleh dari observasi dapat digunakan atau bisa bermanfaat di saat ia membutuhkan informasi tersebut. Bandura berpendapat bahwa 6

terjadi retentional process, dimana informasi disimpan melalui dua cara yaitu secara imajinasi atau secara verbal 3) Produksi, proses menerjemahkan citraan atau deskripsi model ke dalam bentuk perilaku nyata. Pada tahap ini kita dituntut untuk berimprovisasi

dari

hasil Atensi dan Retensi tadi

sehingga

menghasilkan suatu perilaku yang mungkin baik atau berdampak buruk bagi kita. 4) Motivasi, proses penguat tindakan yang muncul dari dalam diri individu berdasarkan pada apa yang dikatakan atau dilakukan oleh model. Selain itu, penerapan teori sosial kognitif dalam hal pembelajaran dan pengajaran di bidang pendidikan melibatkan dua elemen penting, yaitu SelfEfficacy dan Self-Regulated Learning.

a) Self-Efficacy Fungsi utama daripada menerapkan teori sosial kognitif yaitu untuk mengenali dan mengidentifikasi kemampuan seorang siswa yang bisa dikontribusikan dalam menyelesaikan suatu persoalan yang dilakukan secara strategis dan logis. Maka muncul pertanyaan dari dalam faktor kognisi tentang keyakinan seorang siswa apakah hasil prediksi dari tindakan strategis tadi akan mampu atau tidak dalam menyelesaikan pokok persoalan yang dihadapi dengan baik. Prediksi akan hal tersebut dapat memengaruhi motivasi individu. Bentuk kasus yang menyinggung permasalahan mengenai keyakinan tadi dibahas dalam pengertian yang dinamakan selfefficacy (efikasi diri). Menurut Woolfolk (2009: 127), istilah ini didefinisikan sebagai keyakinan individu tentang kompetensi atau efektivitas pribadi di bidang tertentu. Bandura (dalam Woolfolk, 2009) memaknai efikasi-diri sebagai “keyakinan seseorang akan kapabilitasnya

untuk

mengorganisasikan 7

dan

melaksanakan

rangkaian

tindakan

yang

dibutuhkan

untuk

menghasilkan

pencapaian tertentu.” Pada prinsipnya, efikasi diri ini lebih melihat kepada pengetahuan dan perasaan seseorang akan kemampuannya sendiri

dalam

menuntaskan

persoalan

tersebut

tanpa

membandingkan dari kemampuan orang lain. Oleh karena itu, dari pendeskripsian istilah efikasi diri dapat disimpulkan bahwa dalam menyeleseaikan suatu persoalan, masing-masing individu memiliki keyakinannya

tersendiri

menghadapi

situasi

tersebut

dan

menghasilkan hasil positif. Woolfolk (2009: 128) mengemukakan bahwa sumber pemicu timbulnya keyakinan yang kuat pada diri individu berasal dari empat hal, yaitu: (1) Mastery Experience, yaitu Sumber keyakian yang berasal dari

pengalaman

langsung

individu

dalam

proses

memperoleh pengetahuan. (2) Physiological and Emotional Arousal, yaitu pengaruh reaksi fisik dan emosi terhadap hasil penginterpretasian sesuatu yang menyebabkan seseorang merasa siaga, bergairah, atau tegang. (3) Vicarious Experience, yaitu proses pencapaian pengetahuan dengan cara melihat pengalaman orang lain sebagai model penyelesaian persoalan. (4) Social Persuasion, yaitu kemampuan yang dikerahkan sebagai bentuk upaya memperoleh timbal balik atas hasil kinerja individu demi mencapai kesuksesan.

b) Self-Regulated Pengapilkasian pengetahuan siswa terhadap pemahaman dlaam pembelajaan dapat dilakukan melalui satu metode yang dinamakan Self-Regulated Learning.

