BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan manusia ataupun hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tetapi terdapat juga manusia atau hewan yang menderita keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh penyembuhan. Sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana interaksi obat yang benar supaya interaksi obat tersebut tidak merugikan. Interaksi obat dikatakan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan yang diberikan. Umumnya obat berinteraksi dengan obat lain.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat ? 2. Apa saja obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi tersebut? 3. Apa saja yang termasuk dalam mekanisme interaksi obat ? 4. Interaksi obat dengan obat lainnya ? 5. Apa saja yang termasuk kedalam hasil interaksi obat ? 6. Bagaimana upaya untuk menghidari dampak negative dari interaksi obat ?
1
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui penertian dari interkasi obat 2. Untuk mengetahui obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi 3. Untuk mengetahui mekanisme yang terjadi pada interkasi obat 4. Untuk mengetahui hasil dari interaksi obat 5. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kedalam hasil interaksi obat 6. Untuk mengetahui upaya untuk menghidari dampak negative dari interaksi obat ?
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuh ginjal,
sehingga
akan
memperlambat
ekskresi
penisilin
dan
mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
Terjadinya efek samping,
Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan
toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama. Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena : a.
Dokumentasinya masih sangat kurang
3
b.
Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salahsatu obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien
c.
Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik). Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran
obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat- obat sitostatik Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi) yang menjadi kebiasaan para dokter memudahkan terjadinya interaksi obat. Suatu survai yang dilaporkan pada tahun 1977 mengenai polifarmasi pada penderita yang dirawat di rumah sakit menunjukkan bahwa insiden efek samping pada penderita yang 32 mendapat 0-5 macam obat adalah 3,5%, sedangkan yang mendapat 16- 20 macam obat adalah 54%. Peningkatan efek samping obat yang jauh melebihi peningkatan jumlah obat yang
4
diberikan bersama ini diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat yang juga semakin meningkat .
B. Obat yang Terlibat dalam Peristiwa Interaksi Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat diantaranya : a. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain. Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri : a) Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat. b) Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar)obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis. Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range). c) Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi,
antikoagulansia: warfarin,
antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
5
hipoglikemika:
antidiabetika
oral
seperti
tolbutamid,
klorpropamid dll,
anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
glikosida jantung: digoksin,
antihipertensi,
kontrasepsi oral steroid,
antibiotika aminoglikosida,
obat-obat sitotoksik,
obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.
b. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau atau efek obat lain. Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut: a) Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain. b) Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih
cepat
menghambat
hilang.
Sedangkan
metabolisme
obat-obat
(enzyme
yang
inhibator)
dapat
termasuk
kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-
6
lain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik. c) Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.
C. Mekanisme Interaksi Obat Dalam
perjalanannya,
sejak
dari
proses
fabrikasi
hingga
penggunaannya di dalam tubuh, obat atau senyawa obat dapat mengalami 3 mekanisme interaksi, yaitu : 1) Interaksi farmasetik ` Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat tersebut digunakan oleh pasien. Bentuk interaksi ini ada 2 macam :
Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan
Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam
proses
pembuatan
ataupun
selama
dalam
penyimpana Contoh : a. Penurunan titik kelarutan b. Reaksi hidrolisa saat pembuatan atau dalam penyiapan pada
interaksi
kimia
inkompatibilitas sediaan obat.
7
dapat
menyebabkan
Beberapa
tindakan
hati-hati
(precaution)
untuk
menghindari interaksi farmasetik ini mencakup: a. Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masing-masing obat. b. Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat infuse. c. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet) untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian
obat
(terutama
untuk
obat-obat
paranteral misalnya injeksi infuse dll) d. Sebelum memakai lautan untuk pemberian infuse, intravenosa atau yang lain. Perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan e. Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metromidazol, lidokain, dll. f. Botol infuse harus selalu diberi label tentang jenis larutannya. Obat-obat yang dimasukkan, termasuk dosis dan waktunya g. Jika harus member per infuse 2 macam obat, berikan lewat 2 jalur infuse. Kecuali kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.
