INKUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan sains, disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menenga. Anggapan sebagian besar peserta didik yang menyatakan bahwa pelajaran IPA ini sulit ini adalah benar terbukti dari hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standart yang diharapkan. Ironisnya, justru semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata nilai UAS pendidikan IPA ini menjadi semakin rendah. Salah satu yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah masalah lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan para guru di sekolah. Proses pembelajaran yang diterapkan guru selama ini kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pelaksanaa proses pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa hanya untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses belajar mengajar, kebanyakan guru hanya terpaku pada buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Hal lain yang menjadi kelemahan
dalam
pembelajaran
IPA
adalah
masalah
teknik
penilaian
pembelajaran yang tidak akurat dan menyeluruh. Proses penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tertulis objektif dan subjektif sebagai alat ukurnya. Dengan cara penilaian seperti ini, berarti pengujian yang dilakukan oleh guru baru mengukur penguasaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu indikasi adanya kelemahan pembelajaran di sekolah.
Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena kebanyakan guru tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan pada pengembangan keterampilan proses sains anak. Pada akhirnya, keadaan semacam ini yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat pada penyampaian materi dalam buku teks saja. Keadaan seperti ini juga mendorong siswa untuk berusaha menghafal pada satiap kali akan diadakan tes atau ulangan harian atau tes hasil belajar. Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalaui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Hakikat pembelajaran sains yang didefenisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: 1)Ilmu pengetahuan sebagai produk; 2)Ilmu pengetahuan sebagai proses; 3)Ilmu pengetahuan sebagai sikap Sutrisno dalam Susanto (2013) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi. Akan tetapi, penambahan sikap ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Sikap dalam pembelajaran IPA yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi dengan pembelajaran IPA di harapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seseorang ilmuwan. Adapun jenis-jenis sikap yang dimasud, yaitu sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap fakta. Pertama, ilmu pengetahuan sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk, antara lain: fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. Jadi ada beberapa istilah yang dapat diambil dari pengetian IPA sebagai produk, yaitu: 1. Fakta dalam IPA, pernyataan-pernyatan benda-benda yang benar-benar ada,
atau
peristiwa-peristiwa
dikonfrimasikan secara objektif
yang
benar
terjadi
dan
mudah
2. Konsep IPA merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Konsep merupakan penghubung antara fakta-fakta yang ada hubungannya 3. Prinsip IPA yaitu generalisasi tentang hubungan di antara konsep-konsep IPA 4. Hukum-hukum alam (IPA), prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga bersifat tentative/sementara, akan tetapi karena mengalami pengujian yang berulang-ulang maka hukum alam besifat kekal selama belum ada pembuktian yang lebih akurat dan logis 5. Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep, prinsip yang saling berhubungan. Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi oleh ilmuwan. Adapun proses keterampilan proses sains (science process skills) adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulakan. Mengamati (Observasi) adalah mengumpulakn semua informasi dengan panca indra. Adapun penarikan kesimpulan (inferensi) adalah kesimpulan setelah melakukan observasi dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Di sains masih ada komponen lainnya seperti investigasi dan eksperimen. Akan tetapi, yang menjadi dasar keterampilan proses ialah merumuskan hipotesis dan mengintenpresikan data melalaui prosedur-prosedur tententu seperti melakukan pengkuran dan percobaan. Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus di kembangkan dalam pengembangan sains. Hal ini sesuai dengan sikap yang harus dimiliki seorang ilmuwan dalam melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil penelitiannya. Menurut Sulistyorini dalam Susanto (2013), ada sembilan aspek yang dikembangkan dalam sikap ilmiah dalam pembelajaran sains: yaitu sikap ingin tahu, ingin mendaptka sesuatu yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, tanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri.
Sikap ilmiah itu dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa dalam pembelajaran IPA pada saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan proyek di lapangan. Lebih lanjut , IPA juga memiliki karakteristik sebagai dasar untuk memahaminya. Karakteristik tersebut menurut Jocabson & Bergman (1980), meliputi: 1. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori 2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya 3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, ketekunan dalam menyikap rahasia alam 4. IPA tidak dapat mebuktikan semua akan tetapi hanya sebahagian atau beberapa saja 5. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersikaf objektif. Dari uraian hakikat IPA di atas, dapat memahami bahwa pembelajaran sains merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap imliah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA dilakukan dengan penyelidikan. Dengan demikian kegiatan-kegiatan tersebut pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikan menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.
