Interaksi Ekonomi Jawa Sumatera

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Interaksi Ekonomi Jawa Sumatera as PDF for free.

More details

  • Words: 5,955
  • Pages: 23
KESENJANGAN EKONOMI ANTARWILAYAH JAWA DAN SUMATERA (Pendekatan Interregional Social Accounting Matrix) Moch. Rum Alim Fakultas Ekonomi Universitas Nasional, Jakarta Abstract The objective of this study is to analyze the causes of economic inequality between Java and Sumatra. The results of this study find that: (1) the trade balance of Java and Sumatra are imbalance in favor of Java, (2) the linkages of economic sectors of Sumatra to Java economy was quite stronger, while Java to Sumatra is weak, and (3) the spill over effect of Sumatra to Java is higher than Java to Sumatra. If center and local government concentrates for Sumatra economic development, it would equally benefit to Java and Sumatra Economy. Key Words: Economic Linkages, Spill over Effect, Economic Inequality, economic development.

Abstrak Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisis penyebab semakin melebarnya kesenjangan sekonomi antara Jawa dan Sumatera. Hasil studi menunjukan bahwa : (1) neraca perdagangan antara Jawa dan Sumatera tidak seimbang, lebih menguntung Jawa, (2) keterkaitan sektor-sektor ekonomi Sumatera terhadap ekonomi Jawa sangat kuat, sedangkan Jawa terhadap Sumatera sangat lemah, (3) spill over effect dari Sumatera ke Jawa lebih tinggi dari pada Jawa ke Sumatera. Jika pemerintah pusat dan region lebih berkonsentrasi pada pembangunan ekonomi Sumatera, maka ekonomi Jawa dan Sumatera akan memberoleh manfaat secara berimbang. Kata Kunci : Keterkaitan Ekonomi, Spill Pembangunan Ekonomi.

over

Effect,

Kesenjangan

Ekonomi,

I. PENDAHULUAN Isu kesenjangan ekonomi antarwilayah di Indonesia mulai mengemuka pada dua dekade terakhir masa pemerintahan Orde Baru. Isu ini menjadi kajian menarik karena menyangkut kepentingan negara dan bangsa, yakni: stabilitas politik, ekonomi, dan sosial, utamanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini isu tersebut masih relevan karena permasalahan kesenjangan ekonomi interregional belum terpecahkan secara memuaskan, di samping berkembangnya dinamika spasial. Secara alamiah kesenjangan ekonomi antarregion di Indonesia tak terhindarkan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan karakteristik ekonomi antar, baik dari sisi penyebaran sumberdaya alam maupun dari sisi penyebaran penduduk. Namun demikian, kondisi tersebut tidak dapat digunakan sebagai pembenaran untuk membiarkan kesenjangan ekonomi antarwilayah semakin melebar.

2 Berbagai kajian terdahulu telah menawarkan beberapa alternatif kebijakan, serta langkah-langkah operasional, namun belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Studi ini bermaksud untuk menemukan sumber utama melebarnya kesenjangan ekonomi interregional di Indonesia yang difokuskan pada wilayah Jawa dan Sumatera. Studi ini mengikuti pengelompokan wilayah Indonesia berdasarkan tingkat kemajuan industri, yakni : (1) wilayah Jawa, (2) wilayah Sumatera, dan (3) wilayah pulau-pulau lainnya (rest of Indonesia). Wilayah studi yang dipilih dalam studi ini adalah pulau Jawa dan pulau Sumatera, sedangkan rest of the Indonesia (ROI) akan dimasukkan ke dalam neraca eksogen. Dengan demikian, fokus kajian studi ini adalah pada wilayah Jawa dan Sumatera. Dalam perekonomian Jawa dan Sumatera terdapat dua fenomena menarik, yakni: (1) adanya kesenjangan ekonomi antara kedua wilayah, dan (2) perekonomian Jawa dan Sumatera sudah lebih terintegrasi. Disparitas pendapatan wilayah antara Jawa dan Sumatera telah terjadi sejak awal pembangunan ekonomi masa orde baru. Perbandingan total PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha kedua wilayah pada tahun 1970 tersebut kurang lebih satu banding dua. Pada tahun 1975 menyempit menjadi 1 : 1.56, dan pada tahun 1998 menjadi satu banding tiga. Tanpa migas dan hasil-hasilnya perbandingan total PDRB antara kedua wilayah satu banding empat. Selain itu, PDRB

Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan

menunjukkan bahwa total PDRB Sumatera tahun 2000 sebesar 56.745.766 juta rupiah dan Jawa sebesar 234.980.667 juta rupiah. Perbandingan total PDRB pada tahun tersebut kurang lebih satu banding empat. Integrasi ekonomi antara Jawa dan Sumatera sesungguhnya memberikan peluang yang besar bagi Sumatera untuk meningkatkan pendapatan wilayahnya. Integrasi ekonomi sesungguhnya membuka peluang pasar bagi berbagai aktivitas produksi di kedua wilayah. Dalam perspektif teori basis, ekspor merupakan faktor penting dalam meningkatkan pendapatan wilayah di atas pertumbuhan alamiah wilayah tersebut. Ekspor meningkat akan berakibat terhadap permintaan input, baik input primer maupun input antara (intermediate input). Meningkatnya permintaan input antara akan mendorong aktivitas produksi berbagai sektor ke tingkat yang lebih tinggi. Hal yang sama juga terjadi apabila permintaan input primer meningkat. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi wilayah akan tumbuh pada tingkat yang lebih tinggi daripada tanpa ekspor. Persoalannya, apakah ekspor Sumatera ke Jawa cukup signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya?

