BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebanyakan perempuan pemberitahuan dari waktu ke waktu bahwa mereka memiliki cairan dari vagina. Ini adalah proses normal yang menjaga daerah mukosa vagina lembab. Tetapi tidak hanya itu daerah vagina yang lembab bias merubah sarang berkumpulnya bakteri-bakteri, jamur, serta virus yang bisa dengan mudah hidup di daerah tersebut dan bisa menimbulkan penyakit, seperti yang terdapat di daerah vagina yang biasa disebut vaginosis bakterialis. Vaginosis bakterialis adalah diagnosis masalah ginekologis yang paling sering terjadi di pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bacterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal. Vaginitis terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya mikroorganisma
pathogen
atau
perubahan
lingkungan
vagina
yang
memungkinkan mikroorganisma pathogen berkembang baik/berproliferasi. Pemeriksaan untuk vaginitis meliputi penilaian risiko dan pemeriksaan fisik, dengan focus perhatian pemeriksaan pada adanya dan karakteristik dari discharge vagina. Pemeriksaan laboratarium diantaranya: metode sediaan basah garam fisiologi (Wet Mount) dan KOH, pemeriksaan PH discharge vagina dan “whiff” test. Pengobatan untuk vaginosis bacterial adalah metronidazole (Am Fam Physician 2000;62:1095-104.) Vaginitis adalah masalah ginekologis yang paling banyak dihadapi oleh dokter yang memberi pelayanan terhadap perempuan. Pembuatan diagnosis yang akurat bias sangat sulit, yang menyebabkan upaya pengobatan juga kompleks. Terlebih lagi, adanya obat yang dijual bebas menaikkan angka kemungkinan pemberian pengobatan yang tidak sesuai untuk vaginitis. Angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak diketahui pasti, sebagian besar karena kondisi-kondisi ini sering didiagnosis sendiri dan diobati sendiri oleh penderita. Selain itu, vaginitis bacterial sering tidak menimbulkan gejala
1
(asimptomatis) atau disebabkan oleh lebih dari satu organisme penyebab. Kebanyakan ahli meyakini bahwa sampai sekitar 90% kasus vaginitis disebabkan oleh vaginosis bacterial, kandidiasis vulvovaginal dan trikomoniasis. Penyebab non-infeksi termasuk vaginal atrophy, alergi dan iritasi kimiawi. Penyebab tersering vaginitis
adalah bacterial
vaginosis,
kandidiasis
vulvovaginal,
trikomoniasis, atropi vaginal, alergi dan iritasi kimiawi. Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005). Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Da Ros, 2008). Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki- laki dan perempuan usia 15- 49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV, virus herpes, human
2
papilloma virus, dan virus hepatitis B (WHO, 2007). Selain sifilis dan gonore , infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena peningkatan angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sampai dengan Desember 2008, pengidap HIV positif yang terdeteksi adalah sebanyak 6.015 kasus. Sedangkan kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110 kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara sendiri, dari 12.855.845 jumlah penduduk yang tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita infeksi menular seksual (Depkes, 2008). Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi problem tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan dewasa muda, terutama perempuan, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual. Perempuan dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. 1.2.Rumusan Masalah A. Bagaimana anatomi fisiologi pada system reproduksi perempuan? B. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien penderita vaginosis bakterialis? C. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien penderita penyakit menular seksual? 1.3.Tujuan A. Menjelaskan anatomi fisiologi pada system reproduksi perempuan
3
B. Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada pasien penderita vaginosis bakterialis C. Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada pasien penderita penyakit menular seksual
1.4.Manfaat A. Mahasiswa keperawatan mampu memahami anatomi fisiologi pada system reproduksi perempuan B. Mahasiswa keperawatan mampu memahami proses asuhan keperawatan pada pasien penderita vaginosis bakterialis C. Mahasiswa keperawatan mampu memahami proses asuhan keperawatan pada pasien penderita penyakit menular seksual
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1.Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Perempuan 2.1.1. Anatomi Sistem Reproduksi Perempuan A. Anatomi organ eksterna perempuan (Genetalia Eksterna) 1. Mons Veneris Daerah yang menggunung di atas simfisis, yang akan ditumbuhi rambut kemaluan (pubis) apabila perempuan berangkat dewasa. Rambut ini membentuk sudut lengkung (pada perempuan) sedang pria membentuk sudut runcing ke atas. 2. Labia Mayora Berada pada kanan dan kiri, berbentuk lonjong, yang pada perempuan menjelang dewasa di tumbuhi rambut lanjutan dari mons veneris.bertemunya labia mayora membentuk komisura posterior. 3. Labia Minora Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu. Merupakan suatu lipatan kanan dan kiri bertemu diatas preputium klitoridis dan dibawah klitoris. Bagian belakang kedua lipatan setelah mengelilingi orifisium vagina bersatu disebut faurchet (hanya nampak pada perempuan yang belum pernah melahirkan). 4. Klitoris Identik dengan penis pria, kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabe rawit dan ditutupi frenulum klitorodis. Glans klitoris berisi jaringan yang dapat berereksi, sifatnya amat sensitif karena banyak memiliki serabut saraf. 5. Vestibulum Merupakan rongga yang sebelah lateral dibatasi oleh kedua labia minora, anterior oleh klitoris dan dorsal oleh faurchet. Pada
5
vestibulum juga bermuara uretra dan 2 buah kelenjar skene dan 2 buah kelenjar bartholin, yang mana kelenjar ini akan mengeluarkan sekret pada waktu koitus. Introitus vagina juga terdapat disini. 6. Hymen Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina, biasanya berlubang membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata, atau fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau hymen imperforata. Hymen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin (hymen ini disebut karunkulae mirtiformis). Lubang-lubang pada hymen berfungsi untuk tempat keluarnya secret dan darah haid. 7. Perineum Terletak diantara vulva dan anus, panjang sekitar 4 cm. 8. Vulva Bagian dari alat kandungan yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri diatas labia minora, sampai ke belakang di batasi perineum.
6
7
B. Anatomi organ reproduksi interna perempuan (Genetalia Interna) Terdiri dari : 1. Vagina (liang kemaluan) Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan rahim, terletak diantara kandung kencing dan rectum. Dinding depan vagina panjangnya 7-9 cm dan dinding belakang 9-11 cm. dinding vagina berlipat-lipat yang berjalan sirkuler dan disebut rugae, sedangkan ditengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri dari 3 lapisan yaitu : lapisan mukosa yang merupakan kulit, lapisan otot dan lapisan jaringan ikat. Berbatasan dengan serviks membentuk ruangan lengkung, antara lain forniks lateral kanan kiri, forniks anterior dan posterior. Bagian dari serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Suplai darah vagina diperoleh dari arteria uterina, arteria vesikalis inferior, arteria hemoroidalis mediana san arteria pudendus interna. Fungsi penting vagina adalah : a. Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari Rahim b. Alat untuk bersenggama c. Jalan lahir pada waktu bersalin 2. Serviks Bagian yang menghubungkan antara vagina dan uterus, serviks memiliki beberapa bagian yaitu : a. Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan portio. b. Pars supravaginalisservisis uteri adalah bagian serviks yang terdapat diatas vagina. Saluran yang terdapat di serviks dikenal kanalis servikalis berbentuk saluran dengan panjang 2.5 cm. pintu saluran serviks
8
sebelah dalam disebut dengan ostium uteri internum dan bagian luar disebut dengan ostium uteri eksternum. 3. Uterus Uterus berbentuk seperti buah alpukat, sebesar telur ayam yang berongga, dindingnya terdiri dari otot polos. Uterus berukuran panjang 7 – 7,5 cm, lebar 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. secara fisiologis uterus dalam keadaan anteversiofleksi (serviks kedepan dan memebentuk sudut dengan vagina, demikian juga korpus uteri kedepan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). Uterus terdiri dari: a. Endometrium, terdiri dari epitel kubik, kelenjar – kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah. Endomeptrium melapisi seluruh cavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid perempuan. b. Miometrium yang terdiri dari otot polos c. Perimetrium. Lapisan otot polos sebelah dalam berbentuk sirkuler, bagian tengah berbentuk obliq dan bagian luar berbentuk longitudinal, seluruh lapisan ini sangat penting dalam persalinan karena setelah plasenta lahir bagian ini berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah. 4. Tuba Falopii Pangkal tuba falopii terletak di fundus uteri, terdiri dari: a. Pars interstisialis yang terletak di pangkal tuba. b. Pars ismika merupakan baguan yang agak melebar, sebagai tempat konsepsi. c. Infudibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen
dan
mempunyai
fimbria
yang
berfungsi
9
menangkap telur yang sudah matang untuk dibawa ke dalam tuba. Otot dinding tuba bagian luar berbentuk longitudinal dan bagian dalam berbentuk sirkuler. Dalam saluran tuba terdapat selaput yang berlipat – lipat dengan sel yangbersekresi dan bersilia yang berfungsi untuk menyalurkan telur hasil konsepsi kedalam kavum uteri. 5. Ovarium Setiap perempuan memiliki dua ovarium dengan ukuran sebesar ibu jari tangan dengan panjang kira – kira 4 cm, tebal 1,5 cm. Pinggir atasnya berhubungan dengan mesovarium tempat banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Ovarium terdiri dari bagian luar (korteks) dan bagian dalam (medulla). Pada korteks terdapat folikel-folikel primordial kira-kira 100.000 setiap bulan satu folikel akan matang dan keluar, kadang keluar 2 sekaligus secara bersamaan, folikel primer ini akan menjadi folikel de graaf. Pada medulla terdapat pembuluh darah, urat saraf, dan pembuluh lympha. Fungsi ovarium adalah: a. Mengeluarkan hormon estrogen dan progesterone. b. Mengeluarkan telur setiap bulan. 6. Persyarafan Saluran Genetalia Pleksus hipogastrika superior adalah komponen utama dari sistem syaraf otonom yang mensyarafi organ genetalia interna. Syaraf pudenda berawal dari pleksus sakral lalu berjalan bersama arteri dan vena pudenda melalui saluran pudenda untuk menyuplai serabut motorik dan sensorik serta otot dan kulit perineum. 7. Aliran Limfatik Vulva dan 1/3 distal vagina disuplai serangkain saluran limfatik anatomotik yang bersatu untuk mengalir terutama menuju kelenjar getah beninginguinal superficial. Aliran limfatik dari 2/3
10
atas v4g1n4 dan uterus terutama mengarah ke kelenjar getah bening obturatorius, iliaka eksterna ,dan hipogastrik. Aliran limfatik ovarium mengikuti pembuluh ovarium menuju getah bening para aorta.
