Ilovepdf_merged.pdf

  • Uploaded by: istiqamahma
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ilovepdf_merged.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 13,134
  • Pages: 50
2019

BAB 1 GAMBARAN UMUM DAN PERAN AKUNTANSI

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019

1.

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi Keperilakuan

1.1. Akuntansi Keperilakuan Tinjauan Umum Akuntansi keperilakuan adalah alat penghubung akuntansi dan ilmu social yang berhubungan dengan bagaimana perilaku manusia memenuhi informasi akuntansi dan keputusan-keputusan organisasi serta bagaimana informasi akuntansi memengaruhi keputusankeputusan organisasi dan perilaku manusia. Akuntansi adalah disiplin ilmu atau teknik-teknik yang berfungsi untuk menyediakan informasi yang relevan dan tepat waktu mengenai kejadian-kejadian suatu entitas atau organisasi untuk membantu para pemangku kepentingan dalam pembuatan keputusan. Entitas atau organisasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu entitas privat (Private) yang disebut juga sektor privat dan entitas publik (public) yang disebut juga dengan sektor publik. Dengan kata lain, akuntansi digunakan untuk sektor privat dan sektor publik. Akuntansi tidak hanya berbicara tentang angka dan informasi tetapi juga perilaku para penyaji laporan keuangan (Yuesti, 2014). Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Perilaku individu tidak dapat dilepaskan dari akuntansi (Birnberg dan Shields, 1989; Khomsiyah dan Indriantoro, 2000). Hal ini terkait dengan proses penyajian informasi keuangan oleh para pemakai dalam pengambilan keputusan penggunaan sumber daya. Keperilakuan akuntansi berada pada semua pihak yang berkepentingan baik penyusun informasi1 atau pelaksana maupun pihak pemakai. Penyusun atau pelaksana sistem akuntansi berperan penting dalam memberikan informasi akuntansi. Informasi yang disajikan melalui laporan keuangan tergantung pada pemahaman dan keandalan penyusun informasi. Oleh karena itu, perilaku penyusun informasi menjadi bagian penting dan menentukan perilaku pengambilan keputusan. Binberg dan Shields (1989) mengklasifikasikan riset akuntansi keperilakuan dalam lima aliran (school) , yaitu : a. Pengendalian manajemen (management control) b. Pemrosesan informasi akuntansi (accounting information processing)

Akuntansi Keperilakuan 1

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019 c. Desain sistem informasi (information system design) d. Riset audit (audit research) e. Sosiologi organisasional (organizational sociology)

1.2. Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan Kesadaran profesi akuntansi mengenai pentingnya disiplin ilmu perilaku mulai berkembang pada awal 1950-an (Siegel dan Marconi, 1989, hlm.8). Pada Juni 1951, The Controllership Foundation of America mensponsori penelitian untuk mengetahui pengaruh anggaran terhadap manusia. Penelitian ini dilakukan oleh School of Business and Public Administration of Cornell University. Direktur proyek ini adalah professor Schuyler Dean Holett dan Profesor Chris Argyris sebagai pemimpin pelaksana riset. Penelitian eksplaratori ini telah memberikan beberapa rekomendasi mengenai beberapa keperilakuan yang muncul dalam anggaran dan penyusunan anggaran. Hasil riset ini selanjutnya digunakan oleh Chris Argyris (1953) sebagai dasar untuk menulis artikel yang dimuat dalam Harvard Business Review dengan judul “Human Problems with Budgets”. Artike tersebut mengenalkan bidang masalah dan dimensi akuntansi keperilakuan bagi para pembaca artikel ini secara luas. Sejak itu, banyak ahli yang menaruh perhatian dan menjadi peneliti akuntansi keperilakuan, seperti Maslow (1954), Mc Gregor (1960), Likert (1961) yang dipandang sebagai para perintis aplikasi ilmu keperilakuan dalam bisnis. Pada 1960-an hingga sekarang, semakin banyak artikel atau jurnal penelitian mengenai akuntansi keperilakuan. Artikel-artikel tersebut topiknya sangan bervariasi. Pada awalnya banyak artikel yang membahas mengenai definisi dan akuntansi keperilakuan. Pada tahap berikutnya, artikel-artikel tersebut membahas konsep-konsep dan teori-teori keperilakuan yang relevan dengan akuntansi dan implikasinya terhadap prinsip dan praktik-praktik akuntansi. Sejumlah artikel berhubungan dengan pengaruh system akuntansi dan pelaporan akuntansi terhadap pengambilan keputusan, dan artikel-artikel lainnya melaporkan hasil-hasil pengujian eksperimen keperilakuan dalam usaha untuk mempelajari hubungan antara system akuntansi dan penyempurnaan organisasi agar menjadi lebih efektif dan efisien. Penelitian ini dilakukan berdasarkan ketertarikan para akademisi profesi akuntansi terhadap sifat perilaku manusia dan adanya pengaruh terhadap praktik akuntan dalam merancang system informasi akuntansi. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa penelitian tentang akuntansi Akuntansi Keperilakuan 2

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019 keperilakuan akan memiliki dampak yang cukup besar bagi perkembangan teori dan praktik akuntansi di masa mendatang. Siegel dan Marconi selanjutnya menjelaskan bahwa paradigm riset perilaku yang dilakukan oleh Steadry (1960) dalam disertasinya di Carnegie Mellon University telah menggali pengaruh anggaran motivasional (motivational budget) dengan menggunakan suatu eksperimen analog. Selanjutnya, disusul oleh karya Benston (1963) serta Chruchill dan Cooper (1965) yang memfokuskan pada akuntansi manajerial dan pengaruh fungsi akuntansi pada perilaku. Risetriset ini beranjut pada 1970-an dengan satu rangkaian studi oleh Mock (1969, 1973) Barefield (1972), Magee dan Dickhout (1978), Benbasat dan Dexter (1979). Focus dari studi-studi tersebut adalah pada akuntansi manajerial, tetapi penekanannya mengalami pergeseran dari pengaruh fungsi akuntansi ke perilaku terhadap pemrosesan informasi oleh pembuat keputusan. Riset yang dilakukan oleh Ashton (1974) dan Libby (1975) memfokuskan pada kinerja dari pembuat keputusan, khususnya auditor, dan ditujukan pada kemampuan auditor untuk mengombinasikan bagian-bagian informasi kedalam suatu pertimbangan menyeluruh yang meliputi konsistensi, konsensus, wawasan diri auditor, dan penggunaan informasi tersebut. Pentingnya bidang baru dari riset ini membuat banyak kemajuan pada aplikasi teori dan teknik eksperimental terhadap studi perilaku dalam konteks akuntansi. Hal ini telah meningkat relevansi dari pengakuan masalah-masalah perilaku dalam bidang akuntansi secara umum dan audit secara khusus, yaitu dalam mempelajari dan membuat pertimbangan secara kritis untuk meningkatkan efektivitas

fungsi audit.

Dyckman (1998)

telah membuat

gambaran

perkembangan yang menunjukkan secara kronologis beberapa kejadian utama yang menggambarkan pertumbuhan pengaruh perilaku dalam bidang akuntansi setelah 1960. Pertumbuhan studi akuntansi keperilakuan mulai muncul dan berkembang, terutama diprakarsai oleh akademisi profesi akuntansi. Hal ini dapat dilihat dari diterbitkannya jurnal-jurnal akuntansi, misalnya Journal of Accounting, Organizationa, and Society (AOS) dan Research in Audit Program pada 1976 oleh Peit Marwick. Di Amerika Serikat dan Kanada telah banyak diadakan workshop, konferensi, maupun symposium mengenai akuntansi keperilakuan. Bahkan secara perlahan-lahan, mata kuliah akuntansi

keperilakuan

mulai

diperkenalkan

dalam

kurikulum

universitas-universitas

terkemuka. Selain itu, jurnal dua bulanan, yaitu Accounting, Organizations, and Society yang diterbitkan pada 1976 memberikan kesempatan bagi para sarjana untuk melakukan penelitian Akuntansi Keperilakuan 3

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019 mengenai akuntansi keperilakuan. Dalam beberapa tahun terakhir, special-interest subsection yang berisi akuntan-akuntan yang tertarik pada akuntansi keperilakuan telah dibentuk dan diakui oleh American Accounting Association. Special-interest section ini mensponsori penerbitan jurnal akuntansi keperilakuan yang kedua, yaitu Behavioral Research in Accounting.

1.3. Landasan Teori dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan 1.3.1. Landasan Teori Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavior science), teori-teori akuntansi keperilakuan dikembangkan dari riset empiris atas perilaku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, peranan riset dalam pengembangan ilmu itu sendiri tidak diragukan lagi. Teori dasar dalam akuntansi keperilakuan adalah Teori Psikologi (Yuesti, 2014) Teori psikologi yang mempunyai pandangan mendalam tentang perilaku manusia adalah Theory of Reason Action (Trabelsia, Labelle, dan Dumontier, 2008) yang kemudian dikembangkan menjadi Theory of Planned Behaviour (TPB) (Ajzen, 1991, 2005; Ajzen dan Madden, 1986), menjelaskan bahwa perilaku individu yang berpeluang terjadi karena dipicu oleh beberapa faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku manusia adalah pribadi dari manusia itu sendiri, dan faktor eksternal adalah kondisi sosial dan informasi. Namun demikian, perilaku tidak jujur dan tidak terbuka harus dikendalikan dan dibatasi dengan berbagai instrumen kontrol perusahaan yaitu sistem pengendalian internal perusahaan secara berkala oleh bagian akuntansi yang memang mempunyai kompetensi dalam bidang pengendalian internal dan audit atas laporan keuangan. Pengendalian perilaku dilakukan secara fleksibel dan mudah dipahami oleh orang untuk dilaksanakan tanpa mengganggu kegiatan operasi perusahaan. TPB, dikembangkan kembali menjadi sebuah konsep yang lebih luas yaitu TMB (theory of Misbehavior) (Vardi dan Weitz, 2004). Vardi dan Weitz (2004) memandang bahwa dalam organisasi juga muncul perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang lebih banyak terjadi pada organisasi. Penyimpangan perilaku pada organisasi disebabkan oleh faktor kepribadian, nilai, sikap, dan emosi. Kepribadian, nilai, sikap, dan emosi adalah unsur yang secara kejiwaan tidak dapat lepas dari diri individu. Individu yang mempunyai kepribadian berbeda akan bernilai, bersikap dan meluapkan emosi secara berbeda yang pada akhirnya mendorong perilaku yang berbeda. Akuntansi Keperilakuan 4

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019

Konsep TPB dan TMB merupakan dua konsep tentang perilaku manusia yang disebabkan oleh niat tertentu. Konsep tersebut merupakan pelengkap gagasan Filsuf ke-45 yaitu Immanuel Kant. Konsep Kant pertama berkaitan dengan konsep Bentuk Intuitif (form of Intuition) atau Kategori. Ide ini disebut dengan “Revolusi Copernican”. Konsep dasar Kant adalah manusia itu mampu menginterpretasi dunia luar menjadi sebuah informasi dimulai dari pikiran diubah menjadi bentuk struktur kondisi tertentu. Konsep dasar Kant didukung dengan konsep kedua tentang hukum moral atau Imperatif Kategori dengan konsep deontoligis. Konsep Imperatif kategori menyebutkan bahwa manusia melakukan sesuatu karena konsep yang tertanam dalam pikiran kita akan mengarahkan kita melakukan konsep tersebut (Yuana, 2010). 1.3.2. Pendekatan Akuntansi Keperilakuan Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih sangat sederhana, yaitu hanya fokus pada masalah-masalah perhitungan harga pokok produk. Seiring dengan perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan diangkatnya topik mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting), dan masalah harga transfer (transfer pricing). Meskipun demikian, berbagai riset tersebut masih bersifat normatif karena hanya mengangkat permasalahan mengenai desain pengendalian manajemen dengan berbagai model matematis, seperti arus kas yang didiskonto (discounted cash flow) atau pemrograman linear (linear programming) guna membantu manajer dalam mengambil keputusan ekonomi yang optimal, tanpa melibatkan faktor-faktor lain yang memengaruhi efektivitas desain pengendalian manajemen, seperti perilaku manusia serta kondisi lingkungan organisasi. Pada masa itu, berbagai faktor tersebut dianggap sebagai kotak hitam yang kurang diperhatikan. Sejak tahun 1950-an, tepatnya sejak C. Argyrus menerbitkan risetnya pada tahun 1952, desain riset akuntansi manajemen mengalami perkembangan yang signifikan dengan dimulainya usaha untuk menghubungkan desain sistem pengendalian manajemen suatu organisasi dengan perilaku manusia. Sejak saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan diharapkan lebih bisa menggambarkan kondisi nyata yang dihadapi oleh para pelaku prganisasi. Sejak riset Argyris yang berjudul ―The impact of Budget on People‖, suatu studi yang disponsori oleh The Controllership Foundation Cornell University Schooll of Business Akuntansi Keperilakuan 5

