Isi Iom Kelompo 2.docx

  • Uploaded by: Devia Gustiana Maulida
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi Iom Kelompo 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,811
  • Pages: 27
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Pardede, 2008). Tahap

perkembangan

remaja memiliki tugas yang harus diselesaikan. Remaja biasanya merasakan adanya tekanan

agar

norma-norma

kelompoknya Bila remaja tidak mampu

dan

harapan

mereka

menjalankan tugas dengan baik mereka hidup

adalah

penderitaan,

tidak

menyesuaikan

cenderung

dengan

menganggap

menyenangkan dan melakukan

hal-hal seperti: menyakiti diri, lari dari kehidupan dan keluarga, terlibat pergaulan bebas, pengguna alkohol, serta lebih jauh terlibat dalam dunia narkotika, psikotropika, obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainnya (Soetjiningsih, 2010). Berbagai

macam

jenis

penyakit

bisa

disembuhkan

dengan

mengonsumsi obat-obatan tersebut. Tetapi apa sebenarnya dampak dari mengonsumsi obat-obatan bagi tubuh kita ?Secara umum, pengertian obat adalah semua bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan

menyembuhkan

penyakit.

Sedangkan,

menurut

undang-

undang, pengertian obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia.

1

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan remaja 1.2.2 Bagaimana interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada remaja?

1.3 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh obat pada usia remaja

1.4 Tujuan Khusus 1.4.1 Untuk mengetahui pengertian remaja 1.4.2 Untuk mengetahui bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada remaja

2

BAB II ISI

2.1 Pengertian Remaja Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi (peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia

20-an,

perubahan

yang

terjadi

termasuk

drastis

pada semua aspek perkembangannya yaitu meliputi perkembangan fisik, kognitif, kepribadian, dan sosial(Gunarsa, 2006: 196). Menurut Pieget (dalam Hurlock) mengatakan secara psikologis remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah ikatan orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 2001 : 206). Remaja disebut juga "pubertas" yang nama berasal dari bahasa latin yang berarti "usia menjadi orang" suatu periode dimana anak dipersiapkan untuk menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan keturunannya atau berkembang biak(Gunarsa, 2007: 27). Menurut The British Paediatric Association (BPA), remaja adalah anak berusia 12 sampai 18 tahun 2.2. Pengertian Farmakokinetik dan Farmakodinamik Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat

3

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi (atau eliminasi). Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat. 2.3

Pengaruh Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat pada Usia Remaja Farmakokinetik dan farmakodinamik sangat berbeda pada anakanak dan orang dewasa. Untuk sebagian besar obat, pada anak-anak maupun orang dewasa, ada hubungan antara farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik banyak obat bervariasi sesuai usia (Keams, 1998). Misalnya, karena perubahan cepat dalam ukuran, komposisi tubuh, dan fungsi organ yang terjadi selama tahun pertama kehidupan, dokter serta ahli farmakokinetik dan ahli toksikologi dihadapkan dengan tantangan dalam meresepkan dosis yang aman dan efektif dari agen terapeutik (Milsap dan Jusko , 1994). Kinetika obat dalam tubuh anak-anak berbeda dengan dewasa sesuai dengan pertambahan usianya. Beberapa perubahan farmakokinetika terjadi selama periode perkembangan dari masa anak-anak sampai masa dewasa yang menjadi pertimbangan dalam penetapan dosis untuk pediatri : a. Absorpsi Absorpsi obat melalui rute oral dan parenteral pada anak sebanding dengan pasien dewasa. Pada bayi dan anak sekresi asam lambung belum sebanyak pada dewasa, sehingga pH lambung menjadi lebih alkalis. Hal tersebut akan menurunkan absorbsi obat – obat yang bersifat asam lemah seperti fenobarbital dan fenitoin, sebaliknya akan meningkatkan absorbsi obat – obat yang bersifat basa lemah seperti penisilin dan eritromisin. Waktu pengosongan dan pH lambung akan mencapai tahap normal pada usia sekitar tiga tahun. Waktu pengosongan lambung pada bayi baru lahir yaitu 6-8 jam sedangkan dewasa 3-4 jam. Oleh karena itu harus

