Iman dan Persoalannya September 3, 2007 by easternearth http://easternearth.wordpress.com/2007/09/03/iman-dan-persoalannya/ Iman adalah asas penting yang menjadi landasan tempat berdirinya sebuah pribadi mukmin. Jika kita ibaratkan manusia seperti sebatang pohon, maka iman adalah akar tunjang untuk pohon itu. Jika manusia diibaratkan sebuah rumah, maka iman adalah pondasi rumah itu. Demikianlah pentingnya faktor iman dalam usaha mewujudkan seorang manusia yang sempurna dan diredhai Allah SWT. Tanpa iman, manusia itu ibarat pohon yang tidak berakar tunjang atau rumah yang tanpa pondasi. Maknanya, seseorang yang tidak memiliki iman tidak akan memiliki kekuatan untuk berhadapan dengan kehidupan. Dia pasti gagal. Sekalipun ada ciri-ciri keislaman yang terlihat melalui ibadah lahiriah, tetapi ibadah itu tidak akan berfungsi apa-apa ketika manusia yang tidak memiliki iman berhadapan dengan persoalan-persoalan hidup. Boleh jadi semakin banyak ibadah, justru semakin cepat gagalnya. Seperti halnya pohon yang tidak kuat berakar tunjang, semakin besar pohon itu maka semakin cepat tumbangnya. Atau ibarat rumah yang didirikan di atas lumpur, semakin besar rumah itu justru semakin cepat robohnya. Ketika datang ujian kecil pun, orang yang tidak memiliki iman sudah goyang. Apalagi ketika berhadapan dengan ujian-ujian yang besar, akan hanyut dan tenggelamlah dia. Sejarah telah membuktikan hal ini dalam berbagai kisah. Salah satunya adalah kisah seorang ahli ibadah bernama Barsisa yang terkenal dengan ibadahnya yang luar biasa, memiliki banyak pengikut tetapi di akhir hayatnya meninggal dalam keadaan kafir karena ditipu oleh syaitan hanya dengan seteguk arak dan seorang wanita. Demikianlah, Islam hanya akan dapat tegak dan kuat dalam pribadi kita dan dalam masyarakat karena adanya iman yang kuat. Tanpa iman yang kuat, Islam hanya akan menjadi simbol-simbol lahiriah yang diamalkan hanya sebagai tradisi dan kebiasaan semata-mata. Sebaliknya, dengan iman yang kuat akan lahir pribadi yang benar-benar kuat dan Islami. Islam adalah amalan lahiriah, iman adalah amalan hati (batin). Kalau iman kuat, amalan Islam pasti kuat. Tetapi kalau sekedar amalan Islam yang yang kuat, belum tentu imannya kuat. Hal ini harus diperhatikan. Jangan sampai kita menjadi orang yang kuat beramal saja tetapi lemah imannya. Sebaliknya, jadilah orang yang kuat beriman dan kuat beramal. Allah menjanjikan berbagai kemuliaan hanya bagi orang-orang yang beriman dan beramal. Firman Allah SWT:
“Demi waktu, sesungguhnya manusia itu semuanya berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh” (QS Al ‘Asr 1-3) Allah menyebutkan iman terlebih dahulu daripada amal. Hal ini menunjukkan satu syarat, bahwa amalan yang dilandasi oleh iman sajalah yang akan dinilai oleh Allah SWT. Rasulullah juga mengingatkan hal ini dengan sabda baginda : “Allah tidak melihat kepada rupamu dan hartamu (gambaran lahir) tetapi Dia melihat hati kamu dan amalan kamu” (Riwayat Muslim) Artinya, sebanyak apapun amalan lahiriah seperti shalat, puasa, menutup aurat, zikir, doa, sedekah, berjuang tidak ada arti apa-apa di sisi Allah jika tidak ada iman yang menjadi amalan batin.
