Indikasi Kelainan Pada Kelamin Jantan.docx

  • Uploaded by: Hasni narmas
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Indikasi Kelainan Pada Kelamin Jantan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,674
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Ilmu bedah merupakan cabang dari ilmu kedokteran hewan, termasuk ilmu-ilmu klinik veteriner.

Ilmu bedah ditujukan untuk meringankan,

menyembuhkan, membetulkan serta menghilangkan gejala penyakit, trauma dan kelainan

kongenital

dengan menggunakan

alat, manual,

mekanik

atau

pembedahan. Tujuan pokoknya adalah memulihkan ke keadaan normal dari suatu gangguan penyakit untuk penyelamatan jiwa dan secara ekonomi untuk kepentingan tertinggi pemilik serta membantu untuk penetapan suatu diagnosa. Ada banyak hal yang perlu dilakukan atau dipersiapkan sebelum dokter hewan melakukan tindakan pembedahan atau operasi terhadap suatu kasus bedah yaitu persiapan operasi atau preoperasi, yang meliputi desinfeksi dan sterilisasi terhadap peralatan-peralatan yang digunakan dalam operasi, tindak operasi itu sendiridan perawatan hewan yang masuk dalam tindakan post operasi. Selain sterilisasi dan desinfeksi peralatan operasi, status hewan seperti sejarah penyakit, anamnese dan status present diperlukan untuk dapat mendiagnosa penyakit. Selanjutnya tindak bedah apa yang akan dilakukan, perlu juga mempertimbangkan anastesi yang diberikan sebelum operasi dan tindak bedah yang akan dilakukan pada hewan tersebut. Perawatan selama operasi dan perawatan setelah operasi tidak boleh diabaikan, tidak terkecuali obat yang harus diberikan dalam proses persembuhan luka bekas operasi.

1

Di Indonesia, anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang sangat digemari oleh masyarakat. Dalam hal ini, peran dokter hewan sangat dibutuhkan dikalangan pemilik hewan kesayangan terutama dalam menangani suatu kasus penyakit, maupun atas permintaan pemilik hewan kesayangan itu sendiri (Tilley dan Smith, 2000). Banyak diantara anjing-anjing kesayangan tersebut mengalami gangguan penyakit, salah satunya adalah gangguan pada organ reproduksi. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh kelenjarkelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh hewan. Pada hewan jantan ditandai dengan kemampuan untuk berkopulasi dan menghasilkan sel spermatozoa. Berikut adalah indikasi kelainan pada kelamin jantan dan teknik operasinya.

2

BAB II PEMBAHASAN

2. 1. Kelainan pada Penis dan Preputium A. Balanitis dan Postitis Balanitis adalah keradangan yang terjadi pada glans penis sedangkan postitis merupakan keradangan yang terjadi pada mukosa preputium. Kedua keradangan tersebut umumnya terjadi bersama-sama karena radang penis akan menulari preputium dan sebaliknya sehingga disebut pula sebagai balanopostitis. Pada keadaan yang berat balanopostitis dapat diikuti oleh perlekatan antara penis dengan preputium sehingga berakibat ereksi tidak sempurna khususnya pada sapi pejantan muda. Infeksi yang terjadi pada penis dan preputium dapat disebabkan oleh trauma dan gangguan mekanis lainnya. 

Penanganan

Terapi yang dilukukan berupa pencucian secara teratur penis dan preputium hewan penderita menggunakan cairan antiseptik ringan 2-3 kali sehari. Pemberian antibiotik secara lokal umumnya memberikan kesembuhan karena balanopostitis seringkali disebabkan oleh infeksi lebih dari satu mikroorganisme. Pada kebanyakan kasus prognosa balanopostitis adalah fausta, akan tetapi kesembuhan secara sempurna tidak mungkin terjadi. Kerusakan yang berat menyebabkan sikatrik pada lapisan mukosa preputium maupun penis. Perlekatan penis dengan preputium yang ditimbulkan oleh keadaan ini barakibat pada hilangnya kemampuan pejantan untuk berkopulasi sehingga perlu dilakukan operasi

