Implementasi Filsafat Pendidikan Esensialisme dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IX D SMPN 9 Pontianak Nazila Fitrah PAI Semester III Kelas G IAIN Pontianak e-mail:
[email protected] Abstrak Artikel ini berjudul “Implementasi
Filsafat Pendidikan Esensialisme dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IX SMPN 9 Pontianak”. Latar belakang dari penulisan artikel ini ialah keinginan untuk mengetahui bagaimana filsafat pendidikan esensialisme diterapkan di SMPN 9 Pontianak, khususnya kelas IX D pada mata pelajaran Pendidikan Agama Isla (PAI). Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana implentasi filsafat pendidikan dalam pembelajaran di sekolah yang meliputi peran dan cara mengajar guru di dalam kelas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil sebagi berikut. Pertama, sebagaimana yang diterapkan di kelas IX SMPN 9 Pontianak, ketika salah satu peserta didiknya
melakukan pelanggaran yaitu datang terlambat, guru
memberikan hukuman berupa perintah menulis ayat al-Quran dalam satu lembar kertas dan harus dikumpulkan pada pertemuan di minggu selanjutnya. Begitu pula dengan mengucapkan salam ketika menutup pelajaran, hal itu dilakukan guna menyampaikan suatu budaya yang baik kepada peserta didik. Dengan demikian telah terjadi transmisi budaya dari guru kepada peserta didik dengan pembiasaan tersebut. Dua, guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik. Penerapan hal ini ialah seperti guru yang mengajar mata pelajaran PAI di kelas IX D SMPN 9 Pontianak yaitu materi tentang Optimis, Ikhtiar, dan Tawakal. Dengan menggunakan media buku dalam pembelajaran, guru memberikan penjelasan kepada peserta didiknya materi tentang Optimis, Ikhtiar, dan Tawakal itu. Kemudian guru mengaitkan materi pelajaran itu dengan kehidupan sehari-hari. Seperti pada pembahasan Optimis, guru mengaitkan materi itu dengan
1
memberikan contoh seseorang berperilaku optimis itu bagaimana, misalnnya jika menjadi siswa harus menjadi siswa yang baik, tidak tidur di dalam kelas dan tidak datang terlambat. Kemudian
guru memberikan ilustrasi tentang orang tua
(kakek/nenek) yang ketika berada dalam bus tidak kebagian tempat duduk, sedangkan anak muda banyak yang duduk dengan nyaman di bangku bus. Selain itu, guru juga memberikan ilustrasi tentang orang yang tidak optimis, ia yang selalu mengatakan “aku tidak bisa” tanpa berusaha terlebih dahulu. Kata kunci: esensialisme, guru, indikator, punishment
2
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya, manusia tidak lepas dari peran pendidikan, baik itu formal, nonformal, maupun informal. Seperti yang kita tahu, dalam penciptaannya, manusia telah dibekali potensi baik dan buruk dalam dirinya. Potensi-potensi ini harus diarahkan kemana seharusnya ia dari diarahkan. Hal ini telah disebutkan oleh Rasulullah Saw., dalam haditsnya yang berbunyi, “Dari Abu Hurairah Ra., bahwa Nabi Saw., bersabda: Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan dalil tersebut, dapat kita ketahui bahwa fitrahnya manusia yang mempunyai potensi baik maupun potensi buruk dalam dirinya harus diarahkan sebagai mana seharusnya. Potensi baik yang ada pada diri manusia, harus dikembangkan ke arah yang baik untuk membentuk seorang individu yang dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Begitu juga dengan potensi buruk yang ada pada diri manusia, potensi tersebut sebisa mungkin harus dikontrol ke arah kebaikan. Dalam hal ini, peran pendidikan sangat diharapkan. Mulai dari pendidikan keluarga, lingkungan masyarakat, maupun pendidikan formal di sekolah. Pendidikan keluarga tentu saja hal itu yang mempunyai peran penting ialah orang tua. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat tentu saja yang berperan ialah anggota masyarakat (tetangga). Adapun pendidikan formal di sekolah yang berperan penting ialah para guru di sekolah. Dalam
pandangan
filsafat,
pendidikan
itu
penting
guna
membangun filsafat hidup agar dapat dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Ghandi HW, 2011: 72). Ada beberapa teori filsafat yang menerangkan tentang pendidikan. Salah satunya ialah teori filsafat pendidikan esensialisme. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan tentang
3
pengimplementasian filsafat pendidikan esensialisme dalam pembelajaran pendidikan di sekolah. 2. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengimplementasian filsafat pendidikan esensialisme dalam pembelajaran di sekolah. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah siswa dan guru yang mengajar di kelas IX D SMPN 9 Pontianak. Implementasi filsafat pendidikan esensialisme yang diteliti meliputi: a. Peran dan cara guru mengajar di dalam kelas. b. Peran serta respon siswa di dalam kelas. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi (1991:104), metode deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur
pemecahan
masalah
yang
diselidiki
dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya. Cara
kerja
metode
deskriptif
dalam
penelitian
mengenai
Implementasi Filsafat Pendidikan Esensialisme dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Kelas IX SMPN 9 Pontianak ini, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di dalam kelas dan wawancara kepada guru yang mengajar. 4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana implentasi filsafat pendidikan dalam pembelajaran di sekolah yang meliputi: a. Peran dan cara mengajar guru di dalam kelas. b. Peran serta respon siswa di dalam kelas.