3 Studi ini akan menganalisis sumber terjadinya pelebaran kesenjangan ekonomi antara Jawa dan Sumatera dan menemukan alternatif kebijakan guna menyelesaikan permasalahan tersebut. II. METODOLOGI 2.1. Kerangka Teoretis Ekonomi wilayahal dalam satu negara merupakan ekonomi terbuka dan interaksi ekonomi interwilayahal berlangsung tanpa hambatan apapun. Dalam kaitan ini terdapat berbaga konseptual pembangunan ekonomi wilayahal, diantaranya adalah Teori Basis Ekonomi (Economic Based Teory), Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory), Teori Perdagangan Interwilayahal (Interregional Trade Theory). Studi ini menggunakan Teori Basis Ekonomi. Teori Basis Ekonomi mengelompokkan aktivitas ekonomi ke dalam dua bagian, yakni Sektor Basis dan Sektor Non-basis. Aktivitas Sektor Non-basis ditujukan semata-mata untuk memenuhi kebutukan lokal. Meningkatnya aktivitas Sektor Nonbasis semata-mata bersumber dari permintaan lokal. Permintaan terhadap produksi sektor non-basis hanya dapat meningkat apabila pendapatan lokal meningkat. Dengan demikian, permintaan sektor non-basis sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Debgab kata lain, Sektor No-basis terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan alamiah region. Di sisi lain aktivitas Sektor Basis ditujukan untuk memenuhi permintaan luar region. Semua kegiatan yang mendatangkan uang dari luar wilayah adalah kegiatan basis. . Tenagakerja yang berdomisili di suatu wilayah, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam Sektor Basis. Apabila permintaan dari luar wilayah meningkat maka permintaan input lokal meningkat, pendapatan lokal meningkat, yang kemudian mendorong kegiatan produksi lebih lanjut. Dengan demikian, lapangan kerja dan pendapatan di Sektor Basis adalah fungsi permintaan yang bersifat eksogenus. Hal ini berarti bahwa Sektor Basis akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi regional meningkat lebih tinggi dari pertumbuhan alamiah regional.

4 Teori Basis beranggapan bahwa ekspor daerah (wilayah) merupakan penentu dalam pembangunan ekonomi regional. Dengan demikian, permasalahan ekonomi wilayah adalah masalah neraca perdagangan. Teori Basis digunakan sebagai landasan konseptual dalam studi ini, sehingga model Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM) cukup relevan sebagai instrumen analisis. Hal tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Region I Region II T36

Sektor Produksi (3)

Sektor Produksi (6)

T63 T35

T32 T62 T65

T13

Faktor Produksi (1)

T21

Institusi (2) T24

T25 T52

Institusi (5)

T54

T46 Faktor Produksi (4)

T51

Rest of the Indonesia dan Rest of the World (7) Gambar 1. Kerangka IRSAM Keterangan : = transaksi intra region, = transaksi interregional. Sumber : Hadi (2001) dan Achjar et al. ( 2003), modifikasi.

Dalam model SAM, aktivitas ekonomi setiap region (wilayah) direkam ke dalam tiga kelompok neraca, yakni : Neraca Sektor Produksi, Neraca Faktor Produksi, dan Neraca Institusi (Thorbecke, 1989). Neraca Sektor Produksi merupakan neraca output dari berbagai sektor produksi. Neraca Faktor Produksi merupakan neraca distribusi pendapatan faktorial, yakni konpensasi terhadap penggunaan kapital dan tenaga kerja. Sedangkan Neraca Institusi merupakan neraca distribusi pendapatan institusional, yaitu distribusi pedapatan kepada pemilik faktor produksi yang terdiri atas :

5 rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Di sisi lain garis panah dalam Gambar 1, menggambarkan arus uang sebagai ujud dari transaksi ekonomi antar neraca. Garis panah (T13 dan T46) menggambarkan arus uang yang mengalir dari Neraca Sektor Produksi sebagai imbalan atas penggunaan faktor produksi kapital dan tenagakerja. Arus ini disebut distribusi pendapatan faktorial. Garis panah (T21 dan T54) menggambarkan arus uang dari Neraca Faktor Produksi ke Neraca Institusi, yang terdistribusikan kepada rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah sebagai pemilik faktor produksi. Arus ini disebut distribusi pendapatan institusional. Garis panah (T 32 dan T65) menggambarkan arus uang dari Neraca Institusi ke Neraca Sektor Produksi; sebagai ujud dari transaksi belanja rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah terhadap output yang dihasilkan oleh Sektor Produksi yang berada di dalam region sendiri. Dari sudut pandang Teori Basis, aktivitas ekonomi suatu region sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya merupakan Sektor Non-basis. Dengan kata lain, pergerakan transaksi ekonomi yang ditunjukan oleh garis panah T13, T46, T21, T54, T32, dan T65, tanpa adanya interaksi (transaksi) ekonomi lintas region, adalah Sektor Nonbasis. Sementara itu, transaksi ekonomi lintas region seperti yang ditunjukan oleh garis panah T36, T63, T35,dan T62, T24, T51, T25, dan T52 pada dasarnya merupakan Sektor Basis. Garis panah (T36 dan T63) menunjukkan transaksi antar Sektor Produksi antar region. Dalam hal ini, transaksi yang terjadi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan input antara (intermediate input). Garis panah (T35 dan T62) menunjukkan belanja Institusi (rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah) atas output yang dihasilkan oleh Sektor Produksi region lain. Garis panah (T24 dan T51) menunjukkan distribusi pendapatan institusional antar region. Dalam kaitan ini, faktor produksi (kapital dan tenagakerja) yang digunakan oleh Sektor Produksi di suatu region merupakan milik region lain, sehingga konpensasinya mengalir ke region asal faktor produksi tersebut. Sedangkan garis panah (T25 dan T52) menggambarkan transfer pendapatan antar Institusi antar region. Transaksi-transaksi ekonomi sebagaimana ditunjukkan oleh garis panah T36, T63, T35, T62, T24, T51, T25, dan T52 merupakan transaksi-transaksi antar region. Interaksi perdagangan antararegion akan memberikaan manfaat yang besar kepada region yang nilai ekspornya lebih besar dari nilai impornya. Besar kecilnya nilai ekspor tergantung pada volume ekspor dan harga dari jenis barang yang diekspor. Sementara itu, besarnya volume ekspor suatu region tergantung pada tingkat kebutuhan region pengimpor, baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk keperluan produksi.