C. Fisiologi Alat Reproduksi Perempuan Berdasarkan
fungsinya
(Fisiologinya),
alat
reproduksi
perempuan mempunyai tiga fungsi yaitu, Fungsi seksual, fungsi hormonal, fungsi reproduksi yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Fungsi Seksual: a. Alat yang berperan adalah vulva dan vagina. b. Kelenjar pada vulva yang dapat mengeluarkan cairan, berguna sebagai pelumas pada saat senggama c. Selain itu vulva dan vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir. 2. Fungsi Hormonal
11
a. Yang disebut fungsi hormonal ialah peran indung telur dan rahim di dalam mempertahankan ciri organ reproduksi perempaun dan pengaturan haid. b. Perubahan – perubahan fisik dan psikis yang terjadi sepanjang kehidupan perempuan erat hubungan nya dengan fungsi indung telur yang menghasilkan hormon – hormon perempuan yaitu erstrogen dan progesterone. 3. Fungsi Reproduksi a. Tugas reproduksi dilakukan oleh indung telur, saluran telur, dan rahim. b. Sel telur yang setiap bulannya dikeluar oleh kantong telur pada masa subur akan masuk ke dalam saluran telur untuk kemudian bertemu dan menyatu dengan sel benih pria (sprematozoa) membentuk organism baru yang disebut zygote, pada saat iniliah ditentukan jenis kelamin janin dan sifat – sifat genetiknya. c. Selanjutnya zygote akan terus berjalan sepanjang saluran telur dan masuk kedalam rahim. d. Biasanya pada bagian atas rahim zygote akan menanamkan diri dan berkembang menjadi mudigah. e. Mudigah selanjutnya tumbuh dan berkembang sebagai janin yang kemudian akan lahir pada umur kehamilan cukup bulan. Masa subur pada siklus haid 28 hari, terjadi sekitar hari ke empat belas dari hari pertama haid. D. Hormon Pada Fungsi Reproduksi Perempuan 1. FSH (Folicle Stimulating Hormon)
yaitu
berfungsi
untuk
merangsang pertumbuhan folikel pada masa subur. 2. LH (Luteinizing Hormon) yaitu berfungsi untuk meningkatkan produksi progesterone pada letua.
12
3. Prolaktin yaitu berfungsi untuk meningkatkan perkembangan payudara dan sekresi air susu. 4. Esterogen yaitu berfungsi untuk merangsang perkembangan organ kelamin
perempuan
dan
sifat
kelamin
sekunder,
contoh:
pertumbuhan payudar, suara lebih lembut, dll. 5. Progesteron yaitu berfungsi untuk mempersiapkan rahim untuk menerima telur yang sudah dibuahi. 6. Estradiol yaitu berfungsi untuk mengontrol dan mengatur perubahan tubuh perempuan pada waktu puber, pertumbuhan rahim, vagina dan bagian kelamin bagian luar. 2.2.Vaginosis Bakterialis 2.2.1. Definisi Vaginosis Bakterialis Vaginosis bakterialis merupakan salah satu masalah organ reproduksi perempaun yang terjadi akibat terganggunya keseimbangan bakteri di dalam vagina. Gejala utama vaginosis bakterialis adalah flour albus dengan tekstur encer dan berwarna kelabu atau putih. Kadang-kadang flour albus tersebut mengeluarkan bau sangat busuk, terutama setelah penderita melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Selain itu, vaginosis bakterialis juga bisa menyebabkan vagina terasa gatal dan nyeri, serta perih ketika buang air kecil. Namun ketiga gejala tersebut termasuk tidak umum untuk dialami. Vaginosis bakterialis bisa dialami oleh perempuan pada segala usia, meski sebagian besar kasus ini terjadi pada mereka yang masih dalam masa subur. 2.2.2. Penyebab Vaginosis Bakterialis Bakteri yang terdapat di dalam vagina didominasi oleh bakteri lactobacillus, yaitu sekitar 95 persen. Ini merupakan bakteri baik karena membantu membatasi pertumbuhan bakteri-bakteri jahat (salah satunya bakteri anaerob) di dalam vagina dengan cara menjaga keasaman organ tersebut. Namun pada kasus vaginosis bakterialis, jumlah bakteri lactobacillus menjadi lebih sedikit dibandingkan keberadaan bakteri lain. 13
Bakteri yang menyebabkan vaginosis bakterialis adalah : A. Gardnerella vaginalis B. Bakteri batang anerob gram negatif yang termasuk dalam genera 1. Prevotella 2. Porphyromonas dan Bacteroides 3. Peptostreptococcus sp 4. Mycoplasma hominis 5. Ureaplasma urealyticum dan seringkali Mobiluncus sp Bakteri anerob inilah yang memproduksi ensim-ensim yang menimbulkan bau amis tajam pada keadaan vaginosis bakterialis, (Thomason 1991). C. Bacteroides sp. D. Mycoplasma hominis Penyebab perilaku Vaginosis Bakterialis: A. Sering berganti pasangan B. Pembilasan menggunakan
vagina sabun,
yang
terlampau
menyebabkan
sering
menurunnya
dengan jumlah
laktobaksil penghasil hidrogen peroksida yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain khususnya yang berasal dari bakteri anerobik. C. Vagina yang terlalu sering dalam keadaan lembab dan jarang mengganti celana dalam. 2.2.3. Tanda dan Gejala A. Fluor albus yang amat berbau (bau busuk) B. Cairan vagina yang berlebih C. Cairan vagina pada vaginosis bakterial biasanya encer (seperti susu encer) dan berwarna keabu-abuan dan umumnya keluar pasca sanggama
14
sehingga sering mengakibatkan masalah dalam hubungan seksual terutama pada pria. D. Disuria (nyeri saat berkemih) E. Gatal sekitar vulva dan terasa seperti terbakar F. Iritasi vagina, namun terkadang tidak menunjukkan gejala sama sekali. G. Dapat juga timbul kemerahan dan edema pada vulva H. Nyeri abdomen
2.2.4. WOC
15
2.2.5. Tes Diagnostik Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan bila 3 kriteria terpenuhi dari 5 kriteria dibawah ini (Majeroni,1998): A. Cairan vagina yang homogen (jumlah dan warnanya dapat bervariasi B. PH vagina > 4.5, dengan menggunakan phenaphthazine paper(nitrazine paper).
