Dapatkan artikel dan informasi-informasi keislaman lainnya di http://hasmijaksel.wordpress.com IMAN BERTAMBAH DAN BERKURANG
Di antara dalil yang menjelaskan bertambah dan berkurangnya iman adalah: 1. Dalil-dalil dari al-Qur'an: “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)....” [QS. al-Fath (48): 4) “...dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya)....” [QS. al-Anfāl (8): 2] “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapa di antara kalian yang bertambah iman-nya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” [QS. at-Tawbah (9): 124] “(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Alloh menjadi Penolong kami dan Alloh adalah sebaik-baik Pelindung.” [QS. Āli-‘Imrān (3): 173] Ayat-ayat di atas dengan jelas sekali menerangkan tentang bertambah-nya iman. Dan walaupun tidak disebutkan tentang berkurangnya iman, namun dengan ditetapkan kata “bertambah” berarti mencakup pula kata “berkurang”, karena sesuatu yang dapat “bertambah”, maka sudah pasti akan mengalami pula “berkurang” 1. 2. Dalil-dalil dari al-Hadits: Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ﻤﻥ ْﻤﺅ ﻭ ﻫ ﻭ ﻲﻨﻴﺯ ﻥ ﺤﻴ ﻲﺍﻨﻲ ﺍﻝﺯﻨﻴﺯ ﻻ ﹶ “Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia melakukan zina.” (HR. al-Bukhāriy 2475 dan Muslim 2/41) Yang dimaksud dengan ketiadaan (hilang) iman dalam hadits adalah hilangnya kesempurnaan iman, seperti peribahasa ‘Arab yang berbunyi:
ٌِ ِإ ل ِإ َ َ َ “Tiada harta benda kecuali unta.”
1
Lihat: Fath al-Bari, 1/47 dan Imam an-Nawawiy, al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim (Mesir, al-Mathba’ah alMishriyyah), 1/146.
Dapatkan artikel dan informasi-informasi keislaman lainnya di http://hasmijaksel.wordpress.com Artinya bahwa tidak ada harta benda yang berharga seperti unta. Hadits tersebut menunjukkan bahwa seorang yang beriman akan turun (tidak sempurna) keimanannya “ketika” berzina, walaupun dalam ungkapan disamakan dengan “tidak ada” iman2. Senada dengan hadits di atas, maka Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ُ َ َ َ َ َأ َ َْ ِ ن َ َْ ِإ َ “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak memiliki amanah.” (HR. Ibnu Abī Syaybah dalam al-Īmān No. 7, Ahmad 3/135 & 251, al-Lālikā’iy 5/924 dan lain-nya. al-Albāniy dalam Hāsyiyah al-Īmān karya Ibnu Abī Syaybah hal. 5 berkata: Hadits Shahih dan Sanadnya Hasan) Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda: Hadits lainnya, Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda tentang keadaan kaum wanita:
َ)*ِ ْ ن ِد ِ َ,ْ ُ ْ ِ َ ِ.َ /َ :ل َ َ (ََ : َ ْ ُ ْ؟ ُ َ َْ َو َ ُ َْ ْ ! َ َ" ِإذَا% َ ْ&ََأ “Bukankah ketika haid dia tidak shalat dan tidak shawm (puasa)?, mereka menjawab: Ya, benar. Kemudian beliau bersabda: Itulah kekurangan agamanya.” (HR. al-Bukhāriy No. 304 dan Muslim dalam Syarh an-Nawawiy 2/66) Imam al-Hulaymiy –Rahimahullah– berkata3: “Apabila shalat wanita berkurang daripada shalat laki-laki menyebabkan agama wanita pun berkurang dari agama laki-laki, walaupun dia (wanita) tidak dihitung sebagai orang yang bersalah karena meninggalkan shalat (saat haid) dari agama laki-laki, maka bukankah sudah semestinya apabila ada orang yang sengaja meninggalkan shalat akan berkurang agamanya daripada orang yang melanggengkan shalat?” Maksud beliau, bahwa perbuatan maksiat jauh lebih pantas dan lebih pasti akan mengurangi agama (iman) seseorang. Imam al-Baghawiy –Rahimahullah– berkata4: “Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan serta aqidah, dapat bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan, karena dalam al-Qur’an dikemukakan tentang bertambahnya iman dan dalam hadits dikemukakan pula tentang ber-\kurangnya agama (iman) bagi kaum wanita.” 3. Dalil-dalil dari Atsar Shahabat: ‘Ibnu ‘Abbās –Radhiyallahu ‘anhumā– berkata5:
2 3 4
al-Minhāj, 2/41. al-Minhāj, 1/63. Imam al-Baghawiy, Syarh as-Sunnah (Beirut: al-Maktab al-Islāmiy, 1396 H), 1/39.
