I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk merupakan kebutuhan utama bagi tanaman. Tanpa pupuk, tanaman tidak bisa tumbuh dengan maksimal. Kebutuhan pupuk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sayangnya, penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus justru menyebabkan tanaman menjadi resisten terhadap pupuk. Tanaman tersebut memerlukan jumlah pupuk lebih banyak.(Soeryoko, 2011). Pertanian organik menjadi hal yang saat ini sedang dikembangkan dengan pesat. Hal ini dilatarbelakangi dengan masalah dimana semakin jenuhnya pemberian pupuk yang berasal dari industri. Tanah semakin kering, semakin miskin kandungan hara organik yang pada akhirnya merugikan petani dan pertanian saat ini. Atas dasar itulah diperlukan upaya dalam peningkatan kebutuhan bahan organik bagi tanaman. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan organik untuk diolah menjadi kompos. Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, kotoran hewan, dan sampah kota. Proses dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar
membuat
kompos
berarti
merangsang
pertumbuhan
bakteri
(mikroorganisme) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain. Proses yang terjadi adalah dekomposisi, yaitu menghancurkan ikatan organik molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil, mengeluarkan ikatan CO2 dan H2O serta penguraian lanjutan yaitu transformasi ke dalam mineral atau dari ikatan organik menjadi anorganik. Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang sukar larut menjadi senyawa organik yang larut sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah
1
dan, meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang terpenting adalah kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan, (Djuamani,2005). Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Adapun jenis-jenis dari pupuk organik itu sendiri seperti pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk cair, dan sebagainya. Pupuk organik cair adalah pupuk berfasa cair yang dibuat dari bahan-bahan organik melalui proses pengomposan. Terdapat dua macam tipe pupuk organik cair yang dibuat melalui proses pengomposan. Pertama adalah pupuk organik cair yang dibuat dengan cara melarutkan pupuk organik yang telah jadi atau setengah jadi ke dalam air. Jenis pupuk yang dilarutkan bisa berupa pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos atau campuran semuanya. Pupuk organik cair semacam ini karakteristiknya tidak jauh beda dengan pupuk organik padat, hanya saja wujudnya berupa cairan. Dalam bahasa lebih mudah, kira-kira seperti teh yang dicelupkan ke dalam air lalu airnya dijadikan pupuk. Pupuk cair tipe ini suspensi larutannya kurang stabil dan mudah mengendap. Kita tidak bisa menyimpan pupuk tipe ini dalam jangka waktu lama. Setelah jadi biasanya harus langsung digunakan. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara menyiramkan pupuk pada permukaan tanah disekitar tanaman, tidak disemprotkan ke daun. Kedua adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan-bahan organik yang difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan bakunya dari material organik yang belum terkomposkan. Unsur hara yang terkandung dalam larutan pupuk cair tipe ini benar-benar berbentuk cair. Jadi larutannya lebih stabil. Bila dibiarkan tidak mengendap. Oleh karena itu, sifat dan karakteristiknya pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat yang dilarutkan ke dalam air.
1.2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum teknologi pupuk ini berdasarkan judul yang di praktikum kan ialah : 1). Pupuk organik kompos dengan EM-4
2
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menghasilkan kompos yang dapat digunakan untuk pupuk organik bagi tanaman.
2). Pupuk organik cair Tujuan dari praktikum pembuatan pupuk organik cair adalah untuk menghasilkan pupuk organik dalam bentuk cairan, agar unsure hara lebih cepat tersedia bagi tanah dan tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.
3). Perangsang tanaman Tujuan dari praktikum pembuatan perangsang tanaman ialah untuk mengetahui pengaruh perangsang tanaman terhadap pertumbuhan tanaman.
