LAPORAN PENDAHULUAN
A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT 1. DEFENISI Systemic Lupus Erithematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya inflamasi tersebar luas, mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatan kerusakan jaringan. Lupus adalah penyakit dimana sistem imun, yang normalnya memerangi infeksi, mulai menyerang sel sehat dalam tubuh. Fenomena ini disebut autoimun dan apa yang diserang oleh sistem imun disebut autoantigen (Laura K. DeLong, MD 2012). Para penderita lupus sering disebut dengan odapus (orang dengan lupus). Kehidupan odapus bisa berubah drastis sejak sakit lupus dan mereka merasa sangat sulit untuk mengelola penyakit ini (De Barros et al. 2012). Dalam kehidupannya, odapus akan beberapa kali mengalami suatu periode kemunculan gejala lupus yang parah (lupus flares) dan periode lainnya dimana gejalanya lebih ringan. Sebenarnya gejala lupus bisa diatasi secara efektif dengan terapi yang sudah ada sekarang, namun untuk saat ini belum ditemukan obat apapun yang dapat menyembuhkan penyakit lupus (FerenkehKoroma 2012). 2. ETIOLOGI
1
Etiologi pada penyakit LSE belum diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan oleh beberapa faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor genetik memegang peranan yang sangat penting dalam kerentanan penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang menderita SLE juga. Faktor lingkungan, yakni sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang memiliki gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan degan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuclear (ANA) untuk menyaring benda asing tersebut. Infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan memicu terjadinya SLE. (Herfindal et al, 2000) 3. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala atau manifestasi klinis secara umum yang sering timbul pada penyakit SLE adalah malaise, penurunan nafsu makan, demam, lelah, dan penurunan berat badan (Hahn, 2005). Berikut manifestasi klinis pada bebera system pada tubuh :
2
a. Sistem Muskuloskeletal dapat berupa Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. b. Sistem integument dapat berupa Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. c. Sistem kardiovaskuler dapat berupa Perikarditis, inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. d. Sistem pencernaan : Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis. e. Sistem pernafasan : Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral. Mungkin ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktorfaktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan. f. Sistem perkemihan : Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan
3
nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelauanan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif. Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik. g. Sistem Neuro : Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG 4
a. Pemeriksaan lab Pemeriksaan
darah
bisa
menunjukkan
adanya
antibodi
antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan
untuk antibodi terhadap DNA
rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein. b. Radiology Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis 5. PENATALAKSANAAN 1) Edukasi dan konseling Pasien dan keluarga penderita SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari seluruh keluarga dan lingkungannya. Pasien memerlukan informasi tentang aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan misalnya dengan cara melindungi kulit dari sinar matahari dengan menggunakan tabir surya atau pakaian yang melindungi kulit, serta melakukan latihan secara teratur. Pasien juga memerlukan informasi tentang pengaturan diet agar tidak mengalami kelebihan berat badan, osteoporosis, atau dislipidemia. Informasi yang bisa diperlukan kepada pasein adalah:
5