16
C. Uji Amin (+) Uji Amin (KOH whiff test) : Pemberian setetes KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas objek akan menghasilkan bau amis yang karakteristik ( fishy / musty odor ), bau amis muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob D. Terdapat
“clue
cell” (
sel
epitel
vagina
yang
diliputi
olehcoccobacillus yang padat) > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram. Cara pemeriksaannya : pemeriksaan preparat basah;dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis).Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis. E. Tidak adanya / berkurangnya laktobasil pada pewarnaan Gram. 1. Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial dengan pewarnaan Gram : Lactobacilli Gardnerella/ Mobilincus sp Bacteroides (4+) : 0 (3+) : 1 (2+) : 2 (1+) : 3 (0) : 4
(1+) : 1 (2+) : 2 (3+) : 3 (4+) : 3
(1+)-(2+) : 1 (3+)-(4+) : 2
Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai intermediate; 7-10 dinyatakan sebagai vaginosis bakterial. 2. Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan pewarnan Gram : a) derajat 1: normal, di dominasi oleh Lactobacillus b) derajat 2: intermediate, jumlah Lactobacillus berkurang
17
derajat 3: abnormal, tidak ditemukan Lactobacillus atau hanya ditemukan beberapa kuman tersebut, disertai dengan bertambahnya jumlah Gardnerella vaginalis atau lainnya. Selain itu dapat juga dilakukan uji H2O2, yaitu Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi. 2.2.6. Penatalaksanaan c)
A. Pengobatan Topikal: 1. Clindamycin (krim vagina) 5 gram waktu tidur, selama 7 hari 2. Metronidazol gel 5 gram bid waktu tidur selama 7 hari. 3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari. 4. Triple sulfonamide cream (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %. B. Pengobatan Oral : 1. Metronidazol 500 mg selama 7 hari atau 2 gram dosis tunggal, keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%.
Metronidazol dapat
menyebabkan mual dan urin menjadi gelap. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan,keberhasilan penyembuhan sekitar 66%. 2. Clindamycin 300 mg bid selama 7 hari, kaberhasilan penyembuhan sekitar 94%. Aman diberikan pada perempuan hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui. 3. Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari. Cukup efektif untuk perempuan hamil dan intoleransi terhadap metronidazol. 4. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari. 18
5. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari. 6. Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari. 7. Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari. 2.2.7. Pencegahan Adapun beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk terjadinya bacterial vaginosis antara lain: A. Jangan memakai celana dalam dari bahan sintetis atau celana ketat B. Pakailah selalu celana katun C. Jangan memakai panty-liner setiap hari D. Sesudah mandi keringkan daerah vulva dengan baik sebelum berpakaian (bisa memakai hairdryer). E. Cebok dari depan ke belakang setiap berkemih/b.a.b dapat membantu mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari rectum F. Kurangi mengkonsumsi gula-gula, alkohol, coklat atau kafein dalam diet sehari-hari
2.2.8. Asuhan Keperawatan Pengkajian
Diagnosa
1. Identitas pasien
1. Gangguan rasa
Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman
2. Anamnesis :
nyaman
berhubungan dengan
a.
Keluhan utama
berhubungan
banyaknya sekret yang keluar
b.
Keluhan tambahan
dengan
pada vagina dan adanya rasa
c.
Riwayat penyakit:
banyaknya
gatal.
pernah mengalami
sekret yang
Tujuan: Rasa nyaman
penyakit pada
keluar pada
meningkat dan rasa gatal
kelaminnya atau
vagina dan
berkurang atau hilang.
tidak?
adanya rasa
Intervensi:
d. Adanya flour albus e. Banyaknya cairan
gatal. 2.
Resiko infeksi
a. Amati sekret yang keluar dari vagina (warna, konsistensi,
19
vagina yang keluar
jumlah, dan baunya ).
f. Bau
dengan
g. Konsistensinya
banyaknya
pasien jika lembab ataupun
h. Warna
bakteri yang
kotor, sebaiknya untuk sering
berkembang
diganti.
3. Pemeriksaan Fisik Inspeksi: Cairan
dalam vagina. 3. Kurang
b.
Mengganti celana dalam
c. Menjelaskan pada pasien untuk mengeringkan bagian
vagina yang keluar
pengetahuan
genital bila basah atau
meliputi warna,
berhubungan
sehabis BAK atau BAB,
konsistensi, jumlah
dengan
misal mengelap dengan
dan baunya.
kurangnya
tissue atau handuk yang
informasi
bersih.
4. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksan pH dengan phenaphthazine
b.
berhubungan
mengenai
d. Berikan obat topikal sesuai
penyebab dan
indikasi, misal :
prognosis
penyakit.
Clindamycin (krim vagina)
paper (nitrazine paper).
Metronidazol gel
Uji Amin (KOH whiff
Tetrasiklin intravaginal
test)
Triple sulfonamide cream
c. Preparat basah atau pewarnaan Gram d. Uji H2O2
2. Risiko infeksi berhubungan dengan banyaknya bakteri yang berkembang dalam vagina. Tujuan
: agar tidak
terjadi infeksi lebih lanjut. Intervensi
:
a. Bersihkan alat genetalia dengan teknik aseptik.
20
b. Lakukan pemeriksaan sekret vagina yang diamati dengan preparat basah atau pewarnaan Gram. c. Berikan antibiotik oral sesuai indikasi, misal :
Metronidazol
Clindamycin
Amoksilav
Tetrasiklin
Cefaleksia
Eritromisin
Doksisiklin
2.3. Penyakit Menular Seksual Penyakit menular seksual atau PMS meripakan penyakit ataupun infeksi yang biasanya ditularkan lewat hubungan seks yang tak aman. Penyebaran dapat lewat darah, cairan vagina, sperma, atau cairan tubuh lainnya. Selain itu dapat tersebar lewat seorang ibu pada bayinya dan lewat pemakaian jarum suntik dengan cara bergantian. 2.3.1. Sifilis Penyakit sifilis merupakan penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri. Tanda-tanda sifilis antara lain, terjadinya luka pada alat kelamin, rektum, lidah, dan bibir ; pembengkakan getah bening pada bagian paha ; bercak-bercak diseluruh tubuh ; tulang dan sendi terasa nyeri ruam pada tubuh, khususnya tangan dan telapak kaki. Tanda-tanda penyakit ini dapat hilang, namun bakteri penyebab penyakit tetap masih didalam tubuh, setelah beberapa tahun 21
dapat menyerang otak sehingga bisa mengakibatkan kebutaan dan gangguan alur pikir. Penyakit ini dapat disembuhkan jika dilakukan pengobatan dengan penggunaan antibiotik secara cepat. A. Etiologi Treponema pallidum merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaeta, ordo Spirochaetales (tabel 1). Tabel 1. Taksonomi dari Treponema palidum.2 Tingkatan
Nama
Kingdom
Bacteria
Phylum
Spirochaetes
Ordo
Spirochaetales
Family
Spirochaetaceae
Genus
Treponema
Species
T. pallidum
Subspecies
pallidum
Treponema pallidum berbentuk spiral, Gram negatif dengan panjang kisaran11 μm dengan diameter antara 0,09 – 0,18 μm. Terdapat
dua
lapisan,
sitoplasma
merupakan
lapisan
dalam
mengandung mesosom, vakuol ribosom dan bahan nukleoid, lapisan luar yaitu bahan mukoid.5,6 Potongan melintang Treponema pallidum dapat dilihat pada Gambar
22
B. Patofisiologi 1. Stadium sifilis Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis stadium primer, sekunder dan tersier yang terpisah oleh fase laten dimana waktu bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval antara stadium primer dan sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Interval antara stadium sekunder dan tersier biasanya lebih dari satu tahun. a) Sifilis stadium primer Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm , tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga multipel. Hampir sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral.
23
Chancre sífilis primer sering terjadi pada genitalia, perineal, atau anus dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi bagian tubuh yang lain dapat juga terkena.5,6 Ulkus jarang terlihat pada genitalia eksterna perempuan, karena lesi sering pada vagina atau serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di serviks berupa erosi
atau
ulserasi
yang
dalam.
Tanpa
pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6 pekan. Diagnosis banding sifilis primer yaitu ulkus mole yang disebabkan
Haemophilus
ducreyi,
limfogranuloma venereum, trauma pada penis, fixed drug eruption, herpes genitalis. b) Sifilis sekunder Manifestasi akan timbul pada beberapa minggu atau bulan, muncul gejala sistemik berupa demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit kepala, adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Lesi sekunder yang terjadi
24
merupakan manifestasi penyebaran Treponema pallidum secara hematogen dan limfogen. Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat
berupa
makula,
papula,
folikulitis,
papuloskuamosa, dan pustul, jarang disertai keluhan gatal. Lesi dapat ditemukan di trunkus dan ekstermitas, termasuk telapak tangan dan kaki.
