TUGAS INTISARI DAN SOAL FISIKA MODERN (Transformasi Galileo dan Percobaan MichelsonMorley)
Nama Kelompok I : Dzakiyy Ilmi
1112016300080
Assifa Fauziah
1112016300071
Eha Wahyuningsih
1112016300064
Khairatunnisa
1112016300073
Nia Aisyah
1112016300060
Rida Febrianti Sholeha 1112016300077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
Transformasi Galileo
Transformasi galileo merupakan transformasi yang menghubungkan dua kerangka yang bergerak dengan kecepatan tetap (dua kerangka inersial).
Kerangka acuan inersial yaitu suatu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan terhadap kerangka acuan lain pada garis lurus.
Kerangka acuan merupakan suatu sistem koordinat (x, y, z) dimana seorang pengamat melakukan pengamatan suatu kejadian.
Mengenai kelembaman suatu benda, galileo setuju dengan apa yang telah menjadi suatu hukum dari hukum Newton I, dimana sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali dikenakan gaya dari luar kepadanya.1
Hukum newton (tentang asas kelembaman) tidak beraku dalam kerangka acuan yang mengalami percepatan, tetapi berlaku dalam kerangka acuan dengan kecepatan tetap.
Dalam transformasi Galileo, digambarkan sebuah kerangka acuan S dengan system koordinat (x, y, z) dan S’ dengan system koordinat (x’, y’, z’), yang mana S’ bergerak di dalam kerangka acuan S terhadap sb x positif dengan kecepatan relative sebesar v terhadap kerangka acuan S.
1
Sukardiyono, Konsep Fisika Modern http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sukardiyono%20,Dr.,%20M.Si./KONSEP%20 DASAR%20FISIKA%20MODERN.pdf (diakses pada 5 september 2015)
Sehingga kedudukan benda antara kerangka acuan S’ terhadap S dapat dinyatakan (dapat disebut dengan transformasi Galileo) : x’ = x – v.t,
y’= y,
t’= t
Kebalikan tranformasi Galileo dinyatakan : x = x’ + v.t’,
z’= z,
y = y’,
z = z’,
t = t’2
Bukan hanya koordinat saja yang dibahas dalam transformasi galileo dalam suatu kerangka acuan terhadap benda yang bergerak. Namun, dalam transformasi Galileo juga dijelaskan mengenai kecepatan subjek yang sedang berada dalam kereta bergerak terhadap kerangka acuan S dan S’.
Besar nilai kecepatan subjek tersebut berdasarkan pengamat yang berada di S’ adalah:
𝑣𝑥′ =
𝑑(𝑥−𝑣.𝑡)
𝑑𝑡
𝑑𝑡
′ =
=
𝑑𝑥 𝑑𝑡′
-𝑣
𝑑𝑡 ′ 𝑑𝑡 ′
= 𝑣𝑥 – 𝑣
Sedangkan untuk pengamat yang di S, adalah:
𝑣𝑥 =
𝑑𝑥 ′
Kedua
𝑑𝑥 𝑑𝑡
=
𝑑(𝑥 ′ −𝑣.𝑡)
persamaan
𝑑𝑡
diatas
=
𝑑𝑥 ′ 𝑑𝑡
+𝑣
merupakan
𝑑𝑡 𝑑𝑡
= 𝑣𝑥′ + 𝑣
penjumlahan
kecepatan
transformasi Galileo yang kemudian dikenal dengan penjumlahan kecepatan menurut teori Relativitas Newton, dimana relativitas Newton menyatakan bahwa semua hukum Fisika Mekanika Newton berlaku untuk semua kerangka acuan inersial, sedangkan kecepatan benda tergantung pada kerangka acuan (bersifat relatif).3
2
Anonim, Fisika Modern Definisi Konsep Dan Aplikasinya, http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/04/fisika_modern_definisi_konsep_dan_aplikasinya.pdf (diakses pada 5 september 2015)
Percobaan Michelson-Morley Menurut teori Huygens mengenai gelombang, dikatakan bahwa gelombang memerlukan medium untuk merambat. Seperti halnya gelombang tali dan air. 4
Berkaitan dengan hal tersebut, muncullah pertanyaan mengenai cahaya. Bagaimana cahaya dapat sampai ke bumi? Apakah terdapat zat atau medium perantara untuk cahaya tersbut dapat merambat?
Pada
dasarnya,
cahaya
merupakan
salah
satu
gelombang
elektromagnetik, yaitu gelombang yang dalam perambatannya tidak memerlukan medium.
Pada akhirnya, para pakar fisikawan membuat hipotesis dengan terpaksa bahwa zat atau medium perantara untuk cahaya dapat sampai ke bumi adalah eter.
Namun, pada abad ke-19 terdapat dua ilmuan yang berkebangsaan Amerika yaitu Albert A. Michelson (1852-1931) dan Edward W. Morley (1838-1932), yang melakukan suatu percobaan untuk menguji apakah benar cahaya dalam perambatannya memerlukan medium yaitu eter?
Dalam percobaannya, Michelson dan Morley menggunakan sebuah alat yang dapat mengukur kecepatan aliran eter dengan menggunakan interferometer.
Adapun skema percobaan yang dilakukan oleh Albert A. Michelson dan Edward W. Morley.
4
Taufiq Hidayat, Teori Relativitas Khusus Sebuah Pengantar, (bandung : ITB, 2010)
Eksperimen Michelson-morley berdasarkan prinsip penjumlahan vector.