4
B. Kajian Teori 1. Pengertian Filsafat Pendidikan Esensialisme Esensialisme dapat digambarkan sebagai filsafat pendidikan yang berakar pada pengajaran mata pelajaran pendidikan dasar yang bertujuan menciptakan masyarakat Amerika yang memberikan kontribusi kepada masyarakat terhadap budaya demokratis (Link, 2008). Sebagaimana yang dikutip oleh Hengki Wijaya (2018), Saidah mengatakan bahwa esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan berakar dari nilai-nial yang esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat
menuntun
dan
telah
turun-temurun.
Adapun
pandangan
esensialisme dalam pendidikan Islam dianggap sesuai karena tujuan umum paham esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia akhirat. Isi pendidikannya ditetapkan berdasarkan kepentingan efektifitas pembinaan kepribadian yang mencakup ilmu pengetahuan yang harus dikuasai dalam kehidupan dan mampu menggerakkan keinginan manusia. Salah satu tokoh filsafat pendidikan esensialisme yang bernama Johann Fridrich Herbart ((1776-1841). Ia merupakan seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan dengan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebaikan dari Yang Mutlak. Artinya, penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan, yang disebut “pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian tujuan pendidikan (Muhammad Anwar, 2015: 163). Dari teori-teori di atas, dapat kita pahami bahwa filsafat pendidikan esensialisme ini filsafat pendidikan yang memandang pendidikan sebagai suatu yang berisi pengajaran-pengajaran yang bersifat esensi. Maksudnya ialah menerapkan kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dahulu, akan tetapi eksistensinya masih terjaga hingga sekarang. 2. Peran Pendidik dan Sekolah Syamsul Kurniawan (2017: 31) mengatakan bahwa dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh sitilah guru, orang yang kerjaannya mengajar atau memberikan
5
pelajaran di sekolah atau di kelas. Istilah guru sebagaimana yang dijelaskan oleh Hadari Nawawi (1989:123), adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Secara lebih khusus lagi ia mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu pencapaian kedewasaan masing-masing peserta didik. Dalam tugas tersebut, selain memberikan pelajaran di muka kelas, juga harus membantu mendewasakan peserta didik. Dalam pandangan filsafat, sebagaimana yang dikutip oleh Yunus (2016: 37), Barnadib (1997) menyatakan bahwa peran sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi muda dewasa ini, melalu hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru memegang perran lebih khusus, dimana guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan, subjek khusus dan merupakan model yang baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai ilmu pengetahuan, ilmu. Dalam pendidikan formal, kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru. C. Hasil Riset Penerapan Filsafat Pendidikan Esensialisme dalam Pembelajaran di Kelas IX D SMPN 9 Pontianak No.
Indikator
Ya
Tidak
Bukti
Penilaian 1.
Guru
√
Guru
membuka
mengucapkan
membaca doa bersama.
pembelajaran
6
salam
dan
2.
√
Guru
Guru menyampaikan materi tentang
menjelaskan
optimis, ikhtiar, dan tawakal.
materi pelajaran 3.