Dapatkan artikel dan informasi-informasi keislaman lainnya di http://hasmijaksel.wordpress.com
ً),ْ /ِ ْ&*ً َو,ِ َ اَ ُ) ِزدَْ ِإ ًَْ َو “Ya Allah, tambahkanlah iman, keyakinan dan pemahaman kepada kami!” Abū ad-Dardā’ –Radhiyallahu ‘anhu– berkata6:
2 ُ ,ُ *ْ َ ْدَا ُد َو3َ ن ُ َْ 4 ِ َا “Iman bisa bertambah dan juga berkurang.” Abū Hurayrah–Radhiyallahu ‘anhu– berkata7:
2 ُ ,ُ *ْ َ َو5ُ ْ 3ِ َ ن ُ َْ 4 ِ َا “Iman bisa bertambah dan juga berkurang.” ‘Urwah bin az-Zubayr –Radhiyallahu ‘anhu– berkata8:
ُ ُ َْ ِإ2 َ ,َ َ ِإ6 ْ َ 5ٍ 8ْ 9 َ ُ َ َ ْ َأ َ ,َ َ َ “Tidaklah sifat amanah seorang hamba pudar (berkurang), tiada lain adalah karena berkurang imannya.” Karena banyak sekali atsar dari para shahabat yang dengan tegas menyatakan bahwa iman bisa bertambah dan juga berkurang, maka Syaykhul Islam Ibnu Taymiyyah –Rahimahullah– berkata9:
ِ َ َ: ا َ ِ ٌ;َِ< ُ ِ &ْ /ِ ْ َوَْ ُ ْ? َ>ف،َِ َ: ا5َ *ْ 9 ِ ِ &ْ /ِ ن ِ َ,ْ *A َ َد ِة وَا3 ُ اCDْ َ َ 8َ Eَ ْ5َ َو “Ungkapan yang menyatakan bahwa iman bisa bertambah dan juga berkurang adalah benar-benar berasal dari para shahabat, sehingga tidak diketahui ada seorangpun dari mereka yang mengingkari hal tersebut.”
Sumber: Lajnah Ilmiah Hasmi. “Iman Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”. www.hasmi.org
5
6
7
8
9
HR. Ahmad dalam al-Īmān, Ibnu Baththah dalam al-Ibānah 2/846, al-Ājurriy dalam asy-Syarī’ah hal. 111, alLālikā’iy 5/942 dan Ibnu Hajar dalam al-Fath 1/48. HR. Ahmad dan anaknya dalam as-Sunnah No. 74-75, Ibnu Baththah dalam al-Ibānah 2/843, Ibnu Mājah dalam al-Īmān No. 75 dan al-Lālikā’iy 5/944. HR. Ahmad dan anaknya dalam as-Sunnah No. 75, al-Ājurriy dalam asy-Syarī’ah hal. 111, Ibnu Baththah dalam alIbānah 2/844 dan al-Lālikā’iy 5/945. HR. Ibnu Abī Syaybah dalam al-Īmān No. 10, Ibnu Baththah dalam al-Ibānah 2/852, al-Ājurriy dalam asySyarī’ah hal. 118 dan al-Bayhaqiy dalam Syu’ab al-Īmān 1/197. al-Īmān hal. 211. Lihat atsar-atsar lain dalam: al-Lālikā’iy 5/941-950.