3

pembedahan untuk membantu penyembuhan. Pada kejadian kasus yang berat preputium disayat sehingga nanah dan urin yang menumpuk dapat dikeluarkan. 2. Pimosis dan Parapimosis Pimosis adalah tertutupnya lubang untuk keluar urin sebagian atau seluruhnya yang disebabkan karena ujung preputium penis mengalami konstriksi (penyempitan). Pada waktu urinasi, urin sedikit sampai banyak terhambat keluar. Apabila lubang preputium menutup total, maka kulit preputium akan bengkak disamping terdapatnya retensi urin. Apabila lubang preputium menutup sebagian, maka urin menetes dan sakit. Pimosis dapat bersifat menurun maupun perolehan diantaranya karena keradangan, hematoma, maupun tumor pada glans penis. Trauma langsung yang terjadi pada preputium akan berakibat terbentuknya tenunan parut yang berlebihan diikuti pembentukan sikatrik. Gejala yang timbul berupa bentuk lubang preputium abnormal yaitu menjadi lebih sempit sehingga penis tidak dapat keluar sempurna melalui lubang tersebut pada saat ereksi. Jaringan sikatrik dapat dirasakan melalui palpasi pada mukosa lubang preputium. Terapi dilakukan dengan mengincisi melebarkan lubang preputium atau dengan cara insisi pada tumor dan hematoma apabila penyebabnya merupakan dua hal tersebut.

4

Gambar 1. Kasus Pimosis



Penanganan Pimosis i.

Dibuat incisi pada bagian kraniodorsal preputium melalui kulit, jaringan subcutan untuk memperlebar lubang preputium

ii.

Dibuang sedikit preputium (3-5 mm) sehingga penis bisa keluar.

iii.

Mukosa penis yang tepat dibelakang gland penis dan preputium dipertautukan dengan jahitan simple inturrupted dengan non absorbable.

iv.

Hal ini akan membuat gland penis berada diluar preputium secara permanmen.

v.

Incisi dengan bentuk lingkaran juga dapat dilakukan untuk memperlebar lubang preputium.

5

Parapimosis merupakan ketidakmampuan masuknya ujung penis ke dalam preputium. Sering ditemukan pada anjing setelah koitus, pada hewan lain parapimosis disebabkan oleh udem berat ataupun tumor penis sehingga prepusium yang terhalang untuk kembali ketempat semula. Prepusium yang terhalang kembali ke ujung glans penis akan menjepit aliran vena penis sehingga distal jepitan penis mengalami nekrosis. Arteri akan terhambat sehingga penis mengalami nekrosis.

Gambar 2. Kasus Parapimosis

Preputium harus dikembalikan ke tempat semula. Baringkan anjing dalam posisi dorsal diatas meja dan beri zat pelicin pada penis. Pegang dan jepit penis dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dan kiri, lalu dengan menarik jari-jari tersebut kedistal, glans penis didorong kedalam menggunakan jempol tangan. Tindakan reposisi ini harus komplit. Apabila tindakan diatas gagal, maka bagian dorsal preputium dikembalikan ketempat seharusnya di ujung penis.

6



Penanganan Parapimosis i.

Hewan dipersiapkan seperti biasa untuk operasi, dianestesi terlebih dahulu.

Gambar 3. Kasus tumor yang menyebabkan parapimosis

ii.

Setelah tumornya ditangani, preputium dijahit pada penis untuk membiarkan luka operasi tumor kering. Penjahitan ini menggunakan pola simple interrupted dengan benang non absorbable.

7

Gambar 4. Penjahitan preputium pada penis

Setelah 7 hari (atau saat luka operasi tumor sembuh), jahitan dibuka secara perlahan lalu penis dikembalikan pada posisi normalnya.

Gambar 5. Setelah penis dimasukkan kembali ke preputium

3. Hematoma Penis Hematoma penis merupakan keadaan pecahnya pembuluh darah di bawah mukosa penis disertai penimbunan darah. Lapisan fibroma robek

8

dan pecahnya pembuluh darah dibawah mukosa penis dapat terjadi misalnya pada saat koitus yaitu ketika betina bergerak secara tiba-tiba. Hematoma

dibentuk

dengan

muskulus

retraktor

penis

sering

mengakibatkan prolapsus preputium oleh karena adanya timbunan darah. Abses kemungkinan dapat timbul oleh adanya hematoma yang berjalan lama, umumnya dapat terjadi kesembuhan alami tanpa diikuti adanya komplikasi akan tetapi terbentuk jaringan parut yang dapat menghambat keluar masuknya penis melalui preputium. 

Penanganan Terapi dilakukan melalui operasi penyayatan bagian hematoma

untuk mengeluarkan timbunan darah menggunakan anastesi umum kemudian diberikan penisilin secara lokal dan dijahit.