Papul
biasanya
merah
atau
coklat
kemerahan, diskret, diameter 0,5 – 2 cm, umumnya berskuama tetapi kadang licin. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital. 5,13,14 Gambaran lesi kulit pada sifilis sekunder dapat dilihat pada gambar. Kondiloma lata merupakan istilah untuk lesi meninggi (papul), luas, putih atau abu-abu di daerah yang hangat dan lembab. Gambaran dapat dilihat pada gambar 6. Lesi sifilis sekunder dapat muncul pada waktu lesi sifilis primer masih ada. Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan serologis
berdasarkan yang
hasil
pemeriksaan
dan
pemeriksaan
reaktif
lapangan gelap positif. Treponema pallidum banyak ditemukan pada lesi selaput lendir atau basah seperti kondiloma lata. Ruam kulit pada sifilis sekunder sukar dibedakan dengan pitiriasis rosea, psoriasis, terutama jika berskuama, eritema multiforme dan erupsi obat. Diagnosis sifilis sekunder
25
cukup
sulit.
Pada
umumnya
diagnosis
ditegakkan berdasarkan kelainan khas lesi kulit sifilis
sekunder
ditunjang
pemeriksaan
serologis. c) Sifilis laten Sifilis laten yaitu apabila pasien dengan riwayat sifilis dan pemeriksaan serologis reaktif yang belum mendapat terapi sifilis dan tanpa gejala atau tanda klinis.6 Sifilis laten terbagi menjadi dini dan lanjut, dengan batasan waktu kisaran satu tahun. Dalam perjalanan penyakit sifilis akan melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Tetapi bukan bearti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis tersier. d) Sifilis stadium tersier Sifilis tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut. Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimptomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis, terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala saat pemeriksaan. Sifilis
kardiovaskular
disebabkan
terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut ke katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah
26
insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal. Sifilis benigna lanjut merupakan
proses
granulomatosa
yang
atau gumma
inflamasi dapat
proliferasi menyebabkan
destruksi pada jaringan yang terkena. Disebut benigna sebab jarang menyebabkan kematian kecuali bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi akibat reaksi hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian besar terjadi di kulit dan tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau multipel, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, destruktif dan bersifat kronis, penyembuhan di bagian sentral dan meluas ke perifer. Lesi pada tulang biasanya
berupa
periostitis
disertai
pembentukan tulang atau osteitis gummatosa disertai kerusakan tulang. Gejala khas ialah pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama pada tulang kepala, tibia, dan klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif dengan titer tinggi. C. Penularan dan Perjalan Penyakit Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran satu minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan
27
muncul
selama
satu
hingga
lima
minggu,
kemudian
menghilang.8,9,10 Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan baru akan reaktif setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten, dimana tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten dapat berlangsung bertahuntahun atau seumur hidup. D. WOC
28
D. Diagnosis Secara garis besar uji diagnostik sifilis terbagi menjadi tiga kategori pemeriksaan mikroskopik langsung pada sifilis stadium dini, uji serologis, metode berdasar biologi molekuler. Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
29
mikroskop lapangan gelap (dark field) merupakan metode paling spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis sifilis primer adalah menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari cairan yang diambil pada permukaan chancre. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak emersi. Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan aktif. Uji serologis sifilis pada sifilis meliputi Uji serologis non treponema seperti pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease Research Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test (ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ”reagin” terhadap antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi cardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan dibeberapa kondisi lain. Namun, pada beberapa individu yang memiliki riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi cardiopilin rendah untuk waktu yang lama, dengan demikian individu tersebut tergolong ”serofast”.16 Uji serologis non treponema berfungsi untuk mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari sifilis, dan memantau respon dari terapi antibiotik. Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay (EIA), Chemiluminescence Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema
Antibody
”Absorbed”
Assay
(FTA-ABS),
Treponema Palidum Particle Agglutination Assay (TP-PA) dan
30
Treponema Palidum Hemaglinination Assay (MHA-TPA). Uji serologis treponema adalah pemeriksaan terhadap antigen antibodi yang spesifik terhadap treponema. Digunakan untuk identifikasi sifilis dan monitoring terhadap terapi antibiotik. Uji serologik Anti-T.Palidum IgM antibodi spesifik seperti EIA atau IgM, 19SigM FTA-abs test, IgM-immunoblot untuk T. Palidum. Sensivitas dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM tidak efektif dalam mengetahui stadium dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis tersebut digunakan pada penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan CSF. Many rapid Point of Care (POC) digunakan untuk mendeteksi antigen treponemal pada individu dengan riwayat sifilis 20 tahun sebelumnya. Namun uji serologis ini tidak untuk mendeteksi antibodi cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif). E. Penatalaksanaan Tatalaksanaan sifilis dibagi berdasarkan stadiumnya yaitu:
31
F. Tindak Lanjut Pengobatan Sifilis Kondisi klinis pasien perlu dinilai kembali dan diupayakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya reinfeksi dalam periode tahun pertama sesudah pengobatan. Pasien sifilis dini yang telah mendapat pengobatan benzatin benzilpenisilin dengan dosis dan cara adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis sesudah tiga bulan pengobatan dengan menggunakan uji
32
VDRL. Evaluasi kedua dilakukan sesudah enam bulan, dan bila ada indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke enam tersebut, dapat dievaluasi kembali sesudah bulan ke-12 untuk dilakukan penilaian kembali kondisi pasien dan mendeteksi kemungkinan adanya reinfeksi. Semua pasien dengan sifilis kardiovaskular dan neurosifilis dipantau selama beberapa tahun. Tindak lanjut yang dilaksanakan meliputi hasil penilaian klinis penyakit, serologis, cairan serebrospinal, dan radiologis. Pengobatan ulang pasien pada semua stadium penyakit perlu dipertimbangkan jika tanda-tanda atau gejala klinis sifilis aktif tetap ada atau kambuh kembali, terdapat peningkatan titer nontreponema atau VDRL tes sampai empat kali pengenceran dan titer tes VDRL awal yang tinggi (VDRL 1:8 atau lebih) dan menetap dalam setahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan sebelum pengobatan ulang dilakukan, kecuali pada kasus reinfeksi dan diagnosis sifilis stadium awal dapat dipastikan. Pengobatan ulang sifilis dilakukan sesuai dengan rejimen yang telah ditetapkan untuk sifilis yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Umumnya hanya satu pengobatan ulang diperlukan karena pengobatan yang diberikan secara adekuat akan menunjukkan kemajuan bila dipantau dengan tes nontreponema yang tetap menunjukkan titer rendah. G. Asuhan Keperawatan
NANDA
NOC
NIC
33
Sifilis
Integritas jaringan : kulit &
Pemberian obat : kulit
Kerusakan integritas kulit mukosa (00046)
Kerusakan epidermis
dan/atau
normal.
-
Kerusakan integritas kulit
Lesi
pada
dipertahankan
Faktor yang berhubungan
-
kulit
pada
diatas
area
dimana
obat
akan
Sebarkan obat di atas
kulit, sesuai kebutuhan
cukup
-
berat ditingkatkan ke tidak
Kerusakan integritas kulit
pasien
diberikan
Skala outcome :
Batasan karakteristik
terganggu
b.d Perubahan hormonal -
Tentukan kondisi kulit
kulit dan selaput lendir secara
dermis.
-
-
dan fungsi fisiologis jaringan
pada
Ikuti prinsip 5 benar pemberian obat
Definisi : keutuhan struktur
Definisi :
-
-
-
Kerusakan integritas kulit
Sensasi
dipertahankan
pada cukup berat ditingkatkan
b.d Gangguan sensasi
ke tidak terganggu
Disfungsi seksual (00059)
1.
fungsi seksual (0119)
Definisi : suatu kondisi definisi : integrasi aspek fisik, ketika individu mengalami sosia emosional, dan intelektual suatu
perubahan
fungsi pada
ekspresi
dan
perilaku
-
Sediakan
pendidikan
seksual, dengan cara yang tepat, sesuai dengan tingkat perkembangan (pasien)
seksual salama fase respons seksual
-
seksual
pengawasan yang tepat untuk
berupa
terangsang,
dan/
hasrat, atau
skala outcome :
orgasme, yang dipandang tidak
memuaskan,
bermakna,
atau
adekuat. Batasan karakteristik
Sediakan
tingkat
memonitor pasien
mengekspresikan
tidak kemampuan untuk melakukan tidak aktivitas mengalami
seksual
meskipun
ketidaksempurnaan
fisik dipertahankan pada jarang menunjukkan ditingkatkan ke
34
-
gangguan
aktivitas sering menunjukkan.
seksual -
merasakan
penggantian
keterbatasan seksual 1.
penurunan
hasrat
sesuai
tidak
pernah
menunjukkan
ditingkatkan ke kadang-kadang menunjukkan.
