Isi Laporan.docx

  • Uploaded by: Qorina Apriliyani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi Laporan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,437
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 TUJUAN PERCOBAAN 1. Mampu memahami prinsip analisa titrasi oksidimetri 2. Mampu melakukan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel

1.2 DASAR TEORI 1.2.1. Titrasi Titrimetri (titrasi) adalah cara analisis jumlah berdasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi dengan konsentrasi tertentu (selanjutnya disebut sebagai penitar/titran/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh/sample yang akan di tetapkan kadar (titris). Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut dengan titrasi atau penitaran, yaitu larutan penitar di tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan contoh/sampel, sampai larutan mencapai titik ekuivalen dimana secara kimia jumlah titran sama dengan jumlah titrin (ekuivalen). Untuk mengetahui kapan penitaran selesai dilakukan maka suatu zat yang lazimnya disebut sebagai indikator, yang berfungsi sebagai penunjuk bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dangan jalan terjadinya perubahan warna. Dengan demikian maka hendaknya agar titik akhir sedekat mungkin dengan titik ekuivalen (stoikiometri). (Anonim,2010) Persyaratan untuk reaksi yang digunakan dalam analisis titrimetrika, dari kumpulan reaksi kimia yang dikenal relatif sedikit yang dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi, suatu harus memenuhi persyaratan tertentu sebelum dapat digunakan: 1.

reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh ada reaksi samping.

2.

reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan lengkap pada titik ekuivalensi dengan perkataan lain tetapan kesetimbangan reaksi itu haruslah sangat besar.

[1]

3.

beberapa metode harus tersedia untuk menetapkan kapan titik ekuivalensi tercapai suatu indikator haruslah tersedia atau beberapa metode secara instrument dapat digunakan untuk memberitahu analis kapan penambahan titran itu dihentikan.

4.

diinginkan agar reaksi itu berjalan dengan cepat, sehingga titrasi itu dapat terlengkap dalam beberapa menit.

Sebagai contoh suatu reaksi yang cocok untuk titrasi, penetapan konsentrasi larutan asam klorida oleh titrasi dengan natrium hidroksida standar. Hanya ada satu reaksi: H3O+ + OH- → 2H2O, K = 1 x 1014 Dan reaksi itu tak terukur cepatnya, reaksi itu dapat dikatakan berlangsung lengkap, dengan tetesan kesetimbangan sebesar 1 x 1014 pada 25oC. Pada titik ekuivalensi pH larutan berubah sebanyak beberapa satuan untuk beberapa tetes titran, dan tersedia sejumlah indikator yang menanggapi perubahan pH ini dengan perubahan warna. Di pihak lain reaksi antara asam borat dan natrium hidroksida, HBO2 + OH- ↔ BO2- + H2O, K = 6 x 104 Tidak

cukup

lengkap

untuk

memenuhi

persyaratan

2,

tetapan

kesetimbangannya hanya sekitar 6 x 104. untuk alasan ini, perubahan pH untuk beberapa tetes titran pada titik ekuivalensi sangatlah kecil dan volume titran yang diperlukan tak dapat ditetapkan dengan ketetapan yang baik. Reaksi antara etil alkohol dan asam asetat juga tidak cocok untuk titrasi terlalu lambat sehingga tidak nyaman tidak berakhir dengan lengkap. Reaksi antara timah(II) dan kalium permanganat tidak memuaskan kecuali bila udara dikecilkan. Dapat terjadi suatu reaksi samping karena timah mudah dioksidasi oleh oksigen udara. Pengendapan ion-ion logam tertentu oleh ion sulfide memenuhi semua persyaratan kecuali nomor 3, yakni tidak tersedia indikator yang cocok.

