INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB DALAM KONSERVASI DAN DISEMINASI INFORMASI SPASIAL SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN Yiyi Sulaeman*, Rizatus Shofiyati, dan Saefoel Bachri Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Jl. Juanda 98, Bogor 161432. Tlp. 0251-8323012 Email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Data dan informasi spasial sumberdaya lahan merupakan bahan masukan utama untuk penyusunan kebijakan pertanian tingkat nasional, regional maupun lokal, serta bahan masukan untuk pengelolaan lahan di tingkat pengambil kebijakan maupun kebun dan petani. Data yang diperoleh melalui serangkaian kajian lapangan dan laboratorium umumnya disajikan dalam bentuk laporan dan peta-peta tercetak (hardcopy). Bersama waktu, data dan informasi berharga ini mengalami berbagai kendala penyimpanan dan ancaman yang akan merusak informasi yang ada di dalamnya. Teknologi GIS potensial digunakan untuk konservasi informasi tersebut dan teknologi web potensial dimanfaatkan untuk diseminasi informasi spasial yang telah tersedia. Tulisan ini mendiskusikan pendekatan dalam upaya konservasi dan diseminasi informasi spasial sumberdaya lahan pertanian. Pendekatan mencakup empat unsur utama yaitu digitalisasi peta-peta tercetak, backup data, standardisasi dan sosialisasi metadata, serta penyebaran informasi spasial secara interaktif baik offline (CD Interaktif) maupun online (website). Cakupan informasi digital yang telah tersedia dan desain serta isi website juga didiskusikan. Pemanfaatan kedua teknologi tersebut selain dapat memperbaharui data sumberdaya lahan pertanian, sekaligus melestarikan data dan mempercepat diseminasi informasi, yang pada akhirnya mempermudah pengambilan kebijakan pembangunan pertanian. Keywords: digitalisasi peta, GIS, web, informasi spasial sumberdaya lahan
1. PENDAHULUAN Data dan informasi spasial sumberdaya lahan pertanian adalah salah satu data dan informasi dasar bagi perumusan kebijakan dan strategi pembangunan wilayah khususnya bidang pertanian jangka panjang, menengah ataupun pendek pada tingkat nasional, regional, ataupun lokal, baik on farm maupun off farm. Rencana tata ruang wilayah sebagai amanat UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Tata Ruang memerlukan masukan antara lain informasi spasial tanah, penggunaan lahan, dan terrain untuk menetapkan pola dan struktur ruang. Pembangunan perkebunan juga memerlukan informasi spasial kesesuaian lahan sebagai bahan dalam studi kelayakannya. Bahkan produksi jenis dan
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
236
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
jumlah pupuk pun memerlukan informasi kalender tanam dan status hara tanah sehingga diperoleh produksi pupuk yang cukup dan tersedia tepat waktu. Data dan informasi spasial sumberdaya lahan pertanian dihasilkan melalui serangkaian kajian lapangan dan laboratorium yang kemudian umumnya disajikan dalam bentuk peta-peta tercetak dan naskah laporan yang menjelaskan peta tersebut. Peta dan laporan yang menyertainya biasanya disimpan di bagian dokumentasi atau perpustakaan dengan tingkat pengelolaan tertentu yang tentunya berbeda antara pengelola. Bagaimanapun juga kualitas data dan informasi berharga ini cenderung menyusut karena beberapa ancaman, baik terhadap fisik peta maupun terhadap informasi peta. Ancaman terhadap fisik peta berupa hilangnya peta atau rusaknya peta, seperti: robek, terbakar, terkena air, dan lainnya yang sejenis.
Sementara ancaman terhadap informasi peta
menyebabkan ketidakjelasan akan infromasi peta seperti pudarnya warna dan lainnya yang sejenis. Ancaman-ancaman itu pada dasarnya akan menghilangkan informasi atau mengurangi mutu informasi yang pada akhirnya mengancam kelestarian informasi sumberdaya lahan itu sendiri. Pengelolaan dokumen hanya membantu dalam memperlambat penyusutan ini. Untuk itu perlu dicari cara yang efektif dan efisien dalam tindakan konservasi dan restorasi peta-peta tersebut. Di samping itu, perlu dikembangkan cara-cara agar data dan informasi yang tersimpan dapat diketahui dan diakses oleh pengguna sehingga data tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Seringkali, data dan informasi yang bernilai tinggi ini, yang diperoleh dengan biaya yang tidak sedikit, tidak diketahui oleh pengguna atau tidak dapat diakses dan dimanfaatkan karena beberapa kendala. Kendala utama dari masalah ini adalah belum adanya kakas (tool) yang membantu untuk diseminasi informasi secara efektif dan efisien. Katalog peta yang tersedia di saat di BBSDLP (yaitu: Katalog-Petapeta (LPT, 1972), Keadaan Peta Tanah di Indonesia (LPT, 1978), Daftar Peta Sumberdaya Lahan (Puslitanak, 1996), dan Atlas Indeks Peta Digital Sumberdaya Lahan Puslitbangtanak (Puslitbangtanak, 2002) hanya bisa dimanfaatkan hanya jika calon pelanggan datang sendiri ke BBSDLP. Ini tentunya perlu waktu dan biaya tambahan sebelum informasi ketersediaan data didapatkan. Di lain pihak teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) saat ini juga telah memungkinkan dilakukannya konservasi informasi spasial sehingga ancaman-ancaman tadi dapat dihindari. SIG adalah seperangkat hardware, software, dan sumberdaya manusia yang khusus mengelola dan menganalisis data dan informasi yang berorientasi kebumian. Perangkat lunak SIG mempunyai kemampuan untuk konversi peta-peta kertas tadi ke format digital yang darinya bisa diturunkan informasi-informasi lainnya. Di lain pihak, perkembangan teknologi web yang didukung oleh kemajuan sarana dan prasarana
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
237
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