4

diperhatikan pada pemberian obat yang di absorbsi di lambung. Peristaltik pada neonatus tidak beraturan dan mungkin lebih lambat karena itu absorbsi obat di usus halus sulit di prediksi. Absorpsi perkutan meningkat pada bayi dan anak-anak terutama pada bayi prematur karena kulitnya lebih tipis, lebih lembab, dan lebih besar dalam ratio luas permukaan tubuh per kilogram berat badan. Sebagai contoh terjadinya peningkatan absorpsi obat melalui kulit, terjadi pada penggunaan steroid, asam borat, heksaklorofen, iodium, asam salisilat dan alkohol. Absorpsi obat pada pemberian secara intramuskular bervariasi dan sulit diperkirakan. Perbedaan masa otot, ketidakstabilan vasomotor perifer, kontraksi otot dan perfusi darah yang relative lebih kecil dari dewasa, kecuali persentase air dalam otot bayi lebih besar dibandingkan dewasa. Efek total dari faktor-faktor ini sulit diperkirakan, misalnya fenobarbital akan diabsorpsi secara cepat sedang absorpsi diazepam memerlukan waktu lebih lama. Oleh karena itu, pemberian secara intramuskular jarang dilakukan pada neonatus kecuali pada keadaan darurat atau tidak dimungkinkannnya pemberian secara intra vena. Pemberian obat secara rektal umumnya berguna untuk bayi dan anak yang tidak memungkinkan menggunakan sediaan oral seperti pada kondisi muntah, kejang. Namun demikian, seperti halnya pada pasien dewasa, ada kemungkinan terjadinya variasi individu pada suplai darah ke rektum yang menyebabkan variasi dalam kecepatan dan derajat absorpsi pada pemberian secara rektal. b. Distribusi Distribusi obat pada bayi dan anak berbeda dengan orang dewasa, karena adanya perbedaan volume cairan ekstraselluler, total air tubuh, komposisi jaringan lemak, dan ikatan protein. Volume cairan ekstraselular relatif lebih tinggi dibandingkan orang orang dewasa, volume ini akan terus menurun seiring bertambahnya usia; pada neonatus 50%, pada bayi berusia 4-6 bulan 35%, pada usia satu tahun 25% sedangkan pada orang dewasa sebanyak 20-25% dari total berat badan. Hal lain yang lebih penting adalah total cairan dalam tubuh akan lebih tinggi pada bayi yang dilahirkan secara

5

prematur (80-85% dari total berat badan) dibandingkan pada bayi normal (75% dari total berat badan) dan pada bayi usia 3 bulan 60% dan pada orang dewasa (55% dari total berat badan). Besarnya volume cairan ekstra sel dan total air tubuh akan menyebabkan volume distribusi dari obat-obat yang larut dalam air contoh fenobarbital Na, penisillin dan aminoglikosida, akan meningkat sehingga dosis mg/kg BB harus diturunkan. Hal sebaliknya terjadi berupa lebih sedikitnya jaringan lemak pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Pada bayi prematur 1-2% sedangkan pada bayi lahir cukup bulan 15% sedangkan pada orang dewasa sekitar 20%. Sebagai konsekuensinya volume distribusi obat yang larut lemak pada bayi dan anak lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa sehingga diperlukan penurunan dosis dan/atau penyesuaian interval. Afinitas ikatan obat dengan protein plasma pada bayi dan anak lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, hal ini ditambah pula dengan terjadinya kompetisi untuk tempat ikatan obat tertentu oleh senyawa endogen tertentu seperti bilirubin. Ikatan protein plasma seperti fenobarbital, salisilat dan fenitoin pada neonatus lebih kecil daripada orang dewasa sehingga diperlukan dosis yang lebih kecil atau interval yang lebih panjang. Afinitas ikatan obat dengan protein akan sama dengan orang dewasa pada usia 10-12 bulan. Sebagai contoh, dosis gentamisin pada neonatus usia 0-7 hari 5 mg/kg BB setiap 48 jam, bayi usia 1 - 4 minggu tiap 36 jam, lebih dari 1 bulan setiap 24 jam. Pada anak usia 7-8 bulan 4 mg/kg BB setiap 24 jam. c. Metabolisme Rendahnya metabolisme obat di hati pada neonatus disebabkan oleh rendahnya aliran darah ke hati, asupan obat oleh sel hati, kapasitas enzim hati dan ekskresi empedu. Sistem enzim di hati pada neonatus dan bayi belum sempurna, terutama pada proses oksidasi dan glukoronidase, sebaliknya pada jalur konjugasi dengan asam sulfat berlangsung sempurna. Meskipun metabolisme asetaminofen melalui jalur glukoronidase pada anak masih belum sempurna dibandingkan pada orang dewasa, sebagian kecil dari bagian ini dikompensasi melalui jalur konjugasi dengan asam sulfat. Jalur metabolism ini mungkin berhubungan langsung dengan usia 6