[2]

1.2.2. Standarisasi larutan Proses dengan mana konsentrasi suatu larutan di pastikan dengan tepat, dikenal sebagai standarisasi. Suatu lrutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginka, yang di timbang dengan tepat, dalam volume larutan yang di ukur dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi metode ini tidak dapat ditetapkan secara umum, karena relative hanya sedikit reagensia kimia dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk memenuhi tuntutan si analis.(Anonim,2011) 1.2.3. Metode titrasi Sesuai dengan jenis (type) reaksi yang terjadi pada pelaksanaan suatu titrasi, pada umumnya dipakai cara-cara/metode penitaran sebagai berikut : (Anonim,2012) 

Titrasi asam-basa Reaksi

dasar

dalam

titrasi

asidi

alkalimetri

adalah

reaksi

netralisasi/penetralan, yaitu reaksi asam basa yang data dinyatakan dalam persamaan reaksi sebagai berikut; H+ + OH- → H2O Bila kita ukur berapa ml larutan asam dengan titar tertentudiperlukan untuk menetralkan suatu larutan basa, yang kadar atau titarnya di cari maka pekerjaan itu disebut sebagai asidimetri. Sedangkan penitaran sebaliknya, asam dengan basa yang titarnya diketahui disebut asidimetri. 

Titrasi oksidimetri Dalam golongan ini termasuk titrasi dengan KMnO4 walau terkadang

data pula digunakan pengoksid-pengoksid lainnya seperti K2Cr2O7 (bikroatiometri) ata Ce(SO4)2 (serimetri) dan sebagainya.

[3]



Titrasi reduktometri/iodometri-iodimetri Yang dimaksud dalam golongan ini adalah titrasi dengan iodine

(iodimetri) dan thiosulfat (iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi, dapat langsung dititrasi dengan iodine. H2SO3 + I2 +H2O → H2SO4 + 2HI Zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam membentuk iodin dan KI. 2FeCl + 2KI → 2FeCl2 + 2KCl + I2 Kemudian iod yang terbentuk tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan thiosulfat (Na2S2O3) I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 Kelebihan iod akan menyebabkan larutan menjadiwarna kuning akan tetapi selalu dipergunakan larutan kanji sebagai penunjuk dimana kanji dengan iod akan memberikan warna biru pada titrasi I2 ioddengan larutan thiosulfat, larutan kanji baru ditambahkan bila sebagian iod telah bereaksi(warna coklat berubah menjadi warna kuning) dengan demikian maka disarankan penambahan larutan thiosulfat dari awal titrasi sampai selesai dilakukan tetes demi tetes. Sebagaimana persamaan reaski diatas, bobot setara iod dengan thio sulfat adalah sebagai berikut: + 2H+

2 Na2S2O3

: I2

1 grek I2

:

1 grek S2O 32-

: 1 grammol



1 grammol 2

Titrasi Pengendapan / Presipitasimetri (Argentometri) Dasar titrasi pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan

endapan yang sukar larut, termasuk di dalam golongan adalah argentometri (titrasi dengan AgNO3) yaitu titrasi yang berdasarkan pada pengendapan ion

[4]

klorida, iodioda, atau bromide dengan AgNO3 yang konsentrasinya telah diketahui. NaCl + AgNO3  AgCl + NaNO3 Titrasi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Cara Mohr : titik ekuivalen data diamati dengan penambahan indicator K2Cr2O4 yang dengan kelebihan AgNO3 akan membentuk endapan merah Ag2Cr2O7. AgNO3 + K2Cr2O4  Ag2Cr2O7 + 2KNO3 Agar cara Mohr ini data berlangsung dengan baik, maka larutan yang dianalisa harus dalam situasi netral sebab jika larutan bereaksi basa AgOH akan mengendap, sedangkan jika asam Ag2Cr2O4 akan larut dalam asam. 2. Cara Volhard : larutan klorida (halida) ditambahkan dengan AgNO3 berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi kembali dengan KSCN atau NH4SCH sebagai indicator digunakan tawas ferri ammonium (NH4)2SO4.Fe2(SO4)3.24H2O. Ion Fe3+ dengan kelebihan rhodanida (CNS) akan menghasilkan warna merah yang berasal dari kompleks besi yaitu Fe(CNS)6. Larutan harus diasamkan dengan HNO3 untuk menghindari hidrolisis indicator, dan titrasi pada suhu biasa. Pada akhir titrasi harus dikocok kuat-kuat karena mungkin ion Ag+ yang diadsorbsi oleh endapan tidak larutan dalam reaksi kesalahan lain yang mungkin terjadi disebabkan reaksi : AgCl + NH4CNS  AgSCN + NH4Cl Yang terjadi karena harga Ksp AgCl dan AgSCN masing-masing : [Ag+] [Cl-] = 2 x 10-10 [Ag+] [SCN-] = 1,5 x 10-12