4. Ruptur Penis Ruptur penis merupakan keadaan mukosa penis mengalami kerobekan sehingga mengakibatkan ketidak sempurnaan ereksi, adanya rasa sakit pada saat ereksi serta pada saat proses kopulasi. Ruptur penis merupakan salah satu jenis kasus yang jarang terjadi. Ruptur atau fraktur penis yang merupakan pecah atau patahnya penis karena suatu gangguan mekanis terjadi ketika pejantan dengan libido tinggi sangat aktif dalam mengawini betina akan tetapi betina atau sapi dara secara mendadak menjatuhkan tubuhnya yang disebabkan oleh terlalu beratnya pejantan.

9

Pembengkokan penis secara tiba-tiba pada saat kopulasi dapat menyebabkan fraktur penis. Gejala yang terlihat adalah adanya luka-luka pada

mukosa

penis,

pemendekan

dan

pembengkakan

penis.

Pembengkakan penis bervariasi tingkatnya tergantung tingkat ruptur atau frakturnya penis. Gejala yang segera mengikuti kasus ini adalah adanya kesulitan urinasi. Terjadi prolapsus preputium sebagai akibat udema, mukosa berubah menjadi warna gelap oleh adanya infeksi bakterial pada daerah yang mengalami ruptur. Pejantan menolak kopulasi oleh karena sakit pada saat ereksi yang ditimbulkan dari kelainan tersebut. Apabila pengobatan tidak dilakukan maka akan diikuti oleh adanya perlekatan dengan preputium atau kulit dinding perut diatasnya. 

Penanganan Terapi yang dilakukan berupa operasi penjahitan dan perobekan

hematoma bila ada untuk memperbaiki keadaan penis yaitu dilakukan antara hari ke 4-10 setelah kejadian ruptur penis.

5. Transmissible Venereal Tumor (TVT) Transmissible Venereal Tumor (TVT) merupakan infeksi sarkoma, veneral

granuloma,transmissible

limposarcoma,sticker

tumor

yang

umumnya menginfeksi alat genital jantan maupun betina. Paling banyak Kejadian TVT yakni berada dilingkungan tropis dengan temperature hangat (Rogers, 1997).Tumor dapat tumbuh 15-60 hari setelah implantasi, dan dapat tidak terdeteksi selama bebrapa tahun (Lombard dkk., 1968; Moulton, 1978). 10

Gejala TVT ialah adanya bentukan seperti cauliflower kemerahan. Biasanya pada daerah genital. Secara makroskopis, bentuknya beragam. Ada yang kecil maupun besar (5µm-10 cm), lunak maupun keras, abu-abu hingga kemerahan, bentukan nodular maupun papilary di penis ataupun lapisan permukaan preputium. Dapat terjadi juga pada glans penis, kadang pada bagian dalam penis bahkan scrotum dan daerah perineal. 

Penanganan Terapi dilakukan dengan tindakan operasi pengangkatan jaringan

tumor, bisa dengan incisi pada bagian tumor, maupun secara pemanasan dengan solder. Berdasarakan penelitian, pengobatan TVT yang paling efektif ialah dengan kemoterapi. Beberapan penelitian menunjukan pengobatan dengan vincristin sangat baik hasilnya. Vincristin diberikan setiap minggu dengan dosis 0,5 – 0,7 mg/m2 dari area tubuh atau 0,025 mg/kg secara intra vena. Lama pengobatan juga bervariasi 2 – 7 kali (Marcos dkk., 2006; Nak dkk., 2005; Papazoglou dkk, 2001). Vincristin merupakan kelompok vinca alkaloid yg merupakan obat kemoterapi. Vincristine ialah ekstrak dr tanaman vinca rosea yg merupakan racun microtubule (Brooks, 2008).

2. 2. Kelainan pada Testis A. Kriptorkhismus Dalam perjalanan dari rongga perut ke skrotum pada masa fetus, testis dapat tersangkut pada suatu tempat di dalam perut atau sepanjang

11

kanalis inguinalis sehingga terjadi kriptorkhismus, kelainan ini mungkin disebabkan oleh lipat peritoneum (peritoneum fold) yang menggantung testis terlalu pendek, fungsi gubernakulum testis yang kurang baik, lubang kanalis inguinalis yang sempit, atau testis yang besar karena adanya kista atau teratoma testis. Kelainan ini mempunyai predisposisi herediter. Sering ditemukan pada babi, anjing dan kucing, namun jarang pada sapi. Diagnosis ditegakkan dalam posisi hewan rebah dorsal (terlentang). Testis tidak teraba dalam skrotum namun terlihat atau teraba dibagian proksimalnya di anulus inguinalis eksterna. Apabila tidak teraba dari luar, maka testis berada dalam rongga perut. 

