BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang terinfeksi yakni meliputi masalah fisik, sosial, dan emosional. Masalah secara fisik terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh progresif yang mengakibatkan ODHA rentan terhadap berbagai penyakit terutama penyakit infeksi dan keganasan. Bahkan, pada tahap lanjut serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. Di Indonesia, jumlah kasus AIDS maupun HIV positif cenderung meningkat setiap tahunnya. Hingga September 2009, data dari Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM-PL) Depkes RI melaporkan bahwa jumlah kasus HIV/AIDS telah mencapai 18.442 kasus yang tersebar di 33 propinsi dengan jumlah kematian sebesar 33.708 jiwa. Dari sekian banyak kasus HIV/AIDS di Indonesia, Jakarta merupakan salah satu kota yang menduduki posisi tiga besar tingkat prevalensi tertinggi yakni berkisar 31,67 kasus per 100.000 penduduk. Lebih lanjut, Dinas Kesehatan DKI mengungkapkan bahwa jumlah keseluruhan kasus HIV/AIDS di Jakarta pada Maret 2010 mencapai 2.828 kasus, diantaranya 2.002 orang terinfeksi HIV dari pengguna jarum suntik sedangkan sisanya dari non-jarum suntik. Dari jumlah tersebut, diketahui 3426 orang telah meninggal dunia Selain masalah fisik, pasien HIV/AIDS juga menghadapi masalah sosial yang cukup memprihatinkan sebagai dampak dari adanya stigma. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit ini identik dengan akibat dari perilaku-perilaku tidak bermoral seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan seks sesama jenis (homoseksual), sehingga pasien dianggap pantas untuk mendapat hukuman akibat perbuatannya tersebut. Selain itu, stigma juga muncul karena pemahaman masyarakat yang kurang tentang penyakit ini. HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit mematikan yang mudah sekali menular melalui kontak sosial biasa. Hal tersebut menyebabkan pasien seringkali dikucilkan dan mendapatkan perilaku diskriminatif dari masyarakat Dengan kondisi fisik yang tidak stabil dan cenderung menurun, serta adanya tekanan sosial yang begitu hebat menyebabkan ODHA sangat rentan untuk mengalami masalah ganggguan emosional atau psikososial. Salah satu masalah gangguan emosional terbesar yang dihadapi oleh ODHA adalah depresi
Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri dari lingkungan sekitar, serta stigmatisasi yang berkembang dalam masyarakat mengenai HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka sehingga membatasi ruang gerak dalam menjalankan aktivitas mereka sebelumnya. Permasalahan yang dihadapi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan hanya masalah medis atau kesehatan, tetapi juga menyangkut permasalahan sosial, politik, dan ekonomi (baba, 2005; Nurul Arifin, 2005). Banyak perubahan yang terjadi dalam diri individu setelah terinfeksi HIV/AIDS. Perubahan fisik akibat gejala-gejala penyakit yang disebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh pada diri ODHA mempengaruhi kehidupan pribadi, sosial, belajar, karir dan bahkan kehidupan keluarga. Selain itu juga isu-isu stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA, baik dari keluarga, tetangga, dunia kerja, sekolah, dan anggota masyarakat lainnya, semakin memperparah kondisi dirinya dan bahkan lebih sakit daripada dampak penyakit yang dideritanya.
1.2 Tujuan 1. Mengetahui identifikasi tanda dan gejala pasien dengan HIV/AIDS 2. Memahami penatalaksanaan pasien dengan HIV/AIDS meliputi prehospital, inhospital dan postdischarge
Bab 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Terapi Komplementer 2.1.1 Definisi Terapi Komplementer Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Widyatuti, 2008). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Widyatuti, 2008). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Widyatuti, 2008). Terapi komplementer dan alternatif sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya yang ada.Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan. (Widyatuti, 2008). Terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual) (Widyatuti, 2008).
2.1.2 Klasifikasi Terapi Komplementer Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan
modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya (Widyatuti, 2008) 1. Mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni. 2. Sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy 3. Klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan). 4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. 5. Terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik. (Widyatuti, 2008)
2.1.3 Peran Perawat Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice. Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer. Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi
komplementer
juga
sangat
penting.
Perawat
dapat
mendiskusikan
terapi
komplementer dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Widyatuti, 2008)
2.1.4 Terapi Komplementer pada pasien HIV AIDS 1. Cara-cara penanganan stres berupa terapi-terapi relaksasi (terapi musik, terapi Progressive Muscle Relaxation, relaksasi pernapasan, dan lain-lain) dan pengembangan koping konstruktif untuk mencegah munculnya gangguan depresi yang diberikan pada seluruh pasien HIV/AIDS. 2. Terapi cognitive-behavior (untuk meningkatkan harga diri pasien dengan cara memberikan harapan tentang hal-hal yang masih dapat dilakukan pasien, pengarahan tentang koping efektif yang dapat dilakukan pasien, dan rewards pada setiap respon positif yang dilakukan pasien dalam mengikuti pengobatan). Selain itu, dapat dibentuk support group dimana perawat dapat bertindak sebagai fasilitator dalam kelompok konseling. Pasien yang tergabung dalam support group akan merasa dirinya tidak sendiri dan dapat berbagi tentang masalah yang dihadapi serta lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam perawatan.
3. SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap penurunan tingkat depresi
3.2 Long Time Care 3.2.1 Definisi Long Time Care 3.2.2 Tujuan Long Time Care 3.2.3 Long Time Care Pada Pasien HIV Long Term Care Pada Pasien HIV/AIDS Perawatan terbagi menjadi tempat perawatan berbasis keluarga, masyarakat, puskesmas, dan rumah sakit 1. Keluarga: Anggota keluarga perlu peduli dan bekerja sama dengan relawan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gizi, tata cara perawatan di rumah, dan pemulasaran jenazah 2. Masyarakat: Dukungan social dari tetangga dan komunitas social 3. Puskesmas: Mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan pengobatan sederhana 4. Rumah sakit: Mendapatkan pelayanan rawat inap untuk perawatan infeksi oportunistik (infeksi penyerta), pelayanan preventingnmother to child transmission (PMTCT), dan pengobatan Program ini dimulai sejak seseorang didiagnosis HIV dan setuju untuk didampingi oleh relawan atau petugas lapangan (manager kasus) yang baisanya berasal dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kegiatan ini meliputi: 1. Dukungan psikologis, spiritual, hokum dan HAM, serta dukungan sosioekonomi a. Psikologis: Upaya manager kasus untuk mendampingi dan memberi dukungan moral untuk meningkatkan rasa percaya diri klien serta pendampingan untuk mendapatkan akses perawatan dan pengobatan di rumah sakit b. Spiritual: Manager kasus bekerja sama dengan tokoh agama untuk memberi nasihat dan dukungan melalui forum regular c. Hokum dan HAM: Upaya untuk mengurangi diskriminasi dan stigma negative dari keluarga dan masyarakat sekitar, menjaga kerahasiaan status klien dari keluarga dan masyarakat selama klien belum sanggup untuk membuka diri, serta mendampingi klien untuk pembelaan terhadap kasus hokum dan pelanggaran HAM
d. Sosio-ekonomi: Upaya untuk mendapatkan dukungan dari swasta dan pemerintah mengenai bantuan usaha ekonomi untuk peningkatan pendapatan klien, kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan pemberdayaan klien, dukungan finansial dari sumber yang memungkinkan terutama untuk biaya pengobatan dan usaha ekonomi, usaha pencarian solusi untuk anak ODHA yang yatim piatu Dukungan pada penderita AIDS: 1. Mula-mula penderita membutuhkan kepercayaan, kasih saying dan dukungan 2. Mereka sangat membutuhkan informasi tentang masalah yang akan mereka hadapi dan cara untuk mengatasinya 3. Memegang penderita AIDS adalah penentraman hati yang penting dan tidak membahayakan 4. Komunikasi yang teratur, terutama secara personal (menjenguk atau menelpon), adalah penting. Buatlah janji dahulu sebelum menjenguk karena AIDS menyebabkan kelelahan dan penjenguk tidak selalu diharapkan 5. Komunikasi yang terbuka dan jujur adalah penting. Berbicara terbuka dan jujur akan membantu penderita AIDS terbuka dengan anda. Bicarakan tentang penyakitnya bila hal ini yang diinginkan. Banyak orang menyesali penyakitnya dan merasa lebih baik bila ada seseorang yang dapat berbagi rasa 6. Pergilah ke luar bersama dan mengunjungi orang lain 7. Tawarkan bantuan pada suatu hal yang mungkin menyulitkan penderita 8. Bila anda berada di tempat lain, pertahankan hubungan dengan menulis surat atau menelpon Merawat penderita AIDS: 1. Perawatan di rumah sakit: Penderita AIDS yang sakit berat paling baik dirawat oleh perawat yang telah berpengalaman. Pengobatan di rumah sakit ditunjukkan pada penyakit yang timbul akibat AIDS. Belum pernah ditemukan penderita AIDS dapat sembuh. Merawat penderita AIDS adalah aman. Kadang-kadang penjenguk terlalu melelahkan penderita, tetapi dilain waktu, penjenguk memberi dukungan dan penenteraman hati.tanyakan pada perawat kapan waktu terbaik untuk menjenguk
2. Perawatan di rumah: orang yang merawat penderita AIDS perlu hatihati dan suportif. Orang yang merawat penderita AIDS membutuhkan tindakan sederhana untuk memotong resiko infeksi. Merawat penderita AIDS bukan aktivitas beresiko tinggi, hidup normal serumah tidak beresiko