B. Apa itu Inkuiri? Istilah “inkuiri’ berasal dari bahasa inggris , yaitu inquiry yang berarti pertanyaan atau penyelidikan Wina Sanjaya (2013). Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga peserta didik dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Model pembelajaran ini di kembangkan oleh seorang tokoh yang bernaman
Richard Suchman (2000). Ia mengembangakan model ini untuk
mengajarakan proses dari suatu penelitian atau menjelaskan fenomena yang “istimewa”. Suchman berkeinginan agar siswa dapat belajar secara mandiri. Model pembelajaran ini membantu siswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan, bertanya dan mencari jawaban berdasarkan rasa ketertarikan dan keingintahuannya. Dalam model ini. Siswa melakukan proses pengolaha data secra logis dan membangun cara berpikir untuk menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan. Keinginan Suchman tersebut dilandasi oleh keyakinannya bahwa setiap orang mempunyai motivasi alamiah untuk meneliti, sehingga modelnya dibangun di atas pemikiran yang melandasi suatu penemuan. Suchman sangat berhati-hati dalam memilih topik yang akan diselidiki, guru tidak boleh berkonsentrasi untuk mendapat jawaban benar, melainkan menekankan pada tumbuhnya kesadaran dan penguasaan atas proses penyelidikan, bukan pada keterangan-keterangan dari sejumlah permasalahan dan situasi. Haury mengutip definisi ilmuwan Alfred Novak: "Penyelidikan adalah [set] perilaku yang terlibat dalam perjuangan manusia untuk penjelasan yang masuk akal tentang fenomena yang membuat mereka penasaran." Dengan kata lain, penyelidikan melibatkan aktivitas dan keterampilan yang berfokus pada pencarian aktif. untuk pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu, kata Haury Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah mendorong peserta didik untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar ingin tahu mereka. Selain itu, inkuiri juga dapat mengembangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan peserta didik agar mampu berpikir ilmiah, seperti; 1. Keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data, termasuk merumuskan hipotesis serta menjelaskan fenomena 2. Kemandirian belajar, baik individu maupun kolektif 3. Kemampuan mengeksprseikan rasa ingin tahu secara verbal 4. Kemampuan berpikir kritis, logis, dan analitis 5. Kesadaran ilmiah bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentative (sementara)
1) Prinsip-prinsip Strategi Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran
inkuiri
menekankan
kepada
pengembangan
mental
intelektual peserta didik. Perkembangan mental intelektual itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor; yaitu maturation, physical experience, sosial experience, dan equilibration. 1. Maturation atau kematangan adalah proses perubahan fisikologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan system saraf. Pertumbuhan otak merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir (intelektuan) anak. Otak merupakan miniature bolah dunia yang merupakan pusat perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Menuut Sigelman dan Shaffer (1995), otak terdiri dari 100 miliar sel saraf (neuron), setiap saraf tersebut rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel saraf lainnya. Neuron terdiri dari inti sel (neucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktifitas dari sel saraf lainnya. 2. physical experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada dilikungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan pada akhirnya akan bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau idea-idea. Oleh karena itu, proses belajar yang murni tidak akan terjadi tanpa adanya interaksi berbagai pengamlaman personal maupun sosial. 3. sosial experience adalah aktifitas pembelajaran yang berhubungan dengan orang lain. Melalui pengamlaman sosial, peserta didik bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan atau mendengarkan padangan orang lain, tetapi juga akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain disamping aturannya sendiri, ada dua aspek pengalaman sosial yang dapat membatu perkembangan intelektual. Pertama, pengalaman sosial dapat meningkatkan kemampuan bahasa. Kedau, melalui pengalaman sosial peserta didi akan mengurangi egocentric-nya. Sedikit demi sedikit akan muncul kesadaran bahwa orang lain yang mungkin berbeda dengan
dirinya. Pengalaman semacam itu untuk pengembangan konsep mental seperti kerendahan hati, toleransi, kejujuran etika, dan sebagainya. 4. Equilibration adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru yang ditemukan peserta didik. Ada kalanya peserta didik dituntut untuk memperbaharui pengetahuan yang sudah terbentuk setelah menemukan informasi baru yang tidak sesuai.’ Atas dasar penjelasan di atas, strategi pembelajaran inkuiri mempunyai sejumlah prinsip yang harus diperhatiakan. 1) Berorientasi pada pengalaman intelektual Tujuan utama strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorentasi kepada hasil belajar, juga berorientasi pada proses belajar. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuuiri bukan ditentukan sejauh mana peserta didik mampu mneguasai materi pelajaran, tetapi sejauh mana peserta didik beraktifitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus ditemukan oleh peserta didik adalah sesuatu yang pasti, bukan sesuatu yang meragukan, sehingga setiap gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat diukur kebenarannya. 