telekomunikasi akhir-akhir ini telah memungkinkan informasi diketahui dan diakses oleh banyak orang dalam waktu yang singkat. Teknologi ini juga potensial untuk digunakan sebagai sarana menyebarkan informasi data dan informasi sumberdaya lahan. Lebih jauh lagi, tersedia teknologi yang mengintegrasikan kedua teknologi ini berupa webGIS (see Mathiyalagan et al. 2005) sehingga peta pun bisa ditampilkan dalam internet. Data dan informasi sumberdaya lahan perlu tersedia, dikelola, dan didiseminasikan ke khalayak. Untuk maksud itu, diperlukan suatu pendekatan dan metodologi serta alat. Tulisan ini mendiskusikan pendekatan dalam upaya konservasi dan diseminasi informasi spasial sumberdaya lahan pertanian dan akan mendiskusikan alat diseminasi informasi yang telah dikembangkan. 2. PENDEKATAN YANG DIAJUKAN Pendekatan yang dikembangkan seyogyanya diarahkan untuk (i) melestarikan data dan informasi dan (ii) mempercepat diseminasi informasi sumberdaya lahan pertanian. Kedua hal ini pada kenyataannya saling melengkapi dan terkait satu sama lain. Tentunya, suatu tindakan yang tidak bijak menginformasikan data dan informasi sementara data dan informasinya tidak tersedia. Data dan informasi yang tersedia pun dituntut untuk bermutu baik, khususnya jelas dan dapat dipercaya. Untuk
mencapai
dua
maksud
itu,
diusulkan
empat
pendekatan
yang
diimplementasikan ke dalam empat kegiatan, yaitu: (i) digitalisasi peta analog, (ii) backup data, (iii) standarisasi metadata, dan (iv) pengembangan sistem katalog spasial. Setiap pendekatan menggunakan serangkaian teknik yang telah dipilih sehingga lebih efektif dan efisien. 2.1. Digitalisasi peta-peta analog Digitalisasi adalah istilah umum untuk konversi format peta analog menjadi peta digital (yaitu suatu peta yang dapat ditampilkan atau dianalisis oleh komputer digital). Hasil konversi bisa merupakan peta digital berbasis raster atau vektor tergantung teknik yang digunakan. Hal yang penting dan mendesak dalam melakukan digitalisasi ini adalah penetapan teknik yang akan digunakan yang harus memperhatikan kondisi peta kertas dan penggunaan dari peta itu dalam bentuk digital. Teknis yang bisa digunakan saat ini adalah dengan scanning (penyiaman) dan digitizing (digitasi). Gambar 1 menunjukkan diagram alur digitalisasi peta, sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan dari backup data data, katalog spasial dan pembangunan basisdata spasial.
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
238
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Peta Dasar
Peta Tematik
Peta Tematik
Gambar ulang
Peta Dasar
Scanning
Peta Tematik II
Digitizing & editing
Coverage
Geodatabase
Layouting & exporting
Peta Tematik
Digital Analog
Backup Data
Katalog spasial
Gambar 1. Bagan alur digitalisasi peta
2.1.1. Penyiaman (scanning) Digitalisasi peta kertas yang menggunakan teknik penyiaman akan menghasilkan peta digital berbasis raster dalam format tertentu. Format yang disarankan adalah TIFF, PNG, maupun JPG. JPEG/Exif merupakan format file image yang umum digunakan pada kamera digital dan alat photografis lainnya bersama dengan JPEG/JFIF untuk menyimpan dan mentransmisi image fotografik ke WWW. Selain sebagai format file, JPEG umum digunakan sebagai metode kompresi untuk image fotografik. Tingkat kompresi dapat diatur untuk memperoleh keseimbangan antara ukuran penyimpanan dan kualitas image. Sepertti diuraikan dalam Wikipedia (www.en.wikipedia.org) algoritma kompresi JPEG terbaik untuk fotografik dan painting untuk pemandanagan reaslistik dengan variasi
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
239
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
tone dan warna yang sangat halus. Untuk penggunaan web dimana bandwidth yang digunakan oleh image sangat penting, JPEG adalag format image yang ideal. Sebaliknya, JPEG tidak cocok untuk gambar garis dan grafik tekstual dan ikonik lainnya, dimana kontras yang tajam antara pixel yang bersisian menyebakan artifak yang jelas. Untuk image seperti ini lebih baik digunakan format TIFF (untuk pengguanaan lokal), GIF atau PNG (untuk pengunaan web). JPEG juga tidak cocok untuk file yang akan mengalami proses edit yang terus menerus (multiple edit), karena beberapa kualitas image akan mengalami kehilangan setiap kali image di-dekompres atau rekompress. Sangat baik menggunakan non-lossy fortmat seperti TIFF sementara bekerja pada image dengan image final disimpan dalam JPEG. Dengan software SIG, peta-peta digital berbasis raster ini diubah menjadi peta yang berorientasi kebumian sehingga koordinat peta itu dapat diidentifikasi dan hasilnya sesuai dengan koordinat sebenarnya di permukaan bumi. Oleh sebab itu, file hasil konversi ini disebut GeoTiff, GeoPNG, dan GeoJPG. Pada saat penyiaman, hal yang perlu diperhatikan adalah resolusi penyiaman, tonal resolusi, dan file format ketika menyimpan. Shawa (2006) melaporkan beberapa organisasi menggunakan resolusi dan file format yang berbeda. The Library of Congress menyiam material kartografi pada 300 dpi dengan resolusi tonal 24-bit warna dan disimpan dalam format file TIFF non-compressed. The British Ordnance Survey (OS) menyiam peta antara 254 dpi dan 400 dpi dengan 256 warna dan disimpan dalam format non-compressed TIFF. USGS menyiam petanya 250 dpi (sebelum oktober 2001) dan 500 dpi (setelah oktober 2001) dengan 13 warna. Shawa (2006) di Princenton University telah mencoba membandingkan perubahan hasil visual dari peta yang dilakukan scanning menggunakan resolusi yang berbeda. Penyiaman 500 dpi dengan 24-bit warna menghasilkan ukuran file 441 MB; 400 dpi dengan 24-bit warna menghasilakn 278 MB dan 400 dpi dengan 256 warna menghasilkan 96, 2 MB. Dari ketiga hasil scanning tersebut, penyiaman pada 400 dpi dengan 256 warna adalah paling efisien, mengingat penyimpanan peta bermaksud untuk melestarikan informasi peta untuk penggunaan SIG selanjutnya. Shawa (2006) juga mencoba rasio kompresi terbaik untuk meng-encode file TIFF ke JP2 format. Hasilnya menunjukkan bahwa rasio 10:1 merupan rasio kompresi terbaik dalam hal hasil visual dan ukuran file. Peta-peta yang disiam pada 400 dpi dengan 256 warna dan disimpan dalam non-compressed TIFF format file untuk tujuan pengarsipan. Image TIFF untuk selanjutnya dikompresi menggunakan GeoJP2 software ke dalam JP2 dengan rasio kompresi 10:1 untuk akses online.