Faktor yang berhubungan : Disfungsi
Disfungsi
-
Mengekspresikan
seksual kenyamanan
b.d gangguan fungsi tubuh -
hormon
terapi
kebutuhan dipertahankan pada
seksual
-
Menggunakan
seksual
b.d gangguan struktur tubuh
pada
dipertahankan
pada
tubuh jarang
menunjukkan ditingkatkan ke sering menunjukkan 1.
tingkat depresi
definisi
keparahan
alam
perasaan
melankolis
dan
kehilanganminat pada peristiwa kehidupan. Skala outcome : -
perasaan
dipertahankan
depresi pada
berat
ditingkatkan ke ringan -
rasa
bersalah
yang
berlebihan dipertahankan pada cukup berat ditingkatkan ke ringan -
keputusasaan
35
dipertahankan
pada
berat
ditingkatkan ke ringan
2.3.2
Gonorea (kencing nanah) Gonorea (kencing nanah) disebabkan oleh bakteri. Gejala dari
gonorea antara lain keluarnya cairan nanah dari saluran kelamin, rasa panas dan sering kencing. Bakteri menyebabkan penyakit ini dapat menyebar keseluruh tubuh sehingga menyebabkan rasa nyeri pada persendian dan dapat mengakibatkan kemandulan. Penyakit ini dapat disembuhkan jika dilakukan pengobatan dengan penggunaan antibiotik secara cepat. A. Etiologi Penyebab gonore adalah gonokokok yang ditemukan oleh Albert Ludwig Siegmund Neisser berkebangsaan Jerman, melalui pengecatan hapusan duh tubuh uretra, vagina dan konjungtiva dan pertama kali di kultur in vitro tahun 1882 oleh Leistikow. Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri diplokokus gram negatif yang aerob dan berbentuk seperti biji kopi. Terletak intraselular yang biasanya terdapat di dalam leukosit polimorfonuklear. Bakteri tersebut memilki diameter sekitar 0,8 μm. Selain itu, kuman ini tidak motil dan tidak berspora. Suhu 35°C-37°C dan pH 7,2- 7,6 merupakan kondisi optimal untuk bakteri Neisseria gonorrhoeae tumbuh. Secara morfologik gonokokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
36
B. Patofisiologi Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut: Fase
1
adalah
bakteri
Neisseria
gonorrhoeae
menginfeksi permukaan selaput lendir dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus. Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terutama terdiri dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir. Protein membran luar PII Oppacity associated protein (OPA) kemudian membantu bakteri mengikat dan menyerang sel inang. Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses yang disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel kolumnar, membentuk vakuola. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel inang, dimana bakteri berkembang biak
37
setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel dengan proses eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF, yang akan mengakibatkan kerusakan sel. Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil. Selaput lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan neutrofil pada jaringan ikat
subepitel.
Respon
imun
host
memicu
Neisseria
gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang
menyebabkan
hilangnya
aktivitas
antibodi
dan
mempromosikan virulensi.
C. Penularan dan Gejala Penyakit 1. Manifestasi Klinis
38
Neisseria gonorrhoeae dapat menyebabkan gejala simptomatik maupun asimptomatik infeksi pada saluran genital. Gejala kliniknya tumpang tindih dengan gejala penyakit infeksi menular seksual lainya. Infeksi gonokokal terbatas pada permukaan yang mengandung mukosa. Infeksi terjadi pada area yang dilapisi dengan epitel kolumner, diantaranya serviks, uretra, rectum, faring dan konjungtiva. Pada perempuan gejala klinis subjektif dan objektif jarang didapatkan karena duh endoservik yang terletak dibagian dalam sehingga mengakibatkan gejala klinis jarang didapatkan. Infeksi pada perempuan mengenai serviks dengan gejala utama meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservisitis yang bersifat purulen dan agak berbau namun pada beberapa pasien kadang mempunyai gejala minimal. Kemudian timbul disuria dan dispareunia. Jika bersifat asimptomatis maka dapat berkembang menjadi penyakit radang panggul. Penyakit ini bisa akibat dari menjalarnya infeksi ke endometrium, tuba falopii, ovarium dan peritoneum. 2. WOC
39
3. Diagnosis Diagnosis anamnesis,
gonore
dapat
pemeriksaan
ditegakkan
fisik,
dan
atas
dasar
pemeriksaan
laboratorium. Diagnostik laboratorium yang digunakan antara lain: a. Mikroskopis Pemeriksaan
mikroskopis
yang
digunakan
adalah dengan pengecatan gram. Pengambilan
40
sampel dari swab endoservik pada perempuan. Hasil positif akan tampak diplokokus gram negatif. Pengecatan positif pada perempuan memiliki sensitivitas sebesar 30% - 50% dan spesifitas sebesar 90-99 %. b. Kultur Untuk identifikasi dilakukan pembiakan dengan menggunakan media selektif yang diperkaya yaitu Media
Thayer
Martin
yang
mengandung
vankomisin, dan nistatin yang dapat menekan pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram negatif dan jamur, dimana tampak koloni berwarna putih keabuan,
mengkilat
dan
cembung.
Kultur
diinkubasi pada suhu 350C – 370C dan atmosfer yang mengandung CO2 5%. Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh uretra pria, sensitivitasnya lebih tinggi 94% - 98% daripada duh endoserviks 85 % - 95%, sedangkan spesifisitasnya sama yaitu 99%. c. Pemeriksaan definitive 1) Tes oksidase Pada tes oksidase koloni genus Neisseria menghasilkan indofenol oksidase sehingga memberikan hasil tes oksidase positif. Tes oksidase dilakukan dengan cara meneteskan reagen 1% tetrametil parafenilen diamin monohidrokhlorid pada koloni. Jika hasil tes positif maka akan berubah menjadi merah jambu dan makin lama semakin menghitam. Sebaliknya
hasil
negatif
menunjukkan
41
warna koloni tidak berubah atau tetap berwarna coklat. Dalam tes ini, reagen tersebut membunuh mikroorganisme tetapi tidak
merubah
morfologi
dan
sifat
pewarnaan. 2) Tes fermentasi Tes
fermentasi
mengidentifikasi
digunakan
bakteri
yang
untuk mampu
memfermentasikan karbohidrat. Pada tes fermentasi terjadi perubahan warna pada media glukosa yang berubah menjadi warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa. Media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung Durham yang diletakkan terbalik didalam tabung media, artinya hasil fermentasi berupa gas.
4. Mekanisme resistensi Mekanisme terjadinya resistensi Neisseria gonorrhoeae terhadap antibiotika dapat secara khromosomal dan ekstrakromosomal. Secara kromosomal masalah resisten ini disebabkan karena adanya mutasi plasmid/DNA pembawa sifat
resistensi
kromosom
dari
bakteri
Neisseria
42
gonorrhoeae. Secara ekstrakromosomal masalah resisten ini disebabkan karena adanya galur Neisseria gonorrhoeae yang mempunyai plasmid pembawa gen resisten yang berperan pada pembuatan penisilinase atau β-laktamase. 5. Penatalaksanaan Berdasarkan rekomendasi dari Centers for Disease Control
(CDC)
untuk
pengobatan
gonore
dengan
pemberian seftriakson 250 mg dosis tunggal secara intramuskuler dan sefiksim 400 mg dosis tunggal secara oral sebagai regimen alternatif apabila terapi dengan seftriakson gagal.3 Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 penatalaksanaan gonore adalah sebagai berikut: a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital. b. Pemberian
farmakologi
dengan
antibiotik:
Tiamfenikol, 3,5 gr per oral (p.o) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis tunggal, atau spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal. Catatan: tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan dewasa muda. Dari data tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan penelitian sensitivitas antibiotik siprofloksasin sebagai salah satu pilihan obat alternatif yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit gonore. 6. Tindak lanjut pengobatan
43
a. Farkokinetik Seftriakson
mengikuti
farmakokinetik
non
linier, terikat dalam protein plasma 85% - 95%. Absorpsi seftriakson disaluran cerna buruk, karena itu diberikan secara parenteral. Seftriakson secara luas didistribusikan dalam jaringan tubuh dan cairan. Umumnya mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan otak. Melintasi plasenta dan konsentrasi rendah telah terdeteksi dalam air susu ibu hingga konsentrasi tinggi dicapai dalam empedu. Sekitar 33% - 67% seftriakson dieksresikan dalam urin, terutama oleh filtrasi glomerulus, sisanya akan dieksresikan dalam empedu dan pada tahap akhirnya ditemukan dalam feses. Waktu paruh seftriakson mencapai 8 jam. b. Farkodinamik Efek farmakodinamik seftriakson dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding kuman. Seftriakson mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta laktamase,
baik
terhadap
penisilinase
maupun
sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman Gram negatif. 7. Efek samping obat Secara umum seftriakson dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat ditemukan adalah : a. Gangguan pada pencernaan : Diare, mual, muntah b. Susunan saraf pusat : Timbul sakit kepala dan pusing c. Lain – lain : -
Sakit, nyeri tekan pada tempat suntikan
-
Ruam kulit, demam ,atau menggigil
44
D. Asuhan Keperawatan GONOREA Nanda
NOC
Risiko infeksi b.d meminimalkan penerimaan gangguan integritas dan transmisi agen infeksi. kulit 1. membersihkan lingkungan
Risiko infeksi 1. Risiko (00004)
kontrol infeksi
infeksi
Definisi
:
Keparahan
rentan
infeksi
mengalami
Definisi
invasi
:
dan keparahan tanda
multiplikasi
dan gejala
organisme
-
Diagnosa Keperawatan
NIC
Kemerahan
dengan
baiksetelah
digunakan
untuk
setiap
pasien 2. mengajarkan
cara
cuci
patogenik
dipertahanka
tangan dengan benar untuk
yang
n pada berat
tenakes
dapat
mengganggu
ditingkatkan
kesehatan.
