Influenza Sars Mers Diphteri By An.pptx

  • Uploaded by: Sleeping Beauty
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Influenza Sars Mers Diphteri By An.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,587
  • Pages: 78
INFLUENZA, SARS, MERS, DIPHTERI, PERTUSSIS

Ana Khawarizna Maulida

INFLUENZA

Definisi Influenza yang dikenal sebagai flu adalah penyakit pernapasan yang sangat menular dan disebabkan oleh virus influenza tipe A, B dan bisa juga C.

Epidemiologi Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat. Serangan penyakit ini tercatat paling tinggi pada musim dingin di negara beriklim dingin dan pada waktu musim hujan di negara tropik.

Etiologi Dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B dan C, dibedakan dengan complement fixasion test. 1. Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik. 2. Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan dari tipe A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi. 3. Tipe C adalah tipe yang diragukan patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomixovirus golongan RNA dan berdasarkan namanya sudah jelas bahwa virus ini mempunyai afinitas untuk myxo atau musin.

INF : Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama berupa: 1. antigen S (atau soluble antigen), 2. Hemaglutinin 3. neuramidase.

Patogenesis 1. Transmisi 2. Melekat pada epitel sel hidung dan bronkus (selsel kolumnar yang bersilia) 3. Replikasi dalam beberapa jam (4-6 jam) 4. Pindah-pindah ke sel lain 5. Masa inkubasi (18 jam) 6. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis 7. Hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi

Manifestasi Klinis 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Demam Sakit kepala Batuk Pilek Sakit menelan Suara serak.

INF : a. Pada px fisik tidak dapat ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemia ringan sampai berat pada selaput lendir tenggorok b. Pada px fisik pasien usia dapat ditemukan bunyi napas yang abnormal

Diagnosis 1. Isolasi virus maupun (swab tenggorok/swab hidung) 2. Px serologis (uji fiksasi komplemen atau inhibisi hemaglutinasi) 3. Antibodi fluoresence yang khusus tersedia untuk tipe virus influenza A. 4. PCR dan RT-PCR

Avian Influenza Uji Konfirmasi : 1. Kultur dan identifikasi virus H5N1. 2. Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5. 3. Uji serologi : a. b.

c.

Imunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal Influensa A H5N1. Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influensa A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi. Uji penapisan :

a). Rapid Test untuk mendeteksi Influensa A. b). HI Test dengan darah kuda untik mendeteksi H5N1. c). Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mndeteksi H5N1.

Px lain 1. Hematologi : hemoglobin, lekosit, trombosit, hitung jenis lekosit, total limfosit. 2. Kimia : albumin/globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase, analisa gas darah 3. CXR

Tata Laksana Oseltamivir 2x75 mg sehari selama 5 hari akan memperpendek masa sakit dan mengurangi keperluan tambahan antimikroba untuk infeksi bakteri sekunder

Avian Influenza 1. Istirahat 2. peningkatan daya tahan tubuh 3. Pengobatan antiviral (Zanamivir (relenza) atau Oseltamivir (tamiflu) 2 x 75 mg selama 1 minggu (WHO)) 4. Pengobatan antibiotik 5. Perawatan respirasi 6. Antiinflamasi 7. Imunomodulator Sebagai profilaksis, bagi mereka yang berisiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama 7 hari sampai 6 minggu

Komplikasi 1. Pneumonia influenza primer 2. Pneumonia bakterial sekunder

Pencegahan 1. Vaksin influenza mengandung virus subtipe A dan B. Diberikan 0,5 ml subkutan atau intramuskuler. 2. Nasal spray flu vaccine (live attenuated influenza vaccine), digunakan untuk pencegahan flu pada usia 5-50 tahun dan tidak sedang hamil

Golongan yang memerlukan imunoprofilaksis ini antara lain: 1. Pasien berusia diatas 65 tahun. 2. Pasien dengan penyakit yang kronik seperti cardiovasculer, pulmonal, renal, metabolik (termasuk diabetes melitus), anemia berat dan pasien imunocompromise. 3. Pegawai yang bertugas di unit darurat medis di rumah sakit.

Prognosis 1. Dubia et bonam 2. Sikon pasien

SARS

Definisi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau translasinya penyakit pernapasan akut berat adalah sekumpulan gejala klinis yang berat oleh karena infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh Corona virus.

Epidemiologi

Etiologi • Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus yang besar, dan mempunyai selubung (envelope) • Selubung virus ini dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan yang panjang berbentuk daun bunga (petal) • Genom RNA coronavirus ini mempunyai ukuran 27-32 kb dan merupakan genom yang terbesar di antara semua virus yang ada. Genom virus ini beruntai tunggal (single-stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid helikal yang fleksibel dan panjang. • Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein yang terbentuk dari penggembungan membran intraseluler

Patofisiologi Patogenesis SARS terdiri dari 2 macam fase: Fase 1 Terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini melibatkan proses akut yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan adanya infiltrasi dari sel-sel inflamasi serta oedema dan pembentukan membran hialin.