6 Besarnya kebutuhan impor suatu region untuk tujuan produksi, tergantung pada seberapa besar keterkaitan (linkages) antara sektor-sektor produksi di region pengimpor terhadap sektor-sektor produksi di region pengekspor. Berangkat dari kerangka teoretis sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa studi ini menitik beratkan pada transaksi-transaksi interregional, terutama dari sisi output, dan implikasinya terhadap kemajuan ekonomi region. 2.2. Kerangka Analisis Multiplier IRSAM Pyatt dan Round (1985) menunjukkan dekomposisi multiplier Interregional SAM sebagai berikut: M = Mr3Mr2Mr1

………………………………………………….....

(1)

dimana: Mr3 = closed-loop multiplier effect within region, Mr2 = interregional open-loop multiplier effect, Mr1 = transfer effect within region. Persamaan (1) dapat diperoleh dengan penurunan sebagai berikut: Y1 = B11Y1 + B12Y2 + X1

...........................................................

(2)

Y2 = B22Y2 + B21Y1 + X2

....................................................................

(3)

dimana: Y1, Y2

= total pengeluaran untuk masing-masing region;

B11, B22

= koefisien intra-regional;

B12, B21

= koefisien interregional;

X1, X2

= neraca eksogen.

Dari persamaan (2) dan (3), maka: Y1 = (1 - B11)-1 b12Y2 + (1 - B11)-1 X1

.............................................

(4)

Y2 = (1 – B22)-1 b21Y1 + (1 – B22)-1 X2

..............................................

(5)

Persamaan (4) dan (5) bila ditulis dalam bentuk perkalian matriks adalah:

Υ 0 [I−B]bΥ[I−B] 0 Χ =  −1  + −1  Υ2[I−B2]b 0 Υ22 01 [I−B2]Χ2 2

7

−1 −1 1 1 1 1 121 1

........

(6)

Bila didefinisikan bahwa D12 = [I – B11]-1 b12 dan D21 = [I – B22]-1 b21, selanjutnya persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut:

8

Υ I D [I−B] 0 Χ =    −1 . Υ2 D2 I  0 [I1−B2]Χ2 2 −1 −1 1 1 1 21

Dengan demikian :

...................

(7)

9

 [ I − B1 ] 1 0  Μ r1 =  − 1   0 [ I − B2 ] 2 −1

.....................................................

(8)

sedang

[I− D D ] [I− D D ] D  Μ r =x   −1  [ I − D2 D1 ] D2 2 1 [ I − D2 D1 ] 2  −1 12 1

−1 12 112

.................................

(9)

sehingga :

[I− D1 2] 20 1  1 D1 2 Μr =  x    0 [I− D2 1] D12 2 1 1 −1

Dengan demikian, maka :

........................ (10)

10

 1 D1  2 Μ r2 =    D2 11 

............................................................................ (11)

dan

 [ I − D1 D22] 1 0  Μ r3 =  − 1  0 [ I − D2 D1 1] 2 −1

......................................... (12)

2.3. Konstruksi Model Studi ini akan menggunakan Model IRSAM Jawa-Sumatera tahun 2002 (diberi nama SAMIJASUM 2002). Model ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Data utamanya adalah : Tabel Input-Output Interregional Sumatera dan Jawa tahun 2000 yang terdiri atas 30 sektor, yang kemudian diagregasi menjadi 17 sektor, up-dating dan balacing dengan menggunakan metoda RAS, hingga menjadi Tabel Input-Output Interregional Sumatera dan Jawa Tahun 2002. Data utama lainnya adalah : Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2002, Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Tahun 2002, dan Data Indikator Ekonomi Indonesia Tahun 2002. Konstruksi Tabel Interregional Social Accounting Matrix Jawa dan Sumatera dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, menentukan klasifikasi SAMIJASUM 2002 yang terdiri atas dua tipe Neraca Faktor Produksi, delapan tipe Neraca Institusi, dan 17 tipe Neraca Sektor Produksi. Tiga neraca tersebut masuk ke dalam blok neraca endogen, sedangkan blok neraca eksogen terdiri atas lima tipe neraca. Kedua, mengisi sel-sel Tabel berdasarkan klasifikasi SAMIJASUM 2002 dengan menggunakan data

11 dasar sebagaimana diungkapkan di atas. Ketiga, melakukan balancing dengan menggunakan metoda Cross Entrophy. Selanjutnya, melakukan pengolahan atas Tabel SAMIJASUM 2002 dengan menggunakan program MAT untuk mendapatkan matriks multiplier. 2.4. Metoda Analisis Metoda analisis yang digunakan dalam studi dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yakni : (1) analisis nilai riil (nominal) yang diekstrak dari Tabel SAMIJASUM 2002, dan (2) analisis koefisien multiplier. Pada kelompok pertama, digunakan untuk menganalisis struktur ekonomi Jawa dan Sumatera, baik dari sisi konstribusi sektoral terhadap PDRB, maupun dari sisi struktur ekspor-impor kedua region. Sedangkan pada kelompok kedua, digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi antarwilayah dan analisis total efek antarwilayah. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Struktur Ekonomi Sektoral Intra Jawa dan Sumatera Pembahasan struktur ekonomi sektoral dilakukan melalui penelaahan atas struktur PDRB yang diekstrak dari Tabel SAMIJASUM 2002 sisi pengeluaran. Tabel 1 menunjukkan bahwa total PDRB region Jawa sebesar 4.481.032,00 miliar rupiah. Secara agregat kontribusi kelompok sektor pertanian (T) terhadap PDRB Jawa sebesar 14,57 persen, sektor pertambangan dan penggalian (P) sebesar 3,56 persen, kelompok sektor industri pengolahan (I) 31,89 persen, dan kelompok sektor jasa (J) sebesar 49,98 persen. Kontribusi terbesar berasal dari kelompok sektor jasa, disusul kemudian oleh industri pengolahan, kemudian kelompok sektor pertanian, dan terakhir sektor pertambangan dan penggalian. Ini berarti bahwa struktur ekonomi region Jawa secara agregat adalah Jasa-Industri-Pertanian-Pertambangan (J-I-T-P). Di sisi lain total PDRB region Sumatera sebesar 1.287.270,80 miliar rupiah, dengan komposisi konstribusi sektoral sebagai berikut : kelompok sektor pertanian sebesar 25,10 persen, pertambangan 6,21 persen, industri pengolahan 25,62 persen, dan kelompok sektor jasa sebesar 43,06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok sektor jasa membrikan konstribusi yang paling besar, diikuti oleh kelompok sektor industri penolahan, kelompok sektor pertanian, dan terakhir sektor pertambangan. Ini berarti