1.3. Manfaat Praktikum Adapun manfaat di lakukannya praktikum teknologi pupuk ini yaitu dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan pupuk organik, baik itu pupuk organik kompos, ataupun pupuk organik cair, dan juga dapat mengetahui bagaimana cara membuat perangsang tanaman.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pupuk Organik Kompos dengan EM-4
Kompos Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Suriawiria (2003) menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara, terutama N, P, dan K yang relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman. Pengomposan menurut Yang (1997), merupakan suatu proses biooksidasi yang menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. Harada et al. (1993) menyatakan produk dari pengomposan berupa kompos apabila diberikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologis tanah. Proses Pengomposan Anaerobik Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu, seperti yang terjadi pada proses pengomposan aerobik. Proses pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses pengomposan secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai
4
kandungan unsur hara yang lebih tinggi dari proses pengomposan secara aerobik (Samekto, 2006). Proses Dekomposisi Karbon didaur secara aktif antara CO2 anorganik dan macam-macam bahan organik
penyusun
sel
hidup.
Metabolisme
outotrof jasad fotosintetik dan
khemolitotrof menghasilkan produksi primer dari perubahan CO2 anorganik menjadi C-organik. Metabolisme respirasi dan fermentasi mikroba heterotrof mengembalikan CO2 anorganik ke atmosfer. Proses perubahan dari C-organik menjadi anorganik pada dasarnya adalah upaya mikroba dan jasad lain untuk memperoleh energi. Pada proses peruraian bahan organik dalam tanah ditemukan beberapa tahap proses. Hewan-hewan tanah termasuk cacing tanah memegang peranan penting pada penghancuran bahan organik (Sutanto, 2002). Pada tahap awal proses. Bahan organik yang masih segar akan dihancurkan secara fisik atau dipotong-potong sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Perubahan selanjutnya dikerjakan oleh mikroba. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba merubah senyawa organik secara kimia, hal ini ditandai pada bahan organik yang sedang mengalami proses peruraian maka kandungan zat organik yang mudah terurai akan menurun dengan cepat. Unsur karbon menyusun kurang lebih 45 - 50% dari bobot
kering
tanaman dan
binatang.
Apabila bahan
tersebut
dirombak oleh mikroba, O2 akan digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik dan akan dibebaskan CO2. Selama proses peruraian, mikroba akan mengasimilasi sebagian C, N, P, S dan unsur lain untuk sintesis sel, jumlahnya berkisar antara 10-70% tergantung kepada sifat-sifat tanah dan jenis-jenis mikroba yang aktif. Setiap 10 bagian C diperlukan 1 bagian N (nisbah C/N=10) untuk membentuk plasma sel. Dengan demikian C-organik yang aerobik hanya 60-80%
dibebaskan
dalam bentuk CO2
dalam keadaan
dari seluruh kandungan karbon yang ada. Hasil
perombakan mikroba proses aerobik meliputi CO2, NH4,
NO3,
SO4,
H2PO4. Pada proses anaerobik dihasilkan asam-asam organik, CH4, CO2, NH3, H2S, dan zat-zat lain yang berupa senyawa tidak teroksidasi sempurna, serta akan
5
terbentuk biomassa tanah yang baru maupun humus sebagai hasil dekomposisi yang relatif stabil. Secara total, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (CH2O) + O2 => CO2+ H2O + hasil antara + nutrien+ humus + sel + energi Bahan organik
Karakteristik Bahan Kompos Menurut Djuamani (2005), menyatakan bahwa kompos yang memiliki kualitas yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut. -
Berwarna coklat
-
Berstruktur gembur
-
Berkonsitensi gembur
-
Berbau daun dan lapuk
Sedangkan menurut Yuniwati (2012), menyatakan bahwa kompos yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut : -
Warna : Kompos biasanya coklat kehitaman
-
Aroma : Kompos yang baik tidak mengeluarkan bau / aroma yang menyengat tetapi mengeluarkan aroma lunak seperti bau tanah atau bau humus hutan.
-
Apabila dipegang dan dikepal kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos yang hancur dengan mudah.