dan mungkin memerlukan waktu selama beberapa bulan sampai satu tahun agar berkembang sempurna. Hal ini terlihat dari peningkatan klirens pada usia setelah satu tahun. Dosis beberapa jenis antiepilepsi dan teofilin untuk bayi lebih besar daripada dosis dewasa agar tercapai konsentrasi plasma terapeutik. Hal ini disebabkan bayi belum mampu melakukan metabolisme senyawa tersebut menjadi bentuk metabolit aktifnya. d. Eliminasi Melalui Ginjal Filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, reabsorbsi tubulus menurun dan bersihan (clearance) obat tidak dapat di prediksi, tergantung cara eliminasi obat tersebut di ginjal. Pada umumnya obat dan metabolitnya dieliminasi melalui ginjal. Kecepatan filtrasi glomerulus pada neonatus adalah 0,6–0,8 mL/menit per 1,73 m2 dan pada bayi adalah 2-4 mL/menit per 1,73 m2. Proses filtrasi glomerulus, sekresi tubuler dan reabsorpsi tubuler akan menunjukkan efisiensi ekskresi ginjal. Proses perkembangan proses ini akan berlangsung sekitar beberapa minggu sampai satu tahun setelah kelahiran. 2.4 Efikasi dan Toksisitas Obat Selain adanya perbedaan farmakokinetik antara pasien pediatri dan pasien dewasa, faktor yang berhubungan dengan efikasi dan toksisitas obat harus dipertimbangkan dalam perencanaan terapi untuk pasien pediatri. Perubahan patofisiologi yang spesifik berlangsung pada pasien pediatri yang mempunyai penyakit tertentu. Contoh terjadinya perubahan patofisiologik dan farmakodinamik pada pasien yang menderita asma kronik. Manifestasi klinik asma kronik pada anak berbeda dengan dewasa. Anak- anak menunjukkan tipe asma ekstrinsik yang bersifat reversibel, sedangkan dewasa berupa asma non atopik bronkial iritabilitas. Hal ini tampak dengan diperlukannya terapi hiposensitisasi adjunctive pada pasien pediatri dengan asma ekstrinsik. Beberapa efek samping yang pasti terjadi pada neonatus telah diketahui, dimana efek samping toksik lain dapat

7

menjadi perhatian untuk beberapa tahun selama masa anak-anak. Toksisitas kloramfenikol meningkat pada neonatus karena metabolisme yang belum sempurna dan tingginya bioavailabilitas. Mirip dengan kloramfenikol, propilen glikol – yang ditambahkan kepada beberapa sediaan injeksi seperti fenitoin, fenobarbital, digoksin, diazepam, vitamin D dan hidralazin- dapat menyebabkan hiperosmolalitas pada bayi. Beberapa obat berkurang toksisitasnya

pada

pasien

pediatric

dibanding

pasien

dewasa.

Aminoglikosida lebih rendah toksisitasnya pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Pada pasien dewasa, toksisitas aminoglikosida berhubungan langsung dengan akumulasi pada kompartemen perifer dan sensitifitas pasien yang bersifat permanen terhadap konsentrasi aminoglikosida di jaringan. Meskipun jaringan kompartemen perifer neonatus untuk gentamisin telah dilaporkan mempunyai ciri yang mendekati dengan kondisi pada pasien dewasa dengan fungsi ginjal yang sama, gentamisin jarang bersifat nefrotoksik untuk bayi. Perbedaan insiden nefrotoksik tersebut menunjukkan bahwa neonatus mempunyai sensitifitas jaringan yang permanen dan lebih rendah terhadap toksisitas dibandingkan pada pasien dewasa. Perbedaan efikasi, toksisitas dan ikatan protein obat pada pasien pediatri dan pasien dewasa menimbulkan pertanyaan penting tentang rentang terapeutik pada anak yang dapat diterima. Contoh yang lain terjadinya sindroma Reye, merupakan penyakit fatal yang menyebabkan efek kerusakan pada banyak organ, khususnya otak dan hati. Hal ini dapat terjadi berkaitan dengan penggunaan aspirin oleh pasien pediatri yang sedang menderita penyakit karena virus misalnya cacar air. Penyakit ini dapat menyebabkan fatty liver dengan inflamasi minimal, dan ensefalopati parah (dengan pembesaran otak). Hati sedikit membengkak dan kencang, dan tampak perubahan pada ginjal. Biasanya tidak terjadi jaundice. Diagnosis awal merupakan hal penting, karena jika tidak dapat terjadi kerusakan otak atau kematian. Perhatian juga perlu pada penggunaan tetrasiklin dan fluorokinolon.

8

2.5 Terapi Psikofarmakologi Pada Remaja -

Pilihan Obat Menurut Gangguannya

-

Gangguan Pada Remaja Yang Jarang Membutuhkan Terapi Obat 1. Retardasi Mental 2. Gangguan Tingkah Laku 3. Gangguan Makan 4. Gangguan Tidur 5. Gangguan Cemas

-

Pilihan Utama Obat Psikiatri Yang Digunakan Pada Remaja 1. Stimulan 2. Obat antipsikotik 3. Lithium (antimatik) 4. Obat antidepresan 5. Ansiolitik, sedatif dan obat lainnya.

9

-

Obat dan Indikasinya

10

-

Dosis Obat Anak dan Remaja

1) Stimulan a. Mekanisme Kerja

-

Pelepasan monoamin dari ujung saraf di otak.

-

Noradrenalin & dopamin adalah mediator penting, tetapi pelepasan serotonin juga penting.

11

-

Mereka meningkatkan konsentrasi dopamin intrasinaptik dengan memblok pembawa dopamin & menggantikan monoamin dari gelembung sinaptik.

-

Respon perilaku utama pada anak hiperaktif membuktikan kemampuannya untuk menghambat dan mempertahankan fungsi motorik dan kognitif, tetapi mekanisme farmakologi yang mendasari masih belum jelas (Solanto,1998). b. Farmakokinetik

-

Stimulan diserap secara cepat melalui oral, memperlihatkan ikatan protein plasma yang rendah dan dieliminasi dari tubuh dalam 24 jam mengikuti metabolisme hepatik.