- Penjelasan tentang penyakit lupus dan penyebabnya - Tipe dari penyakit SLE dan karakteristik dari tipe - tipe penyakit SLE - Masalah terkait dengan fisik - Masalah psikologis yaitucara pemahaman diri pasien SLE, mengatasi rasa leleah, stres, emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan hubungan dengan keluarga, serta cara mengatasi nyeri. - Pemakaian obat mencakup jenis obat, dosis, lama pemberian, dan yang lainnya. Kebutuhan pemberian vitamin dan mineral. - Kelompok pendukung bagi penderita SLEEdukasi juga perlu diberikan untuk mengurangi stigma psikologis akibat adanya anggota keluarga yang menderita SLE 2) Program rehabilitasi Pasien
SLE
memerlukan
berbagai
latihan
untuk
mempertahankan kestabilan sendi karena jika pasien SLE diberikan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu dapat mengakibatkan penurunan massa otot hingga 30%. Tujuan, indikasi, dan teknis pelaksanaan program rehabilirasi melibatkan beberapa hal, yaitu Istirahat, Terapi fisik, Terapi dengan modalitas, Ortotik, dan yang lainnya. 3) Pengobatan medikamentosa Jenis obat yang dapat digunakan pada pasein SLE adalah OAINS, Kortikosteroid, Klorokuin, Hidroksiklorokuin (saat ini belum tersedia di Indonesia), Azatioprin, Siklofosfamid, Metotreksat, Siklosporin,
6
Mikofenolat mofetil. Jenis obat yang paling umum digunakan adalah kortikosteroid yang dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Namun, penggunaan kortikosteroid menimbulkan efek samping. Cara mengurangi efek samping dari penggunaan kortikosteroid adalah dengan mengurangi dosis obatnya segera setelah penyakit terkontrol. Penurunan dosis harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari aktivitas penyakit muncul kembali dan terjadinya defisiensi kortikol yang muncul akibat penekanan aksis hipotalamus, pituitary dan adrenal kronis. Penurunan dosis yang dilakukan secara bertahap akan memberikan pemulihan terhadap fungsi adrenal. 4) Manajemen Keperawatan Asuhan keperawatan didasarkan pada pengelolaan rasa sakit dan peradangan, mengatasi gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan rasa sakit dan peradangan pada SLE ringan umumnya dicapai dengan nonsteroidal obat anti inflamasi (NSAID). Obat antimalaria juga digunakan dalam SLE ringan untuk mengontrol gejala radang sendi, ruam kulit, sariawan, demam, dan kelelahan. Perawat perlu memberitahu orang tua yang kadang-kadang memakan waktu lama sebelum terapi efek obat antimalaria yang jelas. Selain obat-obatan, asuhan keperawatan juga berfokus pada perawatan paliatif dan memberikan dukungan psikososial . Sekarang penting bahwa mempertahankan gizi yang baik, istirahat dan berolahraga , menghindari matahari , dan mendorong ekspresi perasaan
7
tentang kondisi tersebut. Meskipun tidak ada yang spesifik, Diet untuk SLE adalah diet rendah garam. 6. KOMPLIKASI SLE dan Komplikasi Penyakit Kardiovaskular SLE dapat menyebabkan inflamasi pada jantung, pembuluh darah (vaskulitis) dan selaput jantung (perikarditis). Komplikasi sering berhubungan dengan pembekuan darah dan aterosklerosis yang mengakibatkan stroke dan serangan jantung. SLE dan Komplikasi Lupus Nefritis Peradangan yang terjadi pada ginjal untuk waktu yang lama akibat SLE memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit ginjal yang lebih serius sampai gagal ginjal dan memerlukan cuci darah. Komplikasi ini disebut sebagai lupus nefritis. Penyakit ini juga cenderung berkembang pada tahap awal SLE (biasanya dalam lima tahun pertama). Beberapa gejala lupus nefritis meliputi:
Rasa gatal.
Nyeri dada.
Mual dan muntah.
Pusing, sakit kepala.
Sering buang air kecil dan Hematuria.
Pembengkakan kaki.
8
pada
SLE dan Komplikasi pada Sel Darah Anemia peningkatan risiko perdarahan atau sebaliknya pembekuan darah, dapat diakibatkan oleh lupus. SLE dan Kehamilan Penderita SLE wanita harus waspada terhadap komplikasi yang dapat terjadi pada masa kehamilan. Komplikasi tersebut meliputi preeklamsia, kelahiran prematur, dan keguguran. Untuk mengurangi komplikasi, dokter akan menganjurkan untuk menunda kehamilan sampai peyakit terkontrol atau tenang. SLE dan Komplikasi pada Otak Jika lupus menyerang otak, gejala yang dirasakan adalah sakit kepala, pusing, perubahan perilaku, halusinasi, bahkan kejang dan stroke. Pada beberapa orang juga dapat mengalami gangguan memori.