Penanganan Tindakan terhadap kriptorchismus adalah orkhidopeksi testis

diturunkan kedalam skrotum dan difiksir ditempat itu. Halnya tersebut hanya mungkin dilakukan apabila penggantung testis masih dapat dibebaskan secukupnya.

B. Torsio Testis Torsio testis adalah berputarnya testis sehingga pembuluh darahnya turut terpelintir dengan akibat terjadinya nekrosis testis. Torsio testis ini harus segera dioperasi untuk mengembalikan posisi testis. Torsio testis harus di diagnosa banding dengan orkhitis, apabila terdapat kerauan antara torsio dengan orkhitis, maka harus dilakukan eksplorasi testis untuk mengetahui keadaan sebenarnya.

12



Penanganan Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara yaitu :

detorsi atau reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan. i.

Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini atau merupakan tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan ini dilakukan dengan mengingat arah torsio pada umumnya. Reduksi yang berhasil akan memberikan pemulihan segera untuk aliran darah ke tistis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap dilakukan pada kesempatan awal. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain itu abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin melibatkan testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan.

ii.

Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah ada perubahan

13

warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomi, namun apabila testis masih baik (viable) lakukan orchidopeksi pada testis yang bersangkutan dan testis kontralateral. Pada pasien dengan riwayat torsi yang berulang, sebaiknya pada pasien ini dilakukan orchidopeksi elektif. iii.

Prosedur pembedahan sama dengan halnya melakukan bedah kastrasi/kebiri, namun testis yang mengalami perputaran/terpelintir dibuat jahitan bantu pada lapisan tunika albugenia kiri dan kanan ke tunika dartos dan kulit kulit skrotum pada bagian dalam, kira-kira pada posisi testis biasanya.

C. Hipoplasia Testis Hipoplasia testis merupakan kelainan anatomik yang bersifat genetis berupa ukuran testis menjadi lebih kecil dari ukuran normal. Bersifat total apabila ukuran testis sangat kecil hanya berupa benjolan kecil di dalam rongga skrotum dan pejantan menjadi steril. Pada hipoplasia parsialis yaitu testis berukuran sedikit lebih kecil dari ukuran normalnya proses spermatogenesis masih dapat berlangsung sehingga menghasilkan spermatozoa. Kedua macam hipoplasia tersebut dapat berlangsung unilateral maupun secara bilateral.

14



Penanganan Tindakan yang diambil dalam penanganan hipoplasia testis berupa

operasi kastrasi untuk menghindari menurunnya sifat genetis tersebut pada keturunannya khususnya pada hipoplasia parsialis.

D. Orkhitis Merupakan keradangan yang pada testis dengan tingkat kejadian yang tergolong jarang. Umumnya radang tersebut timbul oleh adanya infeksi mikroorganisme dibagian sekitar testis yaitu pada selaput pembungkus testis (skrotum) atau saluran urogenital. Terinfeksinya pejantan oleh mikroorganisme penyebab penyakit kelamin menular karena perkawinan alami memungkinkan pejantan mengalami orkhitis. Gejala yang muncul orkhitis adalah demam yang tinggi berlangsung 1-14 hari dan penurunan nafsu makan, palpasi skrotum memperlihatkan rasa sakit dan adanya kebengkakan. Libido menurun sampai dengan menghilang, pada kejadian kronis testis menjadi mengecil, mengeras, bentuk tidak teratur dan menjadi infertil. Diagnosa orkhitis ditentukan berdasarkan adanya perubahan bentuk dan konsistensi testis atau adanya perlekatan testis dengan dinding skrotum. Apabila penyebab orkhitis adalah mikroorganisme maka diagnosa dapat dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik sperma.

15



Penanganan Pengobatan menggunakan antibiotik berdasarkan pada macam

mikroorganisme penyebabnya. Pengobatan menggunakan khloromisetin dan aureomisin dan dengan istirahat kelamin sampai keradangan tersebut berakhir. Pada kasus akut unilateral testis yang meradang sebaiknya diambil untuk mencegah perubahan degenerasi pada testis yang lain.

E. Neoplasia Testis Neoplasia testis umunya terjadi pada pejantan berumur tua yang berlangsung pada sel interstitial dan bersifat tumor jinak. Palpasi testis melalui dinding skrotum terasa terdapat adanya benjolan, ukuran lebih kecil, berbentuk bulat, diselaputi oleh semacam kapsul dengan kondisi kenyal seperti tenunan hati. Diagnosa neoplasia testis ditegakkan berdasarkan pada pembesaran testis dan tingkah lakunya. 