√
Guru
Guru
menggunaka n
menggunakan
media
berupa
buku.
media
pembelajaran 4.
√
Guru
Guru
mengaitkan
tentang
menjadi
mengaitkan
orang yang optimis itu seperti optimis
mata
menjadi murid yang baik dengan tidak
pelajaran
tidur di kelas, datang terlambat.
dengan kehidupan sehari-hari 5.
√
Guru
a. Guru memberikan ilustrasi tentang
memunculka
orang tua (kakek/nenek) yang tidak
n
kebagian tempat duduk, sedangkan
suatu
ilustrasi
yang muda duduk-duduk enak di
permasalaha
kursi bus.
n
yang
b. Guru memberikan ilustrasi tentang
sedang
orang yang hanya mengatakan “aku
dialami
tidak bisa” tanpa berusaha terlebih
masyarakat
dahulu.
sekarang, baik
sosial,
ekonomi, politik, budaya.
7
6.
√
Guru
Guru memberikan hukuman berupa
memberikan
perintah menulis ayat al-Quran di
punishment/
selembar kertas kepada siswa yang
reward
dating terlambat.
kepada siswa 7.
Guru
√
Tidak ada yang bertanya.
√
Guru memberikan kesempatan untuk
memberikan kesempatan siswa untuk bertanya. 8.
Guru memberikan
siswa membacakan ayat suci al-Quran.
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan potensi yang dimilikinya di
dalam
kelas. 9.
Guru
√
a. Guru
menanyakan
tentang
mengajukan
pemahaman siswa tentang materi
pertanyaan
minggu lalu
kepada siswa
b. Guru menanyakan definisi optimis. c. Guru
menanyakan
ayat
tentang
optimis. 10.
Guru
√
a. Satu
orang
siswa
memberikan
memberikan
jawaban tentang definisi optimis.
kesempatan
b. Siswa menjawab serentak ketika
kepada siswa
guru bertanya ayat al-Quran tentang
8
untuk
optimis.
menjawab pertanyaan baik
yang
diajukan guru
atau
siswa lain. 11.
Menutup
√
Guru mengucapkan salam.
pembelajaran
D. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan mengamati langsung objek di lapangan selama satu jam pelajaran yang berdurasi kurang lebih satu jam, maka diperoleh hasil bahwa telah tampak bagaimana implementasi filsafat pendidikan dalam pembelajaran di dalam kelas. Hal ini dapat diketahui dengan terdapatnya beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut meliputi: 1. Guru membuka pelajaran dengan mengajak peserta didik untuk berdoa bersama. 2. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik. 3. Guru menggunakan media pembelajaran di dalam kelas. 4. Guru mengaitkan mata mengaitkan mata pelajaran dengan realitas kehidupan sehari-hari serta memunculkan suatu ilustrasi permasalahan yang sedang dialami masyarakat baik sosial, ekononomi, politik, dan budaya kemudian menyampaikan pesan moral yang terkandung di dalamnya. 5. Guru memberikan punishment kepada siswa yang melanggar peraturan.
9
6. Guru mendorong peserta didik untuk memberikan jawaban dari apa yang sudah dijelaskan oleh guru untuk menguji kemampuan peserta didik. 7. Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik. 8. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Berikut penjelasan untuk indikator-indikator di atas. Pertama, transmisi budaya. Tranmisi budaya yang dilakukan guru kepada peserta didik dapat diketahui berdasarkan indikator guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan membaca doa, memberikan punishment bagi peserta didik yang terlambat, serta menutup pembelajaran dengan salam. Berdasarkan hal itu, dapat kita ketahui bahwa mengucapkan salam dan membaca doa sebelum memulai pelajaran telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Begitu juga dengan pemberian punishment kepada peserta didik yang melanggar peraturan dengan harapan memberikan efek jera kepada peserta didik. Hukuman
yang
diberikan
tidak
selalu
berupa
kekerasan.