2) Prinsip interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara peserta didik maupun interaksi peserta didik dengan guru, bahkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru atau pendidik bukan sebagai sumber belajar, apalagi “polisi kebenaran”, melainkan sebagai fasilitator atau pengatur lingkungan maupuan pengatur interaksi itu sendiri. Pendidik atau guru pelu mengarahkan agar peserta didik bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui mereka. Kemapuan pendidik untuk mengtur interaksi memang bukan pekerjaan yang mudah. Sering kali guru atau pendidik terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri. Misalnya,interaksi hanya terjadi pada peserta didik yang memilki kemampuan bicara saja, walaupun pada kenytaannya pemahaman peserta didik tentang subtansi permasalahan yang dibicarakan kurang, atau peserta didik justru meninggalkan peran sebagai pengatur interaksi.
3) Prinsip bertanya Tugas utama guru atau pendidik dalam menerapkan strategi pembelajaran inkuiri adalah menjadi penanya yang baik bagi peserta didik. Artinya, bagaimana upaya yang harus dilakukan guru agar peserta didik menjadi kritis, kemudian melontarkan pertanyaan –pertanyaan tajam. Di sisi lain, guru juga harus menjadikan dari peserta didik yang satu dijawab peserta didik lain, kemudian dilengkapi oleh guru. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk menstumulasi peserta didik bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian peserta didik, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji. 4) Prinsip belajar untuk berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak kiri maupan otak kanan, baik otak reptile, otak limbic, maupaun otak neokorteks. Dengan demikian, pembelajaran inkuiri merupakan pemanfaatkan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional, akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur estetika dalam prose pembelajaran yang menyenangkan dan menggairahkan. 5) Prinsip keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika maupun nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tuga guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan hipotesis, dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
2) Langkah-langkah pembelajaran inkuiri Secara umum proses pembelajaran dengan mengunakan inkuri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Orientasi 2. Merumuskan masalah 3. Mengajukan hipotesis 4. Mengumpulkan data 5. Menguji hipotesis 6. Merumuskan kesimpulan Setiap langkah dalam proses pembelajarannya dijelaskan di bawah ini: 1. Orientasi Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah:
Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan
Menjelaskan pentingnya topic dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa
2. Merumuskan masalah Beberapa hala yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, dianataranya:
Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memilki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Dengan demikian, guru sebaikknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan topic yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topic yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa.
Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabanya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat
merumuskan masalah yang menurut guru jawabannya sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui inkuri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan masalah.
3. Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari setiap kemampuan individu untuk menebak atau mengira-ngira (hipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan
berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis. 4. Mengumpulkan data Mengumpulkan
data
adalah
aktivitas
menjaring
informasi
yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, pengumpulan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah adakala siswa tidak apresiatif terhadap poko permasalahan. Tidak aprisiatif itu biasanya ditunjukan oleh gejala-gejala ketidak bergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untu berpikir. 5. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasrkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. 6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebankan kesimpulan yang dirumuskan tidak focus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu mengajukan pada siswa data mana yang relevan.
3) Keunggulan dan kelemahan inkuiri Keunggulan Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada
pengembangan
aspek
kognitif,
afektif,
dan
psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna
Strategi pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman
Keuntungan lain adalah Strategi pembelajaran inkuiri ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. Suyanto (2013) menyatakan proses belajar mengajar melalui penyelidikan
selalu melibatkan siswa dalam kegiatan bertukar pendapat melalui diskusi, seminar, dan sebagainya. Berikut ini beberapa keuntungan mengajar dengan menggunakan penyelidikan:
Membangaun pemahaman konsep dan gagasan yang baik
Membantu menggunakan daya ingat dan transfer pengetahuan pada situasi proses belajar yang baru
Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
Membantu siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya senidri
Memberi kepuasan yang bersifat intrinsic
Mendorong terjadinya proses belajar yang menantang.