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
240
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Peta-peta hasil penyiaman ini dapat juga langsung dicetak menggunakan printer. Palacios (2008) menguraikan keterkaitan resolusi printer dan peta digital. Pada proses pencetak ini, perangkat lunak printer mentranslasikan pixel ke ink dots, itulah mengapa resolusi printer diekspresikan dalam dpi (dots per inch). Angka dpi menentukan kualitas printer itu. Secara umum, semakin tinggi angka dpi semakin halus gradasi tonal dalam printer, semakin halus definisi dan semakin lebar gamut warna. Sementara itu, peta hasil scanning dinyatakan dalam ppi (pixels per inch). Tabel 1 dan 2 menyediakan acuan antara ukuran pixel dengan ukuran tercetak. Tabel 1. Acuan untuk ukuran image terbaik untuk ukuran print dari gasil scanan Ukuran Image (Pixels) 640 x 480 1,024 x 768 1,280 x 960 1,504 x 1,000 1,632 x 1,224 2,000 x 1,312 2,240 x 1,488 2,275 x 1,520 2,272 x 1,704 2,590 x 1,920 3,008 x 2,000 4,256 x 2,848 4,536 x 3,024 5,782 x 3,946
Mpixel rating 0.3 0.8 1.2 1.5 2.0 2.6 3.3 3.5 3.9 5.0 6.0 12.1 13.7 22.8
Ukuran (inches) 200 ppi 3.2 x 2.4 5.1 x 3.8 6.4 x 4.8 7.5 x 5.0 8.2 x 6.1 10.0 x 6.6 11.2 x 7.4 11.4 x 7.6 11.4 x 8.5 13.0 x 9.6 15.0 x 10.0 21.3 x 14.2 22.7 x 15.1 28.9 x 19.7
tercetak 300 ppi 2.1 x 1.6 3.4 x 2.5 4.2 x 3.2 5.0 x 3.3 5.4 x 4.1 6.7 x 4.4 7.5 x 5.0 7.6 x 5.1 7.6 x 5.7 8.6 x 6.4 10.0 x 6.7 14.2 x 9.5 15.1 x 10.1 19.3 x 13.2
Sumber: Palacios, 2008 Tabel 2. Acuan ukuran image terbaik untuk ukuran cetak standar Ukuran image (Pixels) . 1,050 x 1,500 1,200 x 1,800 1,500 x 2,100 1,800 x 2,400 1,800 x 2,550 2,400 x 3,000 2,400 x 3,600 3,300 x 4,200 4,800 x 6,000 6,000 x 7,200
Mpixel rating
Ukuran tercetak (inches) at 300ppi
1.575 2.160 3.150 4.320 4.590 7.200 8.640 13.860 28.800 43.200
3.5 x 5 4x6 5x7 6x8 6 x 8.5 8 x 10 8 x 12 11 x 14 16 x 20 20 x 24
Sumber: Palacios, 2008
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
241
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
2.1.2. Digitasi (Digitizing) Cara lain mengubah data analog menjadi data digital adalah digitasi yang menghasilkan peta berbasis vektor. Digitasi manual mengacu pada registrasi kursor dari serangkaian titik-titik di sepanjang garis-garis pada peta melalui gerakan koordinat dari serangkaian posisi-posisi kursor tersebut selanjutnya direkam (Kraak dan Ormeling, 2007). Dalam digitasi ini masukan secara manual masih dalam prosedur sehingga tingkat kebenaran hasil akhir dipengaruhi oleh human error dan akurasi peta-peta aslinya. Digitasi dapat dilakukan dengan teknik digitasi layar ataupun digitasi meja. Tahapan kegiatan dari kedua teknik ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pada teknik digitasi layar, peta kertas harus disiam dulu menjadi peta berbasis raster misalnya dalam format JPEG dan kemudian diregistrasi menjadi GeoJPEG. Digitasi sendiri dilakukan dalam software SIG misalnya ArcView GIS dan Global Mapper. Sementara itu dengan digitasi meja, tidak ada tahap penyiaman tetapi peta kertas diletakkan dalam meja dan selanjutnya dilakukan dijitasi, dengan bantuan software ArcInfo, atau IDRISI, dll. Kedua teknik ini sama-sama menghasilkan arc atau peta berbasis vektor misalnya dalam bentuk coverage yang dapat dibuka di ArcView ataupun ArcInfo maupun software lainnya.