8
2) Interaksi farmakokinetik Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat lain dengan demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk memperkirakan interaksi jenis ini dan banyak diantaranya hanya mempengaruhi pada sebagian kecil pasien yang mendapat kombinasi obat-obat tersebut. Interaki farmakokinetik yang terjadi pada satu obat belum tentu akan terjadi pula dengan obat lain yang sejenis, kecuali jika memilki sifat-sifat farmakokinetik yang sama. Interaksi
farmakokinetik
dapat
digolongkan
menjadi
beberapa kelompok a) Mempengaruhi absorpsi Kecepatan absorpsi atau total jumlah yang diabsorpsi dapat dipengaruhi oleh interaksi obat. Secara klinis, absorpsi yang tertunda kurang berarti kecuali diperlukan kadar obat dalam plasma yang tinggi (misal pada pemberian analgetik). Namun demikian
penurunan
jumlah
yang
diabsorbsi
dapat
menyebabkan terapi menjadi tidak efektif. b) Interaksi dalam proses Distribusi Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obatobatan dengan ikatan yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya efek toksik. c) Interaksi dalam proses Metabolisme
Pemacuan Enzim (Enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat objek) sehingga mempercepat eliminasi obat
9
tersebut. Kenaikan kecapatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni : Rifamicin, Antiepileptika.
Penghambatan Enzim(Enzyme inhibitor) Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat
lain.
Obat-obat
yang mempunyai
kemampuan
menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim. Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya prose eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dengan menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah : kloramfenikol, simetidin, alourinol, dll. d) Interaksi dalam proses Ekskresi Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenosid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin terhambat, maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Obat-obat diuretik menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses sekresinya. 3) Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi pada reseptor yang sama atau interksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah
10
dikelompokkan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentrasi obat dalam tubuh, tetapi terjadinya interaksi tersebut lebi mudah diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
Interaksi langsung (direct interaction)
Interaksi tidak langsung (indirect interaction)
Interaksi langsung Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut.
Antagonisme pada tempat yang sama Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada
tempat
yang
sama
saling
berlawanan
atau
menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya: Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson. Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat fisotigmin. Pengobatan
keracunan
pestisida
organofosfat
dengan sulfas atropin untuk menetralisir efek-efek kolinergik yang terjadi.
Sinergisme pada tempat yang sama Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme
ini
tetapi
11
banyak
pula
interaksi
yang
menguntungkan secara terapetik. Contoh-contoh interaksi ini, misalnya: Efek obat pelemas otot depolarisasi(depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang. Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker
seperti
verapamil
menyebabkanaritmia/asistole.
Keduanya
dapat bekerja
pada jaringan konduksi otot jantung yang sama.
Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama. Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya, Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya depresi susunan saraf pusat. Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida Kombinasi beberapa obat antihipertensi
Interaksi tidak langsung Interaksi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara lain,
Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat, fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan
12
seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses hemostasis.
Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obatobat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.
Obat-obat
yang
menurunkan
kadar
kalium
akan
menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.
Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila diberikan bersama dengan obat-obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan
simtesis
prostaglandin
oleh
obat-obat
presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek diuretika furosemide. Penggunaan obat campuran dapat menyebabkan efek : 1. Adisi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama
memberikan efek yang merupakan penjumlahan dari efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah 2. Sinergis : Beberapa obat mempunyai aksi dan bekerja pada tempat yang hampir sama, bila diberikan bersama-sama ,memberikan efek yang lebih besar dari efek masing-masing obat yang diberikan secara terpisah
13
3. Potensiasi : Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama, memberikan efek yang lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing secara terpisah. 4. Antagonis : Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek dari obat yang lain.
D. Interaksi Obat Dengan Obat Lain Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali. Hal yang perlu diperhatikan pada interaksi obat a) Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan secara klinik b) Interaksi tidak selamanya merugikan. c) Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan d) Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk mengobati penyakit yang sama.
14
Berikut ini merupakan gambar resep dengan interaksinya :
a) Aspilet dan Farsorbid Obat A : Aspilet / Aspirin (Antiinflamasi non steroit) Obat C : Fosforbit/ Isosorbide dinitrate (Diuretik gol. Diuretic osmotik ) Mekanisme Obat A : Efek Analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi efek asam asetilsalisilat ada karena tindakan baik oleh asetil salisilat dan bagian dari molekul utuh serta oleh salisilat metabolit aktif. Asam asetilsalisilat langsung dan ireversibel menghambat aktivitas kedua jenis siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) untuk mengurangi pembentukan prekursor prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Hal ini membuat asam asetilsalisilat yang berbeda dari AINS lain (seperti diklofenak dan ibuprofen) yang merupakan inhibitor reversibel.