-

Satu studi menyatakan respon prilaku menetap bahkan setelah obat dihentikan (Gillberg et al.1997), tetapi secara umum efeknya berkurang ketika obat dihentikan.

-

Stimulan berbeda mempunyai sedikit perbedan waktu paruh, hal ini penting pada prakteknya (Barkley et al.1999)

-

Metilfenidat

onset kerja paling cepat (1-3 jam) & waktu paruh

paling pendek (2-3 jam), efeknya menghilang dalam 4-6 jam. -

Sediaan lepas lambat digunakan pada remaja awal dengan rebound hyperactivity, atau yang tidak dapat diberikan obat berulang-ulang.

c.

Efek Samping dan Toksisitas 1. Lambat jatuh tidur 2. Nafsu makan menurun 3. Sakit perut 4. Sakit kepala 5. Jitteriness (gugup, kegugupan, kedutan) 6. Disforia, adalah menghilang spontan atau berkurang dengan penurunan dosis. 7. Gangguan pertumbuhan dapat terjadi selama terapi akut (Klein et al. 1998), tetapi pada pemantauan jangka panjang, tidak menunjukkan gangguan pertumbuhan pada remaja (Vincent et al. 1990), meskipun studi pada orang dewasa tetap dibutuhkan.

12

8. Gangguan tidur 9. Penurunan ambang kejang 10. Adiksi, adalah kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat. 11. Euforia, adalah suatu perasaan senang yang berlebihan yang tidak beralasan atau rasa optimisme/kekuatan yang tidak rasional. 12. Abnormalitas hasil pemeriksaan fungsi hati (Berkonvich et al. 1995)

lisensinya

gagal dari

UK

hati dan

sebagai lini kedua di USA.

Efek jangka panjang pada pasien yang mengonsumsi stimulan akan membuat pasien tidak nafsu makan. Kehilangan nafsu makan selama berhari-hari tentu tidak bagus, karna tubuh butuh asupan makanan sebagai sumber zat gizi. Kondisi ini membuat BB seseorang menurun dan tubuh tidak bisa berfungsi optimal karna kurangnya asupan nutrisi. (Anonim, 2011) Kurangnya

nafsu

makan

diakibatkan

oleh

efek

hiperglikemik yaitu tingginya kadar gula dalam darah. Berawal dari adrenalin dilepas oleh tubuh maka tubuh pun akan melepaskan cadangan glukosa kedalam darah. Kemudian insulin akan memerintahkan sel tubuh untuk menyerap kelebihan glukosa dalam darah. (Anonim, 2012) 2) Obat Antipsikotik d. Farmakokinetik

-

Remaja mempunyai variasi kadar obat dalam plasma, ada sedikit hubungan antara dosis obat dan pembuluh darah.

e.

Efek Samping dan Toksisitas

-

Efek samping ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, parkinsonism dan diskinesia).

13

Contoh : Antipsikotik atipikal lebih sedikit menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. -

Sedasi, adalah penggunaan agen-agen farmakologi untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal.

-

Antipsikotik bisa menyebabkan peningkatan berat badan. Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan dislipidemia. Peningkatan berat badan juga didapatkan karena adanya blok pada reseptor 5 HT2c1,5,8. (Denny Christian Lucas, 2016)

f.

Indikasi

-

Psikosis

 Keefektifan obat antipsikotik pada skizofrenia dewasa telah diperlihatkan pada lebih 100 double-blind randomly assigned controlled studies, tetapi haya sedikit pada remaja.  Dengan pengecualian terhadap clozapin, tidak terdapat bukti yang menyatakan salah satu agen psikotik lebih superior untuk terhadap skizofrenia.  Pemilihan obat didasarkan pada potensi agent’s relative antidopaminergic dan spektrum ES dan riwayat pengobatan pasien.  Saat ini, banyak klinisi merekomendasikan penggunaan antipsikotik atipikal sebagai lini pertama. -

Tourette syndrome

 Efektif untuk mengontrol tik motorik dan vokalis, walaupun efek samping didapatkan pada penggunaan jangka panjang.  Haloperidol efektif pada controlled trials (Shapiro et al. 1997)  Ziprasidone (Sallee et al. 2000), sulpiride dan risperidone menunjukkan hasil yang menjanjikan. -

Agresif

14

 Obat antipsikotik telah digunakan untuk mengatasi agresif dalam konteks gangguan tingkah laku dan ketidakmampuan belajar (retardasi mental).  Dalam kasus lainnya belum terdapat bukti untuk efikasinya.  Pada prakteknya obat ini sering digunakan dan dilaporkan terdapat perbaikan perilaku oleh klinisi dan keluarga pasien.  Banyak obat telah dicoba untuk terhadap gangguan perilaku termasuk gangguan tingkah laku, agresif dan delinquency, tetap konsensus yang menyatakan terhadap psikofarmakologi sendiri tidak cukup (Campbel 1992).