Barry Zimmerman (2002)

dalam Woolfolk (2009: 130) menyatakan pengertian selfregulation sebagai proses dalam pembelajaran yang digunakan 8

untuk mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, perilaku, dan emosi individu dalm menggapai tujuan tertentu. Di lain pihak, pemahaman

tentang self-regulated

learning terfokus

kepada

pemunculan dan pemonitoran sendiri terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku siswa dalam meraih suatu tujuan (Santrock, 2008: 296). Tentu saja tujuan yang dimaksud dari definisi di atas menyangkut hal kognitif yang bersifat akademik dalam meningkatkan kompetensi siswa tersebut dan berkenaan dengan pengendalian emosi dalam bersosialisasi dengan sesama siswa lain. Dalam praktiknya, kriteria pembelajaran menggunakan metode tersebut lebih mengarah kepada menuntut siswa untuk lebih mengorganisir keterampilan belajarnya secara mandiri dan teratur sehingga mereka bisa tetap terus belajar secara mandiri sepanjang hidupnya. Keterampilan belajar ini memadukan kemampuan akademik dan pengendalian diri dalam membuat proses pembelajaran terasa lebih mudah. Kebanyakan siswa yang berprestasi tinggi memiliki kemampuan mengontrol proses belajar mereka sendiri dengan menyiasati dan memonitor proses belajar lebih menjanjikan dalam menghasilakan kompetensi yang unggul. Dibalik tujuan siswa menetapkan

standar

kompetensi

mereka

selalu

ada

yang

mempengaruhi keputusannya mengaplikasikan metode belajar ini. Woolfolk (2009: 131) merincikan tiga faktor yang mempengaruhi siswa

dalam

menerapkan

regulasi-diri

(self-regulation),

diantaranya: (1) faktor pengetahuan, (2) faktor motivasi, (3) faktor disiplin-diri atau volition (kemauan-diri).

Faktor

pengetahuan

dalam

menciptakan

individu self-

regulated mendalami peran diri sendiri mengenali seluk-beluk pribadi akan ketertarikannya kepada konteks pembelajaran. Faktor 9

motivasi dapat menggerakkan siswa untuk lebih belajar giat melalui cara menghargai pelajarn yang mereka sukai dan mendapatkan manfaat dari ilmu yang disukainya tersebut sehingga siswa mampu memahami alasan tersendiri mengapa ia harus belajar karena itu pilihannya sendiri. Faktor disiplin-diri berasal dari kekuatan kemauan yang mana pada akhirnya menentukan komitmen siswa dalam membentengi diri dari berbagai gangguan demi terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Woolfolk (2009: 132), model pengembangan kompetensi siswa menggunakan pembelajaran selfregulated mengarahkan

kapabilitas

siswa

menata

berbagai

kemampuan belajar, motivasi, dan emosi dalam meraih tujuan. Ia mengklasifikasikan fase-fase pada pembelajar self-regulated ke dalam empat tahap: (a) menganalisis tugas, (b) menetapkan tujuan, (c) merancang rencana, (d) menerapkan taktik dan strategi, (e) meregulasi pembelajaran. Proses pembelajaran dengan menerapkan self-regulated mampu membuat daya kognitif siswa menjadi lebih berkembang terhadap penyesuaian diri kondisi lingkungan di sekitarnya. Di lain pihak, Santrock (2008: 296) menjelaskan bahwa setiap siswa bisa meregulasi diri sendiri cara belajar dan berpikir mereka demi menetapkan atau merengkuh tujuan utama siswa meraih prestasi yang tinggi dengan melakukan hal-hal berikut ini: (i)

Mengevaluasi dan memonitor diri sendiri

(ii) Menentukan tujuan dan perencanaan strategis (iii) Melaksanakan rencana dan memonitornya (iv) Memonitor hasil dan memperbaiki strategi

10

BAB I11 PENUTUP A. Kesimpulan Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktorfaktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Pembahasan utama mengenai teori kognitif sosial dipelopori oleh Albert Bandura, salah satu penggagas perspektif teori kognitif sosial.

B. Saran Berdasarkan isi makalah ini penulis menyarankan agar setelah memiliki pemahaman dan ketrampilan dalam mengaplikasikan teori belajar dan aplikasi pendekatan kepada peserta didik

diharapkan membuat

pembelajaran yang menarik serta dapat berjalan efektif sehingga siswa lebih nyaman dan aktif dalam proses pembelajran d dan pada lebih mudah menyerap materi yang disampaikan oleh pengajar.

11

Related Documents

Isi
October 2019 65
Isi
November 2019 55
Isi
July 2020 29
Isi
May 2020 40
Isi
April 2020 41
Isi
November 2019 59

More Documents from "Shahzad Asghar Arain"