Fase 2 Fase ini dimulai tepat setelah fase pertama selesai (setelah 10 hari). Fase ini ditandai dengan perubahan 1. DAD eksudatif menjadi DAD yang terorganisir. Pada periode ini didapati metaplasia sel epitel skuamosa bronchial, bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding lumen alveolus. 2. tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan perbesaran nucleus dan nucleoli yang eosinofilik. 3. adanya sel raksasa dengan banyak nucleus (multinucleated giant cell) dalam rongga alveoli

Manifestasi Klinis Gejala Prodromal (inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-7 hari) dan manifestasi umum • Demam > 38ºC • Myalgia • Menggigil • Rasa kaku di tubuh • Batuk non produktif • Nyeri kepala dan pusing • Malaise

• Manifestasi pernapasan (batuk kering, sesak napas, 20-25% ARDS) • Manifestasi pencernaan (20% pasien SARS mengalami diare pada kedatangan pertama dan 70% dari jumlah tersebut tetap mengalami gejala ini selama masa perjalanan penyakitnya) • Manifestasi lain (25% pasien SARS mengalami peningkatan SGPT pada kedatangan pertama)

Diagnosis 1. Laboratorium mempunyai kemampuan ilmiahnya yang menonjol, memiliki fasilitas biosafety level III, dan dapat menyumbangkan perangkat uji (battery of tests) dan eksperimen yang diperlukan untuk dapat memenuhi postulat Koch dalam mengidentifikasi suatu penyakit 2. Gambaran darah Pada waktu permulaan penyakit, jumlah absolut limfosit seringkali menurun 3. Radiologi Beberapa gambar radiologis dari penderita SARS stadium lanjut juga memperlihatkan daerah- daerah paru yang mengalami konsolidasi.

4. Tes Diagnostik (i) tes antibodi dengan enzyme liked immunosorbent assay (ELISA) (ii) tes antibodi dengan immunofluorescence assay (IFA) (iii)metode polymerase chain reaction (PCR) untuk deteksi virus.

Tata Laksana Penatalaksanaan kasus suspek SARS : a. Kasus dengan gejala SARS melewati triase (petugas sudah memakai masker N95).Untuksegera dkirim ke ruangan pemeriksaan atau bangsal yang sudah disiapkan. b. Berikan masker bedah pada penderita. c. Petugas yang masuk ke ruangan pemeriksaan sudah mamakai penggunaan alat proteksi perorangan (PAPP). d. Catat dan dapatkan keterangan rinci mengenai tanda klinis, riwayat perjalanan, riwayat kontak termasuk riwayat munculnya gangguan pernapasan pada kontak 10 hari sebelumnya. e. Pemeriksaan fisis f. Lakukan pemeriksaan foto thoraks dan darah tepi lengkap g. Bila foto thoraks normal, lihat adakah indikasi rawat atau tetap di rumah, anjurkan untuk melakukan kebershinan diri, tidak masuk kantor/ sekolah dan hindari menggunakan angkutan umum selama belum sembuh. h. Pengobatan di rumah : simpotmatik , antibiotik bila ada indikasi, vitamin dan makanan bergizi. i. Apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter. j. Bila foto thoraks menunjjukan gambaran infiltrate 1 sisi atau 2 sisi paru dengan atau tanpa infiltrat intersitial, lihat penatalaksanaan kasus probable.

Penatalaksanaan kasus probable SARS a. Rawat di Rumah Sakit dalam ruang isolasi dengan kasus sejenis. b. Pengambilan darah untuk : darah tepi lengkap, fungsi hati, kreatin fosfokinase, urea, elektrolit, C reaktif protein. c. Pengambilan sample untuk membedakan dari kasus penumonia tipikal/ atipikal lainnya : 1. Pemeriksaan usap hidung dan tenggorokan 2. Biakan darah, serologi 3. Urine d. Pemantauan darah 2 hari sekali. e. Foto thoraks daiulang sesuai indikasi klinis f. Pemberian pengobatan, lihat penatalaksaan terapi kasus SARS

Suspect SARS 1. Observasi 2 X 24 jam, perhatikan : • Keadaan umum • Kesadaran • Tanda vital 2. Terapi suportif 3. Antibiotik • Amoksisilin atau amoksilin + anti β laktamase oral ditambah Macrolide generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin)