12 bahwa

struktur

ekonomi

region

Sumatera

adalah

Jasa-Industri-Pertanian-

Pertambangan (J-I-T-P). Tabel 1. Struktur PDRB Sektoral Region Jawa dan Sumatera (%) Sektor Produksi PERTANIAN Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN Ind. makanan, minuman dan tembakau Ind. pemintalan, tekstil dan kulit Ind. kayu dan barang-barang dari kayu Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Lgm dan Lainnya Ind. kimia, ppk, htl, semen dan logam dasar JASA Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya Total PDRB (miliar rupiah)

PDRB Jawa Sumatera 14.57 25.10 7.56 11.16 3.07 5.75 1.52 2.62 2.43 5.57 3.56 6.21 31.89 25.62 13.68 14.52 4.94 1.98 1.74 1.34 2.42 0.77 9.11 7.02 49.98 43.06 2.01 2.60 8.98 7.73 18.35 15.87 5.38 6.78 4.81 4.07 10.45 6.03 4 481 032.00 1 287 270.80 100.00 100.00

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah)

Uraian di atas nampak seolah-olah struktur ekonomi Sumatera serupa dengan struktur ekonomi Jawa, dimana kelompok sektor jasa memberikan konstribusi yang paling besar (dengan persentasi yang hampir setara) dan diikuti oleh sektor industri pengolahan. Namun bila dicermati lebih jauh, sesungguhnya konstribusi kelompok sektor industri pengolatan terhada PDRB Sumatera tidak sekuat konstribusi kelompok sektor industri pengolahan di Jawa. Hal ini dapat dilihat dari selisih atau jarak antara konstribusi kelompok sektor industri pengolahan dengan konstribusi kelompok sektor pertanian terhadap PDRB. Selisih antara konstribusi kelompok sektor industri pengolahan dengan konstribusi kelompok sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera hanya sekitar 0,52 persen, sedangkan pada region Jawa sekitar 17,32 persen. Ini berarti bahwa sesungguhnya peranan sektor industri pengolahan di dalam perekonomian Sumatera masih setara dengan peranan sektor pertanian. Selain itu, jika sektor pertambangan dan penggalian digabungkan dengan sektor pertanian menjadi sektor primer (P), kemudian kelompok sektor industri pengolahan diubah menjadi

13 sektor sekunder (S), dan kelompok sektor jasa menjadi sektor tersier (T), maka kontribusi sektor primer terhadap PDRB Sumatera sebesar 31,31 persen dan terhadap PDRB Jawa sebesar 18,13 persen. Dengan demikian, secara agregat struktur ekonomi Sumatera menjadi Tersier–Primer–Sekunder (T-P-S). Sedangkan struktur ekonomi Jawa menjadi Tersier–Sekunder–Primer (T-S-P). Dengan demikian terdapat perbedaan struktur ekonomi sektoral antara Jawa dan Sumatera, dimana dalam perekonomian Jawa sektor Sekunder relatif lebih berperanan daripada sektor Primer, sedangkan di Sumatera sektor Primer relatif lebih berperanan daripada sektor Sekunder. 3.2. Struktur Neraca Perdagangan Antara Jawa dan Sumatera Perbedaan struktur ekonomi sektoral ternyata berdampak pada neraca perdagangan kedua region. Tabel 2 kolom kedua penerimaan Sumatera atas ekspornya ke Jawa dan kolom ketiga menggambarkan penerimaan Jawa atas ekspornya ke Sumatera. Dengan demikian, kolom kedua Tabel 2 menggambarkan struktur ekspor Sumatera ke Jawa dan kolom ketiga menggambarkan struktur ekspor Jawa ke Sumatera Total ekspor Sumatera ke Jawa sebesar 65.039,87 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh kelompok sektor jasa sebesar 43,20 persen, kelompok industri pengolahan sebesar 28,41 persen, sektor pertambangan dan penggalian 15,75 persen, dan kelompok sektor pertanian sebesar 12,63 persen. Di sisi lain, total ekspor Jawa ke Sumatera sebesar 71.178,90 miliar rupiah, yang dikontribusikan oleh kelompok sektor industri pengolahan sebasar 60,66 persen, kelompok sektor jasa 22,55 persen, kelompok sektor pertanian 12,42 persen, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,37 peren. Dengan demikian, ekspor Sumatera ke Jawa didominasi oleh sektor jasa, terutama dari sub-sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sub-sektor transportasi dan komunikasi. Sementara itu, ekspor Jawa ke Sumatera didominasi oleh kelompok sektor industri pengolahan, terutama dari sub-sektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta sub-sektor industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan logam dasar. Interaksi ekonomi antara Jawa dan Sumatera menunjukkan bahwa perekonomian Jawa mengalami surplus neraca perdagangan sebesar 6.139,03 miliar rupiah, yang