Kelemahan Disamping memilki keunggulan Strategi pembelajaran inkuiri juga memiliki kelamahan diantaranya:
Jika
Strategi
pembelajaran
inkuiri
digunakan
sebagai
Strategi
pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur oleh kebiasaan siswa dalam belajar
Kadang-kadang dalam mengimplementasikannaya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan wajtu yang telah ditentukan
Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka Strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
4) Peranan Guru dan Peserta didik Depdiknas dalam Hamdani (2011) menyatakan, melalui model inkuiri, guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang sebelumnya diyakini siswa dengan bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih spesifik melalaui proses eksplorasi atau pengujian gagasan baru. Peranan guru disini adalah:
Merencanakan pembelajaran sehingga pelajaran terpusat pada masalahmasalah yang tepat untuk diselidiki para siswa
Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi siswa untuk memecahkan masalah
Memerhatikan cara penyajian, yaitu cara enaktif, ikonik, dan simbolik
Apabila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seseorang pembimbing atau tutor
Menurut Suyanto peran guru dan siswa adalah Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan guru dalam berinteraksi dengan siswa
Pastikan pertanyaan dapat dijawab ya atau tidak. Hindari pertanyaan yang lansung pada subtansi atau meminta guru untuk menjelaskan dan melakukan penyelidikan
Meminta siswa untuk mengulangi pertanyaan-pertanyaan yang tidak sesuai. Contoh, “ dapatkan kalian mengulangi pertanyaan sehingga Ibu/Bapak guru dapat menjawabnya dengan ya atau tidak”
Tentukan batasan permasalahan
Gunakan bahasa yang baik dalam proses penyelidikan
Berikan kebebasan berpikir, tidak menilai teori yang dihasilkan
Meminta siswa untuk membuat suatu pernyataan yang jelas mengenai teori dan mendukung kesimpulan yang dihasilkan
Berikan dorongan untuk melakukan interaksi antar siswa
Lengkapi sarana pendukung, seperti sumber-sumber informasi yang mendukung pertentangan terhadap materi/bahan yang dikaji. Guru harus memahami proses berpikir dan strategi penyelidikan dan mengenal sumber materi/bahan yang dijadikan masalah Di ruang kelas di mana salah satu tujuan utama guru adalah membantu
siswa menjadi pemecah masalah yang baik dan pemikir kritis, guru dan siswa mengambil peran baru. Daftar-daftar di bawah ini menggambarkan hal-hal yang guru dan siswa akan lakukan dalam penyelidikan ruang kelas (NRC, 1996; NCTM, 1991; AAAS, 1990, 1993; Borasi, 1992; Flick, 1995): Apa yang guru lakukan:
Ciptakan lingkungan belajar yang luas
Identifikasi konsep siswa yang penting yang akan diselidiki
Rencanakan penyelidikan
Presentasikan pertanyaannya
Mintalah masukan siswa untuk mempersempit fokus penyelidikan
Memulai dan mengatur diskusi
Tanyakan pertanyaan yang mendorong dan menyelidik; mengejar komentar yang berbeda dari siswa dan pertanyaan, jika perlu
Pandu pembelajaran siswa untuk dapatkan inti
Berikan kesempatan untuk semua siswa untuk mendemonstrasikan pembelajaran mereka dengan menghadirkan sebuah produk atau membuat presentasi
Apa yang siswa lakukan:
Berkontribusi pada perencanaan suatu penyelidikan
Amati dan jelajahi
Bereksperimen dan memecahkan masalah
Bekerja baik sebagai anggota tim dan sendiri
Alasan logis, mengajukan pertanyaan
Berunding dan berdebat dengan teman sebaya dan guru
Diskusikan ide mereka sendiri, serta kembangkan ide dan pengetahuan secara kolaboratif
Buatlah argumen dan konstruksi yang logis penjelasan
Uji hipotesis mereka sendiri
Komunikasikan temuan
Merefleksikan umpan balik dari teman sebaya dan guru