ke ringan
sesudah kegiatan perawatan
Cairan
pasien.
-
(luka) yang berbau busuk dipertahanka n pada berat ditingkatkan ke tidak ada
3. mencuci tangan sebelum dan
Pemeliharaan mulut
Definisi : menjaga akses area vaskular (arteri dan vena) 1. Melakukan
mulut a. Kebersihan mulut
akukan
perawatan mulut secara rutin 2. Mendorong pasien
Kesehatan
kesehatan
untuk
dan
bantu
berkumur-
kumur 3. Menginstruksikan dan bantu pasien untuk membersihkan mulut setelah makan dan
dipertahanka
45
n
pada
sesering
banyak
Pemulihan
ditingkatkan sedikit
terganggu b. integritas mukosa mulut dipertahanka n
pada
banyak terganggu ditingkatkan ke
sesuai
dengan kebutuhan.
terganggu
ke
mungkin,
kesehatan
mulut Definisi: peningkatan penyembuhan bagi pasien yang memiliki lesi pada mukosa mulut atau gigi. 1. Monitor kondisi
mulut
pasien 2. Monitor perubahan dalam (pengecapan)
sedikit
rasa,
pembengkakan,
terganggu
kualitas
suara, dan kenyamanan 3. Instruksikan
pasien untuk
menggunakan sikat gigi yang lembut atau spons mulut sekali pakai
2.3.3
Herpes Genetalis Herpes genetalis disebabkan oleh virus. Virus penyebab
penyakit herpes genetalis adalah herpes simplex. Gejala herpes genetalis antara lain timbulnya rasa gatal atau sakit pada daerah kelamin dan adanya luka yang terbuka atau lepuhan berair. A. Penularan dan Gejala Penyakit 1. Gejala 46
Pada umumnya infeksi virus herpes tidak menimbulkan gejala atau hanya gejala ringan, sehingga orang dengan infeksi HSV-1 atau HSV-2 tidak menyadari bahwa mereka sedang sakit. Apalagi gejala sering dianggap sebagai kelainan kulit lain. Bila timbul gejala tampak sebagai gelembung (blister) kecil berwarna bening, bisa tunggal atau jamak, di daerah sekitar mulut, kelamin, atau rektum. Gelembung dapat pecah (masa ini disebut outbreak) dan menimbulkan bekas luka seperti sariawan yang membutuhkan dua atau empat minggu untuk sembuh. Luka herpes yang terletak di mulut biasanya terasa seperti kesemutan dan terbakar sesaat sebelum outbreak. Adanya gelembung itu sendiri sebetulnya sudah cukup menimbulkan rasa nyeri. Saat outbreak pertama dapat digambarkan rasa nyeri yang hebat di sekitar kelamin atau area luka, sensasi terbakar, maupun kesulitan berkemih. Ada pula orang yang mengeluarkan cairan dari vagina atau penisnya. Gejala lainnya serupa flu, seperti demam, sakit seluruh badan, dan pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar area luka. Outbreak dapat terjadi berulang, hanya saja durasinya akan menjadi lebih singkat dan tidak seberat episode pertama. Infeksi herpes genital dapat bertahan dalam tubuh untuk waktu yang tidak dapat ditentukan, meski demikian jumlah outbreak cenderung menurun seiring waktu.
47
2. Cara Penularan HSV-1 dan HSV-2 dapat ditemukan pada luka bekas gelembung yang pecah, meski tak selalu demikian. Virus herpes juga bisa terdapat pada lapisan kulit yang tampak utuh. Penularan herpes simpleks terjadi melalui kontak kulit dengan luka yang mengandung virus herpes. Untuk HSV-1 disebarkan melalui sekresi oral atau luka pada kulit, misalnya melalui aktifitas seperti berciuman, penggunaan bersama sikat gigi atau alat makan. HSV-1 dapat pula menimbulkan luka di area kelamin selain di daerah mulut dan bibir, biasa disebut sebagai fever blister. Infeksi HSV-1 di area kelamin disebabkan karena kontak dari mulut ke genital atau kontak genital ke genital dengan seseorang yang menderita infeksi HSV-1. Herpes genital hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual antara orang yang sudah memiliki virus dalam tubuhnya dengan orang yang belum terinfeksi. Kontak seksual dapat berupa anal, vaginal maupun oral. Penyebaran infeksi dapat terjadi dari pasangan yang
48
terinfeksi tanpa ada luka dan bahkan tidak menyadari bahwa dirinya memiliki infeksi virus herpes. Banyak orang yang sudah terinfeksi herpes mengalami suatu periode dorman, yakni kondisi di mana virus terdapat dalam sistem tubuh penderita, namun tidak ada gejala. Pada periode ini, orang yang terinfeksi nampak sehat tanpa luka. Namun beberapa keadaan di bawah dapat menyebabkan terjadinya outbreak: a. Kondisi sakit umum (sedang-berat) b. Kelelahan c. Stres fisik dan emosional d. Penurunan daya tahan tubuh (imunosupresi) akibat AIDS, kemoterapi, atau steroid e. Trauma di area luka (akibat aktifitas seksual) f. Menstruasi B. WOC
49
C. Diagnosis Penyedia layanan kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan pemeriksaan secara visual, yakni mencari luka khas akibat pecahnya gelembung herpes. Bisa juga dengan mengambil sampel dari luka untuk kemudian 50
dilakukan tes. Kadang infeksi HSV dapat didiagnosa saat pecah dengan melakukan tes darah. Pasien selain berhak juga perlu mendiskusikan pilihan tes dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang dikunjungi. D. Tindak Lanjut Pengobatan 1. Pengobatan Tujuan mencegah
pengobatan
atau
herpes
mempersingkat
adalah
durasi
untuk
outbreak,
biasanya dengan pemberian antiviral. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan herpes. Sebagai tambahan, pemberian terapi supresif (misalnya penggunaan harian obat
antiviral)
untuk
herpes
dapat
mengurangi
kemungkinan terjadi penularan kepada pasangannya. Dapat diberikan terapi acyclovir yaitu terapi yang analog nukleosida purin asiklik yang aktif terhadap virus Herpes simplex, Varicella Zoster, Epstein-Barr dan
Cytomegalovirus.