Probable SARS Ringan / Sedang 1. Terapi suportif 2. Antiabiotik Golongan betalaktam + anti betalaktamase (IV) ditambah makrolid generasi baru secara oral ATAU Sefalosporin generasi ke 2 atau ke 3 (IV) ditambah makrolid generasi baru

ATAU Fluorokuinolon respirasi (IV) : Moxifloxacin, Levofloxacin, Gatifloxacin

Pencegahan Pengendalian SARS menurut DepKes RI ditetapkan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Identifikasi dini kasus SARS, kontak dan kasus tambahan Menetapkan besarnya masalah Identifikasi daerah dan populasi berisiko tinggi Mencegah transmisi di masyarakat Melaksanakan prosedur pengamanan unit pelayanan (petugas dan pengunjung) Penetapan prosedur pengamanan keluarga dan masyarakat Penyebaran informasi epidemiologi SARS

Prognosis 1. Gejala klinis terlihat lebih ringan dan terjadi dalam jangka waktu yang lebih singkat pada pasien < 12 tahun. 2. Dubia et malam

MERS

Definisi MERS adalah singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome yang merupakan penyakit saluran pernapasan disebabkan oleh coronavirus yang juga disebut MERSCoV. Pertama kali dilaporkan terjadi di Arab Saudi pada tahun 2012.

Epidemiologi Middle East Respiratory Syndrome coronavirus (MERS-COV) pertama kali dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia pada bulan April 2012 . Sampai 5 Febuari 2015, dilaporkan sebanyak 971 kasus (laboratory-confirmed) infeksi MERS-CoV pada manusia di Timur Tengah, dimana 356 diantaranya meninggal (WHO)

Etiologi MERS terjadi disebabkan infeksi virus MERS-COV yang merupakan beta coronavirus disebut juga novel coronavirus atau nCOV, virus ini berbeda dengan jenis cornavirus lainnya yang sebelumnya telah ditemukan pada manusia. Virus ini memilki spike glycoprotein yang bekerja pada reseptor sel target Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP4)

Patofisiologi 1. Berikatan dengan dengan reseptor sel target yaitu Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP4) 2. MERS-CoV bereplikasi pada sel-sel tidak bersilia terutama pada saluran pernafasan manusia 3. Inkubasi (2-14 hari)

Klasifikasi Based of WHO 1. Underinvestigated case a. dengan ISPA (demam (≥38°C) atau ada riwayat demam, batuk, pneumonia) b. dengan ISPA ringan sampai berat, probable case 2. Kasus probable 3. Kasus konfirmasi

Manifestasi Klinis

Symptoms of Middle East respiratory syndrome in Saudi cases (Assiri, 2013)

Diagnosa 1. Seseorang dengan infeksi saluran pernapasan akut, termasuk demam ( ≥ 38 ° C, 100.4° F) dan batuk 2. Kecurigaan penyakit parenkim paru ( misalnya , pneumonia atau sindrom gangguan pernapasan akut berdasarkan bukti klinis atau radiologis konsolidasi 3. Sebelumnya melakukan perjalanan ke Arab atau negara-negara tetangganya dalam waktu 10 hari 4. RT-PCR (Reverse Transcription PCR), digunakan secara langsung pada sediaan klinis, contohnya respiratory swabs

Tata Laksana 1. Deteksi 2. Kesiapan pemerintah (BNP2TKI, Kemenlub, Kemenag, dan lain-lain tentang kesiapsiagaan menghadapi MERS-CoV)

.

1. Terapi oksigen pada pasien ISPA berat – Berikan terapi oksigen pada pasien dengan tanda depresi napas berat, hipoksemia (SpO2 <90%) atau syok. – Mulai terapi oksigen dengan 5 L/ menit lalu titrasi sampai SpO2 ≥ 90% pada orang dewasa yang tidak hamil dan SpO2 ≥ 92-95% pada pasien hamil. – Pulse oximetry, oksigen, selang oksigen dan masker harus tersedia di semua tempat yang merawat pasien ISPA berat 2. 3. 4. 5.

Antibiotik empirik untuk mengobati gejala pneumonia Management cairan Belum ada vaksin yang tersedia untuk MERS CoV Pemantauan secara ketat

Pencegahan

Langkah – langkah Pengendalian Infeksi (Kementrian Kesehatan RI, 2013)

Komplikasi 1. 2. 3. 4. 5.

ARDS Sepsis Syok septik Pneumoni Gagal ginjal

DIPTHERI

Definisi Difteri tonsil faring adalah radang akut pada tonsil sampai mukosa faring yang disebabkan kuman corynebacterium diphtheriae. Yang sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

Epidemiologi Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun secara mencolok setelah penggunaan toksoid difteri secara meluar. Umumnya masih tetap terjadi pada individuindividu yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak mendapatkan imunisasi primer).