B. WOC
Lingkungan : sinar UV, induksi obat tertentu
Genetik
tubuh Antigen diproses makrofag dan sel B Antigen diproses makrofag dan sel B Stimulasi sel T diikat sel B Stimulasi sel T diikat sel B Antibody yg merugikan Produksi auto antibodi
Immune complex
Malfungsi/gangguanimnoregulasi Infeksi berkelanjutan peradangan
SLE Menyerang organ
SLE Menyerang organ
System hematologi
System pernafasan Efusi pleura
Gguan pmbekuan darah
Pleuritis (radang pada pmbungkus paru)
System muskuloskeletal
Nyeri sendi/artritis
Thrombus divena n arteri Demam,batuk,nyeri dada dan sesak nafas
Gguan sirkulasi Jantung bkerja ekstra
Diax:pola nafas tidak efektif
Kematian jaringan
Diax : nyeri akut
miokarditis
C. LANDASAN TEORITIS ASKEP 1. PENGKAJIAN
Pucat anemis
Diax : intoleransi aktifitas, gangguan mobilitas fisik
a. Identitas Klien Pada identitas klien biasanya meliputi : inisial pasien, usia, jenis
kelamin, ras/suku bangsa, pendidikan , pekerjaan, alamat dan agama.
b. Riwayat Kesehatan 1) Alasan Masuk
Alasan masuk biasanya meupakan fator pencetus klien dibawa ke rumah sakit. Gejala dan tanda penyakit yang membuat pasien datang ke rumah sakit. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Keluhan pasien yang biasa muncul adalah mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam, panas, anoreksia, dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien 3) Riwayat kesehatan terdahulu Riwayat kesehatan dahulu pada pasien dengan tumor mediastinum biasanya adalah perokok berat, lingkungan tempat tinggal di daerah yang tercemar polusi udara, riwayat penyakit bronchitis kronik, pernah terpajan bahan kimia seperti asbestos. 4) Riwayat penyakit keluarga Biasanya keluarga pasien mempunyai riwayat penyakit kanker paru – paru/tumor mediastinum. c. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan Kaji bagaimana pesepsi klien terhadap penyakitnya, apa ari sehat dan sakit buat pasien, bagaimana pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
b) Pola nutrisi - Kaji bagaimana masukan atau intake makanan pasien. - Kaji
bagaimana
nafsu
makan
pasien
dan
hal
yang
mempengaruhi nafsu makan klien. - Kaji makanan favorit pasien, makanan yang dibenci dan makanan yang dapat membuat pasien alergi. - Kaji apakah pasien menggunakan suplemen penambah nafsu makan atau penggunaan obat diet. - Kaji perubahan berat badan sebelum dan sesudah sakit. - Kaji terjadinya mual muntah, nyeri tekan abdomen, diet purin dan ketidakadekuatan intake cairan, distensi abdomen dan penurunan bunyi bising usus (<5x/i)
c) Eliminasi dan cairan klien - Kaji pola output urine pasien beupa frekuensi , warna dan bau urine - Kaji apakah ada gangguan saat berkemih, seperti rasa terbakar, oliguria, hematuria atau pola berkemih berubah.
- Kaji
pola
defekasi
pasien,
seberapa
sering,
warna
dan
karakteristiknya apakah keras, padat, cair atau lunak. - Kaji penggunaan alat bantu berkemih dan defekasi - Kaji riwayat infeksi saluran kemih kronis
d) Aktivitas/latihan - Kaji aktivitas klien sebelum sakit, apa pekerjaan pasien, aktivitas seperti apa yang biasa dilakukan sebelum sakit - Kaji keterbatasan klien dalam melakukan aktivitas
e) Tidur dan Istirahat - Kaji pola tidur pasien, berapa lama tidur dan nyenyak atau tidak. - Kaji kebiasaan klien sebelum tidur, kebiasaan jam bangun dan jam tidur dan apakah ada gangguan tidur karena penyakit.
f)
Kognitif dan Persepsi
- Kaji kemampuan pasien dalam menulis, membaca dan mendengar.
- Kaji apakah ada penggunaan alat bantu mendengar dan lihat.