-

GPPH

 Tidak ada data sistematik yang mendukung penggunaannya, atau penggunaan fenfluramin, benzodiazepin atau lithium pada ADHD (Green 1995).  Kombinasi dopamin blocking agent dengan stimulan terlihat tidak masuk akal, namun pada satu hasil percobaan terdapat peningkatan keuntungan metilfenidat + thioridazine, dibanding metilfenidat sendiri (Gittelman-Klein et al.1976).  Secara umum, kombinasi stimulan + antipsikotik hanya dilakukan oleh spesialis dan dengan pengecualian kasus dimana biasa digunakan, antipsikotik atipikal menjadi pilihannya.

3) Lithium g. Farmakologi Dasar dan Mekanisme Kerja

-

Pilihan utama profilaksis manik-depresi (bipolar) pada dewasa.

-

Mekanisme kerjanya belum diketahui. Namun ada dugaan bahwa ada suatu modulasi antara jalur pebawa pesan sekunder cAMP dan inositol triphosphate (IP3). Telah diketahui

bahwa

penangkapan

lithium

ulang

menghambat

inositol

untuk

jalur

untuk

sintesis

ulang

15

polyphosphoinositide. Ia bisa menunjukkan efeknya dengan mengurangi konsentrasi lipid yang adalah penting untuk penghantaran sinyal sekunder di dalam otak. h. Farmakokinetik

-

lithium diberikan peroral dalam bentuk garam karbonat, eliminasi bergantung pada eksresi renal.

i.

Efek Samping dari Lithium Lithium memiliki umur paruh plasma yang lama dan jendel terapi yang sempit, oleh karenanya efek-efek samping adalah umum dan diperlukan pengawasan terhadap konsentrasi plasma. Efek samping tersebut ialah:

-

Rasa haus, mual, diare, tremor dan poliuria

-

Efek yang muncul belakangan adalah pertambahan BB, oedema, jerawat, diabetes insifidus nefrogenik dan hipotiroidisme. Namun apabila melampaui ambang toksisitas atau overdosis (kadar serum >2-3 mmol/L), muncul efek-efek seperti muntah, diare, tremor, ataxia, bingung dan koma. Sehingga apabila mengonsumsi Lithium dengan dosis lebih dan dalam jangka panjang akan mengalami salah satu tanda awal keracunan lithium tersebut. Akibat dari efek tersebut maka BB pasien akan menurun sehinga mempengaruhi zat gizi pasien.

j.

Indikasi 1. Stabilisasi mood -

Studi pada substan dependen pada remaja dengan komorbin bipolar menunjukkan keberhasilan (Geller et al.1998)

-

Relaps lebih besar pada remaja dengan gangguan bipolar yang tidak melanjutkan terhadap lithium (Strober et al. 1990).

-

Studi

pada

anak

<12

tahun

menunjukkan

manfaat

penggunaan lithium (Carison et al. 1992)

16

2. Agresif dan gangguan tingkah laku -

Lithium berguna untuk extreme aggressiveness, terutama untuk retardasi mental (DeLong & Aldershof 1987).

-

Terdapat beberapa efek positif lithium pada gangguan tingkah laku (Campbel et al. 1995) dan beberapa memberikan hasil negatif (Rifkin et al. 1997).

4) Obat Antidepresan k. Farmakologi Dasar & Mekanisme Kerja

-

Rasional farmakologi dari obat ini hanya berdasarkan teori monoamin

dari

depresi,

yang

menyatakan

depresi

merupakan hasil defisit fungsi dari monoamin transmiter, khususnya noradrenalin & serotonin. l.

Golongan Utama Obat Antidepresan

-

TCAs = tricyclic antidepressants (imipramin, amiriptyn, clomipramin, desipramin).

-

SSRIs

(fluoxetin,

fluvoxamin,

paroxetin,

sertralin,

citalopram). -

MAOIs (phenelzine, tranylcypromin, moclobemide)

-

Antidepresan atipikal (maprotilin, bupropion, venlafaxine, trazodone, nefazodone, miansein, mirtazapin).

m. Farmakokinetik

-

Informasi detail mengenai obat ini telah terlihat pada dewasa,

sedikitnya

studi

pada

anak

menyebabkan

keterbatasan penggunaan TCAs. -

Pada dewasa obat diserap secara baik melalui oral.

-

Waktu paruh plasma bervariasi antar obat & individual.

-

Imipramin (jangka pendek relatif) t1/2 6-24 jam.

-

Fluoxetin (jangka panjang) t1/2 24-200 jam.

-

Terdapat sedikit korelasi antara konsentrasi plasma & respon klinis.

17

n. Efek Samping & Toksisitas

TCAs & antidepresan atipikal -

Sedasi (amitriptilin, trazodon, clomipramin, maprotilin, jarang

-

bupropion).

Efek samping antikolinergik (mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin

TCAs, maprotilin, jarang

antidepresan atipikal). -

Hipotensi postural (TCAs, maprotilin, trazodon), secara berlawanan terkadang hipertensi saat istirahat, khususnya dengan imipramin).