Sebagaimana yang diterapkan di kelas IX SMPN 9 Pontianak, ketika salah satu peserta didiknya melakukan pelanggaran yaitu datang terlambat, guru memberikan hukuman berupa perintah menulis ayat al-Quran dalam satu lembar kertas dan harus dikumpulkan pada pertemuan di minggu selanjutnya. Begitu pula dengan mengucapkan salam ketika menutup pelajaran, hal itu dilakukan guna menyampaikan suatu budaya yang baik kepada peserta didik. Dengan demikian telah terjadi transmisi budaya dari guru kepada peserta didik dengan pembiasaan tersebut. Selain indikator di atas, guru-guru di SMPN 9 Pontianak khususnya kelas IX D mewajibkan kepada peserta didiknya untuk membaca literatur bebas berbentuk buku selama lima belas menit sebelum memulai pembelajaran. Ini merupakan salah satu program pemerintah yang sudah diterapkan di sekolah ini yang dimulai pada tahun 2018. Hal
10
tersebut merupakan tranmisi budaya membaca yang telah sejak lama dilakukan oleh para intelektual terdahulu. Kedua, peran guru. Hal ini dapat dilihat dari indikator guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik, guru mengaitkan mata mengaitkan mata pelajaran dengan realitas kehidupan sehari-hari serta memunculkan suatu ilustrasi permasalahan
yang sedang dialami
masyarakat baik sosial, ekononomi, politik, dan budaya kemudian menyampaikan pesan moral yang terkandung di dalamnya, guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik, serta guru mendorong peserta didik untuk memberikan jawaban dari apa yang sudah dijelaskan oleh guru untuk menguji kemampuan peserta didik. Penerapan hal ini ialah seperti guru yang mengajar mata pelajaran PAI di kelas IX D SMPN 9 Pontianak yaitu materi tentang Optimis, Ikhtiar, dan Tawakal. Dengan menggunakan media buku dalam pembelajaran, guru memberikan penjelasan kepada peserta didiknya materi tentang Optimis, Ikhtiar, dan Tawakal itu. Kemudian guru mengaitkan materi pelajaran itu dengan kehidupan sehari-hari. Seperti pada pembahasan Optimis, guru mengaitkan materi itu dengan memberikan contoh seseorang berperilaku optimis itu bagaimana, misalnnya jika menjadi siswa harus menjadi siswa yang baik, tidak tidur di dalam kelas dan tidak datang terlambat. Kemudian guru memberikan ilustrasi tentang orang tua (kakek/nenek) yang ketika berada dalam bus tidak kebagian tempat duduk, sedangkan anak muda banyak yang duduk dengan nyaman di bangku bus. Selain itu, guru juga memberikan ilustrasi tentang orang yang tidak optimis, ia yang selalu mengatakan “aku tidak bisa” tanpa berusaha terlebih dahulu. Selain itu, guru memberikan kesempatan untuk bertanya kepada peserta didiknya. Guru pun memberikan pertanyaan kepada peserta didiknya guna memberikan penegasan terhadap materi pelajaran yang
11
disampaikan. Misalnya guru menanyakan kembali tentang definisi Optimis kepada peserta didiknya. Dalam pandangan esensialisme seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa guru memiliki pengaruh yang besar dalam pembelajaran di kelas. Guru dituntut untuk menguasai ilmu pengertahuan, dengan begitu agar ia dapat menjelaskan materi-materi pelajaran kepada peserta didik, menjadi contoh dan teladan kepada peserta didik, dan membentuk peserta didik yang mempunyai kemampuan intelektual. E. Kesimpulan Dari penjelasan di atas telah diuraikan bagaimana penerapan teori filsafat pendidikan diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Pada dasarnya, filsafat pendidikan esensialisme ini memandang pendidikan sebagai wadah untuk meneruskan budaya-budaya yang masih terjaga esensinya guna membentuk pribadi yang mampu menyeimbangkan kehidupannya. Oleh karena itu, dalam praktik pendidikan terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan patokan untuk menerapkan teori filsafat pendidikan esensialisme ini.
12
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana Kuniawan, Syamsul. 2017. Filsafat Pendidikan Islam. Malang: Madani HW Gandhi, Teguh Wangsa. 2012. Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press H. .A. Yunus. 2016. Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan, dalam Jurnal Cakrawala Pendos, Vol.2 No.1 Wijaya, Hengki. Terjemah, dan Esensialisme, Pendidikan Dasar, dan StandarStandarnya.(G.L.Gutek), https:www.researchgate.net/publication/323113878_Terjemahan_Esensiali sme_Pendidikan_Dasar_Dan_Standar_Standarnya_G_L_Gutek/download, 2018
13
14