Di
dalam
sel,
acyclovir
mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trisfostat yang bekerja menghambat virus herpes simplex DNA polymerase dan replikasi DNA Virus, sehingga
mencegah
sintesa
DNA
Virus
tanpa
mempengaruhi proses sel yang normal. Juga,perlunya untuk menambah imunitas badan agar dapat menjalani penyemuhan lebih cepat dengan cara memakan suplemen penambah imunitas yang mudah didapat di apotek. 2. Pencegahan Cara yang paling ampuh untuk menghidari transmisi penyakit infeksi menular, termasuk di antaranya
herpes
genital,
adalah
dengan
tidak
51
melakukan hubungan seksual atau memiliki hubungan monogami jangka panjang dengan pasangan yang telah di tes dan diketahui tidak memiliki infeksi. Penggunaan kondom lateks secara benar dan konsisten dapat mengurangi resiko terinfeksi herpes genital. Hal ini karena kondom mampu melindungi area kelamin pria maupun perempuan dari kemungkinan kontak yang menyebabkan timbulnya gejala herpes. Akan tetapi outbreak mungkin terjadi di area yang tidak tertutup kondom. Orang dengan infeksi herpes yang bergejala, baik luka di kelamin maupun gejala lain, sangat disarankan untuk tidak dulu berhubungan seks. Hal ini untuk mencegah kemungkinan penularan. Sangat penting diingat bahwa orang dengan herpes yang tidak menunjukkan gejala juga bisa menularkan infeksinya kepada pasangan seksnya. Maka, sebagai pasangan seks, penting juga untuk selalu ingat menggunakan kondom agar menurunkan risiko tertular herpes genital. Sebagai pasangan seks dari orang yang terinfeksi herpes juga disarankan melakukan tes HSV berkala untuk mengetahui statusnya. E. Asuhan Keperawatan NANDA
NOC
NIC
Herpes : integritas kulit, infeksi, nyeri, 1.
Kerusakan integritas
Integritas jaringan : kulit &
kulit (00046)
mukosa
Definisi :
Definisi : keutuhan struktur
Pemberian obat : kulit -
Ikuti
prinsip
pemberian obat
52
5
benar
Kerusakan pada epidermis
dan fungsi fisiologis jaringan -
Tentukan
dan/atau dermis.
kulit dan selaput lendir secara
pasien diatas area dimana
Batasan karakteristik
normal.
obat akan diberikan
-
Skala outcome :
Kerusakan integritas -
kulit
-
Lesi pada kulit dipertahankan
Faktor yang berhubungan
pada cukup berat ditingkatkan
-
ke tidak terganggu
Kerusakan integritas
kulit
Perubahan -
b.d
cukup berat ditingkatkan ke
-
tidak terganggu
kulit
b.d
Gangguan
Risiko
infeksi
kulit
Sebarkan obat di atas kulit, sesuai kebutuhan
Sensasi dipertahankan pada
hormonal Kerusakan integritas
kondisi
sensasi
2.
(00004) Definisi
:
mengalami
invasi
multiplikasi patogenik
rentan dan
organisme yang
dapat
Risiko infeksi
-
-
menular
Keparahan infeksi
manajemen
penyakit
Definisi : keparahan tanda dan
a.
gejala
pendidikan kesehatan yang
-
memadai
Kemerahan
dipertahankan
pada
berat
tingkatkan akses pada
dengan
sehubungan pencegahan
mengganggu kesehatan.
ditingkatkan ke ringan
Faktor risiko :
-
-
Penyakit kronis
berbau busuk dipertahankan
pencegahan
-
Gangguan integritas
pada berat ditingkatkan ke
kejadian
tidak ada
-
kontrol infeksi
-
Kesehatan mulut
a.
bersihkan lingkungan
a.
Kebersihan
kulit
Cairan
pengobatan
dan
(luka)
yang
mulut
penyakit
dengan
dipertahankan pada banyak
digunakan
terganggu
pasien
ditingkatkan
ke
terhadap menular
dan
berulangnya
baiksetelah untuk
53
setiap
sedikit terganggu
b.
b.
tangan dengan benar untuk
integritas mukosa mulut
ajarkan
dipertahankan pada banyak
tenakes
terganggu
c.
ditingkatkan
ke
sedikit terganggu
dan
cara
cuci
cuci tangan sebelum sesudah
kegiatan
perawatan pasien 3.
nyeri akut
Kontrol nyeri & kontrol gejala
Pengurangan kecemasan &
Kontrol
tindakan
manajemen nyeri
pribadi untuk mengontrol nyeri
Manajemen nyeri
tidak menyenangkan yang -
menggambarkan
-
muncul akibat kerusakan
penyebab dipertahankan pada 1
nyeri
jaringan
aktual
atau
ditingkatkan ke 4
meliputi lokasi, karakteristik,
potensial
atau
yang -
menggambarkan
definisi
:
pengalaman
sensori
dan
digambarkan
emosional
sebagai
nyeri
:
faktor
faktor
Lakukan
pengkajian
komprehensif
yang
durasi, frekuensi, kualitas,
penyebab dipertahankan pada 2
intensitas,
kerusakan; awitan yang
ditingkatkan 4
nyeri dan faktor pencetus.
tiba-tiba atau lambat dari -
menggunakan
intensitas ringan hingga
pencegahan
berat dengan akhir yang
pada 1 ditingkatkan ke 4
dilakukan
dapat
kontrol
pemantauan yang ketat.
diantisipasi
atau
gejala
tindakan dipertahankan
:
tindakan
-
atau
beratnya
Pastikan
analgesik
perawatan
bagi
pasien dengan
diprediksi.
seseorang untuk mengurangi
-
Batasan karakteristik :
perubahan fungsi fisik dan
faktor-faktor
-
emosi yang dirasakan.
menurunkan
faktor yang berhubungan : -
Memantau munculnya gejala
memperberat nyeri.
-
dipertahankan
Pengurangan kecemasan
ekspresi wajah nyeri
nyeri akut b.d agen
cedera biologis -
-
pada
2
Gali bersama pasien yang
dapat atau
ditingkatkan ke 4
-
Melakukan tindakan tindakan
yang tenang dan meyakinkan
pencegahan
-
Dengarkan klien
pada 1 ditingkatkan ke 4
-
Dukung
Mendapatkan
mekanisme
dipertahankan
perawatan
Gunakan
pendekatan
penggunaan
koping
54
yang
esehatan ketika gejala yang berbahaya
sesuai
muncul
dipertahankan
pada
1
ditingkatkan ke 3
2.3.4
AIDS AIDS kepanjangan dari acquired immunodeficiency syndrome
atau
acquired
immune
deficiency
syndrome
penyakit
AIDS
disebabkan oleh virus Human Immuno deficiency virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita AIDS rentan terhadap infeksi. Penyakit flu bisa membuat penderita AIDS meninggal. A. Patofisiologi HIV/AIDS Patofisiologi Infeksi HIV Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah
CD4 < 200μL meskipun tanpa
ada gejala yang
terlihat atau tanpa infeksi oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau melalui laktasi. Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4 berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke membran sel. Dua koreseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4.
Koreseptor
menyebabkan
perubahan
konformasi
sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran. Selain
55
limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk
HIV tetapi tidak dihancurkan oleh
virus. HIV bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik, sel mikroglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian proses kompleks kemudian terbentuk partikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi. Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram) anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).
56
B. Manifestasi klinis Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Rasa lelah dan lesu 2. Berat badan menurun secara drastic 3. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam 4. Diare yang tidak kunjung sembuh dan kurang nafsu makan 5. Oral candidiasis 6. Pembangkakan getah bening 7. Radang paru 8. Kanker kulit Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu: 57
1. Manifestasi tumor -
Sarkoma Kaposi
-
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang menjadi sebab kematian primer.
-
Limfoma ganas
-
Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat bertahan kurang lebih 1 tahun.
2. Manifestasi oportunistik 3. Manifestasi pada Paru a. Pneumoni pneumocystis (PCP). Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam. b. Cytomegalovirus (CMV). Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian pada AIDS. c.
Mycobacterium avilum. Menimbulkan pneumoni difus,
timbul
pada
stadium
akhir
dan
sulit
disembuhkan. d. Mycobacterium tuberculosis. Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar ke organ di luar paru. 4. Manifestasi gastrointestinal Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan. 5. Manifestasi
neurologis
Sekitar
10%
kasus
AIDS
menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul
58
pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati, neuropati perifer
C. Cara Penularan HIV HIV hanya bisa hidup di dalam cairan tubuh seperti: -
Darah
-
Cairan vagina
-
Cairan sperma
-
Air susu ibu
Penularan itu bisa terjadi melalui: 1. Hubungan
seks
dengan
orang
yang
mengidap
HIV/AIDS, berhubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom) 2. Kontak darah/luka dan transfusi darah yang
sudah
tercemar virus HIV 3. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV 4. Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya D. Tata Laksana 59
Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV,
menghambat
perburukan
infeksi
oportunistik,
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi. Pengobatan antiretroviral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan kepada: -
penderita HIV dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas yang telah menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel
-
Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan 350 sel/mm
-
ibu hamil dengan HIV;
-
bayi lahir dari ibu dengan HIV;
-
penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 (lima) tahun;
-
penderita HIV dengan tuberkulosis;
-
penderita HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C;
-
penderita HIV pada populasi kunci;
-
penderita HIV yang pasangannya negatif; dan/atau
-
penderita HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIV meluas.