Dapat kita tegaskan sekali lagi bahwa, orang-orang yang beriman sudah tentu akan beramal. Tetapi orang yang beramal belum tentu benar-benar beriman. Sedangkan orang yang tidak beramal sama sekali, tentu lebih lemah imannya atau mungkin tidak memiliki iman sama sekali. Oleh karena itu, Allah sering mengingatkan bahwa amalan yang diterima-Nya hanyalah amalan dari orang-orang yang beriman. Di antara firmanfirman Allah yang menunjukkan hal ini adalah: “Maka siapa saja yang mengerjakan amal soleh, sedang ia beriman, maka usahanya itu tidak akan diabaikan dan sesungguhnya Kami menuliskan amalan itu untuknya” (QS Al Anbiya’ 94) “Dan orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itu penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya” (QS Al Baqarah 82) Berdasarkan ayat-ayat itu, tentunya kita semakin menyadari tentang pentingnya iman itu melebihi amalan-amalan yang lain. Orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau beramal adalah penipu. Tetapi orang yang beramal tapi tidak beriman adalah tertipu. Oleh karena itu marilah kita segera memeriksa hati kita sendiri, sejauh mana kita telah beriman. Bagaimana cara kita memeriksanya? Tentu dengan cara yang sistematik dan ilmiah, bukan sekedar mengira-ngira tanpa panduan. Kita awali dengan mengetahui apa pengertian iman. Yang pertama, arti iman menurut lughah (bahasa yang digunakan sehari-hari) adalah percaya. Orang yang beriman disebut orang yang percaya. Barangsiapa yang percaya
maka dia disebut beriman. Namun tidak ada uraian tentang bagaimana cara dan syarat percaya yang dimaksud. Yang kedua adalah takrif (pengertian) iman menurut istilah syariat Islam adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW yaitu: “Iman adalah mengenal dengan hati, mengucapkan dengan lidah dan mengamalkan dengan jasad (lahiriah)” (Riwayat At Tabrani) Dari hadits Rasulullah SAW di atas kita mengetahui bahwa iman adalah keyakinan yang dibenarkan oleh hati, diucapkan dengan mulut (lisan) dan dibuktikan dengan amalan. Secara ringkasnya, orang yang beriman adalah orang yang percaya, mengaku dan mengamalkannya. Tanpa ketiga syarat itu, seseorang belum dikatakan memiliki iman yang sempurna. Bila salah satu dari tiga hal itu tidak ada, maka di dalam Islam seseorang itu akan dimasukkan ke dalam golongan tertentu, yaitu fasik, munafik atau kafir.
Mari kita kaji apa yang terjadi pada orang yang tidak memenuhi ketiga syarat iman tersebut: 1. Seseorang yang beriman dengan ucapan “La ilaha illallah” dan memiliki keyakinan, tetapi tidak beramal atau amalannya tidak sempurna sebagaimana yang seharusnya, dimasukkan ke dalam golongan mukmin yang fasik atau mukmin ‘asi (durhaka). Di akhirat nanti tempat mereka adalah neraka. Bila iman yang dimilikinya itu sah, maka masih ada peluang untuknya ke syurga. Namun, setelah menjalani hukuman di neraka. 2. Seseorang yang memiliki keyakinan tetapi tidak mau mengikrarkan “La ilaha illallah” baik beramal atau tidak, dimasukkan ke dalam golongan kafir. Ada juga pendapat yang memasukkan mereka masuk ke dalam golongan fasik. Tapi menurut pendapat yang lebih kuat, mereka termasuk ke dalam golongan kafir. Bila meninggal mereka tidak boleh dikuburkan di tanah pekuburan Islam, dan di akhirat nanti akan kekal di dalam neraka. 3. Seseorang yang mengucapkan “La ilaha illallah”, kemudian sedikit banyak beramal dengan segala tuntutannya tetapi keyakinannya masih diliputi keragu-raguan digolongkan sebagai orang munafik. Ragu-ragu yang dimaksudkan di sini bukan kepada