g) Persepsi Diri- Konsep Diri - Kaji bagaimana gambaran siri klien. - Kaji bagaimana pasien memandang dirinya saat sebelum dan sesudah sakit. - Kaji apakah ada hal yang membebani pasien - Kaji apakah pasien sering merasa cemas, takut dan depresi akan penyakitnya. h) Peran – Hubungan - Kaji apa pekerjaan klien - Kaji hubungan klien dengan teman kerja, keluarga dan lingkunag sekitar rumah. - Kaji peran klien dalam keluarga - Kaji keadaan ekonomi dan kegiatan sosial klien sebelum dan sesudah sakit
i)
Seksualitas dan Reproduksi
- Kaji hubungan klien dengan pasangan (jika sudah menikah) - Kaji apakah saat melakukan hubungan seks dengan pasangan menggunakan alat pelindung atau tidak. - Kaji Adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan seksualitas pasien sebelum dan sesudah sakit
j)
Koping – Toleransi Stress
- Kaji bagaimana visi klien setelah sembuh - Kaji apa yang ingin pasien capai setelah sembuh - Kaji koping stress pasien.
k) Nilai- Kepercayaan - Kaji agama atau keyakinan klien. - Kaji ketaataan pasien terhadap keyakinannya.
- Kaji sejauh mana keyakinan pasien merubah pandangan pasien terhadap penyakitnya
d. Pemeriksaan Fisik a) Keadaan Umum Kaji bagaimana tingkat kesadaran klien. Tingkat kesadaran berdasarkan GCS dengan kriteria :
Compos mentis
Somnolen
Stupor
Apatis
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu c) Pemeriksaan head to toe 1. Kepala : bagaimana bentuk kepala pasien, adanya oedema atau tidak, ada lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak. 2. Wajah : Ada kemerahan atau tidak, adanya jerawat atau minyak pada muka.
3. Mata : I: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada kotoran atau tidak, Konjungtiva : Anemis, Sklera ikterik atau tidak, Pupil Tidak dilatasi (isokor). 4. Hidung: I: apakah simetris atau tidak, ada sekret atau tidak ada, ada pernafasan cuping hidung atau tidak P: ada polip atau tidak,. 5. Mulut : I: lihat bagaimana kelembaban mukosa bibir, dan apakah pucat atau tidak. 6. Telinga: I: simetris kiri dan kanan, apakah ada serumen atau tidak. 7. Leher : Pa: raba apakah ada pembesaran kelenjar tyroid (getah bening) atau tidak, pembesaran vena jugularis (distensi vena jugularis) atau tidak. 8. Thorax a. Paru – paru Inspeksi
: pergerakan dada simetris atau tidak
Palpasi
: apakah ada nyeri saat ditekan atau tidak
Perkusi
: apakah bunyi yang dihasilkan sonor atau tidak
Auskultasi
: Tidak ada suara tambahan
b. Jantung Inspeksi
: normalnya :Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: normalnya : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5 midclavicula
Perkusi
: Normalnya : Pekak
Auskultasi
: Irama teratur dan tidak ada bunyi suara tambahan
9. Abdomen a. Inspeksi
: Tidak simetris, dan edema, striae
b. Palpasi
: Nyeri tekan
c. Perkusi
: Suara redup
d. Auskultasi : adanya Bising usus 10. Ekstremitas
: apakah ada hambatan dalam beraktivitas atau tidak, ada nyeri atau tidak, ada oedema atau tidak, ada kekakuan atau tidak.
11.Integument
: Normalnya : Turgor kulit baik, kulit tidak kemerahan, terdapat bulu halus.
12. Genitalia
: apakah genitalia bersih atau tidak, terpasang
kateter atau tidak
2. PERUMUSAN DIAGNOSA NANDA, NOC, NIC
No 1
NANDA Ketidak efektifan nafas
NOC pola NOC :
ekspansi paru
Definisi
:
NIC :
penurunan Status
b.d
Respirasi: Manajemen Jalan nafas
ventilasi Status
Inspirasi
NIC
atau
o Membuka jalan nafas dengan respirasi:
Kepatenan
Jalan
Nafas ekspirasi yang tidak memberi Tanda-tanda Vital ventilasi
Kriteria Hasil :
teknik chin lift atau jaw thrust (bila perlu) o Atur posisi pasien dalam memaksimalkan ventilasi. o Identifikasi pasien jika perlu dilakukan pemasangan alat
Batasan Karakteristik: Perubahan
v
kedalaman
Mendemonstrasikan batuk
efektif
dengan
suara nafas yang besih, bernafas Perubaham ekskursi dada tidak ada sianosis dan Mengambil posisi tiga dyspneu ( mamou titik Bradipneu mengeluarkan Penurunan tekanan septum,mampu
jalan nafas buatan. o Lakukan fisioterapi dada bila perlu o Keluarkan
secret
dengan
batuk efektif atau suction. o Auskultasi adanya suara nafas tambahan o Pemberian bronkodilator
ekspirasi Penurunan
se bernafas dengan mudah,
ventilasi
tidak ada pursed lips) menit Penurunan kapsitas vital v Menunjukkan jalan nafas Dipneu Peningkatan diameter yang paten ( klien tidak
(bila perlu) o Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan o Monitoring nafas
merasa tercekik, irama anterior posterior Pernapasan cuping hidung nafas, frekuensi Ortopneu Fese ekspirassi pernafasan dalam memanjang Pernapasan bibir Takipneu Penggunaan
faktor
respirasi pasien dan status O2 pasien.