[5]

Oleh karena itu sering endapan AgCl, sebelum dititrasi dengan larutan NH4SCN atau tambahkan 1 mL larutan nitrobenzene untuk menghindari reaksi tersebut. 3. Cara Payans : adalah pemanfaatan peristiwa adsorbsi ion-ion yang sejenis. Bila ada ion Cl dalam suatu medium yang mengandung endapan AgCl, maka ion Cl- akan diadsorbsi oleh AgCl. Setelah tercapai fluorensein akan membentuk larutan berwarna kehijau-hijauan. 

Titrasi Kompleksometri Dasar titrasi ini adalah terbentuknya senyawa-senyawa kompleks

yang stabil dan larut dalam air, bila kemarin baku bereaksi dengan kationkation yangf sedang dicari keadaanya. Kompleksan yang paling banyak digunakan adalah EDTA (Etilen Diamine Tetra Asetat) dalam bentuk garam dinatriumnya. Indicator yang digunakan dalam titrasi jenis ini adalah banyak ragamnya, antara lain EBT (Erishrome Black Ted) yang dengan kalsium, magnesium, atau kation lain membentuk kompleks berwarna merah tua (merah anggur) sedangkan warna indikatornya sendiri adalah biru tua. 1.2.4. Titrasi Oksidimetri/Permanganometri Dalam golongan ini termasuk titrasi-titrasi dengan KMnO4 walau terkadang data pula digunakan pengoksid-pengoksid lainnya seperti K2Cr2O7 (Bikroatometri) atau Ce(SO4)2 (Serimetri) dan sebagainya. Umumnya cara-cara zat tersebut digolongkan pada jenis titrasi oksidimetri. Pada bagian ini hanya akan dibahas mengenai permanganometri. Dalam lingkungan asam dua permanganate data melepaskan lima atom oksigen (bila ada zat yang dioksidasi oleh oksigen tersebut). KMnO4 + 3H2SO4 → K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5O Karena KMnO4 mempunyai warna tersendiri yang spesifik, maka tidak diperlukan suatu penunjuk untuk menentukan titk ekuivalen. Satu tetes KMnO4 0,1 N dan 200 ml air akan menyebabkan warna merah jambu yang nyata. [6]

Supaya larutan KMnO4 yang baru dibuat tidak berubah titarnya harus dibiarkan dulu selama satu minggu, selama itu zat-zat organic yang masih terkandung dalam larutan itu akan teroksidasi, sehingga terbentuk MnO2 (pengoksid langsung dalam lingkungan netral). 2KMnO4 + H2O → 2MnO2 + 2KOH + 3O MNO2 yang terbentuk ini berfungsi sebagai katalis pada pemecahan lebih lanjut. Setelah dibiarkan selama satu minggu, larutan disaring dengan penyaring abses untuk kemudian langsung disimpan dalam botol reagent yang berwarna coklat. Supaya reaksi dalam KMnO4 berlangsung dengan cepat biasanya titrasi dilakukan pada suhu kurang lebih 60oC, sedangkan untuk membuat situasi asam digunakan larutan H2SO4. Dari persamaan reaksi diatas didapatkan : 2KMnO4 . 5 atom O = 10 H+ Sehingga 1 grek KMnO4 = 1/5 grammol = 158,03/5 = 31,61 Perhatikan bahwa untuk titrasi dalam lingkungan netral atau basa 1 grek adalah 1/3 gram mol, sehingga kenormalan dalam keadaan tersebut adalah 3/5 kenormalan asam. 1.2.5 Bahan Yang Digunakan Pada Praktikum 1.2.5.1 Kalium Permanganat Kalium permanganate telah digunakan sebagai zat pengoksid secara meluas lebih dari 100 tahun ini. Reagensia ini mudah diperoleh, murah, dan tak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Setelah permanganate 0,1 N memberikan warna merah muda yang tampak kepada larutan yang volumenya lazim digunakan dalam titrasi. Warna ini digunakan untuk menyatakan berlebihnya reagensia itu. Permanganate bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2,+3,+4,+6, dan +7. Reaksi-reaksi ini diringkas dibawah ini: MnO4- + 8H+ +3e- ↔ Mn2+ + 4H2O