14 berarti pula bahwa perekonomian Sumatera mengalami defisit neraca perdagangan sebesar itu. Tabel 2. Struktur Neraca Perdagangan Antara Jawa dan Sumatera (%) Sektor Produksi PERTANIAN Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN Ind. makanan, minuman dan tembakau Ind. pemintalan, tekstil dan kulit Ind. kayu dan barang-barang dari kayu Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Lgm dan Lainnya Ind. kimia, ppk, htl, semen dan logam dasar JASA Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya Total PDRB (miliar rupiah)

Ekspor - Impor SM-JW JW-SM 12.63 12.42 1.87 11.83 2.42 0.00 1.92 0.00 6.43 0.59 15.75 4.37 28.41 60.66 11.78 35.96 2.05 5.75 1.50 4.26 0.55 0.33 12.52 14.36 43.20 22.55 0.00 0.00 0.00 0.00 18.23 11.49 12.18 5.50 4.71 3.18 8.09 2.38 65 039.87 71 178.90 100.00 100.00

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah)

Surplus neraca perdagangan region Jawa terjadi pada semua sub-sektor dalam kelompok industri pengolahan dan surplus terbesar terjadi pada sub-sektor industri makanan, minuman dan tembakau, kecuali sub-sektor industri kertas, barang cetakan, alat angkutan, barang logam dan lainnya. Selain itu, surplus neraca perdaganga region Jawa juga terjadi pada sub-sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya. Sub-sub sektor yang menjadi sumber terjadinya surplus neraca perdagangan dalam perekonomian Jawa juga merupakan sumber defisit neraca perdagangan dalam perekonomian Sumatera. Di sisi lain, sub-sub sektor yang memberikan sumbangan terhadap surplus neraca perdagangan Sumatera atas Jawa adalah : sub-sektor jasa perdagangan, hotel dan restoran, sub-sektor transportasi dan komunikasi, sub-sektor Jasa-jasa lainnya,

15 sub-sektor keuangan dan perbankan, sub-sektor perikanan, sub-sektor peternakan, dan sub-sektor kehutanan dan perburuan. 3.3. Keterkaitan Sektor-sektor Produksi Interregional Analisis keterkaitan dapat ditinjau dari dua sisi, yakni dari sisi keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) dalam model IRSAM sesungguhnya lebih berorientasi pada sumber pasokan input suatu region yang berasal dari region lain. Dengan kata lain backward dan forward linkages interregional hendak menunjukkan tingkat ketergantungan suatu region atas pasokan input region lain. Perbedaan utama backward dan forward linkages interregional terletak pada sumber perubahan dan dampak yang ditimbulkannya, sedangkan region pemasoknya tetap sama. Backward linkages dan forward linkages Sumatera-Jawa misalnya, menunjukkan bahwa Sumatera sebagai region pemasok input dan Jawa sebagai region pengguna input. Sisi backward linkages Sumatera-Jawa menunjukkan bahwa perubahan (kenaikan) permintaan akhir suatu sektor produksi tertentu di Jawa dan dampaknya terhadap semua sektor produksi di Sumatera. Pada sisi forward linkages Sumatera-Jawa menunjukkan perubahan (kenaikan) permintaan akhir semua sektor produksi di Jawa dan dampaknya terhadap suatu sektor produksi tertentu di Sumatera. Koefisien keterkaitan interregional model SAMIJASUM 2002 direkam ke dalam Tabel 3, dimana backward linkages linkages dan forward linkages Sumatera-Jawa (SM-JW) berada pada kolom kedua dan ketiga. Sedangkan backward linkages dan forward linkages Jawa-Sumatera (JW-SM) berada pada kolom keempat dan kelima. Pada baris kedua kolom kedua dan kolom ketiga Tabel 3 terdapat koefisien keterkaitan masing-masing sebesar 0.3896 dan 0.7613. Angka yang disebutkan pertama menunjukkan bahwa apabila permitaan akhir sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa meningkat sebesar satu rupiah, maka output semua sektor yang berada di dalam perekonomian Sumatera meningkat sebesar 0.3896 rupiah. Sedangkan angka yang disebut terakhir menunjukan bahwa apabila permintaan akhir semua sektor dalam perekonomian Jawa meningkat sebesar satu rupiah, maka output sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera akan meningkat sebesar 0.7613 rupiah.

16 Tabel 3.

Koefisien Keterkaitan Antarsektor Antara Sumatera-Jawa dan Antara Jawa-Sumatera Linkages SM-JW

Sektor Produksi

Backward Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan penggalian Ind. makanan, minuman dan tembakau Ind. pemintalan, tekstil dan kulit Ind. kayu dan barang-barang dari kayu Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Logam dan Lainnya Ind. kimia, pupuk, tanah liat, semen dan logam dasar Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

0.3896 0.3670 0.3654 0.3764 0.3561 0.4024 0.3831 0.4026 0.3670 0.3855 0.3834 0.3514 0.3665 0.3818 0.3714 0.7090

JW-SM

Forward 0.7613 0.4054 0.1237 0.4148 0.3719 1.1160 0.1981 0.1406 0.0964 0.4756 0.1008 0.0230 1.2128 0.5501 0.2826 0.4572

Backward 1.8385 1.8580 1.8707 1.8928 1.9195 1.8592 1.9327 1.9270 1.9435 1.8866 1.8576 1.8035 1.8604 1.8962 1.8871 3.6356

Forward 2.8030 0.8886 0.2574 0.7638 1.4069 5.5035 1.7956 0.6451 0.8232 2.9606 0.7191 0.5381 6.4550 1.9784 1.7160 3.5791

