BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Konsep Penyakit
1.1.1
Definisi Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan yag sedang rusak, menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Arthur, 2010). Nyeri adalah pengalaman sensori danemosional yang tidak menyenangkan akibat darikerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeritimbul sebagai bentuk respon sensori setelahmenerima rangsangan nyeri. Nyeri dapat disebabkankarena adanya kerusakan jaringan dalam tubuhsebagai akibat dari adanya
cedera,
kecelakaan,maupun
tindakan
medis
seperti
operasi
(Ratnasari,2013). Nyeri merupakan masalah yang besar bagikesehatan dunia, dimana diperkirakan 1 dari 5 orangdewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasadidiagnosa dengan nyeri kronis tiap tahunnya. Empatpenyebab utama nyeri adalah kanker, osteo danreumatoid artritis, operasi dan trauma, serta masalah spinal (Goldberg & McGee, 2011).
1.1.2
Anatomi Fisiologi Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang
berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf nyeri. Mekanisme proses terjadinya nyeri terdiri dari empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf desenden dari otak yang dapat memengaruhi
transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas transmisi nyeri oleh saraf (Price and Wilson, 2010). Nosiseptor merupakan reseptor nyeri, yang ada di akhiran saraf bebas pada setiap jaringan tubuh kecuali otak. Stimulus suhu, mekanik, ataupun kimia dapat mengaktivasi nosiseptor. Jaringan yang rusak akan mengeluarkan zat-zat kimia seperti prostaglandin, kinin, dan potassium yang menstimulasi nosiseptor (Price and Wilson, 2010).
Gambar 1: mekanisme proses nyeri Jalur nyeri di sistem saraf pusat terbagi dua menjadi, jalur asendens dan desendens. Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Serat saraf C dan A-δ halus masing-masing membawa nyeri akut-tajam dan kronik lambat, bersinaps di substansia tanduk dorsal, memotong medulla spinalis, dan naik ke otak melalui cabang traktus spinotalamikus. Terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan
impuls
ini
ke
otak
;
traktus
neospinotalamikus
dan
paleospinotalamikus. Traktus neospinotalamikus membawa info mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-δ ke daerah talamus dan bersinaps di nucleus
ventroposterolateralis talamus. Neuron di thalamus akan memproyeksikan aksonaksonnya untuk membawa impuls nyeri ke korteks somatosensorik primer girus pascasentralis. Jalur nespinotalamikus memediasi aspek murni sensorik nyeri yaitu, lokasi, intensitas dan kualitas). Traktus paleospinotalamikus menyalurkan impuls dari nosiseptor tipe C lambat-kronik, adalah suatu jalur difus yang membawa impuls ke formasio retikularis batang otak sebelum berakhir di nucleus parafasikularis dan nucleus intralaminar lain di thalamus, hipotalamus, nucleus sitem limbik, dan korteks otak depan. Jalur ini terkait dengan respon emosional. Karena dimensi ini munculnya rasa takut yang mengiringi nyeri (Price and Wilson, 2010). Pengalaman nyeri dapat digambarkan dalam tiga komponen: 1.
Sensorik: Komponen sensorik dikendalikan oleh sistem saraf kita. Jika ada stimulasi, maka sistem saraf yang mengirimkan pesan ke otak akan diaktifkan. Otak kemudian akan menganalisis pesan-pesan ini dan memberitahu kita mana yang sakit dan seberapa kuat intensitasnya. Ini merupakan sistem yang biasanya diaktifkan pada saat cedera jaringan dan dimatikan ketika proses penyembuhan jaringan. Namun, pada beberapa pasien dengan nyeri kronis, sistem ini menyala dan tetap aktif bahkan jika kerusakan jaringan tidak ada. Dokter dapat mengontrol komponen sensorik dengan obat-obatan, terapi fisik dan blok saraf (Price and Wilson, 2010).
2.
Emosional: Ketika rasa sakit mengaktifkan sistem saraf sensorik, sistem saraf sensorik akan mengaktifkan struktur jauh di dalam otak kita yang mengendalikan emosi, denyut jantung, dan tekanan darah. Jika seorang anak mengalami rasa sakit, reaksi langsung adalah untuk menangis. Hal ini karena anak-anak memiliki kontrol yang minimal atas emosi mereka. Seorang psikolog dapat mengajarkan teknik biofeedback kepada pasien untuk mengurangi respons emosional (Price and Wilson, 2010).
3.
Kognitif: pengetahuan adalah aspek yang penting dalam dimensi kognitif. Pengetahuan tentang nyeri dapat mempengaruhi respon dan penanganan seseorang terhadap nyeri. Nyeri sendiri dapat dimodifikasi oleh seseorang berdasarkan cara berpikir tentang nyeri yang dirasakannya, apa saja
pengharapan atas nyerinya, dan makna nyeri tersebut dalam kehidupannya (Price and Wilson, 2010).