Menurut Yuwono (2007), menyatakan bahwa kompos yang berkualitas adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Dan ciri-ciri kompos yang baik menurut beliau adalah sebagai berikut : -
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.
-
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi.
-
Nisbah C / N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya.
-
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah
6
-
Suhu kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
-
Tidak berbau.
2.2. Pupuk Organik Cair Limbah Organik Limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob. Limbah organik mudah membusuk, seperti sisa makanan, sayuran, daun-daunan kering, potongan-potongan kayu, dan sebagainya. Limbah organik terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga maupun kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami. Limbah ini mempunyai sifat kimia yang stabil sehingga zat tersebut akan mengendap kedalam tanah, dasar sungai, danau,serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya. Limbah organik dapat mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos). Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik. Limbah organik dibagi menjadi dua, yaitu: Limbah organik basah Limbah ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Limbah organik kering Limbah ini memiliki kandungan air yang relative sedikit. Contohnya kayu, ranting pohon, dedaunan kering, dan lain-lain.
7
Kandungan Limbah/Sampah Organik Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah tangga atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Komposisi sampah rata-rata di Indonesia mayoritas adalah organik dengan komposisi 73.98%, selanjutnya diikuti oleh bahan anorganik 26.48%.
Pupuk Organik Cair Pupuk organik cair atau sering di sebut sebagai MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah pupuk berfasa cair yang dibuat dari bahan-bahan organik melalui proses pengomposan. Terdapat dua macam tipe pupuk organik cair yang dibuat melalui proses pengomposan. Pertama adalah pupuk organik cair yang dibuat dengan cara melarutkan pupuk organik yang telah jadi atau setengah jadi ke dalam air. Jenis pupuk yang dilarutkan bisa berupa pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos
atau
campuran
semuanya.
Pupuk
organik
cair
semacam
ini
karakteristiknya tidak jauh beda dengan pupuk organik padat, hanya saja wujudnya berupa cairan. Dalam bahasa lebih mudah, kira-kira seperti teh yang dicelupkan ke dalam air lalu airnya dijadikan pupuk. Pupuk cair tipe ini suspensi larutannya kurang stabil dan mudah mengendap. Kita tidak bisa menyimpan pupuk tipe ini dalam jangka waktu lama. Setelah jadi biasanya harus langsung digunakan. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara menyiramkan pupuk pada permukaan tanah disekitar tanaman, tidak disemprotkan ke daun. Kedua adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan-bahan organik yang difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan bakunya dari material organik yang belum terkomposkan. Unsur hara yang terkandung dalam larutan pupuk cair tipe ini benar-benar berbentuk cair. Jadi larutannya lebih stabil. Bila dibiarkan tidak
8
mengendap. Oleh karena itu, sifat dan karakteristiknya pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat yang dilarutkan ke dalam air. Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata, 2008).
2.3. Perangsang Tanaman
Hormon tumbuh tanaman secara alami disintesis sendiri oleh tanaman untuk memacu dan mengontrol pertumbuhan. Biasanya hormon tumbuh diperlukan tidak dalam jumlah yang besar oleh tanaman. Air kelapa merupakan hormon pengatur tumbuh alami yang dapat memacu pembelahan sel dan pertumbuhan tanaman (Sujarwati et al., 2011), yang mudah didapat dan murah harganya. Air kelapa mengandung hormone tumbuh geberilin, sitokinin dan auksin, pada dosis yang sesuai dapat merangsang pertumbuhan tunas tanaman (Djamhuri, 2011). Hormon geberilin dalam bentuk sintetis dikenal dengan nama GA3, mempunyai peran sebagai perangsang pertumbuhan lateral (Sutisna, 2010). Pengaruh air kelapa terhadap pertumbuhan tunas dapat disetarakan dengan penggunaan hormon sintetis NAA dan IBA. Zat Pengatur Tumbuh pada tanaman (plant growth regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient) yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1987). Zat pengatur tumbuh terdiri dari fitohormondan senyawa- senyawa organik sintesis yang sama dengan fitohormonatauyang mempunyai efksama dengan fitohormon. Fitohormon atau hormontumbuhan adalah senyawa organik yang aktif dalam
9
jumlah kecil (10-6-10-5 M) yang disintesa dari bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut kebagian lain dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan biokimia, fisiologis dan morfologis. Penngaturtumbuhan tanaman meliputi katagori luas yaitu substansi bahan organik (selain vitamin atauunsur mikro)
yang
dalamjumlah
sedikit
merangsang,menghambat,
atau
sebaliknyamengubah proses fisiologis (Wareing dan philips, 1978). Auksin merupakan istilah untuk subsatansi pertumbuhan yang khususnya merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan respons pertumbuhan
yang
berbeda-beda.