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Selanjutnya, pada baris kedua kolom keempat termuat backward linkages JawaSumatera sebesar 1.8385 dan forward linkages pada baris kedua kolom kelima sebesar 2.8030. Koefisien backward linkages tersebut menyatakan bahwa apabila permitaan akhir sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera meningkat sebesar satu rupiah, maka output semua sektor dalam perekonomian Jawa meningkat sebesar 1.8385 rupiah. Sedangkan koefisien forward linkages Jawa-Sumatera menyatakan bahwa apabila

permintaan

akhir semua sektor dalam perekonomian Sumatera

meningkat sebesar satu rupiah, maka output sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa akan meningkat sebesar 2.8030 rupiah. Tabel 3 menunjukkan bahwa koefisien backward dan forward linkages SumateraJawa lebih kecil daripada koefisien backward dan forward linkages Jawa-Sumatera pada semua sektor produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan ekonomi Sumatera terhadap input factors yang berasal dari Jawa jauh lebih tinggi daripada sebaliknya, baik dari sisi backward linkages maupun dari sisi forward linkages. Hal ini terjadi karena sektor-sektor produksi di Sumatera relatif sangat terkait dengan sektor-sektor produksi di Jawa, sedangkan sektor-sektor produksi di Jawa relatif kurang terkait dengan sektor-sektor produksi di Sumatera.

17 3.4. Analisis Spillover Effect Spillover effect pada dasarnya hendak menggambarkan dampak dari kemajuan (guncangan output) suatu sektor produksi tertentu atau sekelompok sektor produksi di suatu wilayah terhadap sektor-sektor produksi di wilayah lain, baik secara individu maupun secara keseluruhan. Spillover effect ini dapat dianalisis melalui efek multiplier interregional, teristimewa melalui dekomposisi multiplier interregional. Dekomposisi multiplier interregional pada dasarnya hendak menjelaskan tentang efek berantai dari guncangan output (injeksi) pada salah satu sektor produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian keseluruhan wilayah yang diamati. Efek guncangan output ini dapat berlangsung pada blok neracanya sendiri, kemudian ke blok neraca lain dan akhirnya kembali ke blok neracanya sendiri. Dalam kaitan ini, dekomposisi multiplier interregional terdiri atas: (1) Own effect (Mr1) menunjukkan efek guncangan output dalam region yang sama, (2) interregional open-loop multiplier effect (Mr2) menunjukan efek guncangan output interregional yaitu efek guncangan output dari satu region ke region lainnya, dan (3) closed-loop multiplier effect within region (Mr3) menunjukkan efek guncangan output yang kembali pada blok neraca semula. Hasil lengkap dekomposisi SAMIJASUM 2002 secara teknis tidak dapat ditampilkan secara utuh dalam tulisan ini. Namun untuk kepentingan analisis dekomposisi model SAMIJASUM 2002 ditampilkan sebagian dalam bentuk rekapitulasi efek total multiplier seperti pada lampiran. Tabel 4 dan Tabel 5 (lihat lampiran) menggambarkan Efek Total multiplier yang terjadi melalui Own Effects, Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects, sedangkan efek total multiplier interregional (Dtot Interreg) terjadi melalui Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects, dan efek total multiplier intra region (Dtot Intra Reg) terjadi melaui Own Effects dan Closed Loop Effects. Blok baris kedua Tabel 4 terdapat koefisien multiplier sebesar 13,6980 untuk Dtot Intra Reg, 1,8681 Dtot InterReg, dan 15,5661 untuk EFEK TOTAL. Koefisienkoefisien tersebut menyatakan bahwa guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa (TPTJ) sebesar satu rupiah memberikan EFEK TOTAL sebesar 15,5661 rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di Jawa (intra region) sebesar 13,6980 rupiah dan yang melimpah ke Sumatera (interregional) sebesar 1,8681 rupiah. Dengan kata lain, EFEK TOTAL dari guncangan output sektor

18 tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa (TPTJ) menimbulkan efek multiplier didalam wilayah sendiri (self-generate effect) sebesar 13,6980 dan spill over effects ke Sumatera sebesar 1,8681. Apabila angka-angka ini dipersentasekan, nampak bahwa guncangan output pada sektor TPTJ menimbulkan efek total di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) sebesar 88% dan spill over effects sebesar 12% dari EFEK TOTAL. Disisi lain, blok baris kedua Tabel 5. menunjukkan bahwa guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera (TPTS) sebesar satu rupiah menimbulkan EFEK TOTAL sebesar 19,7147 rupiah, yang terdistribusi pada efek total intra region (self-generate effect) sebesar 11,4354 rupiah dan spill over effects sebesar 8,2793 rupiah. Perbandingan self-generate effect dan spill over effects terhadap Total Effect masing-masing sebesar 58% dan 42%. Ini berarti bahwa guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera menimbulkan self-generate effect sebesar 58% dan spill over effects sebesar 42%. Jelaslah bahwa guncangan output (injeksi) pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera menimbulkan TOTAL EFEK multiplier yang lebih besar dari pada guncangan yang sama terjadi di Jawa. Namun, di sisi lain self-generate effect-nya relatif sangat kecil deibandingkan dengan yang terjadi di Jawa. Ini berarti bahwa spill over effects yang ditimbulkan oleh guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera (TPTS) terhadap perekonomian Jawa sangat besar dari pada sebaliknya. Selanjutnya, untuk memperoleh gambaran yang lebih luas, tinjauan yang sama dilakukan pada guncangan output pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau, baik di Jawa maupun di Sumatera. Blok baris ketujuh Tabel 4 menyatakan bahwa guncangan output pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ) sebesar satu rupiah menimbulkan EFEK TOTAL sebesar 15,5164 rupiah, yang terdistribusi pada efek total intra region (self-generate effect) sebesar 13,2435 rupiah dan spill over effects sebesar 1,9453 rupiah. Perbandingan selfgenerate effect dan spill over effects terhadap Total Effect masing-masing sebesar 87% dan 13%. Ini berarti bahwa guncangan output pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa menimbulkan self-generate effect sebesar 87% dan spill over effects sebesar 13%. Sementara itu, guncangan output pada sektor yang sama di Sumatera (blok baris ketujuh Tabel 5) menimbulkan EFEK TOTAL sebesar 195,024 rupiah, yang terdistribusi pada efek total intra region (self-generate effect) sebesar 111,022 rupiah (57% dari efek total) dan spill over effects sebesar 84,003 rupiah (43% dari efek total). Dengan demikian, fenomena ketimpangan efek multiplier yang ditimbulkan oleh guncangan output pada sektor industri makanan, minimun dan