[7]

Eo = +1,51 V………(1)

Reaksi inilah yang terjadi dalam larutan yang sangat asam (0,1 M atau lebih) MnO4- + 4H+ + 3e- ↔ MnO2 + 2H2O

Eo = +1,70 V………(2)

Reaksi ini terjadi dalam larutan yang keasamannya lebih rendah. Reaksi ini menang dalam jangkauan PH antara sekitar 2 hingga 12. MnO4- + 3H2P2O72- + 8H+ +4e- ↔ Mn(H2P2O7)33- + 4H2O Eo = +1,50 V………(3)

Keadaan oksidasi +3 dari mangan ini tidak stabil namun anion pengomplekss seperti pirofosfat atau fluoride, akan menstabilkan ion itu. MnO4- + e- ↔ MnO42-

Eo = +0,54…………(4)

Reaksi ini hanya bergantung dalam larutan yang sangat basa. Ion OH- sekitar 1 M. dalam larutan dengan PH lebih rendah, reaksi (2) akan terjadi. Biasanya barium klorida ditambahkan untuk mengendapkan BaMnO4 dengan demikian warna hijau dari MnO42- dapat dihilangkan, dan juga mencegah terjadinya reduksi lebih lanjut Reaksi yang paling lazim dijumpai dalam laboratorium pengantar adalah yang pertama, reaksi dalam larutan yang sangat asam. Permanganate bereaksi dengan sangat cepatdan banyak zat pereduksi menurut reaksi (1), namun beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak kesulitan dalam menggunakan reagensia ini. Misalnya permanganate merupakan zat pengoksid yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 menurut persamaan : 3Mn2+ +2MnO4- + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+ Sedikit Kelebihan permanganate yang ada pada titk akhir suatu titrasi telah cukup untuk menimbulkan pengendapan MnO2. Untung bahwa reaksi ini lambat, sehingga biasanya MnO2 tidak diendapkan pada titk akhir titrasi permanganate.

[8]

Dalam mempersiapkan larutan permanganate harus dilakukan tindakan pengamanan khusus. Mangan dioksida mengkatalis penguraian larutan permanganate, atau terbentuk oleh reaksi permanganate dalam runutanzat pereduksi dalam air, menimbulkan penguraian. Biasanya dianjurkan untuk melarutkan Kristal, kemudian pemanasan untuk pemusnahan zat pereduksi, dan penyarigan lewat asbes atau kaca mesin (filter yang tak mereduksi) untuk menyingkirkan MnO2. Larutan itu kemudian distandarkan, dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan, konsentrasinya tidak akan berubah dengan nyata dalam kurun waktu beberapa bulan. Larutan asam dari permanganate tidak stabil karena asam permanganate terurai menurut persamaan: 4MnO- + 4H+ → 4MnO2 + 3O2 + 2H2 Reaksi ini lambat dalam larutan encer pada temperature kamar. Namun orang tidak pernah boleh menambahkan permanganate berlebih kepada suatu zat pereduksi dan kemudian menaikan temperature untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi tersebut akan berlangsung pada laju yang cukup nyata. 1.2.5.2 Besi Endapan besi dalam biji besi

merupakan salah satu endapan yang

penting dari titrasi permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksida atau oksida terhidrasi : homofit Fe2O3 ; magnetik, Fe3O4 ; goefit, Fe2O3 ∙ H2O ; dan limonit; 2Fe2O3 ∙ 7H2O, karbonat FeCO3 dan sulfida FeS2. asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih ini adalah asam klorida. Oksida terhidrasi mudah melarut, sedangkan magnetik dan homofit melarut dengan agak lambat. Penambahan timah (II) klorida membantu dalam melarutkan oksida tak terhidrasi ini. Residu silika yang tetap tinggal setelah sampel dipanaskan dengan asam, dapat menahan sejumlah besi. Silika itu dapat dilelehkan dengan natrium karbonat dan kemudian diolah dengan asam klorida untuk memulihkan besinya.