Pertimbangkan penjelasan alternatif
Coba lagi eksperimen, masalah, dan proyek
C. Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Banyak hasil penelitian yang menjadi bukti bahwa keunggulan inkuiri sebagai model dan strategi pembelajaran, akan tetapi masik banyak guru yang merasa kebenaran atau tidak mau melaksanakan model pembelajaran inkuiri. Padahal model pembelajaran inkuiri dianggap sebagai model yang paling pas dalam pemelajaran sains ini. Ada bukti bahwa instruksi berbasis inkuiri meningkatkan kinerja dan sikap siswa dalam sains dan matematika, kata David Haury (1993). Dia mengatakan bahwa di tingkat sekolah menengah, siswa yang berpartisipasi dalam program berbasis inkuiri berkembang lebih baik dalam keterampilan
laboratorium
dan
membuat
grafik,
dan
belajar
untuk
menginterpretasikan data secara lebih efektif. Dia menunjukkan penelitian bahwa program inkuiri membantu perkembangan literasi sains dan pemahaman tentang proses ilmiah; pengetahuan kosakata dan pemahaman konseptual; berpikir kritis; sikap positif; pencapaian yang lebih tinggi pada tes pengetahuan prosedural; dan konstruksi pengetahuan matematika. Hinrichen (1999) mengatakan “inkuiri mengandung dua makna utama yaitu inkuiri sebagai inti dari usaha ilmiah dan inkuiri sebagai strategi untuk belajar mengajar IPA, Sebagai strategi mengajar IPA inkuiri merupakan metode yang meharuskan siswa untuk mengkontruk sendiri pengetahuannya melalui pertanyaan mereka tentang suatu hal, kemudian merencanakan dan melakukan investigasi untuk menjawab pertanyaan tersebut, melakukan analisis dan mengkomunikasikan hasil penemuan mereka”.
Pembelajaran inkuiri menekankan pada semua pendidik agar menerapkan kegiatan kegiatan pembelajaran yang menekanakan proses dalam pemahaman materi pelajaran. Pendidik seyogyanya memahami bahwa inkuiri menjadi inti dari pembelajaran sains, Albert dalam Susanto (2013) disebut sebagai …the essence of scientific interprise, and inquiry as a strategy for teaching and learning. Pemahaman bahwa inkuiri sebagai pembelajaran sains ini adalah bahwa inkuri memiliki sintaks dimana siswa memikiki kemampuan menarik kesimpulan sebagai suatu hasil dari berbagai kegiatan penyelidikan sederhana dalam pembelajaran sains. Proses pembelajaran inkuiri yang diawali dengan pertanyaan dapat menumbuhkan keingintahuan siswa dalam melihat fenomena alam. Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan
mengobservasi,
merumuskan
pertanyaan
yang
relevan,
mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, me-riview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpresikan data, serta membuat prediksi dan mengomukasikan hasilnya. Joyce & Well dalam Susanto (2013) mengemukakan bahwa sintak inkuiri sains terdiri atas empat fase, yaitu: a) fase investigasi dan pengenalan kepada siswa; b) pengelompokan masalah oleh siswa; c) identifikasi masalah dalam penyelidikan; dan d) memberikan kemungkinan mengatasi kesulitan/masalah. Namun demikian, pembelajaran inkuiri dapat di mulai dengan memeberikan pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pertanyaan tersebut siswa di latih melakukan observasi terbuka, berhipotesis, bereksperimen yang akhirnya dapat menarik kesimpulan. Ada bukti bahwa instruksi berbasis inkuiri meningkatkan kinerja dan sikap siswa dalam sains dan matematika, kata David Haury (1993). Dia mengatakan bahwa di tingkat sekolah menengah, siswa yang berpartisipasi dalam program berbasis inkuiri berkembang lebih baik dalam keterampilan laboratorium dan membuat grafik, dan belajar untuk menginterpretasikan data secara lebih efektif. Dia menunjukkan penelitian bahwa program inkuiri membantu perkembangan literasi sains dan pemahaman tentang proses ilmiah; pengetahuan kosakata dan