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019 and Public Administrative, sejarah penelitian akuntansi keperilakuan mulai berkembang. Sejak saat itu, tumbuhlah kesadaran untuk mengintegrasikan ilmi akuntansi dengan ilmuilmu keperilakuan, terutama ilmu psikologi dalam riset akuntansi (Ikhsan, 2005). Pendekatan kontijensi (contingency approach). Secara umum, teori ini menyatakan penyusunan dan penggunaan desain sistem pengendalian manajemen bergantung pada karakteristik organisasi dan kondisi lingkungan diomana sistem tersebut akan diterapkan. Teori ini menanggapi klaim dari pendekatan universal yang menyatakan suatu sistem pengendalian bisa diterapkan dalam karakteristik pada teori manajemen ilmiah (scientific management theory) Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuan mengidentifikasikan berbagai variavel kontinjensi yang memengaruhi perancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen. Secara ringkas, berikut variabel kontijensi yang memengaruhi desain sistem pengendalian manajemen tersebut. 1. Ketidakpastian (uncertainty), seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor- faktor eksternal lainnya. 2. Teknologi dan sling ketergantungan (technology and interdependence), seperti proses produksi, produk massal, batch yang kecil/besar, dan lain- lain 3. Industri, perusahaan, dan unit variable, seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio konsentrasi, dan ukuran perusahaan 4. Strategi kompetitif (competitive strategy), seperti penggunaan biaya rendah atau keunikan 5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor), seperti desentralisasi, sentralisasi, budaya organisasi, dan lain-lain. Kompleksitas desain riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi bisa dibagi dalam empat tingkatan. Pertama, desain riset yang menghubungkan satu variabel kontijensi dengan satu variabel sistem pengendalian. Kedua, desain riset yang menguji interaksi antara satu variabel kontinjensi dan satu variabel sistem pengendalian terhadap variabel dependen tertentu (variabel konsekuensi), seperti kinerja atau kepuasan kerja. Ketiga, desain riset yang menguji interaksi antara satu variabel kontinjensi dengan lebih satu variabel sistem pengendalian manajemen terhadap variabel konsekuensi. Terakhir, tingkat keempat, adalah desain riset yang memasukkan berbagai variabel kontinjensi untuk menentukan desain pengendalian yang optimal. Akuntansi Keperilakuan 6

Gambaran Umum dan Peran Akuntansi 2019 Salah satu riset awal yang menggunakan teori kontinjensi adalah Burns dan Waterhouse. Riset mereka menemukan bahwa pengendalian melalui anggaran bergantung pada bermacam-macam aspek, seperti tingkat desentralisasi dan sentralisasi, serta sampai sejauh apa kegiatan-kegiatan yang ada terstruktur. Merchant menemukan bahwa terdapat hubungan kontinjensi antara aspek-aspek perusahaan (ukuran perusahaan, jenis produk, dan desain organisasi) dengan penggunaan informasi akuntansi. Chenhall dan Morris meneliti tentang hubungan antara variabel kontinjensi ketidakpastian lingkungan danketergantungan organisasi terhadap hubungan antara struktur organisasi dan persepsi atas manfaat sistem akuntansi (Ikhsan, 2005).

Akuntansi Keperilakuan 7

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perpektif Akuntansi

BAB 2

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perpektif Akuntansi BAB 2 2.

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perspektif Akuntansi

2.1. Dimensi Akuntansi Keperilakuan Pada masa lalu, akuntansi tradisional hanya memusatkan pada pelaporan informasi keuangan. Namun, pada saat ini para manajer dan akuntan professional mengakui kebutuhan tambahan informasi yang bermanfaat secara ekonomis bagi para pemakainya untuk pembuatan keputusan. Tambahan informasi tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Informasi kuantitatif yang disajikan dapat bersifat keuangan maupun nonkeuangan. Misalnya, laporan tahunan suatu perusahaan dapat mencakup penyajian informasi mengenai profil perusahaan, laporan dewan komisaris dan direksi, tinjauan kegiatan usaha, strategi perusahaan, tata kelola perusahaan, tanggung jawab social perusahaan, manajemen risiko, anak-anak perusahaan, perkembangan jumlah dan harga saham, pembayaran dividen, dan laporan keuangan. Elemenelemen laporan tahunan tersebut memengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku manusia. Dengan kata lain, laporan tahunan tersebut mengintegrasikan perilaku manusia dengan laporan keuangan. a. Definisi dan Lingkup Akuntansi Keperilakuan Lingkup akuntansi keperilakuan lebih luas dibandingkan akuntansi tradisional. Lingkup akuntansi tradisional adalah proses pengumpulan, penilaian, pencatatan, peringkasan, dan pelaporan informasi keuangan. Akuntansi keperilakuan merupakan dimensi akuntansi yang menyangkut perilaku manusia dan hubungannya dengan pendesainan, penyusunan, dan penggunaan system informasi akuntansi secara efisien dan efektif. Akuntansi keperilakuan mempertimbangkan hubungan antara perilaku menusia dan system akuntansi, merefleksikan dimensi social suatu organisasi, dan menjadi tambahan penting informasi keuangan yang dilaporkan oleh para akuntan. Lingkup akuntansi keperilakuan sangat luas, yaitu terdiri atas (1) aplikasi konsep-konsep ilmu keperilakuan pada desain dan penyusunan system akuntansi, (2) studi terhadap reaksi manusia terhadap format da nisi laporan keuangan, (3) cara-cara memproses informasi untuk pembuatan keputusan, (4) pengembangan teknik-teknik pelaporan untuk mengomunikasikan informasi keperilakuan pada para penggunanya, (5) pengembangan strategi untuk memotivasi dan memengaruhi perilaku, aspirasi, dan tujuan manusia yang mengelola organisasi. Siegel dan Marconi (1989) menggolongkan lingkup akuntansi keperilakuan tersebut menjadi tiga bidang umum sebagai berikut

Akuntansi Keperilakuan

8

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perpektif Akuntansi BAB 2 1) Pengaruh perilaku manusia terhadap desain, penyusunan, dan penggunaan system informasi. Bidang akuntansi keperilakuan ini berhubungan dengan bagaimana sikap dan filosofi manajemen memengaruhi sifat kendali akuntansi dan fungsi organisasi. Sebagai contoh, para manajer yang enggan menghadapi risiko meminta tipe system kendali keuangan yang berbeda dengan para menajer yang senang menghadapi risiko. Jadi, ketat dan longgarnya system kendali manajemen (akuntansi) dipengaruhi oeh perilaku manajemen. Contoh lainnya, pola interaksi dalam perusahaan dipengaruhi oleh pengembangan perspektif kelompok terhadap system akuntansi. Perspektif disifati oleh sikap para pekerja terhadap system kendali, perilaku mereka dalam mengoperasikan system, dan konsistensi pemaksaan. 2) Pengaruh system akuntansi terhadap perilaku manusia.

Bidang akuntansi

keperilakuan ini berhubungan dengan pengaruh system akuntansi terhadap motivasi, produktivitas, pembuatan keputusan, kepuasan terhadap tugas atau pekerjaan, dan kerja sama. Sebagai contoh, anggaran yang terlalu ketat mungkin mengakibatkan para manajer dan karyawan percaya bahwa tujuan tidak dapat dicapai dan tidak mau mencoba untuk mencapainya. Anggaran yang terlalu longgar mungkin mengakibatkan kelengahan dan ketidakefisienan produksi. 3) Metode memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku manusia. Bidang akuntansi keperilakuan ini berhubungan dengan peran system akuntansi untuk memengaruhi perilaku. Sebagai contoh, struktur kendali akuntansi dapat dibuat ketat atau longgar, rencana kompensasi dapat diubah, laporkan evaluasi kinerja dapat dimodifikasi.

2.2. Lingkup dan Sasaran Hasil dari Akuntansi Keperilakuan 2.2.1. Lingkup Akuntansi Keperilakuan Pada masa lalu, akuntan hanya berfokus semata-mata dengan perhitungan laba (pendapatan dikurangi beban) serta mempelajari kinerja perusahaan masa lalu

untuk

memprediksi masa depan. Akuntan tradisional menolak fakta bahwa kinerja masa lalu adalah akibat dari perilaku manusia di masa lalu dan kinerja masa lalu tersebut dapat memengaruhi perilaku dan kinerja di masa mendatang. Kenyataannya, pengendalian secara penuh dari suatu organisasi harus diawali dengan memotivasi dan mengendalikan perilaku, tujuan, serta sasaran-sasaran individu yang saling berhubungan di dalam organisasi. Para Akuntansi Keperilakuan

9

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perpektif Akuntansi BAB 2 akuntan keperilakuan memfokuskan perhatiannya pada hubungan antara perilaku dan system akuntansi. Pada akhirnya mereka menyadari bahwa proses akuntansi melibatkan ringkasan dari sejumlah kejadian ekonomi makro yang dihasilkan dari perilaku manusia dan akuntansi itu sendiri serta dari beberapa factor yang dapat memengaruhi perilaku (factor-faktor ini menjadi penentu seluruh keberhasilan peristiwa ekonomi). Pengenalan hubungan timbal balik antara alat akuntansi dan perilaku telah memunculkan modifikasi atas definisi akuntansi. Kini definisi akuntansi berada dalam lingkaran professional akademis yang menyiratkan komunikasi dan pengukuran data ekonomi untuk berbagai pengambilan keputusan serta sasaran hasil keperilakuan lainnya. Akuntan keperilakuan focus terhadap hubungan antara perilaku manusia dan system akuntansi yang ada. Mereka sadar bahwa proses akuntansi melibatkan ringkasan dari kejadian ekonomi dalam jumlah besar yang merupakan akibat dari perilaku manusia dan pengukuran akuntansi juga memengaruhi perilaku. Oleh karena itu, kita dapat berkata bahwa pada esensinya akuntansi merupakan proses keperilakuan. Para akuntan keperilakuan percaya bahwa tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah memengaruhi perilaku untuk memotivasi mereka melakukan perbuatan yang dinginkan. Sebagai contoh, suatu perusahaan mungkin sukses dalam masalah penganggaran karena adanya kerja tim yang baik atau dapat menjadi tidak sukses karena manusia bekerja dengan konflik tujuan. Sebagai hasilnya, format dan isi dari penganggaran dapat jadi memicu produktivitas karyawan dan menyebabkan orang untuk bekerja bersama-sama atau mampu menciptakan konflik internal. Pengenalan ilmu keperilakuan terhadap akuntansi adalah suatu hal penting dalam pengembangan profesi akuntansi. Pengakuan terhadap antarhubungan pengukuran akuntansi dan perilaku mendorong modifikasi definisi akuntansi konvensional. Pada saat ini, dilingkungan para akademisi dan professional, definisi akuntansi mencakup pengukuran dan komunikasi informasi untuk berbagai pembuatan keputusan dan tujuan-tujuan keperilakuan lainnya. Belverd E. Needles, Jr.(1986) melacak evolusi definisi akuntansi dari awal focus pada tata buku (recordkeeping) ke definisi modern yang menekankan pada komunikasi informasi ekonomi untuk pembuatan keputusan. Needles menyimpulkan bahwa aktivitas-aktivitas bisnis adalah masukan untuk system akuntansi dan keluarannya adalah informasi yang bermanfaat bagi para pembuat keputusan. Akuntansi Keperilakuan

10

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perpektif Akuntansi BAB 2 2.2.2. Sasaran Hasil dari Akuntansi Keperilakuan Para akuntan keprilakuan melihat kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan penjualan terlebih dahulu mempertimbagkan perilaku juru tulis yang mencatat pesanan pelanggan melalui telepon. Para juru tulis tersebut harus menyadari bahwa tujuan mereka melakukan pekerjaan itu adalah kelangsungan hidup organisasi. Para akuntan keprilakuan juga menyadari bahwa mereka bebas mendesain sistem informasi untuk memengaruhi motivasi, semangat, dan produktivitas karyawan. Tanggung jawab mereka menjangkau ke luar pengumpulan dan pengukuran data yang sederhana untuk mencakup persepsi dan penggunaan laporan akuntansi oleh orang lain. Akuntan keprilakuan percaya bahwa tujuan utama laporan akuntansi adalah memengaruhi perilaku dalam rangka memotivasi dilakukannya tindakan yang diinginkan (Ikhsan, 2005), contohnya tidak terbuka. Selanjutya, laporan keuangan yang tidak terbuka berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang salah (Zimme, Arsal, Al-Marzouq, Moore, dan Grover, 2010), dan informasi menjadi tidak terkontrol (Xiaowen, 2012). Hal ini mengakibatkan munculnya informasi yang berbeda (Ronena dan Yaari, 2001; Shapiro, 2005; Trabelsia et al., 2008), dan menurunnya kepercayaan (Lowry, 2009; Robba, Singleb, dan Zarzeski, 2001; Roberts, 2009). Pengaruh ketidakjujuran laporan keuangan dapat menimbulkan perilaku individu dan organisasi yang berbeda (Linsley dan Shrives, 2006; Lowry, 2009). Ketidakjujuran penyajian informasi juga berdampak munculnya pikiran skeptis dan ketidakpercayaan (Quattrone, 2004) dankesehatan mental serta fisik (Hill dan Pargament, 2008; Powel, Shahabi, dan Thoresen, 2003). Laporan keuangan yang tidak transparan membuat laporan keuangan menjadi sunyi informasi (Asenova dan Beck, 2010; Catasus, 2008; Roberts, 2009). Berbagai pendapat di atas mengisyaratkan bahwa informasi laporan keuangan lebih banyak dilakukan secara transparan dan terbuka yang lebih banyak disalahtafsirkan untuk kepentingan stakeholder organisasi. Anggapan manajemen dan penyaji laporan keuangan bahwa kepentingan stakeholder organisasi harus diutamakan mengarahkan pikiran untuk mengabaikan keberadaan Stakeholder Sejati. Keberadaan dan kepentingan Stakeholder Sejati terkungkung oleh kepentingan stakeholder organisasi. Penyajian laporan keuangan hanya didasarkan perjanjian antara manajemen dan stakeholder dan belum mendasarkan pada perjanjian dengan Stakeholder Sejati. Penyajian laporan keuangan seharusnya Akuntansi Keperilakuan

11

Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perpektif Akuntansi BAB 2 mendasarkan pada dua perjanjian yaitu stakeholder dan Stakeholder Sejati. Prinsip ini perlu dijalankan mengingat bahwa manusia diciptakan segambar dengan Stakeholder Sejati sehingga harus mencerminkan sifat alamiah Stakeholder Sejati (Jacobs dan Walker, 1998; Peace, 2006; Kamla et al., 2006).