Allah saja, tetapi bisa juga ragu-ragu kepada rukun Iman yang lain yaitu kepada rasul, malaikat, kitab, hari kiamat atau qadha dan qadar. Apabila seseorang mengucapkan kalimat tersebut, maka ia menjadi orang Islam. Tetapi belum bisa dikatakan orang yang beriman, walaupun ia mengerjakan shalat, puasa, zakat dan haji. Hal ini diberitahukan oleh Allah SWT melalui firman-Nya: “Orang Arab Badui itu berkata “Kami telah beriman,” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah “Kami telah tunduk (Islam)” karena iman itu belum masuk kedalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala amalanmu), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Hujurat 14) Dari ayat itu dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang memeluk Islam belum pasti beriman, tetapi orang yang beriman sudah pasti Islam. Islam dapat diketahui melalui amalan-amalan lahir, sedangkan iman adalah amalan hati (batin). Selanjutnya, kita perlu mengetahui peringkat-peringkat iman. Para ulama telah membagi peringkat iman menjadi lima yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Iman Taqlid Iman Ilmu Iman ‘Ayan Iman Hak Iman Hakikat
1. Iman Taqlid Iman taqlid adalah iman ikut-ikutan atau beriman dengan semua rukun iman tetapi hanya ikut-ikutan saja. Pegangan iman dan Islamnya tidak kuat. Seseorang yang hanya sekedar beriman taqlid tidak memiliki alasan yang kuat mengapa ia beriman. Jika ditanya, “Apa buktinya Allah itu ada?” mungkin dia akan menjawab, “Saya mendengar orang-orang mengatakan Allah itu ada, jadi saya juga mengatakan Allah itu ada”. Artinya, keyakinannya bersandar kepada orang lain. Dia tidak memiliki dalil ‘aqli (dalil akal atau logika) maupun dalil naqli (dalil ayat-ayat Al Quran) untuk membuktikan keyakinannya pada enam rukun iman. Jika kita perhatikan, umat Islam hari ini, baik yang berkedudukan atau tidak, yang miskin atau yang kaya, yang bodoh atau yang bijak, mayoritas masih sekedar beriman taqlid. Sebagian besar umat Islam memeluk agama Islam karena secara kebetulan dilahirkan dari ibu dan bapak yang beragama Islam. Keyakinan kita kepada Allah masih sebatas kebiasaan sejak lahir. Bahkan boleh jadi kita lebih tahu tentang anatomi kuman yang sangat kecil, daripada Allah Yang Maha Besar. Boleh jadi kita lebih mahir tentang bentuk permukaan bumi yang rumit daripada suasana hari kiamat yang sangat dahsyat. Kita yakin dengan teori-teori sains tapi sulit untuk dapat yakin kepada janji-janji Allah yang terkandung dalam Al Quran dan Hadist.
Sifat orang yang beriman taqlid terhadap Islam seperti daun kering yang ditiup angin ke sana ke mari. Orang-orang yang beriman taqlid tidak dapat mengawal keyakinan mereka dari nafsu yang liar, juga tidak sanggup berhadapan dengan ujian. Menurut dalil yang paling jelas, iman taqlid ini dianggap tidak sah. Segala amal ibadah orang yang beriman taqlid akan tertolak dan tidak mendapat pahala di sisi Allah. Sebagaimana yang telah kita ketahui, jika iman seseorang tidak diterima, maka seluruh amalannya juga tidak akan diterima.
Oleh karena itu, jika seseorang mati dalam keadaan beriman taqlid tanpa ada niat di dalam hatinya untuk menuntut ilmu dan memperkuat iman, maka seseorang itu mati sebagai orang kafir dan kekal di dalam Neraka. Tetapi terhadap orang yang lemah akalnya, yang tidak dapat memahami tentang iman walaupun telah belajar sungguhsungguh, maka Allah memaafkan mereka. Sebagian ulama menyatakan bahwa iman taqlid bagi mereka yang lemah akalnya diperbolehkan, dengan syarat keyakinannya tetap teguh, tidak berubah-ubah. 2. Iman Ilmu Iman ilmu adalah iman yang sudah berdasarkan kepada ilmu. Inilah iman seorang yang telah mempelajari ilmu tentang Allah, malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, hari kiamat dan lain-lain yang diwajibkan untuk mengimaninya. Minimal, ilmu yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat berada di peringkat iman ilmu meliputi: • • • • • •
20 sifat yang wajib bagi Allah 20 sifat yang mustahil bagi Allah 1 sifat yang mubah (boleh) bagi Allah 4 sifat yang wajib bagi Rasul 4 sifat yang mustahil bagi Rasul 1 sifat yang boleh bagi Rasul
Semuanya harus berdasarkan dalil-dalil ‘aqli (akal) dan naqli (ayat Al Quran) secara ijmali yaitu secara ringkas tanpa uraian yang terperinci. Keseluruhan sifat Allah dan Rasul yang berjumlah 50 ini kemudian dipahami dan diyakini dengan sungguh-sungguh. Sifat-sifat inilah yang sebenarnya terkandung di dalam dua kalimat syahadat. Inilah yang dikatakan ‘aqaidul iman atau kesimpulan iman. Jika seseorang telah mempelajarinya, memahami dan menyakininya maka orang ini dikatakan beriman ilmu.