pemahaman konseptual; berpikir kritis; sikap positif; pencapaian yang lebih tinggi pada tes pengetahuan prosedural; dan konstruksi pengetahuan matematika. Bruner dalam Suyanto (2013) mengenalkan pendekatan penyelidikan (inquiry) yanga menekankan pada pentingnya anak belajar menemukan dan merencanakan masalah sehingga ia menemukan konsep secara mandiri. Sejalan dengan itu Bruner dan Gagne dalam Collette (1978) juga menekanan pentinya kegiatan siswa merencanakan masalah dan menemukan konsep melalaui kegiatan terpadu untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang mereka hadapi. Bruner dan Weil dalam Suyanto (2013) menyebutkan bahwa latihan penyelidikan dapat menambah pengetahuan sains, menghasilkan kemampuan berpikir kreatif, dan keterampilan dalam memperoleh dan menganlisis suatu data. Penyelidikan adalah metode pembelajaran yang istimewa. Vos dalam Bruce dan Wiel (1980) menyatakan bahwa penyelidikan dapat digunakan untuk siswa sekolah dasar dan menengah, dan dapat menarik perhatian siswa yang mengalami keterbatasan fisik seperti tuli. Cerita dalam Sanjaya (2011) Seorang guru IPA akan mengerjakan tentang perbedaan berat jenis antara air dan bensin. Setelah ia menyampaikan pokok bahasan kepada siswa yang diajarkanya, guru tersebut kemudian menuangkan bensin dari dalam botol yang sengaja ia bawa ke dalam sebuah cangkir yang ada di mejanya. Setelah itu kemudian ia juga menuangkan air kedalam tempat yang sama. Sambil berlaga seorang pesulap, pak guru kemudian menyalakan api, dan meletakkan di atas cairan itu. Api pun menyala. Seluruh siswa mereka terheran melihat peristiwa itu. Secara serentak mereka bertanya: “mengapa bias terjadi seperti itu? Bukankah bensin itu ada di bawah air?” Pak guru IPA tersenyum sambil mengangkat bahunya. “Ya, mengapa api bias menyala di atas air?” kata salah seorang siswa. “Ya, mengapa timpal pak guru. “Coba siapa yang dapat menebak kira-kira apa sebabnya!” Seluruh siswa tampak seperti berpikir. Tiba-tiba seorang siswa bertanya sambil mengacuhkan tangannya, “Apakah airi yang bapak tuangkan tadi lebih banyak dibandingkan bensin?”
“Oh, tidak….” Jawab pak guru “Apakah itu disebabkan karena air bercampur dengan bensin?” “Emh… Bapak kira tidak,tuh…! Seluruh siswa terdiam sambil menatap nyala api yang kian mengecil dan akhirnya padam. “Nah, sekarang coba kalian lihat, api itu telah padam. Kita coba sekarang bakar lagi…”kata pak guru sambil menyalakan kembali apinya dan meletakkannya kembali diatas cairan itu. Namun, ternyata apinya tidak mau menyala. “Ternyata tidak mau menyala kan…!” “Ya…” kata siswa serempak “ Apakah cairan itu telah habis…?” “Coba kalian lihat senidri” kata pak guru sambil memperlihatkan tempat air. “Apa yang kamu lihat…?” “Cairannya masih ada…!” “Cairan apa yang masih ada itu?” Kembali siswa terdiam untuk beberapa saat. Pak guru menatap siswa kembali sambil memancing siswa untuk menjawab atau mengeluarkan pendapat. Namun, tidak ada seorang pun berkata. “Nah, kalau begitu bapak akan mencoba membakar kembali cairan ini” kata pak guru. Namun, lagi-lagi api tidak menyala seperti pada demonstrasi yang pertama tadi. “saya tahu jawabanya, Pak!” “Bagus, coba apa?” “Cairan yang tersisa itu adalah air, Pak!” “Kenapa kamu bias mengatakan demukian?” “Sebab bensin sudah habis terbakar.” “Bagus, kembali pada permasalahan kita semula, mengapa ketika air dicampur dengan bensin tadi ternyata nyala api…?” “Apakah itu disebabkan karena bensin ada di atas air?” “Pendapatmu hamper tepat…!” “Bagaimana berat jenis air dan bensin itu?” “Bagus, coba kamu perjelas pertanyaanya!”