Dalam percobaannya, dibutuhkan satu sumber cahaya. Dalam bdang tersebut dianggap terdapat eter yang dianalogikan dengan u. Namun yang pada nantinya, cahaya yang berasal dari satu sumber tersebut disebar dengan sebuah cermin pemecah berkas. Yang mana, cahaya yang tersebar dianalogikan sebagai sebuah perahu yang bergerak relative terhadap arus yaitu c.
Untuk perahu A, yang bergerak tegak lurus terhadap aliran arus akan memiliki kecepatan yang berdasarkan prinsip penjumlahan vector. Berikut penjelasannya:
Gb. (a) saat perahu A berangkat, (b) saat perahu A kembali ke tempat asal
Pada saat berangkat, kecepatan perahu terhadap aliran arus v bernilai yaitu:
√𝑐 2 − 𝑢2
Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk sekali melakukan perjalanan dengan jarak bernilai d yaitu: 𝑑𝐴 ⁄√𝑐 2 − 𝑢2
Sedangkan untuk perahu yang kembali ke tempat semula, memiliki kecepatan perahu yang sama dengan perahu yang berangkat. Jadi, total waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 2𝑑𝐴 yaitu: 𝑡𝐴 =
𝑑𝐴 √𝑐 2 − 𝑢2
+
𝑑𝐴 √𝑐 2 − 𝑢2
=
2𝑑𝐴 √𝑐 2 − 𝑢2
Atau 𝑡𝐴 =
2𝑑𝐴 ⁄𝑐 2
√1 − 𝑢2 𝑐
Perahu B yang bergerak sejajar terhadap aliran arus memiliki kecepatan yaitu c + u (tanda +, memiliki arah yang sama)
Untuk kecepatan perahu yang bergerak melawan arah aliran arus yaitu c–u
Waktu yang diperlukan untuk perahu B dalam menempuh jarak sejauh d yaitu 𝑑𝐵 ⁄𝑐 + 𝑢 (untuk berangkat) 𝑑𝐵 ⁄𝑐 − 𝑢 (arah sebaliknya)
Maka total waktu yang diperlukan perahu B untuk menempuh jarak 2d adalah: 𝑡𝐵 =
𝑑𝐵 𝑑𝐵 𝑑𝐵 (𝑐 − 𝑢) + 𝑑𝐵 (𝑐 + 𝑢) 2𝑐𝑑𝐵 + = = 𝑐 + 𝑢 𝑐− 𝑢 𝑐 2 − 𝑢2 𝑐 2 − 𝑢2
Atau 𝑡𝐵 =
2𝑑𝐵 ⁄𝑐 2
√1 − 𝑢2 𝑐
Berdasarkan persamaan yang telah diperoleh, maka didapatkan perbandingan waktu antara 𝑡𝐴 dan 𝑡𝐵 , yaitu: 𝑡𝐴 (2𝑑𝐴 ⁄𝑐 )/√1 − 𝑢2 ⁄𝑐 2 = 𝑡𝐵 (2𝑑𝐵 ⁄𝑐 )/√1 − 𝑢2 ⁄𝑐 2 𝑡𝐴 𝑢2 = √1 − 2 𝑡𝐵 𝑐
Sedangkan untuk perbedaan waktunya antara perahu A dan perahu B, yaitu: ∆𝑡 = 𝑡𝐵 − 𝑡𝐴 =
2𝑐𝑑𝐵 2𝑑𝐴 − 𝑐 2 − 𝑢2 √𝑐 2 − 𝑢2
Ketika cahaya terbagi maka cahaya kembali dikumpulkan untuk diperpadukan yang akan diamati intreferensinya di D. Dan untuk keadaan yang berbeda dimana peralatan diputar dengan sudut sebesar
90°,
sehingga
peranan
𝑡𝐵 dan 𝑡𝐴
dipertukarkan
(𝑡𝐵 ′dan 𝑡𝐴 ′) begitu juga dengan jaraknya, maka perbedaan waktunya menjadi: ∆𝑡 ′ = 𝑡𝐵′ − 𝑡𝐴′ =
Dengan
dilakukan
2𝑑𝐴 √𝑐 2 − 𝑢2
pemutaran
−
90°
2𝑐𝑑𝐵 𝑐 2 − 𝑢2
diharapkan
terdapat pola
interferensi yang teramati oleh detector (D) sebesar: 𝛿=𝑐
(∆𝑡 − ∆𝑡 ′ ) (𝑑𝐴 + 𝑑𝐵 ) 1 1 =2 [ − ] 2 2 𝜆 𝜆 √1 − 𝑢2 ⁄𝑐 2 1 − 𝑢 ⁄𝑐
Untuk u yang lebih jauh dari c diperoleh: 𝛿=
(𝑑𝐴 + 𝑑𝐵 ) 𝑢2 [ 2] 𝜆 𝑐
Berdasarkan hasil pengamatan lebih lanjut, ternyata tidak terjadi pergeseran pola interferensi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecepatan cahaya tetap besarnya tidak tergantung pada kerangka pengamatannya.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa eter yang disebut sebagai hipotesis mengenai medium perambatan cahaya itu tidaklah benar atau dalam artian sebenarnya eter tidak benar-benar ada dalam bumi ini.
Sebab seandainya ada eter dalam bumi ini, maka pola interferensi yang teramati di detector D benar terlihat.5
5
Op.cit, Sukardiyono,