2.3. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan dan Akuntansi Keperilakuan Ilmu keperilakuan berfokus pada penjelasan dan prediksi perilaku manusia, sedangkan akuntansi keperilakuan berfokus pada hubungan antara perilaku manusia dan akuntansi. Ilmu keperilakuan merupakan cabang dari ilmu sosial, akuntansi keperilakuan merupakan cabang dari ilmu keperilakuan dan akuntansi. Perbedaan antara akuntansi keperilakuan dan ilmu keperilakuan tampak pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbedaan akuntansi keperilakuan dan ilmu keperilakuan Perbedaan Ruang lingkup

Kemampuan untuk mendesain dan mengeksekusi proyek riset Pengetahuan dan pemahaman dari kinerja organisasi bisnis secara umum dan system akuntansi secara khusus Orientasi Pendekatan masalah Fungsi

Ketertarikan terhadap ilmu keperilakuan

Akuntansi Keperilakuan

Ilmu Keperilakuan

Utamanya adalah akuntansi, pengetahuan dasarnya adalah ilmu social Bukan merupakan elemen penting dalam pelatihan.

Utamanya adalah ilmu social, tidak ada pengetahuan mengenai akuntansi Merupakan elemen penting dalam pelatihan

Merupakan hal utama dalam pelatihan

Bukan merupakan elemen penting dalam pelatihan

Profesional Pendekatan praktik Melayani klien, memberi saran-saran kepada manajemen Terbatas pada bidang yang berhubungan dengan akuntansi

Keilmuan Teoretis dan praktikal Kemajuan ilmu dan penyelesaian masalah Terbatas pada subdisiplin yang luas dari ilmu keperilakuan

Akuntansi Keperilakuan

12

Metode 2019 Riset

Metode Riset 2019 3.

Metode Riset

3.1. Teori Sikap Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi. lstilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Penting untuk dicatat bahwa definisi sikap adalah suatu tendensi atau kecenderungan dalam menjawab atau merespons, dan bukan dalam menanggapi dirinya sendiri. Sikap bukanlah perilaku, tetapi sikap menghadirkan suatu kesiapsiagaan untuk tindakan yang mengarah pada perilaku. Oleh karena itu, sikap merupakan wahana dalam membimbing perilaku. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling berhubungan. Anda dapat mengetahui hal ini dengan memandang pada ketiga komponen sikap: pengertian (cognition), pengaruh (affect), dan perilaku (behavior). Eagly dan Chaiken (1993) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap, yang diekspresikan ke dalam proses kognitif, afektif, dan perilaku. Susunan sikap yang dipandang berdasarkan ketiga komponen tersebut, membantu untuk memahami kerumitan sikap dan hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Namun, untuk lebih jelasnya, jangan lupa bahwa istilah sikap (attitude) pada hakikatnya merujuk pada bagian afektif dari ketiga komponen tersebut. Sebagai hasil evaluasi, sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan terhadap objek diekspresikan dalam bentuk respons kognitif, afektif (emosi), maupun perilaku. Respons evaluatif dalam bentuk kognitif meliputi kepercayaan yang dimiliki individu terhadap objek sikap dengan berbagai atributnya (Fishbein dan Ajzen, 1975 Individu yang memiliki evaluasi negatif terhadap nuklir, berpendapat bahwa nuklir berbahaya bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, evaluasi positif akan menyebabkan individu berpendapat bahwa nuklir bermanfaat untuk menghasilkan energi yang lebih murah. Respons evaluatif dalam bentuk afektif berupa perasaan individu terhadap objek sikap. Apabila diterapkan pada contoh nuklir tersebut, individu yang menganggap bahwa nuklir positif karena nuklir memberikan alternatif energi yang lebih murah akan merasa senang dengan adanya teknologi ini. Sebaliknya, individu yang merespons negatif dengan beranggapan bahwa nuklir berbahaya bagi kehidupan manusia akan merasa takut, khawatir, dan marah terhadap upaya penggunaan energi ini. Respons evaluatif yang positif terhadap adanya energi nuklir yang berbentuk perilaku diperlihatkan oleh individu yang Akuntansi Keperilakuan 13

Metode Riset 2019 menuliskan surat pernyataan berupa dukungan pada pemerintah atas pengembangan energi alternatif dari nuklir ini. Sebaliknya, individu yang mengevaluasi negatif akan secara aktif mendukung demonstrasi anti-nuklir. Berlawanan dengan pendapat tersebut di atas, Eagly dan Chaiken (1993) mengutip pendapat yang menyatakan "sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan oleh evaluasi terhadap entitas tertentu dengan derajat suka atau tidak suka.” Ini masih sama dengan pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) yang menyatakan bahwa sikap berkaitan dengan proses kognitif, afektif, dan perilaku. Proses kognitif dapat terjadi pada saat individu memperoleh informasi mengenai objek sikap. Proses kognitif ini dapat terjadi melalui pengalaman langsung, misalnya, pada saat individu minum soft drink kemudian merasakan kesegarannya, atau pengalaman tidak langsung yang diperoleh dengan cara menonton iklan soft drink yang memperlihatkan bintang iklan berubah penampilan menjadi lebih segar setelah minum soft drink tersebut di televisi (Eagly dan Chaiken, 1993). Rasa segar yang dirasakan ataupun menyaksikan wajah orang lain yang berubah menjadi lebih segar memberikan informasi kepada individu bahwa soft drink adalah minuman yang menyegarkan menyebabkan individu bersikap positif terhadap soft drink. Proses lain yang dapat membentuk sikap adalah afektif dan perilaku. Proses afektif, dikemukakan oleh Zanna, Kiesler, dan Pilkonis (1970) dapat membentuk sikap pada individu. Contoh yang dikemukakan oleh Zanna, Kiesler, dan Pilkonis bahwa objek sikap yang dihadirkan bersama-sama dengan kejutan listrik akan direspons negatif daripada objek yang tidak disertai kejutan listrik. Bem (1972) mengemukakan bahwa perilaku sebelumnya dapat memengaruhi sikap. Pendapat Bem ini lebih dikenal dengan self perception, yaitu individu cenderung akan menunjukkan sikap sesuai dengan perilaku sebelumnya. Menurut pandangan Bem dalam Self Perception Theory orang bersikap positif atau negatif terhadap sesuatu objek sikap dibentuk melalui pengamatan pada perilakunya sendiri. Misalnya, orang mengatakan bahwa sikapnya sangat positif terhadap satu jenis makanan, setelah ia melihat dirinya memakan begitu banyak makanan tersebut. Analogi contoh tersebut dapat juga diterapkan pada individu yang baru menyadari bahwa ia meluangkan waktu paling tidak 30 menit sebelum memulai pekerjaan di pagi hari dan 30 menit sebelum mengakhiri pekerjaan di sore hari, dengan membaca serta mengirimkan e-maiI. Sikap telah dipelajari, dikembangkan dengan baik, dan sukar diubah. Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, panutan, dan kelompok sosial. Ketika Akuntansi Keperilakuan 14

Metode Riset 2019 pertama kali seseorang mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi individu yang dapat membantu konsistensi perilaku. Para akuntan perilaku harus memahami sikap dalam rangka memahami dan memprediksikan perilaku. Terdapat banyak cara bagi para akuntan perilaku untuk menggunakan sikap guna melakukan riset dalam bidang ini. Terdapat begitu banyak tulisan mengenai pengaruh kepercayaan dan nilai terhadap sikap dan perilaku. Contoh klasik yang terkenal adalah karya Max Weber (1958),14 “Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism.” Sementara contoh lain yang dapat disebutkan antara lain karya Rosser (1993),15 “Belief: Its Role in Economic Through and Action.” Keyakinan memengaruhi pemikiran ekonomi dan tindakan. Banyak lagi literatur yang menulis mengenai hal-hal semacam itu. Kepercayaan dan nilai-nilai tersebut sering juga disebut dengan budaya. Oleh karena itu, paradigma peneliti (pakar) juga sangat dipengaruhi budaya tempat budaya tersebut berada.

3.2. Apa yang dimaksud dengan Riset Setiap orang yang mencurahkan perhatiannya pada sesuatu dan mengamati fakta yang terdapat di dalamnya tentu didorong oleh suatu keinginan untuk mengetahui dan memahami fakta yang diamati secara lebih mendalam tersebut. Sebagai konsekuensinya, kegiatan tersebut pada hakikatnya akan memunculkan berbagai pertanyaan. Pengamatan terhadap fakta, identifikasi atas masalah, dan usaha untuk menjawab masalah dengan menggunakan pengetahuan merupakan esensi dari kegiatan riset. Oleh karena itu, riset dapat disebut sebagai suatu usaha yang sistematis untuk mengatur dan menyelidiki masalah, serta menjawab pertanyaan yang muncul dan terkait dengan fakta, fenomena, atau gejala dari masalah tersebut. Riset dimulai dengan suatu pertanyaan karena menghendaki deskripsi yang jelas terhadap permasalahan yang akan dipecahkan. Hal ini sering disebut suatu rencana untuk menjawab pertanyaan. Riset aplikasi berkaitan dengan penyelesaian masalah yang spesifik. Riset yang murni ataupun mendasar adalah riset yang berkenaan dengan perbaikan terhadap pemahaman mengenai hal-hal khusus atau istimewa. Riset menggunakan metode khusus sehingga tidak bias dan mempunyai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Riset yang dilakukan juga dapat berbeda dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan untuk suatu fenomena yang sama pada lingkungan dan waktu yang berbeda. Hal ini terutama terjadi pada riset sosial. Secara substansial, istilah "riset" yang digunakan dalam akuntansi keperilakuan tidak berbeda dengan istilah riset yang umumnya digunakan oleh para peneliti di berbagai bidang Akuntansi Keperilakuan 15

Metode Riset 2019 lainnya. Pada prinsipnya, istilah tersebut hanya digunakan untuk menjelaskan dan memberikan gambaran umum tentang pengertian "riset." Berikut berbagai definisi yang menjelaskan istilah "riset". "....riset merupakan penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis tentang fenomena alami dengan dipandu oleh teori dan hipotesis mengenai hubungan yang dianggap terdapat di antara fenomena itu." Buckley mengatakan bahwa "riset merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan." Istilah riset sendiri merupakan penyelidikan yang hatihati dan kritis dalam mencari fakta maupun prinsip. Jika berbagai pernyataan tersebut dirangkum ke dalam istilah "riset akuntansi keperilakuan", maka riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu metode studi yang dilakukan seseorang berkaitan dengan aspek keperilakuan melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap masalah yang berhubungan dengan aspek keperilakuan tersebut sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah itu. Definisi di atas tidak membutuhkan banyak penjelasan karena didasarkan pada pernyataan yang dipadatkan dan diformalkan mengenai hal-hal yang telah dinyatakan sebelumnya maupun hal-hal yang akan segera diungkapkan. Akan tetapi, terdapat dua hal yang perlu ditekankan di sini. Pertama, kalau kita mengatakan bahwa riset ilmiah bersifat sistematis dan terkontrol, ini berarti « penyelidikan ilmiah tertata dengan cara tertentu sehingga penyelidik dapat memiliki keyakinan kritis mengenai hasil riset. Kedua, penyelidikan ilmiah bersifat empiris. Jika seorang ilmuwan berpendapat bahwa sesuatu adalah "begini", ia harus menggunakan cara tertentu untuk menguji keyakinannya itu dengan sesuatu yang berada di luar dirinya. Dengan kata lain, pendapat atau keyakinan subjektif harus diperiksa dengan menghadapkannya pada realitas objektif. Jika berbagai definisi riset diteliti lebih lanjut, dapat dilihat bahwa definisi tersebut mengandung ciri tertentu yang kurang lebihnya serupa, yaitu adanya suatu pencarian, penyelidikan, atau investigasi terhadap pengetahuan baru atau sekurang-kurangnya terhadap suatu pengaturan baru atau interpretasi (tafsiran) baru dari pengetahuan yang timbul. Metode yang digunakan bisa saja bersifat ilmiah ataupun tidak, tetapi pandangan yang digunakan harus kritis dan prosedur yang dipakai harus sempurna. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu penyelidikan yang terorganisasi. Dalam definisi tersebut, penekanan diletakkan pada sistem asuhan sebagai atribut yang esensial (mutlak). Dalam

Akuntansi Keperilakuan 16

Metode Riset 2019 melakukan riset, setiap orang mempunyai motivasi dan keinginan yang berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan [goal] dan profesi masing-masing.