Peta Kertas
A
B Peta JPG
Digitasi
Peta GeoJPG
Arc
Edited Arc
Theme
Coverage Gambar 2. Diagram alur digitasi peta kertas:digitasi layar (A) dan digitasi meja (B) 2.2. Backup data Pada prinsipnya backup data dapat diartikan sebagai menempatkan suatu data pada media dan tempat (resipotary) sebanyak mungkin. Namun, pada pelaksanaannya
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
242
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
backup data lebih dari sekadar duplikasi data tetapi perlu disubaut dalam suatu susunan tertentu, yang meliputi beberapa persyaratan dan prosedur. Beberapa faktor penting yang perlu yang mempengaruhi baik buruknya backup data adalah format data, media penyimpanan, tempat penyimpanan media, dan sistem direktori. 2.2.1. Format data Peta merupakan rekaman kondisi permukaan bumi dan interpretasinya yang disimpan dalam suatu permukaan dua dimensi. Untuk keperluan backup data, data dan informasi dapat dibedakan atas peta analog dan peta digital. Peta analog merupakan peta hardcopy dalam wujud peta kertas atau peta klise. Peta digital didefinisikan sebagai “a computer-readable representation of a geographic area or phenomenon that can be displayed or analyzed by a digital computer”. Menurut formatnya peta digital ini berbeda-beda, seperti format JPG, BMP, SHP, DAT, WMF yang dengan mudah dapat dilihat dari ekstensi filenya. Kelebihan dari peta format digital ini antara lain peta mudah direproduksi, mudah dibackup, dan mudah ditransfer kepada pengguna secara efisien baik waktu maupun biaya. Sementara itu peta digital adalah peta-peta yang disimpan dan diolah dianalisis menggunakan program komputer. Peta digital dapat dibedakan atas peta digital statis dan peta digital dinamik tergantung representasinya. Peta-peta dalam bentuk raster merupakan peta statis dan dalam bentuk vektor merupakan peta digital dinamis karena dapat diubah baik bentuk dan warnanya. Dari pengetahuan akan format data, dapat ditentukan teknik dalam backup data. Untuk peta analog backup data dilakukan hanya dengan membuat copy atau mencetak (print lebih dari satu untuk peta-peta yang sejenis sehingga backup dinyatakan dalam lembar yang sama. Sementara itu untuk data digital backup data hanya dengan duplikasi file dan menyimpannya di media penyimpanan sehingga duplikasi dihitung berapa sering dan berapa ukuran filenya. Format data juga menentukan kemudahan dalam reproduksi, pengiriman data (delivery), serta analisis data (khususnya pembaruan dan penurunan informasi). Perlu proses yang lama untuk mereproduksi peta kertas apabila peta itu sudah habis sementara masih
banyak
diperlukan.
Untuk
reproduksi
manual
perlu
dilakukan
minimal
penggambaran ulang, pewarnaan, pelabelan, dan pengemasan. Sementara itu, pengiriman lebih lambat karena harus melibatkan pihak ketiga seperti kantor pos dan jasa titipan. Dalam analog hampir dipastikan data susah diolah dan lama karena memerlukan proses-proses yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman.
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
243
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Sebaliknya data digital sangat mudah diproduksi yaitu mudah dicetak, dikirim ke pengguna dengan mengcopy file atau dikirim menggunakan jaringan seperti internet. Untuk ke depan dan memperhatikan jumlah data yang semakin meningkat dalam jenis dan jumlah, maka format ini akan semakin populer, termasuk konversi dari peta analog ke peta digital Data dan informasi digital maupun analog disimpan dalam suatu media penyimpanan. Data dan informasi dalam format digital bisa disimpan dalam bentuk file di dalam hard disk, compact disk, maupun digital video disk. Sementara, data dan informasi analog disimpan dalam kertas, ozaphan (klise), ozalid (cetak biru) yang disimpan di lemari kabinet maupun atlas peta dan buku.
Kerusakan pada data digital bisa disebabkan
karena virus, selain alat penyimpanan yang bisa hilang maupun rusak secara fisik. Kerusakan pada data analog bisa berupa warna yang berubah atau pudar, sobek, kotor maupun hilang. Pengumpulan data dan penurunan informasi ini tentunya telah menyita waktu dan biaya yang cukup banyak, selain datanya sendiri yang memang diperlukan untuk berbagai tujuan guna meningkatkan kesejahteraan manusia. Karena itu, data tersebut perlu dibackup yang disesuaikan dengan format datanya: copy file untuk data digital dan copy media penyimpanannya dan copy dokumen untuk data analog. Upaya ini diharapkan dapat mempertahankan kelesatarian data dan informasi tersebut sehingga dapat lebih didayagunakan dan diambil manfaatnya oleh banyak orang. 2.2.2. Media penyimpanan Media penyimpanan adalah tempat menyimpan hasil duplikasi. Untuk peta-peta analog peta-peta disimpan dalam kotak atau laci-laci meja kabinet dan rak-rak buku. Untuk peta-peta digital tersedia media penyimpanan dengan spesifikasi kemampuan isinya. Media penyimpanan itu adalah hardisk, compact disk (CD), digital versatile disk (DVD), flashdisk, pita, dan lainnya. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Meja kabinet dan rak buku untuk menyimpan duplikasi peta perlu ruang yang luas, sebaliknya CD mampu menyimpan data yang banyak dan tidak terlalu memerlukan ruang. Semakin banyak data semakin banyak ruang yang diperlukan untuk menyimpan rak buku dan meja, rak peta yang juga menuntut pengawasan dan perawatan. Sementara untuk media penyimpanan peta digital data yang banyak disimpan dalam ruang yang sedikit. 2.2.3. Tempat penyimpanan media Tidak hanya media penyimpanan yang penting tapi tempat penyimpanan media juga penying
untuk
diperhatikan.