rentang normal, tidak Terapi Oksigen ada suara abnormal) otot v Tanda- tanda vital dalam
eksesorius untuk bernapas Faktor
atau
rentang normal(tekanan
yang darah, nadi, pernafasan)
o Bersihkan hidung, mulut dan secret bila ada o Pertahankan Pertahankan
berhubungan :
Ansietas Posisi tubuh Defomitas tulang Defomitas dinding dada Keletihan Hiperventilasi Sindrom hipoventilasi Gangguan
muskuloskeletal Kerusakan neurologis Imaturitas neurologis Disfungsi neuromuskular Obesitas Nyeri Keletihan otot pernafasan cedera medula spinalis
o o o o
kepatenan jalan
nafas
hankayang paten Atur peralatan oksigen Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Observasi adanya tanda –
tanda hiperventilasi o Monitor adanya kecemasan pasien terhadan oksigenasi
Monitoring TTV o Monitor Tekanan Darah ,nadi ,suhu, dan pernafasan o Catat adanya fluktuasi tekanan darah. o Monitor TD,
nadi,
pernafasan, sebelum, selama, dan setelah aktivitass o Monitor kualitas dari nadi o Monitor frekuensi dan irama pernafasan o Monitor suara paru o Monitor pola pernafasan abnormal o Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit o Monitor sianosis perifer o Monitor adanya cushing triad(tekanan
nadi
yang
melebar, bradikardi,peningkatan sistolik) o Identifikasi penyebab dari perubahan tanda tanda vital. 2
Ketidakefektifan pembersihan
jalan
NOC: nafas o Status
b.d obstruksi jalan nafas.
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi
Airway Suction respirasi
ventilasi o Status respirasi kepatenan
: o Pastikan
trakeal suctioning : o Auskultassi suara
jalan
nafas
untuk
batuk
dan
/
nafas sesudah
kluarga tentang suctioning o Minta pasien nafas dalam
Kriteria Hasil:
mempertahankan kiebersihan o Mendemonstrasikan jalan nafas.
sebelum
oral
suctioning o Informasikan pada klien dan
atau obstruksi dari saluran pernafasan
kebutuhan
efektif
dan
sebelum suction dilakukan o Berikan O2 dengan menggunakan
nasal
untuk
Batasan Karakteristik :
Tidak ada batuk Suara napas tambahan Perubahan frekuensi napas Perubahan irama napas Sianosis Kesulitan berbicara atau
mengeluarakan suara Penurunan bunyi napas Dipsneu Sputum dalam jumlah yang
berlebihan Batuk yang tidak efektif Orthopneu Gelisah Mata terbuka lebar
Faktor Yang berhubungan: Lingkungan:
suara
nafas
bersih,
yang
tidak
ada
sianosis
dan
Perokok pasif Pengisap asap Merokok Obstruksi jalan nafas: Spasme jalan nafas Mokus dalam jumlah
berlebihan Eksudat dalam jalan alveoli Mareti asing dalam jalan nafas Adanya jalan nafas buatan Sekresi bertahan/sisa o
sekresi Sekresi dalam bronki Fisiologis: Jalan nafas alergik Asma
suction
nasotrakeal o Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan o Anjurkan passien
dyspneu(mampu
untuk
mengelurkan
istirahat dan nafass dalam
sputum,mampu
setelah kateter dikeluarkan dari
bernafas
dengan
nasotrakeal o Monitor status oksigen pasien mudah,tidak ada suara o Ajarkan keluarga bagaimana nafas abnormal) cara melakukan suction o Menunjukkan jalan o Hentikan suction dan berikan nafas
yang
paten
oksigen
apabila
( klien tidak merasa
menunjukkan
tercekik,
bradikardi,peningkatan
irama
nafas,frekuensi o
memfasilitassi
pernafasan
pasien
saturassi O2 ,dll. dalam
rentang normal,tidak Manajemen jalan nafas ada
suara
nafas o Buka jalan nafas, gunakan
abnormala) o Mampu
teknik chin lift atau jaw thrust
mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang
dapat
menghambat
bjalan
nafas
bila perlu o Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan o Pasang mayo bila perlu o Lakukan fisioterapi dada jika