“Apakah air memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan bensin?” “Menurut kamu bagaimana…” Siswa berpikir lagi. “Saya kira air memiliki berat jenis yang berbeda dengan bensin. Hal ini dapat dibuktikan dari proses menyalakan api tadi…” Pak guru tersenyum puas, sambil mengangkat ibu jarinya. Keterampilan inkuiri berkembang atas dasar kemampuan siswa dalam menemukan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya. Marbach & Classen dalam Susanto (2013) mengemukakan dengan melatih pembelajaran membuat pertanyaan atas dasar kriteria-kriteria yang disusun oleh pengajar dalam meningkatkan kemampuan inkuiri siswa. Oleh karena itu, pada tahap awal inkuiri siswa perlu dimotivasi untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan inkuiri atau keterampilan proses sains sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan sikap ilmiah, seperti menghargai gagasan orang lain. Terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur, dan kreatif. 1) Mengejar Siswa Menarikan Pertanyaan Ketika mempertanyakan kepada siswa, guru terkadang menggunakan "jaring pengaman," seperti memberi siswa petunjuk dan mendorong jawaban yang benar, tetapi hanya untuk membantu seorang siswa yang sedang berjuang jika tidak malu di depan teman sebayanya. Guru menggunakan umpan balik positif selama kegiatan dan interaksi sosial. Terkadang, guru memotivasi siswa dengan menawarkan hadiah, seperti memberi ekstra poin untuk pekerjaan cepat dan akurat. Praktik guru sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan siswa dan mendorong partisipasi dalam pembelajaran tugas (Tobin & Fraser, 1991) Dalam buku mereka, Metode untuk Mengajar: Pendekatan Keterampilan (Jacobsen, et al., 1993), penulis membahas peran penting dari pertanyaan dalam pengajaran yang efektif. Dalam inquiry, bertanya dengan terampil sangat penting. Hal ini memungkinkan guru untuk mendorong diskusi tingkat tinggi, baik dengan seluruh kelas, dalam kelompok kecil, atau dengan masing-masing siswa.
1. Mengajukan Pertanyaan Menyelidik Siswa membutuhkan kesempatan untuk memproses informasi dengan memberikan alasan atau menjelaskan tanggapan mereka - dengan mengatakan "mengapa," "bagaimana," dan "berdasarkan apa" aspek konsep. Menyelidik mengembangkan pemikiran reflektif dan kritis. Karena itu membutuhkan guru untuk berpikir cepat pada saat itu, itu juga bisa menjadi salah satu teknik pertanyaan yang paling sulit (Jacobsen, et al., 1993). Untuk siswa yang mengalami kesulitan menjawab pertanyaan, menyelidik bisa efektif (Ornstein, 1995). Ketika jawaban siswa terhadap pertanyaan itu akurat tetapi tidak lengkap, seorang guru perlu mengajukan pertanyaan menyelidik untuk membuat siswa berpikir lebih dalam tentang hipotesis atau masalah. Meminta klarifikasi,
mengulang
pertanyaan,
mengajukan
pertanyaan
terkait,
dan
menyatakan kembali ide-ide siswa adalah semua aspek menyelidik (Ornstein, 1995). 2. Pertanyaan dan komentar yang berbeda Mengejar pertanyaan dan komentar siswa yang berbeda adalah salah satu elemen sentral dari pengajaran inkuiri. Ini tidak hanya melibatkan siswa dalam diskusi kelas, itu memungkinkan mereka berpikir secara mandiri, kreatif, dan lebih kritis. Ini mengajarkan mereka untuk mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka sendiri sambil juga merasakan tanggung jawab bersama untuk pembelajaran seluruh kelas dan untuk menghormati pendapat dan cara berpikir orang lain. Seorang guru dapat mengajukan pertanyaan yang berbeda untuk mendapatkan banyak jawaban yang berbeda. Sebagai contoh, mungkin ada banyak jawaban yang tepat untuk pertanyaan seperti, "Bagaimana kacangnya mirip?" Atau "Beri saya contoh tuas kelas satu" (Jacobsen, et al., 1993). Pertanyaan yang berbeda memungkinkan sejumlah siswa untuk menanggapi pertanyaan yang sama, mendorong partisipasi siswa. Mengarahkan pertanyaan juga akan membantu meningkatkan jumlah siswa yang berpartisipasi dalam diskusi, tetapi para guru harus berusaha keras untuk memanggil semua siswa secara sama. Ketika siswa dipanggil dengan frekuensi yang sama dan dengan cara yang sama, prestasi siswa meningkat, sementara masalah perilaku dan