[9]

1.2.5.3 Asam Sulfat Asam yang digunakan adalah asam sulfat encer, karena tidak bersifat oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dan juga tidak beroksidasi oleh kalium permanganat. Bila menggunakan asam klorida sebagai pengasam, sebagian klorida akan ikut teroksidasi klor dan pemakaian kalium akan lebih dari seharusnya. 1.2.5.4 Penentuan Kadar Fe(II) Pada penentuan kadar Fe (II) dalam sample digunakan zat KMnO4 sebagai pengoksidasi. Kalium permanganate adalah pereaksi pengoksidasi (oksidator kuat), larutannya berwarna ungu. Saat mengoksidasi warna ungu hilang, dengan demikian titrasi tidak menggunakan indicator karena kelebihan kalium permanganate adalah dalam medium HCl, Cl- akan teroksidasi menjadi klor dan pemakaian kalium permanganat akan lebih dari seharusnya. Oleh karena itu, yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam sulfat encer, karena asam sulfat encer ini tidak bersifat oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentuksn dan juga tidak beroksidasi oleh kalium permanganate. I.2.6 Reaksi Redoks Pada reaksi redoks adalah reaksi menyetarakan jumlah electron reaksi. Jumlah inilah yang menentukan valensi dari suatu senyawa. Secara umum ada tiga hal yang harus dilakukan dalam penyetaraan reaksi redoks, antara lain : - ∑ ē reaksi oksidasi

= ∑ ē reaksi reduksi

- ∑ muatan reaksi kiri

= ∑ muatan reaksi kanan

- ∑ atom sejenis ruas kiri

= ∑ muatan sejenis ruas kanan

[10]

Jika ketiga hal tersebut sudah dipenuhi, maka persamaan reaksi tersebut dapat diuraikan melalui dua prosedur yang biasa digunakan. Untuk menyetarakan persamaan reaksi reduksi, yaitu : 

Cara bilangan Oksidasi



Cara Setengah Reaksi atau Cara Ion Elektron

[11]

BAB II METODOLOGI

2.1

ALAT DAN BAHAN 2.1.1

2.1.2

Alat 

Erlenmeyer



Buret



Neraca Digital



Gelas Ukur

50 mL



Gelas Kimia

100 mL



Labu Ukur

100 mL



Spatula



Kaca Arloji



Hot Plate



Pipet Volume



Statif dan Klem



Botol Semprot



Bulp

250 mL

10 mL

Bahan 

Sampel (FeSO4.7H2O)



Larutan KMnO4

0.1 N



Larutan H2SO4

4N



Hablur Asam Oksalat



Aquadest

[12]

2.2

PROSEDUR KERJA 2.2.1. Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan Bahan Baku Asam Oksalat 1. Menimbang dengan teliti 500 mg hablur asam oksalat, membilas dengan air suling ke dalam labu ukur 100 mL, melarutkan dan mengimpitkan hingga tanda batas. 2. Kemudian memipet larutan dari labu ukur sebanyak 25 mL dan memasukannya ke dalam Erlenmeyer 250 mL, menambahkan 25 mL larutan H2SO4 4 N dan mengencerkan hinga 100 mL. 3. Kemudian memanaskan larutan hingga 70oC dan menitrasi dengan KMnO4 0.1 N (dalam keadaan panas) hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna hingga mejadi Merah Muda. 4. Melakukan secara duplo 2.2.2. Penentuan Kadar Fe(II) dalam Sampel 1. Menimbang 500 mg sample besi sulfat dan melarutkan dalam Erlenmeyer 250 mL dengan aquadest yang telah didihkan terlebih dahulu dan mendinginkannya kembali. 2. Kemudian menambahkan 25 mL H2SO4 4 N dan menitar dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. 3. menghitung kadar Fe(II) dalam sample.