Penyakit
paru
perlu o Keluarkan sekret dengan batuk
obstruktif
kronik Hiperplasihiperplasi
atau suction o Auskultassi suara nafass , catat
dinding bronkial Infeksi Disfungsi neuromuskular
adanya suara tambahan o Lakukan suction pada mayo o Berikan bronkodilator bila perlu o Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab o Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan o Monitor rspirasi dan status O2 3
Nyeri akut b.d agen cidera - Kontrol nyeri biologi
a. Manajemen nyeri
Indikator :
Aktifitas :
Menilai
faktor o Lakukan penilaian nyeri secara
penyebab Monitor untuk
komprehensif TTV
memantau
perawatan Menilai
gejala
nyeri - Tingkat kenyamanan Indikator : Melaporkan
lokasi,
dimulai
dari
karakteristik,
dan
penyebab o Kaji ketidaknyamanan
non
verbal o Tentukan dampak nyeri pada kehidupan sehari-hari o Kurangi atau hapuskan faktorfaktor yang mempercepat atau meningkatkan nyeri (seperti
perkembangan ketakutan, fisik Melaporkan
fatique,
membosankan,
sifat
ketiadaan
perkembangan kepuasan Melaporkan kepuasan
pengetahuan) o Ajari untuk teknik
dengan
tingkatan nyeri - Tingkatan nyeri Melaporkan nyeri Persen respon tubuh Frekuensi nyeri
menggunakan
non
farmakologis
(seperti biofeedback, TENS, hypnosis, musik,
relaksasi, distraksi,
terapi terapi
bermain, acupresure, aplikasi hangat/dingin
dan
pijatan)
sebelum, sesudah dan jika memungkinkan selama puncak nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat dan sepanjang nyeri
itu
terjadi
atau
meningkat dan sepanjang nyeri itu masih terukur o Anjurkan untuk istirahat atau tidur
yang
adekuat
untuk
mengurangi nyeri
b. Pemberian analgesik Aktifitas : o Tentukan
lokasi,
karakteristik,mutu intensitas
nyeri
dan sebelum
mengobati klien o Periksa order medis untuk obat
, dosis dan frekuensi yang ditentukan o Cek riwayat alergi obat o Utamakan pemberian secara IV 3. EVALUASI Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan. Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu : - Tujuan tercapai
: Pasien menunjukkan perubahan dengan standar yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian sebagian -
Tujuan
tercapai
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. tidak : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA Alsagaff, H & Abdul, M. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Air Langga University. Burke, D. Healthline (2016). Mediastinal Tumors (Neoplasms). Gersten, T. NIH US National Library of Medicine. MedlinePlus (2016). Mediastinal tumor. Cleveland Clinic. Mediastinal Tumor. Gloria, howard, joanne, Cheryl. 2013. Nursing Intervension Classification ( NIC). Edition 6. Elsivier. Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification 2012 -2014. Oxford : Wiley-Blackwell. Muttaqin A, 2007 , Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Jakarta, Salemba Medika. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2017. Tumor mediastinum (tumor mediastinum non limfoma) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. Diakses Rahmadi,
A,
2010.
Mediastinum
itu
http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-ituapa.htm.
apa?.
Soomor head, marions J.dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification ( NOC ). Edition 5. Elsevier. Syahruddin E, 2011, Sindroma Vena Cava Superior,Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta, http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/SVCS %20Elisna_5_.pdf www.klikpdpi.com/tumormediastinum.pdf.