Tempat
penyimpanan
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
terutama
harus
aman
dari
244
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
kemungkinan pencapaian orang yang tidak bertanggung jawab maupun kemungkinan gangguan lain seperti kebakaran dan kebanjiran. Di BBSDLP mengenal empat resipotary data dan informasi, yaitu: peneliti, kelompok peneliti,
Bagian Dokumentasi dan Perpustakaan (untuk data analog), dan Instalasi
Basisdata (untuk data digital). Masing-masing mempunyai otoritas dan jenis data tersendiri. Media penyimpanan diduplikasi dan disimpan di setiap resipotery ini. 2.2.4. Sistem Direktori Seperti ditekankan sebelumnya, backup data juga harus didesain sedemikian rupa mudah dalam penelusurannya. Untuk itu perlu dibuat suatu sistem direktori yang membantu memudahkan dalam penelusuran.
Berdasarkan pengamatan terhadap
pemesanan data, para pelanggan umumnya menanyakan peta tematik menurut daerah administrasi. Misalnya peta tanah Kalimantan Timur. Maka dari itu sejak tahun 2006 sistem direktori di BBSDLP disusun seperti pada Gambar 3.
Pada kategori tertinggi
adalah nama pulau, dilanjutkan oleh provinsi, kemudian skala, tema dan lokasi. Labellabel pada media penyimpanan juga mencerminkan sistem direktori ini.
Gambar 3. Sistem direktori back up data (sumber: Shopiyati, 2008) 2.3. Penyusunan Metadata Metadata adalah informasi mengenai isi, kualitas, kondisi, dan karakteristik lainnya dari data. Istilah metadata nasional erat kaitannya dengan pelaksanaan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN). Melalui JDSN ini diharapkan dapat diwujudkan suatu pola komunikasi baru dalam penyebarluasan data dan informasi spasial yang dapat dengan cepat menjangkau semua lapisan masyarakat, sehingga dapat diintegrasi untuk pembangunan nasional. Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
245
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Pelaksanaan JDSN diatur berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2007. JDSN yang dikoordinasi oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) beranggotakan 14 Departemen, Kementrian Negara, Lembaga
Pemerintahan
Non
Departemen
(Survei
dan
Pemetaan,
Pertanahan,
Pemerintahan Dalam Negeri, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Pekerjaan Umum, Kebudayaan dan Kepariwisataan, Statistik, Energi dan Sumberdaya Mineral, Kehutanan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Meteorologi dan Geofisika, serta Antariksa dan Penerbangan), Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang disebut sebagai
simpul
penyelenggaraan, penyebarluasan
jaringan.
Simpul
pengumpulan, data
jaringan
pemeliharaan,
spasial di bidang
yang
ini
bertanggung pemutakhiran,
jawab
sebagai
pertukaran,
dan
sesuai dengan kewenangannya.
Custodianship (wali data) merupakan unsur yang sangat penting di dalam pengembangan infrastruktur data spasial karena berkaitan dengan kepemilikan dan kewenangan membuat data dan agar data tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat pengguna. 2.4. Katalog spasial berbasis webGIS Katalog spasial mendaftar peta-peta sumberdaya lahan pertanian yang ada di Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Berdasarkan data yang terback up hingga saat ini telah terinventarisasi 24 tema peta sumberdaya lahan pertanian (Lampiran 1), yang kemudian dibedakan lagi menurut skala dan lokasi seperti daerah administrasi. Biasanya calon pengguna peta meminta tema peta, lokasi dan skala yang tersedia. Informasi ketersediaan ini menjadi mahal karena hingga saat ini informasi itu hanya dapat diperoleh dengan jelas bila pelanggan datang sendiri ke BBSDLP. Keberadaan kakas yang dapat memberikan informasi itu secara cepat dan murah tentunya sangat membantu dalam mempercepat penyediaan informasi spasial ini. Katalog spasial berbasis webGIS adalah katalog yang menampilkan peta administratif dan lokasi-lokasi peta serta linking antara lokasi itu dengan atributnya. Katalog spasial ini dapat diakses menggunakan web browser (internet eksplorer, netscape, mozilla, dan lain-lain). Teknologi WebGIS saat ini telah memungkinkan untuk menampilkan peta dalam web sehingga peta tersebut dapat diakses secara online oleh para calon pengguna.
Cara ini pula memungkinkan para calon pengguna untuk
mengetahui keberadaan tema peta, lokasi dan skala dari mana saja dan kapan saja dalam waktu yang singkat dalam hitungan menit. Untuk memperoleh Katalog Spasial berbasis WebGIS ini, beberapa tahapan termasuk perancangan, pemasukan data, dan penulisan program. Perancangan keperluan data dan antar muka katalog spasial ini mengikuti tahapan yang diuraikan oleh
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
246
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Sulaeman et al (2008) dengan modifikasi seperlunya seperti disajikan pada Gambar 4 ditambah perancangan antaramuka pengguna.
Mulai
Identifikasi tema-tema yang diperlukan
Susun kamus data
Tetapkan cakupan wilayah
Pilih tipe obyek untuk setiap tema
Tetapkan spesifikasi software
Tetapkan Sistem Referensi Grid
Pilih atribut untuk tiap tipe obyek
Selesai
Gambar 4. Diagram alir perancangan basisdata spasial
Katalog spasial ini menampilkan data seluruh kepulauan Indonesia dengan menggunakan sistem referensi geografis. Tema-tema yang digunakan, tipe serta atribut seperti disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Katalog spasial ini dikembangkan dalam lingkungan perangkat lunak open source sehingga memudahkan untuk pengembangan selanjutnya.