2.3 SAFETY ALAT DAN BAHAN 1. Menggunakan jas lab dalam praktikum untuk keselamatan dan kenyamanan praktikan. 2. Menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan bahan-bahan bersifat korosif, pekat, dan sebagainya. 3. Menggunakan masker untuk menghindari gas-gas yang bersifat toxic dan sejenisnya. [13]

2.4 DIAGRAM KERJA 2.4.1. Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan Bahan Baku Asam Oksalat Melarutkan Dengan Aquadest

H2C2O4

0,5010 g

100 mL

+ Aquadest Sampai 100 mL + 25 mL H2C2O4 Dari Labu Alas Bulat

Mengimpitkan Sampai Tanda Batas

+ 25 mL H2SO4 4 N

Dipanaskan Hingga Suhu 70oC

Dititrasi dengan KMnO4 0.1 N Dalam Keadaan Panas Hingga Berubah Menjadi Merah Muda

Dilakukan Duplo

[14]

2.4.2. Penentuan Kadar Fe(II) Dalam Sampel

+ 500 mg FeSO4.7H2O

+ 100 mL Aquades yang telah di didihkan

FeSO4.7H2O

0,5009 g

+ 25 mL H2SO4 4 N

Didinginkan

Dilakukan Duplo

Dititrasi dengan KMnO4 0.1 N Dalam Hingga Berubah Menjadi Merah Muda

[15]

BAB III DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

3.1 DATA PENGAMATAN Tabel 3.1.1 Standarisasi Larutan KMnO4

Titrasi Ke-

Massa Asam Oksalat(mg)

1

501

2

501,6

Massa Asam Oksalat Rata Rata (mg)

fp

501,3

4,0

Volume Titrasi (mL) 19,7 19,8

Volume Titrasi Perubahan Warna Rata Rata (mL) 19,75

Colorless To Pink

Tabel 3.1.2 Penentuan Kadar Fe(II) Dalam Sampel

Titrasi Ke-

Volume Titrasi (mL)

1 2 3

15 15,8 17,5

Volume Titrasi Rata Rata (mL)

16,1

Normalitas KMnO4

Massa Sampel (mg)

Perubahan Warna

0,1007 N

501 500,9 500,2

Yellow To Pink

3.2 HASIL PERHITUNGAN NO 1 2 3

Normalitas KMnO4 (N)

Kadar Fe (II) (%)

Kadar Fe (II) (%) Teori

0,1007

16,89 17,79 19,73

20,14

[16]

BAB IV PEMBAHASAN Pada percobaan permanganometri dimana standarisasi larutan KMnO4 termasuk dalam jenis titrasi oksidimetri dimana menggunakan KMnO4 sebagai penitarnya dimana KMnO4 berfungsi sebagai pengoksidasi kuat. Kalium Permanganate boleh/mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama ratusan tahun lebih. Kalium Permanganate dapat bertindak sebagai indikator dan titrasi ini dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Standarisasi KMnO4 disini bertujuan untuk mengetahui kadar sebenarnya dari suatu KMnO4 apakah sesuai dengan yang tertera pada reagent atau tidak. Dari percobaan didapat reaksi sebagai berikut . MnO4- + 8H+ + 5e-

Mn2+ + H2O

Fungsi penambahan asam sulfat disini adalah karena sifat asam sulfat yang bukan merupakan oksidator sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dan juga tidak beroksidasi oleh KMnO4 . Berdasarkan

praktikum

kadar/normalitas

KMnO4

yang

didapatkan

sebenarnya 0,1007 N sedangkan pada reagent kadar KMnO4 sebesar 0,1 N. Terjadi perbedaan hal ini disebabkan oleh pada saat titrasi dilakukan saat larutan mengalami penurunan suhu yang awalnya panas akibat proses pemanasan berkurang. KMnO4 hanya dapat diketahui kadarnya saat titrasi bila dalam keadaan panas karena KMnO4 pada saat itu mudah untuk terurai. Penetapan kadar zat berdasarkan reaksi oksidasi dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri, hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan H2SO4 encer, karena H2SO4 encer tidak bereaksi terhadap permanganate dalam larutan encer. Sampel yang digunakan adalah FeSO4.7H2O dimana kadar Fe(II) yang ada di dalam sampel tersebut adalah sebesar 20,14%. Berdasarkan percobaan diatas, terdapat 3 data

[17]

yang menunjukkan kadar sampel yaitu 17,79 %; 16,89%; dan 19,73%. Dari hasil tersebut tidak ada data yang dapat mencapai kadar Fe(II) dalam FeSO4.7H2O sebenarnya. Ini disebabkan oleh titrasi dilakukan saat keadaan suhu larutan masih dalam keadaan panas. Keadaan panas menyebabkan kadar Fe(II) yang teroksidasi belum teroksidasi sempurna maka daripada itu kadar zat yang didapat dalam praktek tidak ada yang pas sebesar 20,14%.