Auksin
sebetulnya
digunakan
untuk
menjelaskan segala jenis bahan kimia yang membantu proses pemanjangan koleoptil, meskipun auksin sesungguhnya memiliki banyak fungsi baik pada monokotil maupun pada dikotil. Paal dan Boysen-jesen mendemonstrasikan bahwa rangsangan pertumbuhan sebenarnya dihasilkan dalam ujung kleoptil dan ditranslokasikan ke bawah ke daerah pembengkokan (Wareing dan Phillips, 1978). Auksin dicirikan sebagai substansi yang merangsangpembelokan ke arah cahaya (fotonasti) pada bioassay terhadap kleoptil haver (Avena sativa) pada suatu kisaran konsentrasi. Auksin berpengaruh hanya pada kisaran konsentrsi tertentu, yaitu sekitar 10 -8 sampai 10-3 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, auksin bisa menghambat pemanjangan sel. Hal ini barangkali disebabkan oleh tingginya level auksin yang menginduksisintesis hormon lain, yaitu etilen, yang umumnya bekerja sebagai inhibitor pertumbuhan tumbuhan akibat pemanjangan sel. IBA dan NAA merupakan zat pengaturtumbuhsintetik yang berperan dalam menstimulasipembentukkan akar (Hartmann et al, 1990). Pemberian IBA sebagai salah satu jenis auksin sintesis, terbuktidapat meningkatkan perakaran. Bahkan dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa IBA lebih efektif daripada IAA (Zimmerman and Wilcoxon, 1953 dalam candace etc, 200) tetapi dibutuhkan konsentrasi yangtepat dalam penggunaanya, agar diperoleh perakaran yang optimal. Pemberian IBA pada konsentrasi 59 ppm yang dilakukan oleh Djauharia dan Raharjo (2004) dapat meningkatkan panjang akar mengkudu. Pada percobaan lain dilakukan oleh Irawati (2005), diketahui bahwa perendaman daun dewa (Gynura Pseudochina) dalam IBA konsentrasi 50 ppm diperoleh hassil terbaik pada perakarannya. Pemberian IAA pada konsentrasi yang semakin meningkat
10
hingga mencapai 50 ppm, juga dapat meningkatkan jumlah dan panjang akar Leguminoceae (Abidin, 1982).
11
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Pupuk Organik Kompos dengan EM-4
3.1.1. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat dilakukannya praktikum teknologi pupuk tentang pupuk organik kompos dengan EM-4 yaitu : Waktu
: Selasa, 20 Maret 2018.
Tempat
: Depan Laboratorium Fakultas Pertanian Agrooekkoteknologi.
3.1.2. Alat dan Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu sampah pasar 10 kg, serbuk gergaji 3 kg, gula putih ¼ ons, pupuk kandang 3 kg, EM-4, air secukupnya. Alat-alat yang digunakan yaitu ember, karung goni, parang.