3.3. Tujuan Riset Adapun tujuan umum seseorang dalam melakukan riset tentunya ingin mengetahui jawaban dari masalah ataupun persoalan tersebut. Berbagai literator menjelaskan bahwa motivasi dan tujuan riset secara umum pada dasarnya sama, yakni riset pada prinsipnya ditimbulkan oleh dua sisi yang saling terkait. Di satu sisi, riset merupakan refleksi dari keinginan proaktif manusia untuk meningkatkan pengetahuannya mengenai sesuatu. Pada sisi lain, kegiatan tersebut didorong oleh keinginan reaktif manusia untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Jika dilihat dari sisi akuntansi keperilakuan, tujuan riset di bidang ini akan menekankan pada hubungan akuntansi dengan perilaku manusia maupun desain, konstruksi, dan penggunaan suatu sistem informasi akuntansi yang efisien, serta dimensi sosial dan budaya manusia dalam suatu organisasi. Secara spesifik, terdapat lima tujuan spesifik dari suatu riset, yaitu menggambarkan fenomena, menemukan hubungan, menjelaskan fenomena, memprediksi kejadian di masa mendatang, dan melihat pengaruh satu atau lebih faktor terhadap satu atau lebih kejadian. Kejadian dapat dijelaskan dengan mengumpulkan dan mengklasifikasikan informasi. Hal ini biasanya merupakan langkah pertama dalam suatu penyelidikan khusus. Perencanaan terhadap riset terkadang akan dilihat hanya berdasarkan pada penjelasan informasi.

3.4. Pengembangan Disain Langkah

pertama

yang

paling

penting

dalam

penelitian

keperilakuan adalah

pendefinisian masalah. Karakteristik informasi yang terkumpul, metode pengumpulan data dan tipe sampel bergantung pada bagaimana masalahdipersepsikan pertanyaan penelitian yang dibentuk, dan informasi yang dikumpulkan. Perlu diketahui bahwa permasalahan penelitian tidak begitu saja berimplikasi pada pernyataan bahwa seluruh riset keperilakuan didisain untuk mengkoreksi disfungsi pada organisasi. Pada berbagai kasus, penelitian terapan dilakukan untuk meningkatkan situasi yang sudah memuaskan, untuk memperluas pasar, untuk mengambil keuntungan dari berbagai kesempatan, atau untuk menyiapkan inovasi karyawan dalam perusahaan. Akuntansi Keperilakuan 17

Metode Riset 2019 Peneliti memulai proses pendefinisian masalah dengan mengumpulkan informasi dari klien. Klien dapat berarti CEO atau manajer lain di perusahaan, atau staf. Misalnya, anggaplah perusahaan X mengalami masalah dalam kepuasan pelanggan. Perusahaan mengalami penurunan pelanggan dan penurunan pendapatan yang konsisten meski lambat sepanjang tahun, dimulai sejak 3 tahun talu. Berkaitan dengan nasib perusahaan di masa depan, pemilik perusahaan bertemu dengan peneliti untuk mendiskusikan permasalahan. Peneliti disodori gejala awal (symptom) berupa turunnya pendapatan, hilangnya klien dan menurunnya laba. Peneliti ialu

mengumpulkan

informasi

latar

belakang, menilaifaktor-faktor kunci internal dan

ekstemal, dan mengsolasi area yang potensial.. Setelah itu, lingkup proyek ditentukan dan pertanyaan penelitian dirumuskan. 3.5. Validasi dan Keandalan Tinggi fisik seseorang dapat diukur dengan menggunakan satuan inci atau meter. Terdapat sedikit keraguan mengenai apakah alat ukur yang digunakan sudah memadai ketika kita mengacu pada tinggi dan berat seseorang. Namun, ketika kita tertarik untuk mengukur sifat atau perilaku seseorang, alat ukur apakah yang dapat digunakan? Tidak ada ukuran ataupun skala untuk mengukur sikap kerja atau mengidentifikasi keberhasilan suatu organisasi secara tepat. Oleh karena itu, seorang peneliti harus mengembangkan instrumen risetnya untuk mengukur fenomena perilaku tersebut. Terdapat dua hal penting yang berhubungan dengan perencanaan riset perilaku. Hal pertama diukur berkaitan dengan hal-hal yang salah (validitas) dan hal kedua diukur berkaitan dengan hal-hal tidak representatif (keandalan). Dua hal tersebut dinilai dengan menggunakan validitas dan keandalan. Validitas mengacu pada lingkup yang diukur pada kenyataannya. Peneliti ingin melakukan pengukuran dan apa yang diukur seharusnya berkaitan dengan masalah risetnya. Keandalan berkaitan dengan apakah suatu teknik khusus yang jika digunakan di lapangan dan waktu yang berbeda akan menghasilkan sesuatu yang sama. Dalam hal itu, peneliti mengacu pada konsistensi dari alat ukur. Peneliti tergantung pada ukuran keandalan, tetapi tidak tergantung pada alat ukur yang tidak andal. 3.5.1. Validitas Ada beberapa jenis validitas. Validitas isi [content validity) mengacu pada cara peneliti menggambarkan dimensi dan konsep atau masalah yang ingin diukur, khususnya Akuntansi Keperilakuan 18

Metode Riset 2019 yang berkaitan dengan tingkat ukuran yang diberikan untuk menutupi rentang terhadap arti maupun konsep. Validitas isi merupakan pokok pertimbangan untuk setiap pertanyaan yang diajukan dan diukur dalam istilah yang berhubungan dengan relevansi terhadap konsep yang diukur. Kriteria yang berkaitan dengan validitas ditentukan dengan membandingkan antara konsep yang diukur dan suatu kriteria eksternal atau asumsi yang diketahui untuk mengukur konsep yang akan diteliti. Ada dua jenis kriteria yang berhubungan dengan validitas, yaitu validitas prediktif [predictive validity) dan validitas konkuren [concurrent validity). Validitas prediktif adalah validitas yang berkaitan dengan keakuratan suatu pengujian atau pengukuran dalam memprediksi perilaku. Validitas prediktif mengharuskan adanya suatu kriteria atau indikator eksternal terhadap apa yang harus diprediksi. Validitas konkuren adalah validitas yang berkaitan dengan hubungan antara alat ukur dan kriteria sekarang atau masa lalu. Oleh karena itu, validitas konkuren berbeda dengan validitas prediktif yang merupakan ukuran untuk memprediksi perilaku yang dihasilkan pada waktu yang sama sebagai ukuran eksternal terhadap perilaku, pengujian validitas konkuren membantu seorang peneliti untuk membedakan individu berdasarkan beberapa kriteria. Validitas konstruksi [construct validity) adalah validitas yang berdasarkan pada suatu pertimbangan tentang kesesuaian hasil pengukuran tersebut dengan teori. Validitas konstruksi sangat bermanfaat untuk mengukur fenomena yang tidak memiliki kriteria eksternal. 3.5.2. Keandalan Suatu instrumen alat ukur yang andal akan menghasilkan alat ukur yang stabil di setiap waktu. Aspek lain dari keandalan adalah akurasi dari instrumen pengukuran.

3.6. Memilih Responden Langkah pertama dalam memilih responden adalah menentukan populasi. Setelah populasi ditentukan, peneliti menentukan suatu sensus atau suatu sampel. Sensus adalah kegiatan untuk mencari seluruh informasi yang dikumpulkan dari setiap elemen dalam populasi. Sampel merupakan kumpulan informasi dan bagian dari populasi. Suatu sensus akan tepat ketika: 1) populasinya kecil dan biaya pengumpulan data tidak melebihi biaya pengambilan sampel secara

Akuntansi Keperilakuan 19

Metode Riset 2019 signifikan, 2) penting untuk mengetahui setiap unsur dalam populasi, dan 3) risiko dalam perbaikan secara keseluruhan sangat besar. Dalam banyak kasus, tidak terlalu perlu melakukan suatu sensus. Pada kenyataannya, proses pengambilan sampel lebih bermanfaat bagi para peneliti. Sementara itu, sampel hanya membutuhkan sedikit waktu dan dana untuk mengumpulkannya, serta data dan sampel tersebut memperkecil risiko terhadap hal-hal yang tidak bermanfaat dengan meminimalkan jumlah orang. Pada kondisi lain, kesalahan pengambilan sampel (sampling error) diakibatkan oleh ukuran sampel yang terlalu kecil atau desain sampel yang karena beberapa argumen terhadap suatu populasi mempunyai perbedaan probabilitas terhadap pilihan dari segmen-segmen lain. Sementara itu, kesalahan nonsampel (nonsampling error) merupakan masalah dalam desain perencanaan dan pengumpulan data, termasuk pertanyaan yang menyesatkan, kalimat pertanyaan yang buruk, pertanyaan yang membingungkan, bias wawancara, kesalahan pencatatan, penyimpanan, dan manipulasi data. Sampling error tidak terdapat dalam sensus, tetapi terdapat kemungkinan suatu penjumlahan yang signifikan terhadap sampling error pada masalahmasalah, seperti pengendalian wawancara, bias wawancara, penanganan data, bias nonrespons, dan pertanyaan yang membingungkan. Desain sampel yang baik akan meminimalkan sampling dan nonsampling error sehingga keseluruhan kesalahan tidak melebihi nonsampling error dalam suatu sensus.

3.7. Instrumen Riset Pengembangan kuesioner atau pencarian instrumen merupakan langkah lain yang penting dalam proses riset. Kuesioner harus sesuai dengan responden dan didesain secara menarik sehingga responden tertarik untuk menjawab kuesioner tersebut, yang pada hakikatnya bertujuan meningkatkan tingkat respons, validitas, dan keandalan data.

3.8. Analisis Data dan Persiapan Laporan Analisis data dilakukan setelah peneliti mengumpulkan semua data yang diperlukan dalam riset. Peneliti biasanya melakukan beberapa tahap persiapan data untuk memudahkan proses analisis data. Pemanfaatan berbagai alat analisis sangat bergantungpada jenis riset dan data yang diperoleh. Ketersediaan alat analisis memberikan gambaran bahwa satu alat analisis dengan alat analisis lainnya dapat dengan saling bergantian dimanfaatkan dan terkadang hanya ada satu alat Akuntansi Keperilakuan 20

Metode Riset 2019 analisis yang dapat digunakan. Di samping itu, ketersediaan alat analisis tersebut mencerminkan kompleksnya permasalahan atau fenomena yang dihadapi di setiap riset. Tahap akhir dari suatu riset adalah penyusunan laporan riset. Secara umum, laporan riset berisi tentang hal-hal yang terkait dengan kegiatan peneliti sejak tahap persiapan riset hingga interpretasi dan penyimpulan hasil analisis. Bentuk baku dari suatu laporan riset belum ada. Bentuk atau format laporan riset sangat dipengaruhi oleh keinginan peneliti, hal-hal yang perlu dilaporkan, serta permintaan dari sponsor riset.

Akuntansi Keperilakuan 21

Aspek Keperilakuan 2019 pada Akuntansi

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 4.

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi

4.1. Akuntansi Pertanggungjawaban Akuntansi pertanggungjawaban adalah system akuntansi yang digunakan untuk merencanakan, mengukur, dan mengevaluasi kinerja organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab para manajernya. Pendapatan, beban, laba, investasi dikumpulkan dan dilaporkan untuk setiap pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban adalah unit dalam organisasi yang bertanggung jawab atas tugas-tugas tertentu sesuai dengan wewenang yang diterimanya. Setiap pusat pertanggungjawaban hanya dibebani pendapatan, beban, laba, atau investasi yang dapat dikendalikannya.

4.2. Akuntansi Pertanggungjawaban vs akuntansi konvensional Akuntansi

pertanggungjawaban

adalah

jawaban

akuntansi

manajemen

terhadap

pengetahuan umum bahwa masalah-masalah bisnis dapat dikendalikan seefektif mungkin dengan

mengendalikan

orang-orang

yang

bertanggungjawab

menjalankan

operasi

tersebut.Akuntansi pertanggungjawaban adalah komponen yang penting dari system pengendalian keseluruh di suatu perusahaan. Manfaat khususnya berasal dari fakta bahwa struktur akuntansi pertanggungjawaban memberikan suatu kerangka kerja yang berarti untuk melakukan perencanaan, agregasi data, dan pelaporan hasil kinerja operasi di sepanjang jalur pertanggungjawaban dan pengendalian. Akuntansi pertanggungjawaban tidaklah melibatkan deviasi apapun dari prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Akuntansi pertanggungjawaban berbeda dengan akuntansi konvensional dalam hal cara operasional direncanakan dan cara data akuntansi diklasifikasikan serta diakumulasikan. Dalam akuntansi konvensional, data diklasifikasikan berdasarkan hakikat atau fungsinya dan tidak digambarkan sebagai individu-individu yang bertanggungjawab atas terjadinya dan pengendalian terhadap data tersebut. Akuntansi pertanggungjawaban meningkatkan relevansi dari informasi akuntansi dengan menetapkan suatu kerangka kerja untuk perencanaan, akumulasi data dan pelaporan yang sesuai dengan struktur organisasional dan hierarki pertanggungjawaban dari suatu perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban memberikan suatu sentuhan pribadi terhadap mekanisme akumulasi data yang impersonal dalam akuntansi konvensional dengan membahasnya bersama manajer segmen secara langsung, serta dengan menyediakan tujuan dan hasil kinerja actual atas Akuntansi Keperilakuan

22

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 faktor - faktor operasional kepada siapa para manajer tersebut bertanggungjawab dan mampu melakukan

pengendalian.