Mekanisme Obat B : Isosorbide dinitrate mengakibatkan pembuluh darah pada otot polos mengalami dilatasi. Karena pembulih darah arteriolar mengalami relaksasi, maka menurunkan tekanan sistolik arteri
15
Efek Interaksi : Aspirin mengurangi efek dari hydralazine oleh antagonisme farmakodinamik. Gunakan Perhatian / Monitor. NSAID menurunkan sintesis prostaglandin
b) Aspilet dan Clopidogrel Obat A : Aspilet Obat B : Clopidogrel Mekanisme Obat B : Metabolit aktif clopidogrel mencegah pengikatan adenosin difosfat (ADP) ke reseptor platelet nya, merusak aktivasi ADP-dimediasi dari glikoprotein cacat dalam mobilisasi dari situs penyimpanan butiran platelet pada membran luar. dia obat khusus dan ireversibel menghambat P2Y12 subtipe cross-linking oleh fibrin protein. Efek Interaksi : aspirin, clopidogrel. Entah meningkatkan toksisitas yang lain dengan sinergisme farmakodinamik. Gunakan Perhatian / Monitor. Kebutuhan untuk penggunaan simultan aspirin dosis rendah dan antikoagulan atau antiplatelet agen yang umum untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular; memonitor.
c) Asipet dan Digoxin Obat A : Asipet / aspirin (Antiinflamasi non streroid) Obat B : Digoxin Mekanisme Obat B : Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan menghambat pompa NaK ATPase yang menghasilkan peningkatan natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran natrium/kalium dan meningkatkan
kalsium
intracellular.
Hal
tersebut
dapat
meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic
16
reticulum pada otot jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan kontraksi otot. Efek Interaksi : aspirin dan digoxin baik peningkatan kalium serum. Gunakan Perhatian / Monitor. E. Hasil Interaksi Obat Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis dari suatu pemberian kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya terjadi bila kedua obat-obat diberikansendiri-sendiri. Efek yang terjadi dapat berupa : a. Antagonisme (1+1<2)--> saling menurunkan khasiat dari masingmasing obat. Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin. Contoh : ekspektoran + antitusiv, adrenalin + antihistamin b. Sinergisme (1+1>2) Kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama dengan kegiatan dari masing-masing obat (1+1=2). Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol, juga trisulfa.
c. Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat dipertinggi oleh obat kedua (1+1>2),Kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,sulfametoksasol dan trimethoprim asetosal dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin,
benzodiazepin/meprobamat
dan
alkohol,
penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya Contoh :
Sulfametoksasol + Trimetoprim --> efek sinergesme
17
Amoxicillin + Asam Klavulanat --> Asam Klavulanat meningkatkan aktivitas amoksisilin karena dapat memproteksi cincin beta laktam dari amoxicillin.
F. Upaya Menghindari Dampak Negatif Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu: a. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi) kecuali jika memang kondisi penyakit yang diobti memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya misalnya: - Pengobatan tuberculosis - Pengobatan infeksi berat seperti sepsis dll b. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari 1) bersamaan, yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan baik secara kinetic atau dinamik c. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi d. Evaluasi efek sesudah pemberian obat secara bersamaan untuk menilai ada tidaknya efek samping atau efek toksik dari salah satu atau kedua obat e. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek samping atau efek toksik yang timbul.
18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersamaan. B. Saran Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya 1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakityang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
pengobatan tuberkulosis,
pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.
2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik 3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi. 4. Bacalah label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan dengan dokter yang meresepkan.
19
5. Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum dalam label atau wadah obat. Bahkan obat yang dijual bebas juga perlu aturan pakai yang disarankan. 6. Jangan campur obat dengan makanan atau membuka kapsul kecuali atas petunjuk dokter.
20
DAFTAR PUSTAKA
M. Ashraf and Raymon L. 2004, Handbook of Drug Interactions: A Clinical and Forensic Guide, 2nd Edition,Humana Press, Totowa New Jersey, 379-394 Brunton L., et al, 2008, Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, Tenth Edition, McGraw-Hill Professional, Bethesda NY Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta Lamid, Sofyan. Farmakologi Umum I. EGC: Jakarta
21