3.1.3. Langkah Kerja 1. Sampah pasar dicincang sampai halus kemudian dikering anginkan di campur merata dengan pupuk kandang dan serbuk gergaji. 2. Larutkan molase (gula pasir/gula merah) ke dalam air, kemudian tambahkan EM-4. 3. Siramkan larutan nomor 2 ke bahan nomor 1 secara pelan-pelan sampai rata, kemudian percikkan air sampai mencapai keadaan air 30-40% (apabila bahan digenggam tidak mengeluarkan air dan gumpalan tidak segera terlepas). 4. Masukkan bahan nomor 3 ke dalam karung goni dan karung ditutup, seminggu 3 kali karung dibuka dan diukur suhu dengan thermometer, apabila suhu melebihi 50o C maka bahan dikeluarkan dan dibalik agar suhu menurun, setelah suhu turun bahan kompos dimasukkan kembali, ini dilakukan terus menerus sampai bahan kompos menjadi kompos. 5. Selama proses pembuatan kompos setiap hari amati keadaan suhu dengan menggunakan thermometer dan amati juga warnanya.
12
6. Apabila suhu sudah stabil, warna sudah berubah dan sudah gembur, kira-kira selam 1-2 minggu (tergantung bahan organik yang digunakan), maka bahan kompos tersebut sudah menjadi kompos dan sudah dapat digunakan.
3.2. Pupuk Organik Cair
3.2.1. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat dilakukannya praktikum teknologi pupuk tentang pupuk organik cair, yaitu : Waktu
: Selasa, 27 Maret 2018.
Tempat
: Depan Laboratorium Fakultas Pertanian Agrooekkoteknologi.
3.2.2. Alat dan Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu Air kelapa 6 liter, air beras 6 liter, gula merah 0.5 kg, EM-4, nenas busuk 2 buah, bonggol pisang 1,5 kg, sabut kelapa 1 kg. Alat-alat yang digunakan yaitu jeregen 3 buah, botol aqua 3 botol, selang plastic, selotip, ember.
3.2.3. Langkah Kerja 1. Bonggol pisang dipotong kecil-kecil sampai halus, nenas dipotong sampai halus,sabut kelapa dipotong-potong. 2. Larutkan gula merah dan EM-4. 3. Masing-masing bahan seperti nenas,sabut kelapa, dan bonggol pisang yang sudah dipotong, dimasukkan ke dalam ember. 4. Masing-masing bahan kemudian tambahkan air kelapa dan air beras, jika air kelapa ditambah 2 liter maka air beras juga dengan ukuran yang sama. 5. Selanjutnya tambahkan larutan gula yang sudah dicampurkan dengan EM4 pada masing-masing bahan. 6. Semua bahan yang dimasukkan ke dalam ember diaduk secara merata
13
7. Setelah itu masukkan bahan tersebut ke dalam jeregen lalu ditutup dengan tutupnya dilubangi sedikit dan dipasang selang dihubungkan ke botol aqua yang berisi air. 8. Lalu disimpan selama 2 minggu. 9. Pengomposan berhasil ditandai pupuk organik cair apabila dibuka berbau seperti tape.
3.3. Perangsang Tanaman
3.3.1. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat dilakukannya praktikum teknologi pupuk tentang perangsang tanaman, yaitu : Waktu
: Jumat, 20 April 2018.
Tempat
: Depan Laboratorium Fakultas Pertanian Agrooekkoteknologi.
3.3.2. Alat dan Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu Air kelapa 2 liter, air beras 2 liter, gula merah, ajinomoto 2 bungkus, sari manis 2 bungkus. Alat yang digunakan yaitu botol aqua 4 botol, ember.