Berbagai

data

operasional

tidak

hanya

diklasifikasikan,

diakumulasikan, dan dilaporkan berdasarkan jenisnya (misalnya: pendapatan penjualan, bahan baku dan perlengkapan yang dipakai, sewa, asuransi, dan lain-lain), tetapi juga berdasarkan individu-individu yang telah diberikan tanggungjawab atasnya.Oleh karena itu, akuntansi pertanggungjawaban tidak mengalokasikan biaya gabungan ke segmen – segmen yang memperoleh manfaat, melainkan membebankan biaya tersebut. Misalnya, manajer departemen jasa perbaikan dan pemeliharaan yang bertanggungjawab memelihara peralatan di departemendepartemen lain sebaiknya dianggap bertanggungjawab terhadap biaya yang berkaitan dengan tugasnya itu. Akuntansi pertanggungjawaban melaporkan baik siapa yang membelanjakan uang tersebut maupun apa yang dibeli oleh uang tersebut. Oleh karena itu, akuntansi pertanggung jawaban menambahkan dimensi manusia pada perencanaan, akumulasi data, dan pelapor. Karena biaya dianggarkan dan diakumulasikan sepanjang garis tanggung jawab, laporan yang diterima oleh manajer segmen sangat sesuai untuk evaluasi kinerja dan alokasi penghargaan. Akuntansi pertanggungjawaban menimbulkan kesadaran terhadap biaya dan pendapatan di seluruh organisasi serta motivasi manajer segmen untuk berusaha kearah pencapaian tujuan. Akuntansi pertanggungjawaban mengarahkan perhatian mereka kepada faktor – faktor yang memerlukan perhatian khusus dan bahwa mereka memiliki kekuasaan untuk melakukan perubahan (Ikhsan, 2005).

4.3. Jaringan Pertanggungjawaban Akuntansi pertanggungjawaban didasarkan pada pemikiran bahwa seluruh biaya dapat dikendalikan dan masalahnya hanya terletak pada penetapan titik pengendaliannya. Untuk tujuan ini, struktur organisasi perusahaan dibagi – bagi ke dalam suatu jaringan pusat-pusat pertanggungjawaban

secara individual, atau sebagaimana didefinisikan oleh National

Association of Accounts, ke dalam unit – unit organisasional yang terlibat dalam pelaksanaan suatu fungsi tunggal atau sekelompok fungsi yang saling berkaitan, yang memiliki seorang kepada yang bertanggungjawab untuk aktivitas dari unit tersebut. Kebanyakan organisasi mempunyai hierarki pusat pertanggungjawaban semacam itu. Di tingkat puncak, presiden atau CEO bertanggungjawab terhadap pemilik untuk profitabilitas Akuntansi Keperilakuan

23

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 keseluruhan dari perusahaan. Mereka yang bertanggungjawab terhadap presiden perusahaan meliputi kepala dari berbagai departemen operasi dan staff. Di bawahnya adalah pusat pertanggungjawaban lainnya, yang masing-masing dikepalai oleh satu orang bertanggungjawab kepada pejabat yang lebih tinggi atas efisiensi dalam kinerja. Untuk memastikan jaringan tanggungjawab dan akuntabilitas berfungsi dengan mulus, struktur organisasional suatu perusahaan harus dianalisis; selain itu, laba dan beban yang sebenarnya dari pertanggungjawaban tersebut ditentukan secara hati-hati. Dalam praktiknya, penggambaran pusat pertanggungjawaban sering kali merupakan tugas paling sulit dalam kontruksi dan instalasi system tersebut. Untuk menciptakan struktur jaringan pertanggungjawaban yang efisien, tanggungjawab dan lingkup dari wewenang untuk setiap individu dari eksekutif puncak sampai ke karyawan di tingkat paling rendah harus didefinisikan secara logis dan jelas. Tidak boleh ada tanggungjawab yang tumpang tindih pada tingkatan hierarki yang berbeda. Orang yang dibebankan tanggungjawab sebaiknya diberikan wewenang yang memadai untuk pekerjaan yang diharapkan. Tanggungjawab sebaiknya tidak dibagi menjadi dua atau lebih individu karena pembagian tanggungjawab sering kali menimbulkan kesalahpahaman, kebingungan, duplikasi usaha, atau pengabaian kinerja. Hal tersebut juga menyulitkan atasan dalam menentukan pihak yang bersalah jika terjadi kesalahan. Singkatnya, jaringan pertanggungjawaban yang berfungsi dengan baik harus mengandung kesesuaian yang sempurna Antara tanggung jawab dan wewenang disemua tingkatan.

4.4. Jenis-jenis Pertanggungjawaban Sekali direncanakan, masing-masing fungsi pusat pertanggungjawaban sebagai kerangka untuk menghitung dan mengevaluasi kinerja dari manajer segmen. Kinerja manajemen dengan kerangka akuntansi pertanggungjawaban adalah sama dengan kemampuan mereka mengatur factor-faktor tertentu yang dapat dikendalikannya. System yang ada tidak dapat mengukur dan mengevaluasi semua kinerja, seperti moral dan kualitas manajer. Factor tersebut harus diukur menggunakan pengukuran yang lain. Jika kinerja tidak hanya diukur dalam ukuran keuangan, perusahaan dapat menggunakan sistem manajemen yang lebih komprehensif, yaitu balanced scorecards (BSC). Balanced scorecards (BSC) adalah sistem manajemen yang menghubungkan visi, misi, tujuan-tujuan, strategi-strategi ke dalam berbagai ukuran kinerja, yaitu keuangan dan Akuntansi Keperilakuan

24

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 non keuangan (konsumen, proses bisnis internal, serta pembeajaran dan pertumbuhan) secara komprehensif, terintegrasi, dan seimbang. Jika kinerja pusat pertanggungjawaban diukur dalam ukuran keuangan maka pusat-pusat pertanggungjawaban biasanya dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu (pusat beban), (2) pusat pendapatan, (3) pusat laba, dan (4) pusat investasi (Anthony dan Govindarajan, 2007, hlm.131). di bawah ini diuraikan secara ringkas masing-masing pusat pertanggungjawaban tersebut. 1. Pusat Beban Pusat beban (expense center) adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya di beri wewenang dan tanggung jawab terhadap beban dalam pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Manajer pusat beban tida diberi wewenang untuk dapat mengendalikan pendapatan. Pusat beban dapat digolongkan menjadi dua, yaitu (1) pusat beban teknik dan (2) pusat beban kebijakan. Pusat beban teknik adalah pusat beban yang sebagian besar masukannya atau biayanya mempunyai hubungan erat dan nyata dengan keluaran atau barang dan jasa yang dihasilkannya. Pusat beban kebijakan adalah pusat beban yang sebagian besar masukannya atau biayanya tidak mempunyai hubungan erat dan nyata dengan keluaran atau barang dan jasa yang dihasilkannya. Dalam pusat beban teknik , manajernya berpartisipasi untuk menentukan besarnya biaya standar per unit. Biaya standar per unit yang ditentukan di muka digunakan untuk menyusun anggaran biaya. Biaya yang dianggarkan pada pusat biaya teknik ditentukan berdasarkan biaya standar per unit dikalikan dengan jumlah unit produk atau jasa yang akan dihasilkan. Secara periodik, biasanya pada akhir bulan dilakuan perbandingan dan analisis antara biaya aktual atau biaya sesungguhnya dengan total biaya standar (anggaran) untuk menghasilkan produk tersebut, perbedaan atau penyimpangan biaya mencerminkan efisiensi dan efektivitas. Mereka tidak mempunyai kendali atas pendapatan, sejak fungsi pemasaran bukanlah tanggung jawab mereka. Contoh pusat beban teknik adalah departemen produksi. Dalam pusat biaya kebijakan, manajernya berpartisipasi dalam merencanakan tujuan yang akan dicapai, tugas-tugas yang direncanakan untuk mencapai tujuan tersebut,serta anggaran biaya yang merupakan batas atas yang tidak boleh dilampaui tanpa meminta persetujuan terebih dahulu dari manajemen puncak. Secara periodik, biasanya pada akhir bulan dilakukan pembandingan dan analisis selisih antara biaya yang dianggarkan dengan Akuntansi Keperilakuan

25

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 biaya aktual atau biaya sesungguhnya, serta tugas-tugas yang direncanakan dengan realisasinya untuk menentukan kinerja manajer pusat beban teknis. Contoh pusat beban kebijakan adalah departemen pemasaran, departemen keuangan, departemen akuntansi, dan departemen personalia. 2. Pusat Pendapatan Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan. Contoh dari pusat pendapatan adalah departemen pemasaran, pusat distribusi, dan daerah penjualan. Manajer di pusat pendapatan ini tidak mempunyai kendali terhadap investasi asset atau biaya produksi dari produk atau jasa yang dijual. Manajer departemen pemasaran biasanya juga merupakan manajer pusat kebijakan pemasaran karena manajer tersebut diberi wewenang untuk mengendalian biaya pemasaran yang umumnya sebagian besar biayanya merupakan biaya kebijakan. Manajer departemen pemasaran berpartisipasi dalam menyusun tujuan pemasaran, yaitu mencapai target-target atau anggaran pendapatan. Secara periodik, umumnya setiap akhir bulan dilakukan pembandingan dan analisis antara pendapatan aktual atau pendapatan sesungguhnya dengan anggarannya atau targetnya. Selain itu dilakukan pembandingan dan analisis antara biaya pemasaran aktual atau biaya pemasaran sesungguhnya dengan anggarannya. 3. Pusat Laba Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengendalikan laba (pendaptan dikurangi beban) pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Jadi, manajer pusat laba diberi wewenang dan tanggung jawab terhadap pengadaan atau produksi dan sekaligus pemasaran produk atau barang atau jasa yang dihasilkan pusat pertanggungjawabannya. Dengan demikian, secara periodik, biasanya setiap bulan, kinerja manajer pusat laba dinilai atas dasar perbandingan dan analisis antara laba aktual atau laba sesungguhnya dibandingkan anggarannya untuk dianalisis efisiensi dan efektivitasnya. Mekanisme penentuan harga transfer digunakan jika di antara pusat laba terjadi transfer barang, jasa, atau dana. Harga transfer adalah harga jual yang ditentukan untuk barang atau jasa, atau dana yang ditransfer antara pusat laba. Karena kedudukannya pusat laba yang dianggap lebih bergengsi (prestige), beberapa perusahaan menciptakan pusat laba buatan untuk departemen produksi, pemasaran, dan jasa-jasanya dengan menentukan harga transfer Akuntansi Keperilakuan

26

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 antar departemen tersebut. Selain untuk meningkatkan kebanggaan para manajer, pembentukan pusat laba buatan juga dapat mendorong motivasi para manajernya bekerja secara efisien dan efektif. Pembentukan pusat laba dapat memotivasi manajernya agar mencapai keselarasan tujuan dengan cara meningkatkan laba unit bisnis maupun laba secara keseluruhan. Namun, sering kali pembentukan pusat laba menimbulkan perilaku disfungsional dalam bentuk timbulnya risiko suboptimasi karena manajer pusat laba hanya mengutamakan laba unit bisnisnya, dan manajer “rabun jauh” mengutamakan laba jangka pendek dan mengorbankan laba jangka panjang. 4. Pusat Investasi Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberikan wewenang dan tanggung jawab atas laba dan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Manajer pusat investasi dinilai kinerjanya secara periodik, biasanya setiap bulan, dengan ukuran kembalian investasi (return on investment (ROI) atau nilai tambah ekonomi (economic value added (EVA) yang dikembangkan dari laba residual (residual income (RI)). Kembalian investasi (ROI) adalah sebesar laba bersih dibagi investasi atau sebesar persentase margin laba dikalikan perputaran investasi. Persentase magin laba (profit margin percentage) dihitung dari laba bersih dibagi penjualan. Perputaran investasi (investment turnover) dihitung sebesar penjualan dibagi investasi. Ukuran kembalian yang sering digunakan dalam praktik adalah kembalian asset (return on assets (ROA)) dan kembalian ekuitas (return on equities (ROE)). Kembalian asset (ROA) dihitung sebesar laba bersih dibagi total asset. Kembalian ekuitas (ROE) dihitung sebesar laba bersih dibagi total ekuitas. Nilai tambah ekonomi (EVA) dihitung sebesar laba bersih dikurangi biaya modal atas investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba. Manajer pusat investasi dievaluasi kinerjanya setara dengan eksekutif puncak perusahaan dalam struktur organisasi fungsional.