Kepatuhan minum obat ARV dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain, pengetahuan tentang terapi ARV, Persepsi pasien tentang manfaat terapi, self efficacy, efek samping terapi, kemudahan akses pelayanan, ketersediaan obat ARV. Kepatuhan minum ARV sangat berkorelasi kuat dengan menurunnya kadar virus dalam darah, mengurangi resistensi, meningkatkan harapan hidup, dan meningkatkan kualitas hidup
60
pasien HIV/AIDS. Untuk memulai terapi ARV perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV terlebih dahulu. WHO memberikan rekomendasi saat memulai terapi kepada pasien ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) berdasarkan jumlah CD4 dan stadium klinis HIV. Pada pasien yang memiliki tingkat kepatuhan yang rendah terhadap pengobatan ARV mengakibatkan adanya kegagalan terapi. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa untuk minum obat. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Kegagalan terapi seseorang ditentukan berdasarkan kriteria klinis, imunologis, maupun virologis. E. Asuhan Keperawatan NANDA -
NOC
NIC
-
Kesehatan mulut
mukosa oral
1.
Kebersihan
NANDA
dipertahankan pada banyak
4.
terganggu
mulut secara rutin
Kerusakan membran
Definisi :
cedera pada
bibir,
jaringan
rongga
mulut,
lunak,
mulut
ditingkatkan
ke
Pemeliharaan
kesehatan mulut Lakukan
sedikit terganggu
5.
2.
integritas mukosa mulut
pasien
orofaring.
dipertahankan pada banyak
kumur
Batasan karakteristik :
terganggu
6.
Lesi pada mulut,
sedikit terganggu
dan/atau
ditingkatkan
ke
perdarahan, plak putih
pada
perawatan
Dorong
dan
untuk
berkumur-
Instruksikan dan bantu
pasien untuk membersihkan mulut setelah makan dan
-
Integritas jaringan : kulit
sesering mungkin, sesuai
mulut, rasa tidak
& mukosa
dengan kebutuhan
nyaman
Definisi : keutuhan struktur
-
dan fungsi fisiologis jaringan
mulut
mulut.
pada
bantu
Pemulihan
61
kesehatan
Faktor
yang
berhubungan : Kerusakan mukosa
membran oral
imunodefisiensi
b.d
kulit dan selaput lendir secara
4.
normal.
pasien
Skala outcome :
5.
-
Lesi
dipertahankan
pada pada
kulit cukup
Monitor kondisi mulut
Monitor
perubahan
dalam (pengecapan) rasa, pembengkakan,
kualitas
berat ditingkatkan ke tidak
suara, dan kenyamanan
terganggu
Instruksikan pasien untuk
-
Sensasi
dipertahankan
menggunakan
sikat
gigi
pada cukup berat ditingkatkan
yang lembut atau spons
ke tidak terganggu
mulut sekali pakai
62
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Beberapa infeksi yang dapat menyerang system reproduksi perempuan yaitu vaginosis bakterialis dan penyakit menular seksual (PMS). Gejala utama vaginosis bakterialis adalah flour albus dengan tekstur encer dan berwarna kelabu atau putih dan trekadang bau amis. Beberapa factor resikonya diantaranya yaitu sering berganti pasangan. Penatalaksanaan pada vaginosis bakterialis yaitu dengan pengobatan topical dan pengobatan oral. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain jangan memakai celana dalam yang terlalu ketat, jangan menggunakan panty liner setiap hari, pakailah selalu celana katun, mengurangi mengkonsumsi gula, alcohol, coklat atau kafein dalam diet sehari-hari. Diagnosa keperawatan yang dapat diambil untuk kasus vaginosis bakterialis yaitu gangguan rasa nyaman berhubungan dengan banyaknya sekret yang keluar pada vagina dan adanya rasa gatal, resiko infeksi berhubungan dengan banyaknya bakteri yang berkembang dalam vagina dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyebab dan prognosis penyakit. Penyakit yang menyerang sistem reproduksi manusia dinamakan juga penyakit kelamin. Pada umumnya, penyakit kelamin ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual yang umumnya terjadi yaitu diantaranya sifilis, gonorrea, herpes genetalis dan AIDS. Penyakit sifilis merupakan penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri dengan tandatanda antara lain, terjadinya luka pada alat kelamin, rektum, lidah, dan bibir ; pembengkakan getah bening pada bagian paha ; bercak-bercak diseluruh tubuh ; tulang dan sendi terasa nyeri ruam pada tubuh, khususnya tangan dan telapak kaki. Gonorea (kencing nanah) disebabkan oleh bakteri gonokokok dengan gejalanya antara lain keluarnya cairan nanah dari saluran kelamin, rasa panas dan sering kencing. Herpes genetalis disebabkan oleh virus herpes simplex. Gejala herpes genetalis antara lain timbulnya rasa gatal atau sakit pada daerah kelamin dan adanya luka yang terbuka atau lepuhan berair. AIDS kepanjangan dari acquired immunodeficiency syndrome atau acquired immune deficiency syndrome penyakit AIDS disebabkan oleh virus Human Immuno deficiency virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita AIDS rentan terhadap infeksi. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200μL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi oportunistik. HIV ditularkan
63
melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau melalui laktasi 3.2 Saran Setelah mengetahui mengenai vaginosis bakterialis dan penyakit menular seksual (PMS) serta asuhan keperawatannya, mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Selain itu kita juga bisa memberitahukan faktor penyebab, cara mengatasi dan pengobatannya pada masyarakat tentang bahayanya penyakit infeksi yang dapat menular sistem reproduksi perempuan sehingga diharapkan perempuan dapat menjaga kebersihan dan kesehatan sistem reproduksinya.
64
DAFTAR PUSTAKA Suryani Devi Putri Amalia, Hendra Tarigan Sibero. 2014. Syphilis. J Majority Vol 3 (7). https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://juke.kedokte ran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/470/471&ved=2ahUKEwiys OCw-bZAhXDtI8KHcxbC1QQFjAAegQIBxAB&usg=AOvVaw2HASq5pVcF1PNh 25w-5PqT Ase Satria. Tth. Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi Wanita. Website: http://www.materibelajar.id/2015/12/anatomi-fisiologi-organreproduksi.html# . (diakses pada 12 Maret 2018) Muliawan, Sylvia Y., Suryawidjaja, Julius E. “Diagnosis praktis vaginosis bacterial pada kehamilan”. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Vol.20_no.2_3. 74-78 Firdina,
Sela
Eka.
“Laporan
KTI”.
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip .ac.id/50837/3/Sela_Eka_Firdina_22010112140143_Laporan_KTI_BAB_II.pdf &ved=2ahUKEwiIuMnskufZAhWHQo8KHXMjAxMQFjAAegQICBAB&usg =AOvVaw3EJ8-8IqIJLHBVrCC2RYo7 (Diakses pada 14 Maret 2018) Play,
Jacqueline.
“Infeksi
Herpes
Genitalia”.
http://angsamerah.com/pdf/Angsamerah%20Infeksi%20Herpes%20Genitalia.p df (Diakses pada 14 Maret 2018) Pusatmedik.org. 2016. “Penyakit Menular Seksual Definisi Gejala Penyabab dan Pengobatan Penyakit Menular Seksual (PMS) Menurut Ilmu Kedokteran”. http://www.pusatmedik.org/2016/12/penyakit-menular-seksual-definisi-gejalapenyebab-dan-pengobatan-penyakit-menular-seksual-PMS-menurut-ilmukedokteran.html (diakses pada 14 Maret 2018)
65
Z.I,
Talita.
“Laporan
KTI”.
http://eprints.undip.ac.id/46234/3/Talita_ZI_22010111120046_LapKTI_Bab2.p df (Diakses pada 14 Maret 2018) Unicef.
“HIV-AIDS
booklet”.
AIDSbooklet_part3.pdf
(diakses
https://www.unicef.org/indonesia/id/HIVpada
14
Maret
2018)
http://eprints.undip.ac.id/44074/3/3_BAB_II_.pdf http://preventcrypto.org/wpcontent/uploads/2015/10/IndonesiaAdultARTguidelines20141432907982.pdf Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. “Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama”. http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok .pdf (diakses pada 14 Maret 2018) Efriliyana,
Verry.
“Bakterial
Vaginosis”.
https://www.pdfcoke.com/doc/152343410/Bakterial-Vaginosis (diakses pada 14 Maret 2018) Dokita. “Acyclovir 400 mg”. http://dokita.co/store/acyclovir-400-mg/ (diakses pada 19 Maret 2018)
66