[18]

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Molaritas EDTA adalah sebesar 0,00957 M 2. Kadar Total Hardness dalam sampel air danau “POLNES” adalah sebesar 64,50 ppm

DAFTAR PUSTAKA

[19]

Tim Penyusun. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda

Underwood, A.L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

LAMPIRAN [20]

PERHITUNGAN

1. Lampiran 1 . Perhitungan Standarisasi Larutan KMnO4 Diketahui : 501+ 501,6



Massa H2C2O4 Rata Rata

=



Volume Titrasi Rata Rata

=



Fp

=4

2 19,7 + 19,8 2

mg = 501,3 mg mL = 19,75 mL

Ditanya : 

N KMnO4 = . . . . . N

Jawaban : N KMnO4

=

𝑚𝑔 𝐻2𝐶2𝑂4 𝑓𝑝 × 𝑉 × 63

N KMnO4

=

501,3 4 × 19,75 × 63

N KMnO4

= 0,1007 N

2. Lampiran 2 . Perhitungan Kadar Fe(II) Dalam Sampel FeSO4.7H2O

[21]

2.1. SAMPEL I Diketahui : 

Massa FeSO4.7H2O

= 501 𝑚𝑔



Volume Titrasi

= 15 𝑚𝐿



N KMnO4

= 0,1007 N

Ditanya : 

% Fe(II) ?

Jawaban : % Fe(II)

=

𝑉 × 𝑁 × 56 × 100% 𝑚𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

% Fe(II)

=

15 × 0,1007 × 56 × 100% 501

% Fe(II)

= 16,89 %

2.2.SAMPEL II Diketahui : 

Massa FeSO4.7H2O

= 500,9 𝑚𝑔



Volume Titrasi

= 15,8 𝑚𝐿



N KMnO4

= 0,1007 N

Ditanya : 

% Fe(II) ?

Jawaban : % Fe(II)

=

𝑉 × 𝑁 × 56 × 100% 𝑚𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

% Fe(II)

=

15,8 × 0,1007 × 56 × 100% 500,9

% Fe(II)

= 17,79 %

2.3.SAMPEL III [22]

Diketahui : 

Massa FeSO4.7H2O

= 500,2 𝑚𝑔



Volume Titrasi

= 17,5 𝑚𝐿



N KMnO4

= 0,1007 N

Ditanya : 

% Fe(II) ?

Jawaban : % Fe(II)

=

𝑉 × 𝑁 × 56 × 100% 𝑚𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

% Fe(II)

=

17,5 × 0,1007 × 56 × 100% 500,2

% Fe(II)

= 19,73 %

3. Lampiran 3 . Perhitungan Kadar Fe(II) Dalam Sampel FeSO4.7H2O Secara Teoritis 

Hukum Proust 𝐴𝑟 𝐹𝑒

Kadar Fe (II) = 𝑀𝑟 𝐹𝑒𝑆𝑂

4 .7𝐻2 𝑂

56

= 278 𝑥100% = 20,14 %

[23]

𝑥100%

LAMPIRAN GAMBAR ALAT

Neraca Digital

Spatula

Buret

Pipet ukur

Labu ukur

[24]

Erlenmeyer

Kaca Arloji

Hot plate

Bulp

Related Documents

Isi
October 2019 65
Isi
November 2019 55
Isi
July 2020 29
Isi
May 2020 40
Isi
April 2020 41
Isi
November 2019 59

More Documents from "Shahzad Asghar Arain"

Bab I Fe.docx
April 2020 25
Isi Laporan.docx
April 2020 19
Data Data.xlsx
April 2020 21
Undone Cara Anajab.docx
November 2019 23