4.5. Asumsi Keperilakuan dari Akuntansi Pertanggungjawaban Perencanaan pertanggungjawaban, akumulasi data, dan system pelaporan di dasarkan pada beberapa asumsi berikut yang berkenan dengan operasi dan perilaku manusia. 1. Manajemen berdasarkan perkecualian (MBE) mencukupi untuk mengendalikan operasi secara efektif. Akuntansi Keperilakuan

27

Aspek Keperilakuan pada Akuntansi 2019 2. Menejemen berdasarka tujuan (MBO) akan menghasilkan anggaran, biaya standard, tujuan organisasi, dan rencana praktis untuk mencapainya yang disetujui bersama. 3. Struktur pertanggungjawaban dan akuntabilitas mendekati struktur hierarki organisasi. 4. Para manajer dan bawahnya rela menerima pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang dibebankan kepada mereka melalui hierarki organisasi. 5. System akuntansi pertanggungjawaban mendorong kerja sama dengan bukan persaingan.

Akuntansi Keperilakuan

28

Aspek Keperilakuan pada 2019 Perencanaan Laba dan Penganggaran

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran 5.

2019

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

5.1. Berbagai Fungsi dari Perencanaan Laba dan Anggaran Perencanaan laba adalah pengembangan dari rencana operasional untuk mencapai sasaran dan tujuan. Laba sangat penting dalam perencanaan karena rencana yang diharapkan adalah laba yang memuaskan. Anggaran adalah merupakan rencana yang dicurahkan ke dalam keuangan dan istilah kuantitatif lain. Anggaran merupakan perencanaan manajerial untuk tindakan yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Anggaran merupakan rencana laba jangka pendek yang komprehensif, yang membuat tujuan dan target manajemen dilaksanakan. Anggaran adalah alat manajerial yang memastikan pencapaian target organisasi dan memberikan pedoman yang terperinci untuk operasi harian. Perencanaan laba perusahaan terdiri dari anggaran operasi terperinci dan anggaran laporan keuangan. Anggaran berbeda dengan prakiraan (forecast). Perencanaan laba atau anggaran menunjukkan tingkat atau target yang diusahakan manajemen untuk diraih. Perkiraan (forecast) di pihak lain adalah apa yang diprediksikan oleh organisasi akan terjadi. Misalnya, jika permintaan untuk produk tertentu adalah prakiraan, anggaran penjualan akan memerinci pendapatan dan biaya yang disiapkan dengan dasar prakiraan dari permintaan produk. Kedengarannya perencanaan laba cukup sulit, karena kekuatan luar memengaruhi bisnis. Kekuatan ini meliputi perubahan dalam teknologi, tindakan kompetitor dan ekonomi, demografi selera konsumen, sikap sosial, dan faktor politik Faktor ini umumnya tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan, serta arah dan besarnya perubahan sering kali sulit untuk diprediksikan. Secara fundamental tiga pendekatan dapat dipilih dalam menata sasaran laba 1. Dalam metode apriori, sasaran laba mendominasi perencanaan. Pada permulaan manajemen menentukan spesifikasi suatu tingkat imbal hasil yang diharapkan dan kemudaian menuangkan realisasi dari sasaran tersebut melalui perencanaan. 2. Dalam metode posteriori, sasaran laba merupakan subordinasi dari perencanaan dan dinyatakan sebagai suatu hasil dari perencanaan. 3. Dalam metode pragmatik, manajemen menggunakan suatu standar laba yang telah diuji dan disetujui oleh pengalaman. Harapan publik dan tanggung jawab sosial harus disadari merupakan konsekuensi dari sasaran laba selain tujuan perusahaan. Perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi tindakan pada konteks sosial yang memengaruhi ekonomi. Pengaruh sosial yang potensial meliputi Akuntansi Keperilakuan

29

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

“polusi lingkungan, dan kosumsi sumber daya yang tidak dapat diperbarui, dan faktor ekologi lainnya; hak kelompok dan individu; perawatan jasa publik, keselamatan publik, kesehatan; dan pendidikan; dan banyak permasalahan sosial lainnya. Jika perusahaan menetapkan tujuan untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih besar, meningkatkan laba, dan memperbaiki citra perusahaan di antara pelanggan, maka anggaran perusahaan tersebut seharusnya membuat komitmen atas sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Anggaran sebaiknya mencerminkan tambahan biaya iklan dan promosi yang diperlukan untuk meningkatkan penjualan dan memperbaiki citra perusahaan. Anggaran sebaiknya memasukkan estimasi beban gaji dan yang diperlukan untuk mempertahankan tenaga penjualan yang lebih banyak struktur komisi yang lebih besar yang dimaksudkan untuk memotivasi usaha penjualan yang lebih besar. Anggaran sebaiknya memasukkan estimasi arus kas yang juga mempertimbangkan waktu penagihan kas dari pelanggan, pembayaran kas kepada pemasok, dan peningkatan yang diantisipasi dalam berbagai beban. Singkatnya, anggaran sebaiknya menjadi cetak biru keuangan mengenai bagaimana perusahaan diharapkan untuk beroperasi. Berikut adalah beberapa fungsi anggaran. 1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan. Sebagai hasil negosiasi antaranggota organisasi yang dominan, anggaran mencerminkan konsensus organisasi mengenai tujuan operasi untuk masa depan. 2. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi. Anggaran menunjukkan bagaimana beragam sub-unit organisasi harus bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. 3. Anggaran bertindak sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak. Arus informasi dari departemen ke departemen berfungsi untuk mengoordinasikan dan memfasilitasi aktivitas organisasi secara keseluruhan. Arus informasi dari manajemen puncak ke tingkatan organisasi yang lebih rendah mengandung penjelasan Operasional mengenai pencapaian atau deviasi anggaran.

Akuntansi Keperilakuan

30

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

4. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran berfungsi sebagai standar terhadap hasil operasi aktual yang dapat dibandingkan. Hal ini merupakan dasar untuk mengevaluasi kinerja dari manajer pusat biaya dan pusat laba. 5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan. Hal ini memungkinkan manajemen untuk menentukan tindakan korektif yang tepat. 6. Anggaran mencoba untuk memengaruhi dan memotivasi manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi. Anggaran telah menjadi alat manajemen yang diterima untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Anggaran diterapkan dengan berbagai tingkatan kerumitan dan keberhasilan oleh kebanyakan organisasi bisnis dan nirlaba.

5.2. Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran Untuk menyusun anggaran atau rencana laba, terdapat langkah-langkah tertentu yang perlu diambil, yaitu: 1. Manajemen puncak harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahaan dan strategi mana yang akan digunakan untuk mencapainya. 2. Tujuan harus ditetapkan dan sumber daya dialokasikan. 3. Suatu anggaran atau rencana laba yang komprehensif harus disusun, kemudian disetujui oleh manajemen puncak. Setelah disetujui, anggaran harus dikomunikasikan kepada penyelia dan karyawan yang kinerjanya dikendalikan. 4. Anggaran digunakan untuk mengendalikan biaya dan menentukan bidang masalah dalam organisasi tersebut dengan membandingkan hasil kinerja aktual dengan tujuan yang telah dianggarkan secara periodik. Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu: 1. Tahap Penetapan Tujuan Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas ke dalam tujuan aktivitas yang khusus. Untuk menyusun rencana yang realistis dan menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan antara manajer lini dan manajer staf organisasi. Controller dan direktur perencanaan memainkan peranan kunci dalam proses Akuntansi Keperilakuan

31

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

manusia dari penyusunan anggaran ini. Sebagai karyawan staf, mereka bertanggung jawab untuk menginisiasi dan melakukan administrasi atas proses penyusunan anggaran dan untuk membantu karyawan lini, jika diperlukan, dalam melaksanakan berbagai tugas perencanaan. Ketika memformulasikan tujuan organisasi dan menerjemahkannya ke dalam target operasi, diperlukan kehati-hatian untuk menetapkan hierarki tujuan dan target yang realistis dan, jika memungkinkan, harmonis dengan target dan kebutuhan pribadi dari manajer dan karyawan. Jika sesuai dengan struktur organisasi atau gaya kepemimpinan, maka manajer tingkat bawah dan karyawan sebaiknya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan sehingga mereka akan lebih mungkin menerima tujuan yang telah diformulasikan. Tujuan realistis yang ditetapkan melalui partisipasi yang berarti akan memengaruhi tingkat aspirasi manajer dan karyawan secara menguntungkan. Kurangnya partisipasi atau hanya sekadar berbicara tanpa berbuat terhadap masalah itu, dapat menimbulkan efek samping berupa berbagai perilaku disfungsional. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa konsep utama perilaku yang berpengaruh terhadap tahapan penetapan tujuan adalah proses perencanaan yang meliputi partisipasi kesesuaian tujuan, dan komitmen. 2. Tahap Implementasi Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk mengomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam organisasi. Hal ini dicapai dengan menyediakan target kinerja terperinci bagi mereka yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan. Agar rencana tersebut berhasil, maka rencana itu harus dikomunikasikan secara efektif. Kesalahpahaman sebaiknya dideteksi dan diselesaikan dengan segera. Setelah itu baru rencana formal kemungkinan akan menerima kerja sama penuh dari berbagai kelompok yang ingin dimotivasi. Konsep ilmu keperilakuan utama yang memengaruhi tahap implementasi adalah komunikasi, kerja sama, dan koordinasi. 3. Tahap Pengendalian Dan Evaluasi Kinerja Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai elemen kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolok ukur terhadap kinerja aktual dibandingkan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan manajemen berdasarkan pengecualian. Sebaiknya dijelaskan bahwa manajemen berdasarkan pengecualian tidak menganggap bahwa hanya varians yang tidak menguntungkan saja yang perlu diinvestigasi. Akuntansi Keperilakuan

32

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

Melainkan, manajemen sebaiknya memperhatikan varians yang tidak menguntungkan terlebih dahulu. Sebenarnya, untuk menjaga efisiensi dalam operasi, baik kinerja di atas standar maupun di bawah standar harus diakui dan diinvestigasi. Varians yang menguntungkan dan kinerja di atas standar akan mengindikasikan bagaimana masa depan akan memperoleh manfaat dari transfer pengetahuan dan teknologi ke operasi yang serupa. Selain itu, varians yang menguntungkan dapat mengindikasikan kebutuhan akan penyesuaian anggaran. Varians yang tidak menguntungkan dan kinerja di bawah standar sebaiknya memicu tindakan korektif guna menghindari pengulangan yang berbiaya mahal. Kebijakan, sikap, dan tindakan manajemen dalam evaluasi kinerja dan tindak lanjut atas varians memiliki berbagai konsekuensi keperilakuan yang, jika tidak dipahami dan dikendalikan, dapat meniadakan keberhasilan dari seluruh proses perencanaan dan pengendalian. Beberapa konsekuensi keperilakuan yang mungkin muncul meliputi tekanan, motivasi, aspirasi, dan kegelisahan. 5.3. Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan 5.4.1. Dampak Lingkungan Perencanaan Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi proses perencanaan atau penyusunan anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah perlu untuk memperkenalkan faktor-faktor yang menimbulkan variasi dalam lingkungan perencanaan. Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan pola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut kadang kala disebut dengan budaya atau iklim organisasi. Hal ini meliputi tingkat formalitas dalam interaksi manusia, penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat untuk membuat agar pekerjaan dilakukan, perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja, dan seterusnya. Ukuran dan struktur; gaya kepemimpinan, jenis sistem pengendalian, dan stabilitas lingkungan organisasi merupakan beberapa faktor yang memengaruhi lingkungan kerja di mana perencanaan terj adi. Lingkungan kerja atau budaya organisasi memengaruhi perilaku sehingga juga akan memengaruhi proses perencanaan. Perilaku manusia bersifat adaptif dan berbeda dari satu lingkungan kerja ke lingkungan kerja lain. Dengan demikian, dalam satu lingkungan, tindakan tertentu oleh manajemen puncak dapat mendorong perilaku dan hasil anggaran yang menguntungkan, sementara tindakan yang sama di lingkungan yang berbeda dapat mendorong perilaku yang tidak diinginkan dan hasil anggaran yang disfungsional. Akuntansi Keperilakuan

33

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

5.4.2. Ukuran Dan Struktur Organisasi Ukuran dan struktur organisasi memengaruhi perilaku manusia dan pola interaksi dalam tahap penetapan tujuan, implementasi, dan pengendalian serta evaluasi terhadap proses perencanaan. Ukuran organisasi mungkin dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai dolar dari pabrik fisik, volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitan lainnya yang membedakan organisasi. Struktur organisasi mengacu pada hubungan formal dan informal antaranggota organisasi. Hal tersebut meliputi jumlah lapisan wewenang, jumlah kantor atau posisi pada setiap lapisan, tanggung jawab setiap kantor, dan prosedur untuk membuat pekerjaan dilakukan. Ukuran organisasi memengaruhi struktur organisasi. Pada perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian adalah relatif sederhana karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh sedikit orang. Aktivitas dapat dengan mudah dikendalikan dan masalah keselarasan tujuan dapat dengan cepat dibahas. Sebaliknya, perusahaan besar harus mengembangkan struktur birokrasi yang kompleks untuk berurusan dengan administrasi dari berbagai fungsi organisasi. Wewenang didelegasikan dan disebarkan dari atas. Pekerjaan dan tugas karena kebutuhan dibagi menjadi bidang tanggung jawab kecil yang menciptakan kebutuhan akan koordinasi yang lebih ketat dan pengendalian formal di sepanjang garis penyelia/bawahan. Dalam struktur manajemen birokratis semacam itu, penyusunan anggaran yang efektif dianggap lebih sulit karena potensi inefisiensi dalam komunikasi pada organisasi, kurangnya keselarasan tujuan, dan ketidakmampuan dari banyak orang untuk melihat hubungan antara peran kerja mereka dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Dalam organisasi birokrasi yang besar, sistem perencanaan harus didesain untuk mengurangi kemampuan yang melekat dari manajer yang tidak puas untuk mempraktikkan ketidakpatuhan yang tidak dapat dideteksi. Sistem perencanaan juga harus berusaha untuk menghilangkan atau mengurangi ketidakselarasan tujuan yang serius. Ukuran dan kompleksitas dari beberapa organisasi menimbulkan masalah besar dalam perencanaan, implementasi, dan pengendalian. Misalnya, direktur perencanaan harus mengoordinasikan tingkat produksi, penjualan, dan persediaan dengan wakil direktur produksi, penjualan, keuangan, dan pemasaran. Tingkat yang ditetapkan tersebut harus sesuai dengan batas pengeluaran yang diusulkan untuk riset pasar dan iklan. Setiap wakil Akuntansi Keperilakuan