Etiologi 1. Corynebacterium diphteriae merupakan basil gram (+) tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk batang pleomorfis 2. Organisme tersebut paling mudah ditemukan pada media Tellurite 3. Koloni-koloni Corynebacterium diphteriae berwarna putih kelabu pada medium Loeffler 4. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas

Patofisiologi 1. Kuman masuk melalui mukosa/kulit 2. Produksi toksin (molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas/cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B (carboxyterminal) yang disatukan dengan ikatan disulfida) yang merembes ke sekeliling 3. Menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah 4. Toksin diphtheria mula mula menempel pada membran sel dengan bantuan fragmen B dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan inaktivasi enzim translokase 5. Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat jalan nafas. gangguan pernafasan

Manifestasi Klinis 1. Gejala umum (kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan) 2. Gejala lokal (tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk semu, ada bull neck atau disebut juga Burgermeester’s hals. 3. Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.

Diagnosis 1. Didapatkan Corynebacterum diphteriae 2. Identifikasi secara fluorescent antibody technique 3. Isolasi C, diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler 4. Tes toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek) 5. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Tata Laksana •Bila kultur (-)/Schick test (-) : bebas isolasi •Bila kultur (+)/Schick test (-) : pengobatan carrier •Bila kultur (+)/Schick test (+)/gejala (-) : anti toksin diphtheria + penisilin •Bila kultur (-)/Shick test (+) : toksoid (imunisasi aktif).

1. Anti Diphteria Serum (ADS) Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis diphtheria. Sebelumnya harus dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva dahulu. Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara tetesan dalam larutan 200 ml dalam waktu kira-kira 4-8 jam. 2. Antimikrobal Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari. 3. Kortikosteroid Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari. 4. Tonsilektomi

Komplikasi 1. Anestesi 2. Bedah 3. Lain (dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia)

Prognosis tergantung kepada • Virulensi kuman • Lokasi dan perluasan membrane • Kecepatan terapi • Status kekebalan • Umur penderita,karena makin muda umur anak prognosis makin buruk. • Keadaan umum penderita, misalnya prognosisnya kurang baik pada penderita gizi kurang • Ada atau tidaknya komplikasi

PERTUSSIS

Definisi Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari

Epidemiologi • Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan • Pertusis adalah penyakit endemik dengan siklus endemik setiap 3-4 tahun • Terbanyak terdapat pada umur 1-5 tahun, umur penderita termuda ialah 16 hari.

Etiologi • Bordetella pertusis atau Haemoephilus pertusis, adenovirus tipe 1, 2, 3, dan 5 dapat ditemukan dalam traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urinarius • Gram negatif aerob minotil kecil dan tidak membentuk spora dengan pertumbuhan yang sangat rumit dan tidak bergerak. Bisa didapatkan dengan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis dan kemudian ditanam pada agar media Bordet – Gengou

Patofisiologi 1. Sekresi udara pernapasan kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. 2. Perlekatan 3. Perlawanan terhadap mekanisme pertahanan 4. Kerusakan lokal dan akhirnya timbul penyakit sistemik

Manifestasi Klinis Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembangan melalui 3 tahapan 1. Tahap catarrhal (7-10 hari) 2. Tahap paroxismal (10-14 hari) 3. Tahap convalescence (4-6 minggu)

Diagnosis 1. 2. 3. 4.

Anamnesis Px fisik Px lab (limfosit, isolasi bakteri, ELISA) Px Penunjang (CXR)

Tata Laksana 1. Agen Antimikroba (Eritromisin, 40-50 mg/kg/24 jam, secara oral dalam dosis terbagi empat (maksimum 2 g/24 jam) selama 14 hari ) 2. Salbutamol 3. Kortikosteroid

Pencegahan 1. Imunisasi 2. Kontak dengan penderita

Komplikasi 1. 2. 3. 4.

TBC Atelektasis Panas tinggi Kejang-kejang oleh karena hiponatremia yang sekunder terhadap Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretic Hormone (SIADH

Prognosis Angka kematian karena pertussis telah menurun menjadi 10/1000 kasus. Rasio kasus kematian bayi < 2 bulan adalah 1,8 % selama tahun 2000-2004 di USA. Persentase rawat inap pada dewasa sebesar 3 % (12% dewasa tua).

ANTIBIOTIK

Related Documents

Sars
November 2019 15
Sars
June 2020 21
Sars
December 2019 16
Sars
December 2019 19
Sars
November 2019 15

More Documents from ""

Fisika Gelombang.docx
December 2019 23
Gagasan.docx
December 2019 21
Bekal Makanan.docx
December 2019 20
Hum 1 Ana.docx
December 2019 20