Sifat-sifat orang yang memiliki iman ilmu ialah: • • • • • •
Keimanannya telah memiliki dasar dan berakar kuat pada akalnya. Iktiqad atau keyakinannya disertai dengan dalil yang kuat dan memiliki pegangan yang kokoh. Mereka memiliki pemikiran tauhid yang mantap dan unggul, tidak mudah goyang dan terpengaruh dengan faham atau ideologi buatan manusia Walaupun begitu, mereka masih tidak cukup kuat dalam melawan hawa nafsu dan syaitan. Mereka masih belum benar-benar merasa takut pada Allah sehingga mudah berbuat durhaka kepada Allah Mereka mampu memperkatakan Islam tapi masih belum mampu berbuat atau mengamalkannya. Mereka masih belum dapat merasakan takut dengan ayat Allah yang berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Teramat besar kebencian di sisi Allah, kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS As Shaf 2-3)
Jadi, iman ilmu masih belum dapat menyelamatkan seseorang itu dari neraka dan kemurkaan Allah, karena iman ilmu baru sekedar berada di akal dan belum meresap ke dalam hati. 3. Iman Ayan Iman ayan satu taraf lebih tinggi dari iman ilmu. Iman ayan adalah hasil dari latihan yang bersungguh-sungguh. Dengan kesungguhan inilah seseorang yang beriman ilmu akan meningkat imannya menjadi iman ayan. Sifat orang-orang yang memiliki iman ayan adalah: • •
Imannya berada di hati dan bukan lagi di dalam pikiran sebagaimana orang beriman ilmu. Hatinya senantisasa ingat kepada Allah. Dia senantiasa mempunyai hubungan hati dengan Allah. Firman Allah :
“Mereka yang senantiasa mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring, dan mereka senantiasa memikirkann tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran 191) • •
Ibadahnya khusyuk dan meresap ke hati. Senantiasa merasakan kebesaran Allah di mana saja berada dan berserah diri kepada Allah tanpa syak atau keraguan. Firman Allah : “Sesungguhnya orang yang sebenarnya beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang dengan harta dan diri mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS Al Hujurat 15)
•
Hati sensitif dengan Allah. Apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka. Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka bertambahlah iman mereka dan hanya kepada Tuhan mereka saja mereka bertawakal.” (QS Al Anfal 2)
•
Semua perintah Allah, kecil atau besar dipatuhi dan semua larangan Allah baik sesuai atau tidak sesuai nafsunya, ditinggalkan dengan penuh kerelaan. Firman Allah: “Sesungguhnya jawaban oran-orang beriman, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memberi ketetapan di antara mereka (ialah ucapan), “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orangorang yang beruntung.” (QS An Nur 51)
•
Sangat sensitif dengan dosa. Sabda Rasulullah : “Orang-orang mukmin itu, apabila terbuat sedikit dosa, terasa bagaikan gunung besar yang akan menimpa mereka.” (Riwayat Ibnu Mas’ud)
• • • • • •
Sangat berakhlak dengan Allah dan juga berakhlak dengan manusia. Hati senantiasa merasa khusyuk, takut, terasa diawasi oleh Allah dan tidak cinta dunia. Sabar berhadapan dengan ujian-ujian hidup. Mampu mengamalkan Islam dalam diri, keluarga dan masyarakat. Senantiasa mendapat bantuan dan pertolongan dari Allah. Mereka tidak lama menjalani perhitungan amal di akhirat dan dimudahkan masuk ke syurga.