-

Penambahan BB (TCAs).

-

Kejang (terutama bupropion juga dilaporkan TCAs).

Sebuah

teori

mengatakan

bahwa

obat

antidepresan

mempengaruhi metabolisme tubuh. Orang yang tengah mengalami depresi dilaporkan akan mengalami kenaikan berat badan. (Lee, S.H., dkk. 2016) Antidepresan

mempengaruhi

serotonin,

senyawa

neurotransmitter yang mengatur kecemasan, mood bahkan selera

makan.

Ketika

seorang

mengidap

depresi,

seleramakannya akan terpengaruh. Sebagian orang akan mengalami rasa lapar yang berlebihan, sementara sebagian mengalami

sebaliknya.

Diduga

ketika

minum

obat

antidepresan, selera makan akan kembali pulih dan berat badan akan mbertambah. (Lee, S.H., dkk. 2016)

SSRIs -

Agitasi dan insomnia

-

Sakit kepala

-

Mual dan muntah, umumnya pada awal terapi

-

Remaja disfungsi seksual MAOIs

18

-

Krisis hipertensi (cheese reaction), membatasi penggunaan khususnya pada anak.

o. Kegunaan Klinis dan Efikasi

-

Depresi

-

Gangguan obsesif kompulsif, adalah pikiran berlebihan yang menyebabkan perilaku repititif (kompulsi).

-

GPPH atau hiperaktif

-

Gangguan cemas

-

Enuresis, adalah sering kecing pada malam hari.

 Depresi -

Gangguan depresi yang dimulai pada anak dan remaja merupakan kondisi psikiatri yang serius dan dapat menjadi kronik.

-

Prevalensi

gangguan

depresi

mayor

dan

dysthymia

meningkat secara dramatis pada remaja, dan mendekati level dewasa pada remaja akhir. -

Depresi termasuk resolusi efektif terhadap episode terdahulu dan profilaksis efektif untuk mencegah episode yang akan datang atau mengurangi morbiditas penyakitnya.

-

Pengobatan bersama-sama dengan terapi intervensi untuk memperbaiki fungsi interpersonal, sosial dan akademik.

-

Terbukti secara klinis SSRIs efektif pada depresi anak dan remaja, dan sebaiknya menjadi pilihan utama pengobatan (Emslie et al. 1999).

-

SSRIs yang biasa digunakan : fluoxetine dan paroxetine, dengan beberapa pengalaman terhadap setraline dan fluvoxamine. Bukti dari beberapa studi kontrol dan open trial menunjukkan hampir 60-70% kasus memperlihatkan perbaikan.

19

-

Randomized controlled trial dari fluoxetine 56% perbaikan dengan obat-obatan dibanding 33% dengan plasebo (Emslie et al. 1997).

-

Large

double-blind,

desipramine

placebo-controlled

hidrocloride

menunjukkan

trial

dari

tidak

ada

keuntungan dibanding plasebo, dengan pengamatan terhadap outcome dari gangguan depresi mayor (Kutcher et al. 1994). -

Pada studi dengan jumlah sampel anak yang sedikit, dikatakan secara umum depresi pada anak dan dewasa mempunyai banyak kesamaan; bagaimanapun juga tidak ada bukti klinis yang mendukung penggunaan TCAs pada depresi anak, walaupun dapat berguna pada kasus secara individual (Geller et al. 1999).

-

Hanya ada sedikit bukti klinis tentang MAOIs tipikal seperti trancyclopromine atau phenelzine, efektif pada depresi anak dan remaja.

-

Bahaya dari MAOI telah diketahui dan penggunaan yang hati-hati membuat sulit diterapkan pada anak dan remaja.

-

Jika pasien masih memperlihatkan gejala sisa penambahan lithium atau buspirone dapat dicoba.

-

Jika masih tidak berespon dapat digunakan antidpresan atipikal seperti bupropion, nefazedone, reboxetine atau MAOI reversibel, seperti moclobamide.

-

Jika tidak berespon dapat digunakan ECT.

-

Intervensi psikologi seperti terapi perilaku-kognitif dan manipulasi lingkungan sebaiknya diberi bersama-sama pada farmakoterapi yang resisten terhadap beberapa kasus.

-

ECT harus dipertimbangkan di awal pada pasien depresi stupor dan menyakiti diri sendiri.

-

Dosis rendah antipsikotik atipikal (seperti olanzapine) harus ditambahkan pada antidepresan bila terdapat gejala psikotik.