3.3.3. Langkah Kerja 1. Larutkan gula merah dengan EM-4. 2. Masukkan air kealapa, air beras dengan takaran yang sama kedalam ember, lalu masukkan ajinomoto kedalam bahan tersebut, kemudian aduk hingga merata. 3. Setelah itu masukkan larutan tersebut ke dalam botol aqua, kemudian tutup. 4. lakukan lagi seperti percobaan nomor 2, masukkan air kealapa, air beras dengan takaran yang sama kedalam ember, lalu masukkan sari manis ke dalam bahan tersebut, kemudian aduk hingga merata. 5. Setelah itu masukkan larutan tersebut ke dalam botol aqua, kemudian tutup. 6. Kemudian larutan tersebut disimpan, dan lakukanlah pengamatan.
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pupuk Organik Kompos dengan EM-4 4.1.1. Hasil Tabel Pengamatan kompos anaerob Tanggal
Suhu
Pengamatan
(oC)
Pengamatan 1
42,5
pH
Warna
Tekstur
Aroma
5,25
Coklat
Kasar
Beraroma
23 Maret 2018 Pengamatan 2
Kehitaman 43,2
5,5
Coklat
26 Maret 2018 Pengamatan 3
40,5
6,3
Coklat
35,2
6,9
Coklat
7,03
Coklat
2 April 2018 Pengamatan 6
Kasar
Kasar
7
Kehitaman
4 April 2018
Beraroma (Berbau)
Kasar
Kehitaman 31,3
Beraroma (Berbau)
Kehitaman 32,7
Beraroma (Berbau)
Kehitaman
30 Maret 2018 Pengamatan 5
Kasar
Kehitaman
28 Maret 2018 Pengamatan 4
(Berbau)
Beraroma (Berbau)
Agak
Berbau
Halus
Tidak Menyengat
Pengamatan 7
32,4
6,8
Kehitaman
6 April 2018
Agak
Beraroma
Halus
Tidak Menyengat
Pengamatan 8
33
6,5
Kehitaman
9 April 2018
Agak
Beraroma
Halus
Tidak Menyengat
Pengamatan 9
30,02
6,5
Kehitaman
11 April 2018 Pengamatan10
30
6,5
Kehitaman
13 April 2018
Agak
Tidak
Halus
Berbau
Halus
Tidak Berbau
15
4.1.2. Pembahasan Hasil pengomposan pada anaerob yang telah dilakukan selama lebih kurang 3 minggu adalah terjadi perubahan warna, tekstur, suhu, dan pH dan kompos dari yang beraroma menjadi tidak beraroma. Suhu pada pengamatan 1 yaitu 42,5 oC sedangkan pada pengamatan ke 2 yaitu 43,2oC, pengamatan ke 3 suhunya 40,5oC, pengamatan ke 4 suhunya 35,2oC, Pengamatan ke 5 suhunya 32,7oC, pengamata 6 suhunya 31,3oC, pengamatan ke 7 suhunya 32,4oC, pengamatan ke 8 suhunya 33oC, pengamatan ke 9 suhunya 30,02oC, dan pengamatan terakhir yaitu pengamatan ke 10 suhunya 30oC. dari data tersebut maka kompos yang telah dibuat dinyatakan berhasil. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniwati (2012), yang menyatakan bahwa kompos yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut : -
Warna : Kompos biasanya coklat kehitaman
-
Aroma : Kompos yang baik tidak mengeluarkan bau / aroma yang menyengat tetapi mengeluarkan aroma lunak seperti bau tanah atau bau humus hutan.
-
Apabila dipegang dan dikepal kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos yang hancur dengan mudah.
Menurut Yuwono (2007), menyatakan bahwa kompos yang berkualitas adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Dan ciri-ciri kompos yang baik menurut beliau adalah sebagai berikut : -
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.
-
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi.
-
Nisbah C / N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya.
-
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah
-
Suhu kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
-
Tidak berbau.