Di dalam Al Quran, Allah memuji golongan yang beriman ayan dan menamakan mereka dengan berbagai nama yang baik, diantaranya:
Sholihin (orang-orang yang baik), Ulil Abrar (orang-orang yang berbakti), Muflihun/Al Faizun (orang-orang yang mendapat kemenangan), Ashabul Yamin (orang yang akan menerima catatan dari sebelah kanan di Padang Mahsyar nanti.
4. Iman Haq Iman haq adalah iman yang sebenar-benarnya. Iman haq adalah peringkat iman yang dicapai setelah peringkat iman ayan. Seseorang yang mencapai iman haq, mata hatinya senantiasa melihat Allah. Artinya, terhadap segala suatu yang dilihatnya, hati dan pikirannya selalu tertuju kepada Allah. Sifat orang-orang yang memiliki iman haq adalah : •
• • • • •
Senantiasa mengingat Allah tanpa dibuat-buat. Mereka merasakan kehebatan Allah dan merasa takut kepada-Nya setiap saat. Hatinya tidak lalai dalam mengingat Allah dan khusyuk dengan-Nya. Hati tidak lagi terkait dengan dunia dan tidak dapat dilalaikan oleh nafsu dan syaitan. Cintanya kepada Allah sepenuh hati. Begitu juga kepada kehidupan akhirat. Mereka diberi gelar sebagai Muqarrabin oleh Allah, yakni orang-orang yang sangat dekat (karib) dengan Allah. Kebaikan orang sholeh itu masih dirasakan bagaikan kejahatan bagi orang-orang Muqarrabin. Mereka lah yang dikenal sebagai wali Allah, karena memiliki sifat-sifat istimewa, sebagaiman firman Allah: “Sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada ketakutan pada diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Yunus 62)
• • • • • •
Hati mereka dihiasi dengan sifat-sifat mahmudah (sifat terpuji) seperti sifat zuhud, ikhlas, tawadhu, dan lain-lain. Mereka senantiasa menunaikan perintah Allah Tidak merasa gembira atau besar hati bila dipuji dan tidak merasa hina bila dicaci. Bagi mereka kebahagiaan hati lebih utama daripada harta benda dunia. Mereka mendapatkan Al Jannatul ‘Ajilah atau syurga yang disegerakan di dunia ini. Mereka mencintai akhirat sebagaimana orang lain mencintai dunia. Sehinga mereka dinilai oleh Allah SWT layak untuk mengurus dunia ini. Firman Allah:
“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya Bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang sholeh.” (QS Al Anbiya’ 105)
5. Iman Hakekat Iman hakekat ialah peringkat iman yang tertinggi dan paling sempurna. Inilah keimanan yang dimiliki oleh para Rasul, Nabi, Khulafaur Rasyidin dan wali-wali besar atau kekasih-kekasih Allah. Mereka akan ditempatkan Allah di dalam syurga yang paling tinggi. Mereka dimasukkan ke dalam syurga tanpa melalui hisab atau tanpa perhitungan amal. Dalam 24 jam keseharian mereka, hati mereka asyik dan selalu sibuk dengan Allah. Hati mereka kekal mengingat Allah dalam keadaan tidur maupun terjaga. Setiap perbuatan mereka menjadi ibadah kepada Allah. Ibadah mereka luar biasa, akhlak mereka akhlak terbaik dan termulia. Allah akan menurunkan keberkatan di mana saja mereka berada. Mereka adalah golongan ’super-scale’ akhirat yang hidup di dalam syurga yang maha indah dan maha lezat. Allah menganugerahkan nikmat tersebut untuk membalas cinta dan pengorbanan mereka yang sungguh besar.
Demikianlah uraian tentang iman dan berbagai persoalannya. Setelah kita mengetahui di peringkat mana iman kita, marilah kita berusaha meningkatkannya untuk mencapai peringkat iman yang tinggi yang selamat sejahtera menuju Allah.