Penanganan Terapi yang baik adalah dengan cara kastrasi karena sesegera

mungkin mampu menghindari kemungkinan metastase.

F. Hidrokel Hidrokel testis adalah pengumpulan cairan sereus dalam tunika vaginalis, biasanya akibat vaginalitis kronis setelah trauma pada skrotum atau akibat kastrasi. Pada hewan yang baru lahir atau masih muda,

16

hidrokel terjadi akibat masih terbukanya proseus vaginalis sehingga cairan dalam perut mengalir ke dalam skrotum. Apabila cairan tersebut bercampur darah maka disebut hematokel testis. Skrotum terlihat membesar denga kulit berkilat tampa tanda radang. Umumnya akan teraba fluktasi, apabila hidrokelnya tidak terlalu tegang. Pada hewan yang masih muda, dengan kulit skrotum masih tipis, maka

hidrokel

dapat

diketahui

dengan

melakukan

pemeriksaan

transilluminasi. Pada satu sisi dipancarkan cahaya senter, cahaya dilokalisir hanya mengenai skroyum dan pada sisi lain melalui semaca teropong pemeriksa akan melihat pancaran cahaya tersebut. Hal ini dimungkinkan karena cahaya mnembus air, berbeda apabila isi skrotum tersebut adalah darah, hernia atau tumor. Cara lain untuk membedakannya dengan hernia adalah dengan memegang pangkal skrotum dengan ibu jari dan telunjuk. Pada hidrokel kedua jari tersebut dapat dirapatkan, karena cairan dengan mudah terdorong ketempat lain, sedangkan pada hernia kedua jari tidak dapat dirapatkan karena terhalang oleh hernia. 

Penanganan Tindakan yang sederhana pada kasus hidrokel adalah dengan

melakukan penyedotan cairan, namun tindakan ini perlu dilakukan berulang karena hidrokel akan residif. Untuk mencegah resdi maka setelah dipungsi, dimasukkan larutan jodium dengan akibat kan terjadi

17

peradangan dalam skrotum. Peradangan ini akan menghilang dalam 1012 hari. Operasi pada hidrokel bertujuan agar air yang terbentuk dan terkurung dalam tunika albugenia dibuang sebagian sehingga pinggirpinggir tidak mungkin merapat kembali.

2. 3. Kelaianan pada Kelenjar Asesoria A. Prostatitis Infeksi prostat dapat berbentuk akut atau kronis. Sering ditemukan pada anjing namun jarang pada kuda dan sapi. Disebabkan oleh bakteri (terbanyak), virus, jamur, atau parasit. Infeksi dapat berasal akibat penjalaran langsung dari uretritis secara limfogen dari rektum atau seara hematogen. Hewan yang menderita prostitis akan mengalami nyeri sewaktu deekasi sehingga akan timbul obstipasi. Keinginan miksi sering, tetapi sakit. Pada colok dubur, prostat nyeri pada perabaan terdapat juga demam dan muntah. Infeksi dapat menjalar ke vesikula seminalis. Abses yang terjadi akibat infeksi akan pecah ke urtra, fossa iskhiorektal, perineum dan kedalam rektum. 

Penanganan Tindakan yang dilakukan terdiri dari pemberian laksan, klisma

hangat, dan pemasangan kateter, diet susu, serta antibiotika dan analgetika. Apabila terdapat abses, dilakukan incisi.

18

DAFTAR PUSTAKA

Aiello, S.E. 2000. The Merck Veterinary Manual. 8th Ed. Merck&Co. inc whitehouse station N. J.USA. Fossum T. W, 2002. Small animal surgery. 2 nd edition. Mosby an affiliate of Elsevier. St. Louis, Missouri. Ibrahim, R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala University Press, Banda Aceh. Tilley, P. L dan Smith, F.W.K. 2000. The Five Minutes Veterinary Consult Canine and Feline. 2nd ed. lippicont, Philadelphia. Rusydi. 2008. Transmissible Veneral Tumor (tvt). Situs Resmi Dinas Peternakan Prov. Sumbar.htm. 26 Agustus 2015. Smith, J. 2007. Reproductive disorders of Bos taurus bulls in the tropic. Theriogenology 82: 130-136. Williams, 1999. Transmissible Venereal Tumor. The 5 Minute Veterinary Consult. Pensylvania.

19

Related Documents


More Documents from "kurniati ramadhaniah"