Antarmuka WebGIS yang dipilih ALOV (www.alov.org); untuk database
dipilih MySQL (www.mysql.com) dan untuk memprogram situs webdinamis dipilih PHP (www.php.net). Software-software tersebut dan juga manualnya dapat diunduh secara gratis di internet. Untuk bertukar pikiran dan berdiskusi antara pengguna sofware itu tersedia pula forum diskusi. Tabel 3. Rancangan katalog peta digital No
Tema
Tipe Objek
Atribut
1
Batas Provinsi
Poligon
2
Indeks 250000
Poligon
-id -nama_provinsi -Nomor_sheet -Nama_sheet -Tema -Provinsi -Tahun -Proyek
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
247
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Tabel 4. Rancangan katalog peta analog No 1
Tema Batas Provinsi
Tipe Objek Poligon
2
Lokasi skala 1:25.000
Poligon
2
Lokasi skala 1:50.000
Poligon
2
Lokasi skala 1:100.000
Poligon
2
Lokasi skala 1:250.000
Poligon
Atribut utama* -id -nama_provinsi -id -lokasi -tahun survey -pelaksana -peta tersedia** - id -lokasi -tahun survey -pelaksana -peta tersedia** id -lokasi -tahun survey -pelaksana -peta tersedia** - id -lokasi -tahun survey -pelaksana -peta tersedia**
*) atribut cukup banyak terutama atribut bawaan software **) mengacu pada jenis peta yang tersedia pada Daftar Peta Sumberdaya Lahan (Puslittanak, 1996) Selain berbasis peta, dilengkapi pula olah katalog non-spasial berupa tanel dengan atribut: No_CD, Tema, skala, lembar, lokasi, coverage. Penelusuaran dapat dilakuan berdasarkan lokasi, tema, maupun skala. Hal ini untuk mengantisipasi pengguna yang tidak familiar dengan webGIS atau bermasalah ketika uploading data. Juga, daftar ini diperlukan oleh internal staff untuk mencari CD dimana data dimaksud berada. Mengikuti rancangan pada Tabel 3 dan 4, pemasukan data menggunakan teknik digitasi untuk peta-peta lokasi dan data atributnya dimasukkan pada MS Excell. Setelah selasai keduanya kemudian digabungkan menggunakan id lokasi selain juga menjadi masukan ke MySQL. Setelah data tersedia kemudian dilanjutkan dengan penulisan program untuk membuat halaman-halaman web dinamis. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Status Peta Digital Peta digital yang ada di BBSDLP selain dibuat melalui konversi format peta analog juga dibuat pada kegiatan pemetaan yang telah memafaatkan teknologi SIG. Gambar 5 menunjukkan cakupan peta-peta digital sumberdaya lahan pertanian di BBSDLP. Pada
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
248
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Gambar 5 ini nampak kawasan timur Indonesia belum semuanya mempunyai peta digital tapi bukan berarti tidak ada peta sumberdaya lahan pertanian di daerah itu. Peta-peta yang tersedia masih dalam format analog.
Gambar 5. Peta status ketersediaan peta-peta dijital sumberdaya lahan (Sumber: Shofiyati, 2008) Digitalisasi peta yang dilaksanakan di BBSDLP tidak hanya dilakukan dengan scanning tetapi juga dengan digitasi. Pada kegiatan digitasi ini hanya tema peta yang didigitasi sedangkan peta dasar yang digunakan menggunakan Peta Rupabumi Indonesia, yang berbeda dengan peta dasar yang digunakan dari peta dasar yang digunakan pada peta aslinya.
Pada kenyataannya, tidak efisien dari segi teknik dan
waktu memindahkan tema peta dengan peta dasar baru dengan hanya sekadar mengoverlay peta itu ke peta dasar baru. Ini telah dilakukan pada saat digitalisasi peta kesesuaian dan potensi lahan Kelapa Sawit dan Tebu pada kegiatan tahun ini. Untuk mengatasi masaah itu, peta dasar baru (yaitu peta rupabumi) diprint terlebih dahulu terutama sungai, jalan, garis kontur, serta nama tempat). Tema peta kemudian digambar ulang pada peta dasar baru untuk selanjutnya didigitasi. Selain itu, peta batas adaministrasi juga disesuaiakan dengan batas administrasi terbaru.
Pelaksanaan
otonomi daerah telah menyebabkan adanya daerah administrasi baru hasil pemekaran baik provinsi, kabupaten, kecamatan bahkan desa dan kelurahan. Perubahan peta dasar ini dalam rangka pelaksanaan kesepakatan penggunaan peta dasar yang sama untuk semua instansi pembuat peta, antara lain Puslitbang Geologi, Bakosurtanal, BPN, dan lainnya.