20

 Gangguan Cemas -

4 studi placebo-controlled dari TCAs untuk gangguan cemas perpisahan,

dengan

atau

tanpa

menolak

sekolah

menunjukkan perbedaan hasil. Ketidaksesuaian dapat dijelaskan adanya perbedaan dosis dan komorbiditas serta kurangnya kontrol pada saat pemberian terapi yang bersamaan. -

Walaupun studi terbaru gagal menunjukkan hasil yang serupa pada anak dan remaja (Berney et al.1981 ; Bersntein et al.1990 ; Klein et al.1992), pengalaman klinik menunjukkan bahwa terdapat perbaikan penolakan sekolah dengan TCAs dan efektif mengatasi gangguan panik pada anak

dan

remaja

(Ballenger

et

al.1989

;

Black&Robins.1990). -

Open trials fluoxtine menunjukkan efek signifikan pada anak dan remaja dengan fobia sosial, gangguan cemas berlebih atau gangguan cemas perpisahan (Birmaher et al.1994). 5) Ansiolitik, sedasi dan obat lainnya

21

Obat benzodiazepine merupakan salah satu obat ansiolitik, yang jika sudah mengonsumsi obat tersebut kemudian berhenti mengonsumsinya secara total maka setelah penghentian benzodiazepine jangka panjang akan menimbulkan hilangnya nafsu makan dan turunnya BB. Hal itu terjadi dikarenakan kembalinya perasaan depresi dan emosi yang tidak terkontrol sehingga mempengaruhi sistem saraf otak yang akan mempengaruhi metabolisme tubuh. 2.6

Contoh Jenis Obat-obatan yang Disalahgunakan Bisa

Membuat Kecanduan Pada Remaja -

Obat Demam Paracetamol (untuk pemberi rasa tenang) Obat demam atau panas yang tergolong populer adalah paracetamol atau acetaminophen. Obat ini adalah tergolong antipyretic (penurun panas), dan analgesic (penghilang rasa sakit). Untuk dewasa biasanya 500 mg per tablet, 3x sehari jika perlu. Jangan sampai meminumnya lebih dari satu tablet sekali minum, dan tentunya sebaiknya sesuai dengan anjuran dosisnya (jika 3x sehari artinya diminum setiap 6-8 jam).

22

Paracetamol ini muncul dalam berbagai kemasan obat dengan merek yang berbeda-beda (silakan diteliti di label kemasan obat) baik pada obat penurun panas, maupun sebagian

obat

mengkonsumsi

batuk,

atau

paracetamol,

flu.

Jika

pastikan

anda

sudah

anda

tidak

mengkonsumsi obat batuk atau flu yang juga mengandung paracetamol. Selain paracetamol, terdapat juga golongan senyawa obat lain yang juga bisa berfungsi menurunkan panas yakni dari

golongan anti-radang non-steroid(NSAIDs,

Non

Steroidal Anti Inflammatory Drugs). Contoh obat-obatan golongan ini adalah dari jenis salicylates ( seperti : acetyl salicylic acid atau aspirin, sodium salicylate, choline salicylate, dll), ibuprofen, ketoprofen, naproxen. Obat jenis ini juga berfungsi menghilangkan rasa sakit (terutama akibat peradangan). Tak

ada

obat

yang

dikatakan

tepat

untuk

menyembuhkan pilek dan flu. Obat-obatan yang ada lebih bersifat mengurangi gejala-gejala tak nyaman sebagaimana disebutkan di atas. Khusus untuk flu saat ini ada obat yang memang bersifat menyerang virus penyebab flu seperti Tamiflu, Relenza; akan tetapi digunakan hanya bila dirasa perlu dan harus atas resep dokter. Pilek atau flu yang relatif biasa akan hilang sendiri (melemah) dalam beberapa hari terutama jika diiringi dengan istirahat yang banyak, banyak minum air, dan bantuan suplemen dan vitamin. Paracetamol pada saat ini sering disalahgunakan oleh kalangan remaja menjadi obat yang memberikan rasa tenang (seperti narkotik). Karena penjualan obat yang sekarang sangat bebas serta apotik dimana – mana dan tanpa pengawasan yang ketat, bermacam obat pereda

23

demam

seperti

paracetamol

ini

juga

sering

disalahgunakan oleh kalangan remaja maupun dewasa.

-

Jenis Obat Narkotika : MDMA (Metilendioksimetamfetamina) Berbagai obat penenang dan obat tidur (anti-

insomnia) juga sering di pakai oleh pecandu narkoba. Obatobatan in masuk daftar G dan psikotropika, tetapi di perjual-belikan secara bebas di kios-kios kaki lima. Secara menimbulkan

keseluruhan

obat-obatan

gangguan-gangguan

pada

ini

dapat

sistem

saraf

manusia, juga pada organ-organ tubuh manusia. Narkoba juga akan mengakibatkan kecanduan/ketagihan kepada pemakainya dan apabila pemakaian di hentikan, dapat mengakibatkan kematian. Ciri-ciri kecanduan antara lain: kejang, sakit perut, badan gemetar, muntah-muntah, mata dan

hidung

berair,

hilangnya

nafsu

makan

dan

hilangnya/berkurangnya berat badan. MDMA (metilendioksi-metamfetamina) biasanya sebagai kapsul atau tablet. Pada awalnya populer di kalangan remaja kulit putih dan dewasa muda di klub malam atau di akhir pekan selama pesta dansa yang dikenal sebagai rave. Baru-baru ini, profil dari pengguna MDMA telah

berubah,

sekarang

mempengaruhi

lebih

luas

kelompok etnis. MDMA juga populer di kalangan pria gay, menurut laporan, MDMA digunakan sebagai bagian dari pengalaman mengkonsumsi banyak obat yang termasuk ganja, kokain, methamphetamine, ketamin, sildenafil (Viagra), dan zat legal dan ilegal lainnya. Sebuah survei terhadap orang dewasa muda dan remaja pengguna MDMA ditemukan bahwa 43 persen dari mereka yang melaporkan penggunaan ekstasi itu terbukti menggunakan meskipun

24

pengetahuan

tentang

bahaya

fisik

atau

psikologis, penarikan efek, dan toleransi (atau respon berkurang).