34

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

direktur memiliki idenya sendiri mengenai berapa sebaiknya target volume, berdasarkan pada pertimbangan pribadi atau departemental. Direktur perencanaan harus menghasilkan konsensus organisasi dengan meminta semua pihak untuk melakukan kompromi. Wakil direktur pada gilirannya harus mengoperasikan departemen mereka sendiri dalam batasan uang yang dikenakan oleh anggaran dan mereka harus menghasilkan konsensus di dalam departemennya sendiri. Ukuran organisasi mengacaukan proses anggaran dengan cara-cara lain. Misalnya, manajer pada berbagai tingkatan organisasi dapat menyaring informasi dan meneruskan ke atas atau ke bawah hanya informasi yang menguntungkan bagi mereka. Manajer atau penyelia dapat melaksanakan hanya bagian tanggung jawabnya yang konsisten dengan tujuan dan kepentingan mereka sendiri. Lingkungan perencanaan juga dipengaruhi oleh tingkat wewenang, atau hak prerogatif untuk pengambilan keputusan, yang diberikan kepada manajer sub-unit dan tingkat bawah. Aspek struktur organisasi ini biasanya dinyatakan dengan istilah sentralisasi atau desentralisasi. Organisasi tersentralisasi ditandai dengan konsentrasi pengambilan keputusan pada tingkatan manajerial yang lebih tinggi. Organisasi terdesentralisasi ditandai dengan manajer tingkat bawah yang memiliki hak prerogatif untuk pengambilan keputusan yang relatif lebih besar. Oleh karena rencana laba yang efisien harus dibuat secara khusus untuk lingkungan organisasi tertentu, maka perusahaan yang tersentralisasi membutuhkan sistem yang menyediakan pemantauan yang sangat ketat terhadap selul‘uh aktivitas organisasi. Perusahaan yang terdesentralisasi akan membutuhkan sistem yang meningkatkan partisipasi, kerja sama, dan koordinasi tingkat perusahaan. 5.4.3. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan juga memengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Teori X dari McGregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter dan dikendalikan secara ketat, di mana kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, pemimpin ini menugaskan staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengawasan secara tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah: gaji mereka dengan baik dan awasi mereka dengan ketat! Akuntansi Keperilakuan

35

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

Diterapkan pada fungsi perencanaan, Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak (controller atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah. Dengan demikian, dalam gaya kepemimpinan otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian manajemen yang didesain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari manajemen puncak. Dalam fase tindak lanjut, varians anggaran akan diinvestigasi oleh controller atau direktur perencanaan dan bukannya ditangani sebagai fungsi lini. Hal ini memungkinkan manajemen untuk mempertahankan tanggung jawab atas pengendalian biaya. Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan pengendalian atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak jelas. Gaya kepemimpinan ini terutama efisien dalam kasus perbedaan bahasa atau budaya. Namun, gaya kepemimpinan ini tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya motivasi. Sebaliknya, Teori Y dari McGregor dan gaya kepemimpinan demokratis Likert mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan

anggaran

karena

adanya

komunikasi

dan

negosiasi

berulang

antardepartemen. Namun, riset telah mengungkapkan bahwa orang mengidentiiikasi dirinya lebih dekat dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini. Hopwood (1974)3 membedakan antara gaya kepemimpinan yang dibatasi oleh anggaran dengan yang sadar akan laba. Pimpinan yang dibatasi oleh anggaran akan mengevaluasi bawahannya berdasarkan seberapa baik tujuan jangka pendek dicapai. Sebaliknya, pemimpin yang sadar akan laba lebih memperhatikan kesuksesan jangka panjang dan tidak terlalu menekankan pada kepatuhan yang kaku pada anggaran sekarang. Hopwood menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang dibatasi oleh anggaran dihubungkan

Akuntansi Keperilakuan

36

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

dengan layanan yang buruk kepada pelanggan, ketegangan dan rasa tidak percaya di antara karyawan, serta kurangnya inovasi. Untuk dapat mempraktikkan gaya kepemimpinan secara efektif, manajer atau atasan harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan bawahannya. Ada empat jenis perkembangan bawahan, yaitu: 1) bawahan yang memiliki kecakapan rendah dan komitmen tinggi, 2) bawahan yang memiliki sedikit kecakapan dan komitmen rendah, 3) bawahan yang memiliki kecakapan tinggi dan komitmen bervariasi, dan 4) bawahan yang memiliki kecakapan tinggi dan komitmen tinggi.

5.4. Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan Anggaran 5.4.1. Tahap Penetapan Tujuan Sekarang mari kita mengalihkan perhatian dari faktor yang memengaruhi perilaku dalam lingkungan perencanaan ke konsep yang memengaruhi perilaku pada tahap penetapan tujuan. Selama tahap penetapan tujuan, tujuan umum manajemen puncak diterjemahkan ke dalam target yang pasti dan dapat diukur bagi organisasi serta bagi setiap sub-unit utama (pusat pertanggungjawaban). Hal penting yang perlu diingat adalah orang-orang di dalam organisasi bertanggung jawab untuk menentukan sasaran dan menetapkan tujuan. Orangorang dalam organisasi juga bertanggung jawab atas pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan perencanaan penuh dengan kekurangan dalam perilaku. Teori ekonomi dan manajemen klasik dari perusahaan menganggap tujuan sebagai sesuatu yang tidak bersifat problematik. Apakah itu adalah tujuan tunggal dari teori ekonomi untuk memaksimalkan laba atau tujuan pribadi dari pendiri atau pebisnis pada teori manajemen klasik, tujuan dianggap sebagai fakta yang sudah ada dengan apa yang harus diurus organisasi. Pertanyaan mengenai bagaimana tujuan ditetapkan dianggap tidak relevan dan tidak menjadi perhatian dari para teoretikus awal ini. Pandangan ini ditantang pada awal tahun 1960-an oleh para teoretikus organisasi modern. Teori organisasi modern mengasumsikan bahwa tujuan organisasi bervariasi dan mencerminkan keputusan untuk membuat komitmen atas organisasi tersebut terhadap suatu rangkaian tindakan tertentu. Para pendukung filosofi baru ini mendefinisikan tujuan sebagai “kondisi yang diinginkan yang dicoba untuk direalisasikan oleh organisasi tersebut,” atau Akuntansi Keperilakuan

37

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

dinyatakan secara berbeda “pencapaian masa depan terhadap usaha atau komitmen saat ini yang dibuat.” Kedua definisi ini menjelaskan bahwa untuk menjadi tujuan yang “riil” (daripada tujuan yang hanya “dinyatakan” atau "pengandaian”), dibutuhkan usaha manusia dan komitmen atas sumber daya organisasi yang mencukupi. Tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh tujuan anggota organisasi yang dominan, yang secara kolektif mempunyai pengendalian yang mencukupi atas sumber daya organisasi untuk membuat komitmen ke arah tertentu atau untuk menahan dari yang lain. Tujuan dipandang sebagai kesepakatan yang kompleks, yang terkadang mencerminkan kebutuhan individual dan tujuan pribadi yang saling bertentangan dari anggota organisasi yang dominan. Tujuan organisasi ditentukan melalui negosiasi. Tawar-menawar dan pengaruh perdagangan adalah hambatan yang dikenakan oleh berbagai partisipan dan oleh lingkungan eksternal maupun internal. 5.4.2. Keselarasan Tujuan Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah mencapai tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin di antara tujuan organisasi. sub-unit (divisi atau departemen), dan anggotanya yang berpartisipasi. Keselarasan tujuan atau kompatibilitas akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi atau untuk memenuhi kebutuhan pribadi, maka tujuan organisasi akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan tindakan yang diinginkan. Proyek yang memberikan tantangan yang tidak biasa dapat menjadi instrumen dalam memenuhi kebutuhan orang akan aktualisasi diri atau harga diri. Orang dapat merasa terhormat karena dipercayakan dengan tugas penting dan sulit yang dapat mendorong mereka untuk meningkatkan usaha mereka guna memastikan kinerja yang berhasil. Keselarasan antara tujuan organisasi dan pribadi juga dapat ditingkatkan dengan menjelaskan kepada karyawan alasan atas tujuan yang didasarkan organisasi. Oleh karena tujuan organisasi dan individu tidak statis, maka keselarasan tujuan harus terus-menerus dicapai di setiap siklus perencanaan. Dengan demikian, komunikasi yang teratur antara manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah serta karyawan yang berkepentingan dengan tujuan organisasi adalah sangat disarankan. Secara serupa, keselarasan antara tujuan organisasi dan sub-unit harus ditetapkan kembali secara periodik. Akuntansi Keperilakuan

38

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

]ika keselarasan tujuan tidak ditetapkan, maka berbagai masalah dapat berkembang. Manajer sub-unit yang berbeda mungkin bekerja untuk tujuan yang saling bersaing semangat persaingan dapat menggantikan semangat untuk bekerja sama, atau perasaan putus asa dapat menyerap ke dalam tingkatan manajerial. Identifikasi orang terhadap organisasi dapat menjadi lemah. Kondisi ini dicerminkan dalam kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan atau dalam kualitas barang dagangan yang dihasilkan. 5.4.3. Partisipasi Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar orang sebagai obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri dari anggota organisasi. Partisipasi adalah suatu "proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya”. Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses manajemen. Ketika diterapkan kepada perencanaan, partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi dari hanya sekadar hadir pada pertemuan anggaran sampai pada partisipasi dalam diskusi yang berkaitan dengan kewajaran kuota penjualan dan target produksi dan pada hak untuk melakukan negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang itu sendiri. Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen menyimpulkan bahwa partisipasi menguntungkan organisasi. Partisipasi telah menunjukkan dampak positif terhadap sikap karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama di antara manajer. Namun, Beckeer dan Green menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Banyak studi mengenai pengambilan keputusan secara partisipatif tidak menyetujui format eksklusif yang diinginkan untuk partisipasi karyawan yang akan bekerja di semua organisasi. Terdapat relatif sedikit diskusi atau kesepakatan mengenai kedalaman. lingkup, atau bobot partisipasi. Artinya, tidak ada pandangan yang seragam mengenai siapa yang sebaiknya berpartisipasi (kedalaman), jenis keputusan di mana mereka sebaiknya berpartisipasi (lingkup), atau tingkat kekuasaan partisipan dalam keputusan akhir (bobot). Akuntansi Keperilakuan

39

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

Terdapat juga pertanyaan mengenai apakah manfaat partisipasi meningkat secara proporsional terhadap jumlah karyawan yang berpartisipasi. Kedalaman, lingkup, dan bobot partisipasi dalam penetapan bergantung pada gaya kepemimpinan organisasi, struktur organisasi, dan kecepatan dengan keputusan yang harus dibuat, keahlian angkatan kerja, dan jenis kontribusi yang dapat diberikan. Dengan demikian, organisasi harus memutuskan apakah akan melibatkan manaier tingkat menengah, manajer tingkat bawah, penyelia, mandor, pekerja pabrik, atau pekerja kantor dalam proses penyusunan anggaran. Kemudian, keputusan harus dibuat mengenai aktivitas anggaran di mana anggota organisasi ini akan berpartisipasi. Pada akhirnya, manajemen puncak harus memutuskan apakah akan melakukan intervensi untuk menyelesaikan pertikaian, mendorong diskusi anggaran yang stagnan, atau mengumumkan bahwa waktunya sudah habis dan keputusan harus dibuat oleh partisipan anggaran. Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses demokratis sehingga tidak alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi yang otoriter. Dengan demikian, dalam organisasi besar dan birokratis yang dikelola secara sentral, partisipasi dalam menentukan tujuan dan menetapkan sasaran akan berdasarkan definisi terbatas pada sekelompok eksekutif puncak. Manajemen puncak akan menyusun anggaran dan meneruskannya ke bawah hierarki sebagai sekelompok perintah yang harus dipatuhi. Anggaran akan digunakan sebagai mekanisme untuk menginformasikan manajer tingkat bawah mengenai apa yang ingin dicapai oleh manajemen puncak dan sebagai alat untuk mengendalikan pengeluaran orang dan memotivasi kinerja yang optimum. Perusahaan dengan gaya kepemimpinan yang demokratis dan/atau organisasi yang terdesentralisasi memungkinkan partisipasi manajemen yang lebih besar dalam keputusan penetapan anggaran. Sebagian besar perusahaan mendorong manajer tingkat bawah maupun karyawan untuk memberikan kontribusi kepada proses perencanaan. Salah satu alasannya adalah bahwa orang bereaksi secara berbeda terhadap kemungkinan untuk berperan dalam menetapkan standar kinerjanya. Karyawan yang otoriter dan/ atau sangat bergantung dapat merasa terancam oleh kemungkinan untuk menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan. Mereka akan merasa lebih nyaman jika menerima instruksi yang jelas dan tegas mengenai batas pengeluaran dan standar kinerja. Di pihak lain, orang dengan independensi