19 tembakau di Jawa dan Sumatera serupa dengan yang ditimbulkan oleh guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di kedua wilayah. Fenomena ketimpangan efek multiplier antara Jawa dan Sumatera sebagaimana diungkapkan di atas, tidak hanya timbul dari guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (TPT) dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau saja, tetapi juga oleh semua sektor. Dengan demikian, guncangan output pada sektor yang manapun di dalam perekonomian Sumatera akan menimbulkan total efek yang lebih besar daripada guncangan output pada sektor yang sama di Jawa. Namun efek self-generate nya lebih kecil daripada self-generate effect yang dihasilkan di Jawa. Sedangkan spillover effects nya lebih besar daripada guncangan output pada sektor yang sama di Jawa. Fenomena ini mengindikasikan bahwa guncangan output pada sektor produksi yang manapun pada kedua wilayah, akan menimbulkan peningkatan output (baik sektoral maupun agregat) pada masing-masing wilayah, akan tetapi bersamaan dengan itu kesenjangan pendapatan regional antara kedua wilayah menjadi semakin melebar. IV. KESIMPULAN Secara alamiah kesenjangan ekonomi antarwilayah tak terhindarkan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik ekonomi antarwilayah, baik dari sisi penyebaran sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia (baik kuantitas maupun kualitas). Namun kesenjangan ekonomi antarwilayah yang terlalu ekstrim, sangat rawan (sensitif) terhadap kemungkinan terjadinya konflik, baik konflik vertikal maupun horizontal. Perekonomian Jawa dan Sumatera dalam kurun waktu 25 tahun (1975-2000) telah mengalami pelebaran kesenjangan ekonomi antara keduanya. Pada tahun 1975 perbandingan total PDRB antara Sumatera dan Jawa berkisar satu banding satu setengah (1 : 1,56), namun pada tahun 2000 telah menjadi satu banding empat (1 : 4). Kecepatan pelebaran kesenjangan ekonomi antarwilayah tersebut sangat ditentukan oleh spill over effect antara kedua wilayah. Semakin besar disparitas spill over effect, semakin besar pelebaran kesenjangan ekonomi antarwilayah. Spill over effect berkaitan erat dengan keterkaitan sektoral antarwilayah (interlinkages), baik backward linkages maupun forward linkages. Interlinkages ini akan menentukan derajat dan pola ketergantungan ekonomi antarwilayah, yakni : apakah saling tergantung secara berimbanga, ataukah tergantung - dominan. Dalam kaitan ini, nampak bahwa perekonomian Sumatera pada posisi tergantung dan perekonomian Jawa pada posisi dominan. Dalam kondisi ini, setiap kemajuan

20 ekonomi di Sumatera pada sektor manapun akan memberikan efek multiplier yang relatif besar pada perekonomian Jawa daripada sebaliknya, yang pada gilirannya membuat kesenjangan ekonomi antarwilyah menjadi semakin melebar. Upaya untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antarwilayah di Indonesia sesungguhnya memiliki peluang yang amat besar untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Artinya, apabila kesenjangan ekonomi antarwilayah teratasi maka pengangguran dan kemiskinan akan teratasi dengan sendirinya. Dengan demikian, kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang terbaik adalah pembangunan ekonomi yang dititik beratkan kepada wilayah yang menimbulkan Efek Total Multiplier dan spill over effect yang paling tinggi. Berkaitan dengan studi ini, rekomendasi yang dapat ditawarkan adalah pemerintah pusat lebih menitik beratkan pembangunan ekonomi ke wilayah Sumatera dari pada ke wilayah Jawa. DAFTAR PUSTAKA Achjar, N., G.J.D. Hewings, and M. Sonis. 2003. Two-Layer Feedback Loop Structure of the Regional Economies of Indonesia: An Interregional Block Structural Path Analysis. The Regional Economics Applications Laboratory (REAL) 03-T-17, www.uiuc.edu/unit/real. Hadi, S. 2001. Studi Dampak Kebijaksanaan Pembangunan Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Region (Pendekatan Model Analisis Neraca Sosial Ekonomi). Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pyatt, G. and J.I. Roud, 1995. Social Accounting Matrix: A Basis for Planning. World Bank Symposium, Washington, D.C. Round, J.I., 2003. Social Accounting Matrix and SAM Based Multiplier Analysis. http://www. Poverty World Bank. Org/files/chapter 14.pdf. Thorbekce, 1989. The Impact of Budget Retrenchment on Income Distribution in Indonesia; A Social Accounting Matrix Application. Paper prepared for the OECD Development Center, Paris.

21 Lampiran Tabel 4. Rekapitulasi Efek Total dari Guncangan Output Sektoral di Jawa Awal Guncangan Output TPTJ

Efek Guncangan Output

I

Own Effecst

Open Loop Effects 0.0000 1.6743 1.6743 0.0000 1.5352 1.5352 0.0000 1.5287 1.5287 0.0000 1.5783 1.5783 0.0000 1.5280 1.5280 0.0000 1.7443 1.7443 0.0000 1.6329 1.6329 0.0000 1.7364 1.7364 0.0000 1.5415 1.5415 0.0000 1.6581 1.6581 0.0000 1.5900 1.5900 0.0000 1.4773 1.4773 0.0000 1.5588 1.5588 0.0000 1.6232 1.6232 0.0000 1.5739 1.5739 0.0000 1.4507 1.4507 0.0000 15298 15298