1.1.3
Etiologi
1.
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakan jaringan akibat bedah atau luka cidera
2.
Iskemik jaringan
3.
Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama
4.
Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5.
Post operasi (setelah pembedahan)
1.1.4
Klasifikasi
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasinya dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. 1.
Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah terjadi cedera akut, penyakit, tau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan samapai berat) dan berlangsung waktu yang singkat. Fungsi nyeri akut adalah memberi peringatan akan suatu cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akan berheti dengan sendirinya dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area setelah terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki omset yang tiba-tiba dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi sistem saraf simpatis yang akan memeperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan
tekanan darah, peningkatan denyut jantung, disphoresis, dan dilatasi pupil. Klien
yang
mengalami
nyeri
akut
akan
biasanya
juga
akan
memperlihatkan respons emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyeringai (Price and Wilson, 2010). 2.
Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan
sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang dirahkan pada penyebabnya (Price and Wilson, 2010). Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignan dan maligna. Nyeri kronis nonmalignan merupakan
nyeri
yang
timbul
akibat cidera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh (Shceman, 2009), bisa timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pada pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya osteorthritis. Sementara nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu terjadi akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi
bisa
karena
penekanan pada saraf akibat metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
kanker itu sendiri (Price and Wilson,
2010). Penderita nyeri kanker tidak berasal dari pengalaman nyeri tetapi berasal dari proses keganasan dan pada umumnya berhubungan dengan metastasis. Sekitar 60 sampai 80% pasien kanker yang dirawat di rumah sakit menderita nyeti yang sangat hebat (Price and Wilson, 2010). Manifestasi klinis yang tampak dalam pemeriksaan tanda-tanda vital, seringkali didapatkan masih dalam batas normal dan tidak disertai dilatasi pupil. Manifestasi yang biasanya muncul berhubungan dengan respon
psikososial seperti rasa keputusasaan, kelesuan, penurunan libido (gairah seksual), penurunan berat badan, perilaku pada aktivitas fisik. 3.
Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal Nyeri diklasifikasikan berdasarkan asalnya dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.
3.1
Nyeri Nosiseptif Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitasi nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus yang menghantarkan stimulus noxious.
Nyeri nosiseptif perifer dapat
terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulung, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal ini dapat dapat terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker. Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri nosiseptif merupakan nyeri akut. 3.2
Nyeri Neuropatik Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cidera atau abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh sistem perifer. Pasien akan mengalami nyeri seperti rasa terbakar, tringling, shooting, shock like, hypergesia, atau allodynia. Nyeri neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri kronis
1.1.5
Patofisiologi (Patway)
1.
Transduksi Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu aktifas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stumuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Kemudian terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator dan penurunan pH jaringan. Terjadi pengeluaran zat-zat mediator nyeri seperti
histamine, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri (Price and Wilson, 2010). 2.
Transmisi Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornus dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinap melewati neuro transmitter (Price and Wilson, 2010).
3.
Modulas Adalah
proses
pengendalian
internal
oleh
system
saraf,
dapat
meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui system analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau supraspinalis (Price and Wilson, 2010). 4.
Persepsi Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan (Price and Wilson, 2010).
PATWAY NYERI
Pearce, E. (2006).Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
1.1.6
Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
1.
Gangguan tidur
2.
Posisi menghindari nyeri
3.
Gerakan menghindari nyeri
4.
Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5.
Perubahan nafsu makan
6.
Tekanan darah meningkat
7.
Nadi meningkat
8.
Pernapasan meningkat
1.1.7
Komplikasi
1.
Edema pulmonal
2.
Kejang
3.
Masalah mobilisasi
4.
Hipertensi
5.
Hipovolemik
6.
Hipertermi
1.1.8
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
2.
Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
3.
Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
4.
Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui apakah ada pembuluh darah yang pecah di otak
1.1.9
Penatalaksanaan Medis
1.
Pemberian obat analgesik Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu dan
memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukannarkotika. Jenis
narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital,seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling banyak ditemukan dimasyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nosteroid. Golongan aspirin (asetysalicylic acid) digunakan untuk memblok rangsangan
pada
sentral
dan
perifer,kemungkinan
menghambat
sintesis
prostaglandin yang memiliki khasiat setelah 15-20 menit dengan efek puncak obat sekitar 1-2 jam. Aspirin juga menghambat agregasi trombosit dan antagonis lemah terhadap vitamin K, sehingga dapat meningkatkan waktu peredaran darah dan protombin bila diberikan dalam dosis yang tinggi. Golongan asetaminofen sama seperti aspirin,akan tetapi tidak menimbulkan perubahan kadar protombin dan jenis Nonsteroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID), juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat berfungsi sebagai analgesi.Kelompok obat ini meliputi ibuprofen, mefenamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac, dan lain-lain.