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
249
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
3.2. Backup data Kegiatan backup data di BBSDLP telah mulai dilakukan sejak tahun 1996 dan harus terus dilaksanakan selama pengumpulan data dan penurunan informasi baru masih dilakukan. Shofiyati et al (2007) yang mengevaluasi kondisi backup data melaporkan beberapa hal. Pertama, sistem yang digunakan dalam backup data yang tidak sama yang akibatnya penelusuran data yang telah dilakukan backup tersebut sulit dilakukan. Kedua, data lama di-backup secara tidak terstruktur. Untuk memudahkan penelusuran, data tersebut harus dibenahi lagi sehingga lebih terstruktur. Ketiga, masih banyak data lama yang belum ter-backup. Mulai tahun 2006 backup data dilakukan menggunakan sistem dan hirarki yang lebih terstrukur, seperti disajikan oleh Shofiyati et al (2007). Dengan system backup terbaru ini, sejak tahun 2006 telah dihasilkan 61 CD backup, 10 CD (kegiatan 2006) dan 51 CD (kegiatan 2007). CD backup ini akan bertambah pada kegiatan 2008, yang juga membackup data-data pendukung seperti peta RBI dan geologi. Meskipun demikian, backup data mash perlu terus dilakukan karena data-data masih banyak yang belum terinventarisasi dan belum siap unttuk backup digital karena petapeta masih dalam format analog sehingga perlu didigitalkan terlebih dahulu. Teknologi media penyimpanan pada kenyataanya berkembang pesat. DVD merupakan media penyimpanan yang menjanjikan di masa yang akan datang dalam hal kapasitas penyimpanan data. Namun demikian media ini belum sepenuhnya digunakan karena dukungan hardware dan software yang belum begitu siap seperti antara lain proses pengkopian yang relatif lebih lambat. 3.3. Metadata Sebagai institusi penghasil data spasial sumberdaya lahan di lingkup Departemen Pertanian, BBSDLP mempunyai peranan aktif dan menjadi salah satu wali data yang menjadi simpul JDSN. Pembangunan metadata ini menggunakan Standar Nasional Indonesia (RSNI2) metadata spasial yang diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Kegiatan Metadata di BBSDLP dimulai tahun 2002, sejalan dengan dimulainya kegiatan metadata di Indonesia. Secara 'de Facto' metadata yang digunakan mengacu pada standard metadata dari FGDC (Federal Geographic Data Committee) - Amerika Serikat yang tertuang dalam suatu dokumen Content Standard for Digital Geospatial Metadata (FGDC-STD-001-1998) dipublikasikan Juni 1998. Selanjutnya, Standar Metadata Nasional baru direncanakan akan menggunakan ISO 19115. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sampai tahun 2007, BBSDLP telah mengupload sebanyak 701 records metadata dari data spasial sumberdaya lahan yang dihasilkannya. File metadata tersebut tersimpan dalam format XML dan HTML.
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
250
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Informasi
mengenai
Model dan Sensor
metadata
BBSDLP
dapat
diakses
melalui
website:
Http://clearinghouse.bakosurtanal/go.id:8080/clearinghouse/srv/id/main.home Selain itu beberapa metadata telah tersedia dalam dokumen tercetak adalah: Atlas Tanah Explorasi dan Arahan Tataruang (Sekretariat IDSN, 2006), Atlas Tanah untuk Tanaman skala 1:50.000 dan Atlas Tanah Explorasi skala 1:1.000.000 (Sekretariat IDSN, 2006), dan Peta Penggunaan Lahan skala 1:250.000 dan kesesuaian lahan untuk tanaman skala 1:50.000 (Sekretaariat IDSN, 2007) 3.4. Katalog Spasial Sumberdaya Lahan Implementasi dari rancangan katalog itu menghasilkan sebuah katalog offline (untuk sementara) dengan tampilan menu utama seperti pada Gambar 6a. Pada menu utama dapat dilihat beberapa submenu yaitu:Profil BBSDLP, Katalog Peta Digital, Katalog Peta Analog, dan Penelusuran Peta, Metadata, dan daftar istilah. Klik terhadap sub-sub menu itu akan memberikan tampilan sesuai menunya masing-masing.
(b)
(a)
(c) Gambar 6. Tampilan menu utama (a), katalog peta digital (b) dan atribut katalog Gambar 6b menunjukkan tampilan bila submenu Katalog Peta Digital diklik. Pada tampilan itu muncul peta administratif Indonesia yang overlay dengan indeks peta 1:250.000 Bakosurtanal. Indeks itu merupakan indeks yang diacu secara nasional. Klik terhadap satu kotak akan memunculkan label yang link ke data atibutnya seperti disajikan pada Gambar 6c. Untuk mengetahui ketersediaan peta-peta analog yaitu peta-peta dalam bentuk peta kertas dan peta klise dapat diklik Katalog Peta Analog dalam Menu Utama. Klik ini akan
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
251
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
menampilkan tampilan seperti Gambar 7a. Dalam tampilan, nampak lokasi-lokasi peta yang dibagi menurut skala yaitu skala 1:25.000, skala 1:50.000, skala 1:100.000 dan skala 1:250.000. Klik terhadap lokasi yang dimaksud akan menunjukan label-label pemilihan skala, yang apabila dipilih skala tertentu akan keluar data atribut. Gambar 7b menyajikan display pilihan untuk menampilkan keterangan pada skala tertentu dengan atribut seperti disajikan pada Gambar 7c.
(a)
(b)
(c) Gambar 7. Tampilan katalog peta analog (a) dan atribut katalog (b) Pada Gambar 6 dan Gambar 7 ditunjukkan bagaimana penelusuran data dengan klik pada peta. Pada Katalog Spasial ini juga dilengkapi cara penelusuran peta tanpa melitbatkan peta tetapi hanya penelusuran menggunakan database. Fasilitas ini dapat diaktifkan dengan klik Penelusuran Peta dan menampilkan menu pencarian seperti Gambar 8a. Pada gambar tersebut disediakan pilihan penelusuran apakah berdasarkan lokasi, berdasarkan tema peta ataupun berdasarkan skala. Hasil pemilihan akan mengeluarkan tampilan informasi seperti Gambar 8b.
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
252
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
(a)
Model dan Sensor
(b)
Gambar 8. Tampilan penelusuran peta menurut katalog nonspasial
Proses pembuatan katalog spasial ini sepenuhnya menggunakan perangkat lunak open source, seperti ALOV, PHP, dan MySQL. ALOV merupakan perangkat lunak yang fungsi utama dalam kegiatan ini untuk menampilkan peta dan dapat ditelusuri di web. Namun demikian ALOV ini sendiri tidak untuk membantu membuat peta tetapi hanya untuk menampilkan peta.
ALOV bukan satu-satunya software webGIS open source.