16
Menurut Kunaepah (2008), bakteri asam laktat yang merupakan komponen yang dominan dalam EM4 mempunyai suhu optimal 40o C dan jika suhu pengomposan diatas 40o C akan memperlambat kecepatan penurunan C/N sehingga pengomposan menjadi semakin lama. Berdasarka Yuniwati (2012) pada penelitiannya kompos yang baik memiliki ciri-ciri warna coklat kehitaman, tidak beraroma, tekstur halus dan pH 5 dengan suhu optimal 30oC-45o C (Rahman, 1989). Sedangkan kelembaban yang baik dalam pengomposan harus disesuaikan dengan bahan yang digunakan, hal ini berlaku pada pengomposan aerob maupun anaerob, dan semakin banyak mikroorganisme dalam proses pengomposan, kompos yang dihasilkan semakin baik dan cepat.
4.2. Pupuk Organik Cair 4.2.1. Hasil Dari praktikum yang telah dilakukan, pembuatan pupuk organik cair ini dilakukan pengamatan setelah 2 minggu pembuatan pupuk, diketahui hasil yang didapat,yaitu dapat dilihat dari tabel berikut : Jenis Poc
POC N
POC P
POC K
Tanggal
Indikator Fisik
Pengamatan
Bau
Warna
10 April 2018
Berbau Seperti
Putih Kekuning
Tape
Kuningan
Berbau Seperti
Putih Kekuning
Tape
Kuningan
Berbau Seperti
Putih Kekuning
Tape
Kuningan
10 April 2018
10 April 2018
4.2.2. Pembahasan Pengamatan yang dilakukan dalam pembuatan Pupuk Organik Cair (POC), dilakukan sekali yaitu 2 minggu setelah pembuatan POC, diketahui bahwa Pembuatan pupuk cair dari limbah organik berhasil dilakukan yaitu ditandai dengan adanya bercak-bercak atau serbuk putih pada permukaan cairan, warna
17
cairan kuning kecoklatan serta memiliki aroma yang khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2003), yang menyatakan bahwa ciri fisik pupuk organik cair yang telah matang dengan sempurna adalah berwarna kekuning-kuningan dan berbau, bahan pembentuknya sudah membusuk serta adanya bercak-bercak putih (semaking banyak semakin bagus). Pupuk yang sudah matang memiliki kandungan hara kurang lebih: 1,69% N, 0,34% P2O5, dan 2,81% K. dengan kata lain, dalam seratus liter pupuk cair setara dengan 1,69 liter urea, 0,34 liter SP-36, dan 2,81 liter KCl. Nitrogen (N) berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari tanaman. Selain itu N merupakan penyusun plasma sel dan berperan penting dalam pembentukan protein. Fosfor (P) adalah unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang banyak dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya dan diserap tanaman dalam bentuk ion. Sumber utama fosfor di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral-mineral yang mengandung fosfat. Kalium (K) adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman, dan diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis, dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman. Dalam proses pembuatan pupuk organik cair dilakukan fermentasi selama 14 hari. Fermentasi bertujuan untuk memecah senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Soleh dalam Jainurti (2016), yang menyatakan bahwa pupuk cair sudah dapat digunakan setelah melalui beberapa proses selama 14 hari dengan indikator bau sudah berkurang atau hilang.