Close Loop Effects 1.4654 0.1938 1.6592 1.3484 0.1783 1.5267 1.3432 0.1776 1.5209 1.3855 0.1832 1.5687 1.3403 0.1773 1.5176 1.5197 0.2010 1.7207 1.4288 0.1890 1.6178 1.5159 0.2004 1.7163 1.3537 0.1790 1.5327 1.4487 0.1916 1.6404 1.3984 0.1849 1.5833 1.2963 0.1714 1.4678 1.3664 0.1807 1.5471 1.4218 0.1880 1.6098 1.3794 0.1824 1.5619 1.2711 0.1681 1.4392 13421 0.1775 15196

DTot Intra Reg. 1 11.2326 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.2326 PTRJ DTot Intra Reg. 1 11.6455 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11,6455 KPRJ DTot Intra Reg. 1 11.6916 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.6916 PRKJ DTot Intra Reg. 1 11.6219 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.6219 PPGJ DTot Intra Reg. 1 10.5192 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 10.5192 IMMJ DTot Intra Reg. 1 10.7238 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 10.7238 IPTJ DTot Intra Reg. 1 11.2658 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.2658 IKKJ DTot Intra Reg. 1 10.6083 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 10.6083 IKRJ DTot Intra Reg. 1 11.6505 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.6505 IKPJ DTot Intra Reg. 1 11.2399 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.2399 LGAJ DTot Intra Reg. 1 11.6200 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.6200 KNIJ DTot Intra Reg. 1 11.6944 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.6944 PHRJ DTot Intra Reg. 1 11.4987 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.4987 TPKJ DTot Intra Reg. 1 11.2972 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.2972 KUBJ DTot Intra Reg. 1 11.4676 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.4676 JPMJ DTot Intra Reg. 1 11.5974 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.5974 JLLJ DTot Intra Reg. 1 11.5904 DTot InterReg. EFEK TOTAL 1 11.5904 Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Keterangan: DTOT INTRA REG. = efek total intra region, DTOT INTERREG = efek total interregional.

Multiplier (M) 13.6980 1.8681 15.5661 13.9939 1.7135 15.7075 14.0348 1.7063 15.7412 14.0074 1.7616 15.7689 12.8595 1.7053 14.5648 13.2435 1.9453 15.1888 13.6946 1.8219 15.5164 13.1242 1.9368 15.0610 14.0042 1.7205 15.7247 13.6886 1.8497 15.5383 14.0184 1.7750 15.7934 13.9907 1.6488 15.6395 13.8651 1.7396 15.6046 13.7190 1.8112 15.5302 13.8470 1.7563 15.6034 13.8685 1.6188 15.4873 13.9325 1.7073 15.6398

Tabel 5. Rekapitulasi Efek Total dari Guncangan Output Sektoral di Sumatera

22 Awal Guncangan Output

Efek Guncangan Output

I

Own Effecst

Open Loop Effects

Close Loop Effects

Multiplier (M)

23 TPTS

PTRS

KPRS

PRKS

PPGS

IMMS

IPTS

IKKS

IKRS

IKPS

LGAS

KNIS

PHRS

TPKS

KUBS

JPMS

JLLS

DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL DTot Intra Reg. DTot InterReg. EFEK TOTAL

1

93.393

1 1

93.393 90.581

1 1

90.581 89.627

1 1

89.627 87.376

1 1

87.376 84.065

1 1

84.065 89.924

1 1

89.924 83.679

1 1

83.679 84.421

1 1

84.421 83.696

1 1

83.696 86.644

1 1

86.644 92.771

1 1

92.771 94.985

1 1

94.985 89.088

1 1

89.088 85.530

1 1

8.553 87.392

1 1

87.392 95.910

1 1

9.591 86.178

1

86.178

0.0000 74.182 74.182 0.0000 74.746 74.746 0.0000 75.628 75.628 0.0000 76.725 76.725 0.0000 79.452 79.452 0.0000 75.285 75.285 0.0000 77.170 77.170 0.0000 77.213 77.213 0.0000 77.244 77.244 0.0000 76.979 76.979 0.0000 74.467 74.467 0.0000 72.514 72.514 0.0000 75.733 75.733 0.0000 77.324 77.324 0.0000 76.395 76.395 0.0000 70.752 70.752 0.0000 75.749 75.749

10.961 0.8611 19.572 11.035 0.8669 19.703 11.138 0.8751 19.889 11.295 0.8873 20.169 11.647 0.9152 20.799 11.098 0.8717 19.815 11.373 0.8933 20.305 11.374 0.8935 20.309 11.396 0.8950 20.347 11.307 0.8884 20.191 10.996 0.8637 19.633 10.722 0.8423 19.145 11.146 0.8759 19.904 11.359 0.8926 20.285 11.251 0.8837 20.088 10.465 0.8221 18.686 11.141 0.8754 19.895

114.354 82.793 197.147 111.616 83.414 195.030 110.765 84.379 195.144 108.671 85.598 194.270 105.712 88.605 194.316 111.022 84.003 195.024 105.052 86.103 191.154 105.795 86.148 191.943 105.092 86.194 191.286 107.951 85.863 193.814 113.767 83.104 196.871 115.707 80.937 196.644 110.234 84.492 194.726 106.889 86.250 193.139 108.643 85.232 193.875 116.375 78.973 195.348 107.319 84.503 191.821

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Keterangan: DTOT INTRA REG. = efek total intra region, DTOT INTERREG = efek total interregional. TPT=tanaman pangan, PTR=peternakan, KPR=kehutanan, PRK=perikanan, PPG=pertambangan, IMM=ind. Makanan, IPT=ind. Tekstil, IKK=ind. Kayu, IKR=ind. Kertas, IKP=ind. Kimia, LGA=listrik, KNI=konstruksi, PHR=perdagangan, hotel & restoran, TKP=transpor & komunikasi, KUB=keuangan & perbankan, JPM=jasa pemerintah, JLL =jasa lainnya; S=Sumatera, J=Jawa.

Related Documents