Software lain yang bisa digunakan antara lain Mapserver dan MapWindow.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Permintaan pengguna peta sumberdaya lahan pertanian baik untuk penyusunan kebijakan, perencanaan strategis dan perencanaan taktis mensyaratkan peta-peta untuk ada dan tersedia serta dapat diakses dengan mudah, cepat dan murah. Upaya pelestarian peta melalui digitalisasi dan backup data perlu didukung oleh cara-cara baru yang lebih efektif dan efisien yang tetap memanfaatkan teknologi tersedia baik komputer, informatika dan telekomunikasi. Selain itu cara-cara diseminasi informasi peta yang perlu dukungan metadata, jejaring metadata dan katalog spasial perlu terus dikembangkan. BBSDLP telah mulai dan melaksanakan program digitalisai peta, backup pengembangan metadata dan pengembangan katalog spasial dengan cara-cara yang terkini memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan webGIS. Opensource program baik webGIS (ALOV), pemograman web (PHP) dan tdatabase (MySQL) telah terbukti memudahkan untuk mendukung kegiatan yang telah ditetapkan dan menghasilkan katalog spasial yang cukup membantu penyebaran informasi peta sumberdaya lahan pertanian. Katalog spasial telah dikembangkan yang menyajikan katalog peta analog dan dijital dengan menggunakan webGIS ALOV. Meski saat ini masih dalam offline dalam format
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
253
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
CD Interaktif namun di kemudian hari akan online sehingga diharapkan memudahkan calon pengguna untuk memperoleh informasi dan mendapatkan peta sumberdaya lahan pertanian untuk tujuannya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah. 2002. Standardisasi Basisata Tematik Sumberaya Tanah. Bogor. Kraak, Menno-Jan dan F. Omerling. 2007. Kartografi:visualisasi data geospasial. Edisi kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. LPT. 1972. Katalog-Peta-peta., Departemen Pertanian. Bogor. LPT. 1978. Keadaan Peta Tanah di Indonesia. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Mathiyalagan, V., S. Grunwald, K.R. Reddy, and S.A. Bloom. 2005. A webGIS and Geodatabase for Florida’s Wetland. Computers and electronics in Agriculture, 47: 69-75. Palacios, J. R. 2008. Resolution and Print Size. www.nikonians.org/html/resources /guide/resolutions_and_prints/ resolutions_and_print_size.html Puslitbangtanak. 2002. Atlas Indeks Peta Digital Sumberdaya lahan Puslitbangtanak. Edisi 1. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Puslittanak. 1996. Daftar Peta Sumberdaya Lahan. Puslittanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Sekretariat IDSN. 2005. Standar Metadata Geospasial. Bakosurtanal. Cibinong. Sekretariat IDSN. 2006. Metadata Data Spasial Nasional: Atlas Tanah untuk Tanaman skala 1:50.000 dan Atlas Tanah Explorasi skala 1:1.000.000 Puslitbangtanak. Bakosurtanal. Cibinong. Sekretariat IDSN. 2006. Metadata Data Spasial Nasional: Atlas Tanah Explorasi dan Arahan Tataruang Puslitbangtanak skala 1:1.000.000. Bakosurtanal. Cibinong. Sekretariat IDSN. 2007. Metadata Data Spasial Nasional: peta Penggunaan Lahan skala 1:250.000 dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman skala 1:50.000 BBSDLP Departemen Pertanian. Bakosurtanal. Cibinong. Shawa, T.W. 2008. Building a system to disseminate digital map and geospatial data online. Library Trends. Fall 2006. FindArticles.com. 25 Aug. 2008. http://findarticles.com/p/articles/mi_m1387/is_2_55/ai_n27080065 Shofiyati, R dan S. Bachri. 2006. Pengembangan dan pendayagunaan basisdata sumberdaya lahan pertanian untuk menunjang pembangunan pertanian. Laporan Akhir. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Shofiyati, R. 2008. 17(1):1105-1116.
Perkembangan Basisdata BBSDLP. Informatika Pertanian,
Sulaeman, Y., S. Bachri, dan R. Shofiyati. 2008. Desain dan mplementasi basisdata spasial dijital Sumberdaya lahan daerah aliran sungai. Prosiding Wokshop DAS. IPB. Bogor. Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
254
INTEGRASI TEKNOLOGI GIS DAN WEB
Model dan Sensor
Lampiran 1. Cakupan peta-peta sumberdaya lahan pertanian di BBSDLP No
Tema Peta
1
Peta Tanah/Satuan lahan
2
Peta Potensi lahan
3
Peta Ketersediaan Lahan
4
Peta Kesesuaian Lahan
5
Peta Pewilayahan Komoditas
6
Peta Arahan Tata Ruang Pertanian
7
Peta Status Hara Fosfat
8
Peta Status Hara Kalium
9
Peta Lahan Kritis
10
Peta Lahan Sawah
11
Peta Arahan Lahan Sawah Utama dan Sekunder
12
Peta Lahan Pertanian
13
Peta Penggunaan Lahan
14
Peta Wilayah Rawan Kekeringan di Lahan Pertanian
15
Peta Wilayah Rawan Banjir di Lahan Pertanian
16
Peta Wilayah Rawan Longsor
17
Peta Ketebalan Lumpur
18
Peta Tingkat Salinitas Tanah
19
Peta Tekstur Tanah
20
Peta Kerusakan Lahan Akibat Tsunami
21
Peta Kalender Tanam
22
Peta Arahan Komoditas Unggulan Nasional
23
Peta Sumberdaya Iklim Nasional
24
Peta Sumberdaya Tanah Explorasi
Sumber: Shofiyati dan Bachri (2006)
Prosiding Seminar Nasional Sains; Bogor, 1 November 2008
255