Akuntansi Keperilakuan

40

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

yang kuat dan kebutuhan akan harga diri akan maju ketika diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam memformulasikan sasaran kinerjanya. Alasan lain ketidakberhasilan partisipasi adalah tidak ada usaha serius yang dibuat Untuk menjamin partisipasi dan kerja sama dari manajer tingkat bawah dan karyawan. Agar partisipasi menjadi efektif, partisipan harus memiliki input “riil" terhadap keputusan dan pandangan mereka harus memiliki bobot tertentu dalam hasil akhir. ]ika saran-saran untuk anggaran dari orang-orang ditolak oleh tingkat yang lebih tinggi berikutnya tanpa penjelasan sama sekali, atau dengan pernyataan yang fasih bahwa saran tersebut tidak sesuai dengan tujuan manajemen puncak, maka partisipasi akan dipandang sebagai kepura-puraan. Orang akan menjadi kecewa. jika hal ini terjadi, sikap negatif atau bermusuhan terhadap manajemen akan berkembang, dan hal tersebut mungkin memberikan sinyal terhadap penurunan yang akan terjadi dalam elisiensi dan output. Riset telah menunjukkan bahwa jika manajemen puncak benar-benar berkomitmen Dada partisipasi, partisipasi ini dapat diterapkan dengan berhasil bahkan dalam kondisi yang sangat otoriter dan terstruktur. jika komitmen manajerial semacam itu kurang, maka partisipasi yang sukses dapat menjadi rusak, bahkan dalam organisasi yang paling demokratis dan terdesentralisasi sekalipun. 5.4.4. Manfaat Partisipasi Salah satu manfaat partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipan menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka. Partisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen. Partisipasi yang berarti juga meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk meningkatkan kerja sama antaranggota kelompok dalam penetapan tujuan. Tujuan organisasi yang dibantu penetapannya oleh orang. orang tersebut, kemudian akan dipandang sebagai tujuan yang selaras dengan tujuan pribadi mereka. Proses ini disebut internalisasi tujuan. Kurangnya internalisasi tujuan dapat menimbulkan konflik antara tujuan pribadi individual dan tujuan yang terkait dengan karyawan. Oleh karena tujuan dan kebutuhan pribadi biasanya mendominasi tujuan organisasi, kurangnya internalisasi tujuan dapat dihubungkan dengan penurunan dalam moral dan produktivitas. Ketika orang menginternalisasi dan menerima tujuan organisasi, dan ketika terdapat tingkat kesatuan

Akuntansi Keperilakuan

41

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

kelompok yang tinggi, maka persyaratan untuk efisiensi yang maksimal dalam pencapaian tujuan akan tercapai. Partisipasi yang berarti juga berkaitan dengan penurunan tekanan dan kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran. Hal ini disebabkan karena orang yang berpartisipasi dalam penetapan tujuan mengetahui bahwa tujuan tersebut wajar dan dapat dicapai. Partisipasi juga dapat menurunkan ketidakadilan yang dipandang ada dalam alokasi sumber daya organisasi antara sub-unit organisasi, serta reaksi negatif yang dihasilkan dari persepsi semacam itu. Manajer yang terlibat dalam penetapan tujuan akan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai mengapa sumber daya dialokasikan dengan cara yang demikian. Melalui proses negosiasi dan banyak diskusi anggaran yang terjadi dalam rapat, manajer akan menyadari masalah dari rekan-rekannya pada unit organisasi lainnya dan memiliki pemahaman yang lebih baik atas saling ketergantungan antardepartemen. Dengan demikian, banyak masalah potensial yang berkaitan dengan anggaran dapat dihindari. 5.4.5. Batasan Dan Permasalahan Partisipasi Bahkan dalam kondisi yang paling ideal sekalipun, partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasan tersendiri. Proses partisipasi memberikan kekuasaan kepada manajer untuk menetapkan isi anggaran. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang memiliki konsekuensi disfungsional bagi organisasi itu. Misalnya, manajer bisa memasukkan “slack organisasi” ke dalam anggaran. Slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan secara efisien untuk menyelesaikan tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar yang diperuntukkan bagi tugas tersebut. Dengan kata lain, slack adalah penggelembungan anggaran. Manajer

menciptakan Slack dengan mengestimasikan

pendapatan lebih rendah, mengestimasikan biaya lebih tinggi, atau menyatakan terlalu tinggi jumlah input yang dibutuhkan untuk memproduksi unit output. Mereka melakukan hal ini untuk menyediakan margin keamanan (margin of safety) untuk memenuhi tujuan yang dianggarkan. Dasarnya berupa sumber daya ekstra ini menghilangkan tekanan dan frustasi yang berkaitan dengan anggaran, yang sering kali didorong oleh anggaran yang ketat. Hal ini memberikan kepada manajer lebih banyak fleksibilitas dan kepastian untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi. Berapa orang berargumentasi bahwa sejumlah kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian tekanan dan memungkinkan berpadunya tujuan pribadi dan organisasi, sehingga membuat keselarasan tujuan lebih mungkin terjadi. Namun, slack yang Akuntansi Keperilakuan

42

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

berlebihan jelas merugikan kepentingan organisasi. Slack yang berlebihan membuat batas pengeluaran. kuota produksi, dan standar kinerja menjadi tidak berarti. Hal itu merendahkan pendorong efisiensi organisasi melalui kegagalan untuk mengenakan pengendalian organisasi yang berarti. Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi jika manajemen puncak menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan mendalam selama proses penyusunan anggaran. Jika tujuan anggaran terlalu mudah untuk dicapai karena adanya slack atau faktor lain yang ditimbulkan dari partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, maka manfaat motivasi menjadi minimal atau tidak ada sama sekali. Orang mungkin menghasilkan kurang dari tingkat kapabilitas optimalnya. jika, di lain pihak, tujuan yang dianggarkan terlalu sulit untuk dicapai dan kinerja aktual mulai menyimpang secara tidak menguntungkan dari standar, orang akan mencoba memperbaiki kinerja mereka pada awalnya. Akan tetapi, jika penyimpangan anggaran menjadi semakin besar, maka orang pada akhirnya akan menjadi kecil hati dan menyerah untuk memperbaiki situasi tersebut. jelas bahwa bukan kepentingan perusahaan untuk membuat orang menjadi begitu kecil hati. lntinya adalah bahwa anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar atau disusun dengan slack yang berlebihan atau tanpa Slack sama sekali dapat menciptakan tanggapan keperilakuan yang berlawanan dengan kepentingan perusahaan. Ada kehati-hatian dalam memastikan bahwa dokumen anggaran akhir menghindari kekurangan yang berkaitan dengan anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Sebagaimana kebanyakan hal-lainnya, organisasi sebaiknya mengambil arah tengah. Beberapa peneliti dan konsultan sudah mengamati masalah lain yang berhubungan dengan penetapan tujuan secara partisipatif. Beberapa perusahaan mengakui menggunakan penyusunan anggaran partisipatif, tetapi pada kenyataannya tidak. Perusahaan itu terlibat dalam partisipasi semu (pseudo participation). Hal itu adalah sebagaimana digambarkan oleh seorang konsultan berikut ini. Desakan umum controller terhadap partisipasi orang lain kedengarannya bagus bagi kami ketika pertama kali mendengarnya dalam wawancara kami. Namun, setelah beberapa menit diskusi berjalan, mulai tampak seolah-olah kata “partisipasi" memiliki arti yang agak aneh bagi controller. Ada hal yang terjadi di setiap wawancara, yang membuat kami meyakini bahwa kami tidaklah memikirkan hal yang sama. Setelah controller mengatakan kepada kami bahwa ia bersikeras untuk menggunakan partisipasi, ia kemudian Akuntansi Keperilakuan

43

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

meneruskannya dengan menggambarkan kesulitan untuk membuat penyelia berbicara dengan bebas. Misalnya, “Kami membawa mereka, kami memberitahu mereka bahwa kami menginginkan pendapat jujur mereka, tetapi kebanyakan dari mereka hanya duduk di sana dan menganggukkan kepala. Kami tahu bahwa mereka tidak benar-benar menunjukkan perasaan mereka yang sebenarnya. Saya rasa anggaran membuat mereka takut. Beberapa dari mereka tidak memiliki banyak pendidikan. Kemudian, kami meminta penyelia lini untuk menandatangani anggaran yang baru sehingga mereka tidak dapat mengatakan kepada kami bahwa mereka tidak menyetujuinya. Kami menemukan bahwa tanda tangan banyak membantu. Jika ada sesuatu yang salah, mereka tidak dapat datang kepada kami, sebagaimana yang sering dilakukan, dan mengeluh. Kami hanya menunjukkan kepada mereka tanda tangan mereka dan mengingatkan bahwa mereka telah ditunjukkan apa saja yang menyusun anggaran tersebut.” Pernyataan semacam itu tampaknya mengindikasikan bahwa hanya “partisipasi semu” yang diinginkan oleh controller tersebut. Partisipasi yang sesungguhnya berarti bahwa orang dapat bersikap spontan dan bebas dalam berdiskusi. Partisipasi. dalam arti yang sebenarnya, juga melibatkan pengambilan keputusan kelompok, yang mengarahkan kelompok tersebut untuk menerima atau menolak sesuatu yang baru, Tentunya, organisasi perlu membuat penyelia mereka menerima tujuan baru, dan bukannya menolaknya. Namun, jika penyelia tidak benar-benar menerima perubahan baru tersebut, tetapi hanya mengatakan bahwa mereka menerimanya, maka masalah tidak dapat dihindari. Penerimaan setengah hati semacam itu membuat perlu bagi orang yang menginisiasikan anggaran atau mendorong perubahan tersebut untuk tidak hanya meminta tanda tangan dari para “penerima,” sehingga mereka di kemudian hari tidak dapat menyangkal bahwa mereka telah “menerima,” tetapi juga untuk selalu mengawasi dan menerapkan tekanan secara konstan terhadap para “penerima” (melalui pembicaraan, pertemuan, dan “diskusi pendidikan akuntansi" yang informal). Hal ini diragukan bahwa semua partisipasi memberikan manfaat apa pun bagi organisasi. Melainkan, hal tersebut dapat menciptakan masalah moral dan motivasi yang serius. ]ika perusahaan tidak mampu secara efektif untuk menggunakan partisipasi yang sesungguhnya, maka adalah lebih bijaksana untuk mengikuti praktik penyusunan anggaran Akuntansi Keperilakuan

44

Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

2019

otoriter dan dengan jujur mengakuinya. Untuk terlibat dalam kepura-puraan adanya partisipasi dapat membuat karyawan memandang proses tersebut sebagai “tipuan manajemen.” Status dan pengaruh dalam organisasi juga dapat menghambat partisipasi yang efektif. Orang yang menduduki posisi organisasi yang lebih tinggi, memiliki kepribadian yang lebih dominan, atau memiliki status sosial yang lebih besar mungkin memiliki pengaruh yang berlebihan pada proses penentuan kebijakan dan penetapan tujuan. Kepribadian yang kurang dominan atau orang yang berada pada tingkatan yang lebih rendah dalam organisasi mungkin merasa terancam, terintimidasi, atau tidak mampu ketika dihadapkan dengan rekannya yang lebih berkuasa. Hasilnya mungkin adalah bahwa orang yang kurang dominan menyerahkan masalah yang penting kepada orang yang lebih berkuasa. Orang yang kurang dominan mungkin melihat penyusunan anggaran secara partisipatif merupakan permainan di mana mereka dipaksa untuk memerankan “orang yang hanya bisa berkata ya” (yes men). Akhirnya, perusahaan harus secara realistis berurusan dengan pertanyaan mengenai kedalaman, lingkup, dan bobot partisipatif. Di mana sebaiknya perusahaan menarik garis dan membatasi jumlah partisipasi? Apakah sebaiknya seluruh manajer tingkat menengah dilibatkan dalam proses tersebut? Apakah sebaiknya seluruh manajer tingkat bawah yang dilibatkan? Apakah seluruh mandor dan penyelia lini pertama yang dilibatkan? Seberapa serius saran manajer tingkat bawah dapat diterima jika mereka tidak sependapat dengan manajer puncak yang berpengalaman? Bagaimana perusahaan tersebut memecahkan situasi yang buntu? Apa yang sebaiknya dilakukan ketika keputusan dibutuhkan dengan cepat? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaam ini dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan partisipasi.

Akuntansi Keperilakuan

45

More Documents from "istiqamahma"