Hasil ini konsisten dengan yang dari

penelitian serupa di negara lain yang menunjukkan tingginya tingkat ketergantungan MDMA antara users. Respon lain terkait gejala pemakaian MDMA termasuk kelelahan, kehilangan nafsu makan, depresi perasaan, dan kesulitan berkonsentrasi. Mengutip Livestrong, ekstasi juga berefek pada level serotonin. Hal ini akan menyebabkan nafsu makan jadi menurun. Serotonin memainkan peran penting saat merasa lapar atau kenyang. Ekstasi akan memengaruhi serotonin aktif dalam tubuh. Ekstasi akan 'menipu' tubuh untuk merasakan kenyang dan tak lapar.

-

Obat Pelangsing di Kalangan Remaja Kegemukan memang menjadi momok, tidak hanya untuk perempuan, tapi juga kaum lelaki. Selain karena alasan penampilan, dari sisi kesehatan sudah dibuktikan bahwa kegemukan merugikan kesehatan. Itu sebabnya banyak orang melakukan berbagai usaha untuk mengurangi kelebihan berat badannya. Selain obat-obatan resep yang sudah terbukti secara medis, di pasaran tersedia berbagai produk suplemen, jamu, dan obat tradisional untuk mengurangi kelebihan berat badan. Meski belum ada bukti ilmiahnya, produk-produk tersebut mengklaim mampu meluruhkan lemak secara cepat. Sejauh mana keamanan produk-produk tersebut? "Suplemen pelangsing, misalnya jenis Fat Burner, biasanya mengandung kafein tinggi. Dalam dosis tinggi, suplemen semacam ini bisa mengganggu irama jantung dan menyebabkan hipertensi," ujar dr.Johanes Chandrawinata,

25

Sp.GK, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia. Johanes mencermati, kebanyakan produk suplemen pelangsing yang beredar dijual dengan harga mahal namun sebenarnya tidak efektif menurunkan berat badan. Ia menghimbau masyarakat agar berhati-hati dalam memilih produk pelangsing. "Hindari mengonsumsi obat, jamu atau suplemen

yang punya efek samping diuretik atau

meningkatkan kencing dan buang air besar, produk jenis itu memang cepat menurunkan berat badan, tapi cairan tubuh terkuras dan aliran darah ke organ vital terganggu," papar dokter dari RS.Boromeus Bandung ini. Jika digunakan dalam

jangka

panjang,

obat-obatan

tersebut

bisa

menyebabkan gangguan jantung dan ginjal. Obat penurun berat badan yang beredar di Indonesia dan sudah disetujui Badan POM saat ini adalah golongan Diethylpropion dan Orlistat. Keduanya sudah teruji klinis aman untuk penggunaan jangka panjang. Sebelumnya beredar juga obat

anti obesitas

golongan sibutramine namun sejak Oktober 2010 lalu, Badan POM membekukan izin edar obat ini setelah beberapa jurnal ilmiah internasional mempublikasikan hasil riset

mengenai

efek

samping obat

ini

yang bisa

menyebabkan stroke dan gangguan jantung.

26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan - Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi (peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia semua

20-an,

perubahan

aspek perkembangannya

yang

terjadi

yaitu

termasuk

meliputi

drastis

pada

perkembangan

fisik,

kognitif, kepribadian, dan social -

-

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat.

-

Farmakokinetik dan farmakodinamik sangat berbeda pada anak-anak dan orang dewasa. Untuk sebagian besar obat, pada anak-anak maupun orang dewasa,

ada

hubungan

antara

farmakokinetik

dan

farmakodinamik.

Farmakokinetik banyak obat bervariasi sesuai usia (Keams, 1998). Misalnya, karena perubahan cepat dalam ukuran, komposisi tubuh, dan fungsi organ yang terjadi selama tahun pertama kehidupan -

Gangguan Pada Remaja Yang Jarang Membutuhkan Terapi Obat 1. Retardasi Mental 2. Gangguan Tingkah Laku 3. Gangguan Makan 4. Gangguan Tidur 5. Gangguan Cemas - Pilihan Utama Obat Psikiatri Yang Digunakan Pada Remaja 1. Stimulan 2. Obat antipsikotik 3. Lithium (antimatik) 4. Obat antidepresan 5. Ansiolitik, sedatif dan obat lainnya.

27

Related Documents

Iom
December 2019 16
Deepak Iom
October 2019 44
48hj Iom
May 2020 9

More Documents from "John Paulus"