ketidak hadiran menurun (Jacobsen, et al., 1993). Mengarahkan pertanyaan terutama deskripsi dan perbandingan kepada banyak siswa selama diskusi mendorong guru menjadi positif. Mengetahui kapan harus menindak lanjuti pertanyaan atau komentar siswa yang berbeda membutuhkan keterampilan dan pengalaman. Guru harus memutuskan apakah akan menyisihkan pertanyaan siswa, untuk menjawab secara langsung, atau mencoba untuk menindak lanjuti ide-ide siswa melalui diskusi panjang (van Zee, et al, 1996). Penulis dari Teachers as Researchers: Case Studies of Student and Teacher Questioning During Inquiry-based Instruction (van Zee, dkk., 1996), makalah yang dipresentasikan pada pertemuan Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan di Seattle, Washington, mengidentifikasi sejumlah dilema guru menghadapi pertanyaan-pertanyaan siswa :
Mengukur minat dari kelas yang tersisa dalam pertanyaan itu
Menilai risiko membingungkan orang lain saat memeriksa masalah yang diangkat
Menilai risiko melampaui pengetahuannya sendiri dan dapat melanjutkannya dengan tepat meskipun seseorang tidak tahu jawabannya
Merenungkan cara terbaik untuk mengatasi masalah di tempat atau mungkin di lain waktu
Mempertimbangkan waktu yang tersedia untuk akhir pelajaran dan akhir dari semester Bagaimana seorang guru menangani pertanyaan yang berbeda tergantung pada situasinya, kata Graves. "Sering kali, jika anak-anak mampu menghasilkan pertanyaan yang layak untuk penjelajahan, Anda pergi bersama mereka," katanya. “Aspek lainnya adalah keterampilan pengajar dalam mengambil pertanyaan siswa dan memfokuskannya kembali sehingga menjadi pertanyaan yang dibutuhkan (untuk mencapai inti konten). Seorang guru yang terampil dapat mengajukan pertanyaan semacam ini. Anda dapat kembali ke rencana pelajaran guru dan menemukan pertanyaan tepat yang diinginkan oleh guru itu akan menyenangkan ketika terjadi.
Menanggapi secara efektif untuk pertanyaan yang berbeda dapat menjadi sulit, terutama bagi seorang guru baru, kata Graves. “Butuh waktu untuk mengembangkan keterampilan bertanya yang baik,” katanya, “Bahkan untuk seorang guru berpengalaman, Anda tidak dapat berharap untuk melakukannya dengan setiap pelajaran. Saya pikir itu tidak realistis”. Berdasarkan aspek inkuiri, maka soal-soal yang diberikan baik dalam buku tes praktik, maupun tes tertulis merajuk kepada sintaks pembelajaran inkuiri. Adapun bentuk soal yang berbasis inkuiri dapat berupa, seperti dikemukakan Hodgson & Sclanlon dalam Susanto (2013), sebagai berikut: 1. Tes untuk kerja (performance task), dengan ketentuan: a. Tes dilaksanakan dengan melakukan investigasi b. Tes dilaksanakan dengan melakukan observasi 2. Tes tulis, dengan ketentuan-ketentuan yang meliputi: a. Merencanakan suatu investigasi b. Menjelaskan suatu informasi dengan mengaplikasikan konsep sains melalui data pengamatan atau data hasil investigasi c. Melalui hipotesis d. Menggunakan table, grafik atau chart dalam menjelaskan konsep sains, dan e. Membuat kesimpulan sebagai hasil pengamatan yang dapat membangun pemahaman siswa terhadap konsep-konsep sains Ditinjau dari aspek inkuiri, kriteria pembuatan soal-soal di atas merupakan langkah-langkah yang terdapat dalam tahapan pembelajaran inkuiri. Evaluasi yang diberikan akan sesuai dengan konsep pembelajaran yang telah dilaksanakan serta sesuai dengan hakikat sains. Oleh karena itu, evaluasi dalam bentuk penilaian dan proses harus direncanakan dalam rencana pembelajaran sehingga mendapat hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Suyanto dan Asep Jihad. 2013. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Erlangga Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Jarrett, Denise. 1997. Inquiry Strategies for Science and Mathematics Learning. It’s Just Good Teaching. Oregon: Northwest Regional Educational Laboratory