18
4.3. Perangsang Tanaman 4.3.1. Hasil Adapun hasil yang didapat dari praktikum teknologi pupuk tentang perangsang tanaman yaitu dinyatakan berhasil dan bisa dimanfaatkan ke tanaman. 4.3.2. Pembahasan Seiring dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi tentang biokimia, saat ini telah ditemukan beberapa senyawa yang memiliki fungsi fisiologis serupa dengan hormon tumbuhan. Sumber ZPT sitokinin alami pada tanaman adalah air kelapa. Selama ini air kelapa banyak dimanfaatkan untuk minuman kesegaran. Air kelapa mengandung berbagai macam zat, termasuk didalamnya hormon sitokinin dan auksin (Yong et al., 2009). Benzil Amino Purin (BAP) merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh sintetik golongan sitokinin yang sering digunakan dalam pertumbuhan tanaman (George et al., 2008). Respon positif tanaman terhadap aplikasi zat pengatur tumbuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis tanaman, fase tumbuh tanaman, jenis zat pengatur tumbuh, konsentrasi dan cara aplikasi zat pengatur tumbuh (Fahmi, 2014). Adanya pengaruh konsentrasi menyebabkan zat pengatur tumbuh perlu ditentukan konsentrasinya saat melakukan aplikasi pada tanaman. Bedasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini digunakan ZPT Benzil Amino Purin (BAP) dan air kelapa untuk mempercepat percabangan dan pertumbuhan tunas lateral. BAP merupakan zat pengatur tumbuh yang memiliki kandungan senyawa nitrogen. Gardner (1991), mengemukakan bahwa dalam sitokinin terkandung senyawa nitrogen yang berperan untuk pengoptimalan proses sintetis asam-asam amino dan protein. Asam amino dan protein ini selanjutnya dimanfaatkan untuk pertumbuhan daun. Tekei (2001) dikutip Oksana (2012) mengungkapkan bahwa pertumbuhan sel pada tanaman dirangsang oleh sitokinin, selanjutnya sel-sel yang membelah tersebut akan berkembang menjadi tunas, cabang dan daun.
19
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan 1. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Adapun jenis-jenis dari pupuk organik itu sendiri seperti pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk cair, dan sebagainya. 2. Pengomposan merupakan suatu proses biooksidasi yang menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. 3. Pupuk organik cair atau sering di sebut sebagai MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah pupuk berfasa cair yang dibuat dari bahan-bahan organik melalui proses pengomposan. 4. Hormon tumbuh tanaman secara alami disintesis sendiri oleh tanaman untuk memacu dan mengontrol pertumbuhan. Biasanya hormon tumbuh diperlukan tidak dalam jumlah yang besar oleh tanaman.
5.2. Saran Dalam pelaksanaan praktikum teknologi pupuk diharapkan untuk kedepannya lebih dijelaskan lagi mengenai bahan-bahan yang akan digunakan untuk praktikum, dan diberitahu jauh-jauh hari tentang informasi bahan-bahan yang akan di praktikumkan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1987. Dasar – dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh. Bandung : Angkasa. Djuamani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agromedia Indriani, Y.H., 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta : Penebar Swadaya. Isroi. 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. http://id.wikipedia.org/wiki/kompos. Diakses, 23 Mei 2018. Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. . Jakarta : C.V. Yasaguna. Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Yuanita, D. 2010. Cara Pembuatan Pupuk Organik Cair. http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/pengabdian/dewi-yuanita-lestari-ssi msc/carapembuatan-pupuk-organik-cair.pdf. diakses 23 Mei 2018. Yuniwati, dkk. 2012. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik Dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM4. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND, Yogyakarta. Yuwono, Dipo. 2007. Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya
21
LAMPIRAN
Pembuatan Pupuk Organik Kompos dengan EM-4
Pencampuran bahan-bahan kompos
Pencampuran bahan-bahan kompos
Pencampuran bahan-bahan kompos
Pencampuran bahan-bahan kompos
22
Pencampuran EM-4 dan Gula
Pencampuran EM-4 dan Gula
Pengamatan Pupuk Organik Kompos
Pengukuran pH dan Suhu Kompos
Pengukuran pH dan Suhu Kompos
23
Pembolak-balikan Kompos
Pembolak-balikan Kompos
Pembolak-balikan Kompos
Pembolak-balikan Kompos
24
Pupuk Organik Cair
Pemotongan bahan-bahan
Pencampuran bahan-bahan
Pengadukan bahan-bahan
Pemberian EM-4
25
Pengadukan bahan-bahan
Pengadukan bahan-bahan
Pengadukan bahan-bahan
Pemasukan bahan-bahan
26
Pemasukan bahan-bahan
Pemasukan bahan-bahan
Penyambungan selang ke botol
Penyambungan selang ke botol
27