2.
Pemberian stimululator listrik Pemberian stimululator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubh
stimulus nyeri dengan stimulus yang kurang dirasaka. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi : 2.1
Transcutaneus
electrical
mengendalikan
stimulus
stimulator manual
(TENS),
daerah
nyeri
digunakan tertentu
untuk dengan
menempatkan beberapa electrode diluar. 2.1
Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplankan di bawahkulit dengan transitor timah penerima yang dimasukan kedalam kulit pada daerah epidural dan columna vertebrae.
2.3
Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraclavicula atau abdomen, yaitu electrode ditanam melalui pembedahan pada dorsum sumsum tulang belakang.
1.2
Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Keamanan adalah keadaan bebas dari segala fisik psikologis yang
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan kenyamanan sebagai suatu keadaan terpenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan akan ketentraman, kepuasaan, kelegaan dan tersediA. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow ada 5 yaitu, kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan rasa aman dan nyaman dapat dipandang dari fisik, sosial, lingkungan. Pada segi fisik dapat kita lihat salah satunya karena nyeri. Pengalamana nyeri pada seseorang berbeda-beda Nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan yag sedang rusak, menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri. Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Perawat menggunakan berbagai macam intervensi/tindakan untuk dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Nyeri dapat diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku. Dengan demikian perawat harus memberikan perawatan secara komprehensif untuk mengatasi nyeri.
1.3
Manajemen Asuhan Keperawatan
1.3.1
Pengkajian Keperawatan Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah: 1.
Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2.
Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
3.
Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif. Komponen-komponen tersebut, diantaranya: 1.
Penentuan ada tidaknya nyeri. Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T) : 1.1
Faktor Pencetus (P: Provocate), Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagianbagian tubuh yang mengalami cedera. 1.2
Kualitas (Q: Quality), Kualitas
diungkapkan
nyeri
oleh
merupakan
klien.
Misal
seseuatu
yang
kalimat-kalimat:
subjektif tajam,
yang
tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk. 1.3
Lokasi (R: Region), Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. 1.4
Keparahan (S: Severe),
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.
Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10) Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.
Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS) Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus, yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala analog visual merupakan pengukur
keparahan
nyeri
yang
lebih
sensitif
karena
pasien
dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).
Gambar 3 Skala Deskriptif Verbal
Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri yang paling hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.
Gambar 4 Skala Nyeri Oucher Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anakanak yang lebih kecil.
Gambar 5 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker
1.5
Durasi (T: Time). Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,
durasi, dan rangkaian nyeri
2.
Faktor yang memperberat/memperingan nyeri. Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri
pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres, dan lain-lain. 2.1
Respon Fisiologis. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral (misal: infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi. Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu: 2.1.1
Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).
a.
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.
b.
Peningkatan heart rate.
c.
Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.
d.
Peningkatan nilai gula darah.
e.
Diaphoresis.
f.
Peningkatan kekuatan otot.
g.
Dilatasi pupil.
h.
Penurunan motilitas GI.
2.1.2
Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a.
Muka pucat.
b.
Otot mengeras.
c.
Penurunan HR dan BP.
d.
Nafas cepat dan irregular.
e.
Nausea dan vomitus.
f. 2.2
Kelelahan dan keletihan.
Respon Perilaku. Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
2.3
Respon Afektif. Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.
2.4
Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatankegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.
2.5
Persepsi Klien Tentang Nyeri. Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
2.6
Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri. Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami.
1.3.2
Diagnosis Keperawatan Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan
lainnya. Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.
1.3.3
Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut: 1.
Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2.
Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3.
Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4.
Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5.
Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah.
1.3.4
Implementasi Keperawatan Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1.
Tindakan Farmakologis. Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri klien.
2.
Tindakan Non Invasif. Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:
3.
2.1
Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.
2.2
Bimbingan antisipasi.
2.3
Relaksasi.
2.4
Imajinasi terbimbing.
2.5
Distraksi.
2.6
Akupunkur.
2.7
Biofeedback.
2.8
Stimulasi kutaneus.
2.9
Akupresur.
2.10
Psikoterapi.
Tindakan Invasif/Pembedahan. Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun
terapi farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila dengan tindakantindakan non invasif tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:
1.3.5
3.1
Cordotomy.
3.2
Neurectomy.
3.3
Sympatectomy.
3.4
Rhizotomy.
Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan
dengan menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Goldberg, D. S., & McGee, S. J. 2011. Pain as a global public health priority. BMC Public Health.
2.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
3.
Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan. Vol:2. Jakarta: EGC.
2.
Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
4.
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Aesculapius.
5.
Pearce, E. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama