ILMU NEGARA Teori tujuan dan fungsi Negara
1. Tujuan Negara Secara Umum Berdirinya suatu negara tentu memiliki tujuan. Pada hakikatnya, tujuan setiap negara berbeda antara negara satu dengan negara lainnya. Hal ini disesuaikan dengan pandangan hidup rakyat yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa. Tujuan masing-masing negara dipengaruhi oleh tempat, sejarah pembentukan, dan pengaruh dari penguasa negara yang bersangkutan. Adapun tujuan negara secara umum adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat. Tujuan negara merupakan pedoman dalam menyusun dan mengendalikan alat perlengkapan negara serta mengatur kehidupan rakyatnya. Dengan mengetahui tujuan negara, kita juga dapat mengetahui sifat organisasi negara dan legitimasi kekuasaan negara. 2.Tujuan Negara Menurut Teori Tujuan negara juga dapat ditinjau dari berbagai teori atau ajaran sebagai berikut. 1. Teori Negara Kesejahteraan : tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan warga negaranya. Teori ini dikembangkan oleh Kranenburg. 2. Teori Perdamaian Dunia : tujuan negara adalah untuk mencapai perdamaian dunia sehingga perlu dibentuk satu negara dibawah satu imperium. Teori ini dikembangkan oleh ahli kenegaraan Italia, Dante Alleghieri. 3. Teori Kedaulatan Hukum : tujuan negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam negara hukum, hanya hukum yang berkuasa didalam negara, dimana hak-hak negara dijamin sepenuhnya oleh negara dan sebaliknya, warga negara berkewajiban mematuhi seluruh peraturan yang ada dalam negara yang bersangkutan. Teori ini dikemukakan oleh Krabbe. 4. Teori Kekuasaan Negara : tujuan negara adalah untuk mengumpulkan kekuasaan yang sebesar-besarnya. Teori ini dikemukakan oleh Lord Shang Yang, seorang ahli filsafat politik China. 5. Teori Jaminan atas Hak dan Kebebasan : tujuan negara adalah membentuk dan mempertahankan hukum supaya hak dan kemerdekaan warga negara terpelihara. Peranan negara hanya sebagai penjaga ketertiban hukum dan pelindungan hak serta kebebasan warganya. Penganut teori ini adalah Immanuel Kant, seorang filsuf dari Jerman.
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Berdasar pada Pancasila dan UUD NRI 1945, NKRI bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Tujuan NKRI sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD RI 1945 alinea IV adalah “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluru tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Fungsi Negara 1. Fungsi Negara Secara Umum Fungsi negara pada umumnya mencakup empat hal sebagai berikut: a. Fungsi Keamanan dan Ketertiban Negara sebagai stabilisator bagi masyarakat harus menjaga keamanan dan ketertiban di negaranya demi menciptakan stabilitas negara yang kondusif yang dapat menjamin terlaksananya program-program pembangunan dengan lancar. Selain itu, keamanan dan ketertiban negara diharapkan dapat mencegah bentrokan dan pertikaian yang terjadi antarmanusia didalam kehidupan masyarakat. Untuk menjalankan fungsi tersebut, negara harus menciptakan hukum berupa peraturan perundang-undangan untuk melakukan penertiban dan pengamanan. b. Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran Negara berfungsi untuk berusaha sebaik mungkin menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mengadakan pembangunan di segala bidang dan menciptakan sistem ekonomi. Fungsi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya, melainkan dibutuhkan dukungan dari rakyat. c. Fungsi Pertahanan Fungsi pertahanan berkaitan dengan pertahanan dari serangan negara lain. Oleh karena itu, diperlukan pengadaan alat pertahanan negara serta personil keamanan yang terlatih dan tangguh. d. Fungsi Keadilan Fungsi keadilan harus dilakukan oleh negara tanpa membeda-bedakan dan dengan cara dibentuknya badan-badan peradilan negara yang berkewajiban menjamin keadilan setiap Warga Negara. Usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan keputusan yang adil dalam hukum.
ILMU NEGARA Bentuk Negara, Bentuk pemerintahan ,dan sistem pemerintahan
1. Bentuk negara Istilah bentuk negara berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”staatvormen”. Menurut para ahli ilmu negara istilah staatvormen diterjemahkan ke dalam bentuk negara yang meliputi negara kesatuan, federasi, dan konfederasi. Jika dilihat dari bentuk negara yang berlaku umum di dunia maka bentuk negara secara umum dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Negara kesatuan, merupakan bentuk negara yang sifatnya tunggal dan tidak tersusun dari beberapa negara yang memiliki kedaulatan, tidak terbagi, dan kewenangannya berada pada pemerintah pusat. Conroh negara yang berbentuk kesatuan adalah Indonesia, Filipina, Thailand, Kamboja dan Jepang 2. Negara federasi atau serikat, adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Conroh negara yang berbentuk federasi adalah Amerika Serikat, Malaysia, Australia, Kanada, Meksiko, Irlandia, New Zealand, India. Selain kedua bentuk negara diatas ada pula bentuk negara lain, yaitu konfederasi dan serikat negara. Konfederasi adalah bergabungnya beberapa negara yang berdaulat penuh. Sedangkan serikat negara merupakan suatu ikatan dari dua atau lebih negara berdaulat yang lazimnya dibentuk secara sukarela dengan suatu persetujuan internasional berupa traktat atau konvensi yang diadakan oleh semua negara anggota yang berdaulat.
Bentuk negara Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945
Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, yang lebih sering disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan yang secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 yang berbunyi ”Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Pasal-pasal dalam UUD 1945 telah memperkukuh prinsip NKRI, di antaranya pada pasal 1 ayat (1), pasal 18 ayat (1), pasal 18B ayat (2), pasal 25A, dan pasal 37 ayat (5). Selain itu, wujud negara kesatuan tersebut semakin diperkuat setelah dilakukan perubahan atas UUD 1945. Perubahan tersebut dimulai dari adanya kesepakatan MPR
yang salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 dan tetap mempertahankan NKRI sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia. 2. Bentuk Pemerintahan Bentuk pemerintahan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi politik yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara guna menegakan kekuasaannya atas suatu komunitas politik. Adapun beberapa bentuk pemerintahan dibagi menjadi dua yaitu: 1. ajaran klasik yang terdiri dari pendapat aristoteles, plato dan polybius 2. modern yang terdiri dari republik dan monarki monarki dibedakan lagi menjadi tiga yaitu 1. monarki absolut 2. monarki konstitusonal 3. monarki parlementer sedangkan republik dibagi lagi menjadi tiga yaitu: 1. republik absolut 2. republik konstitusonal 3. republik parlementer
Bentuk pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945
Bentuk pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 adalah Republik. Karena sesuai dengan pernyataan pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik” sudah menunjukkan secara tegas. Indonesia juga dipimpin oleh seorang presiden bukan seorang Raja. 1. Pengertian dan macam-macam sistem pemerintahan Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah yaitu sistem dan pemerintahan. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik maka akan mempengaruhi keseluruhan itu. Sedangkan pengertian pemerintahan bisa dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan Negara,
Adapun sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan. Sistem pemerintahan dibagi menjadi dua yaitu:
1.Sistem pemerintahan presidensial Sistem presidensial (presidensiil), merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan. Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negaranegara Amerika Latin dan Amerika Tengah. Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu :
Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahansekaligus kepala negara. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasirakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat. Presiden memiliki hak prerogratif(hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif). Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislative
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:
Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:
Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama
1. Sistem pemerintahan parlementer Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya. Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:
Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahansedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
Perdana menteri memiliki hak prerogratif(hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislative
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya
2. Sistem pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 Negara Indonesia, berdasarkan pada UUD yang dimilikinya menganut sistem pemerintahan presidensial yakni sistem pemerintahan Negara republik – di dalamnya, kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilihan umum dan terpisah dari kekuasaan legislatif. Selain itu menurut UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau trias politika murni sebagaimana yang diajarkan oleh Montesquieu. Namun, Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan 3. Hubungan antara sistem pemerintahan yang ada di Indonesia dan sistem pemerintahan yang sesuai dengan UUD 1945
Sejak Agustus 1945 sampai akhir tahun 1949, Indonesia mulai memberlakukan UUD 1945. Menurut ketentuan UUD tersebut, sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial. Namun, sejak November 1945, berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X dan Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan pemerintah dipegang oleh seorang perdana menteri. Hal ini merupakan awal dari suatu sistem pemerintahan parlementer. Sistem parlementer ini adalah sebah penyimpangan ketentuan UUD 1945 yang menyebutkan pemerintah harus dijalankan menurut sistem cabinet presidensial dimana menteri sebagai pembantu presiden. Jadi sejak November 1945 sampai Juli 1959, sistem pemerintahan yang diselenggarakan di Indonesia berlainan dengan sistem pemerintahan yang ditentukan dalam naskah UUD 1945.
ILMU NEGARA
A.DEFINISI KEKUASAAN Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi .
B.CARA PENYELENGGARAAN KEKUASAAN Macam-macam Kekuasaan Negara Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273), kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan yaitu: a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri. a. Pembagian kekuasaan secara horizontal Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembagalembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). 1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. 2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. 3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk me n y e l e n g g a r a k a n peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. 6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang. b. Pembagian kekuasaan secara vertikal Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
WEWENANG wewenang adalah kekuasaan yang bersifat formal ( Formalized of power). Dari pengertin yang disampaikan oleh Robert ,Harold D Laswell dan Abraham Kaplan dapat dianggap bahwa konsep tentang wewenang pada dasarnya adalah sebuah konsep kekuasaan formal yang sifatnya adalah dilembagakan. Dari sifatnya yang dilembagakan itulah maka wewenang dianggap berkaitan dengan pengeluaran perintah dan pembuatan peraturan peraturan yang diharapkan agar dipatuhinya peraturan peraturan tersebut. .Dalam wewenang tradisional dapat kita katakan adalah kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat atau komunitas karena bersifat keturunan atau karena orang tersebut memang menurut tradisi lama dan kepercayaan adalah patut dan bahkan wajib dihormati dan dipatuhi.Misalnya adalah seorang dari anak raja yang menjadi pangeran dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena menurut tradisi yang berlaku dia adalah calon pengganti dari sang raja tersebut.Atau dalam tradisi tradisional muslim adalah seorang putra alim ulama yang secara otomatis mendapatkan kepercayaan dari masyarakat yang menganggap dia adalah penerima sah dari kepercayaan orang tuanya dan berbagai contoh lainnya yang dapat kita temukan dalam berbagai budaya tradisional dalam masyarakat kita. Sedangkan wewenang Kharismatik adalah sebuah kepercayaan yang diberikan kepada masyarakat karena orang tersebut memiliki kekuatan suprahuman yang melebihi manusia biasa.Atau dapat dikatakan seseorang tersebut memiliki kesaktian dan kekuatan mistik ataupun religius yang membuatnya lebih dari yang lain.Banyak contoh dari hal ini.Contohya adalah mukjizat mukjizat para nabi yang seringkali membuat wewenang nya menjadi lebih kukuh walaupun tidak dipungkiri selain memiliki wewenang kharismatik juga para nabi mengembangkan wewenang legal-rasional.Contoh yang sering dikaitkan pada masa ini adalah para pemimpin besar atau revolusioner semisal Soekarno,Hitler dan Mao Zedong bahkan Mahatma Ghandi sekalipun,meskipun mereka juga tidak semata mata terbatas pada wewenang kharismatik semata .Dan yang terakhir adalah wewenang legal-rasional yang mana menekankan pada tatanan hukum rasional nya.jadi wewenang ini tidak menekankan pada sosoknya tapi menekankan pada aturan aturan hukum yang melandasi kepemimpinannya dan aturan aturan yang mendasari tingkah lakunya.
LEGITIMASI legitimasi atau keabsahan,yang secara sederhana dapat diartikan keabsahan adalah keyakinan anggota masyarakat atau komunitas bahwa wewenang yang mereka percayakan adalah sah,wajar dan patut dihormati yang mana mengarahkan mereka pada tindakan yang berlandaskan dari wewenang tersebut. Menurut David Easton bahwa keabsahan atau legitimasi adalah Keyakinan dari pihak anggota bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati penguasa dan memenuhi tuntutan
tuntutan dari penguasa Kewajaran yang dimaksud disini adalah persepsi masyarakat dalam memandang bahwa wewenang itu sesuai asas asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dan sah. Dilihat dari sudut lain,dari sudut penguasa perlu kita sebut disini ucapan dari AM Lipset yang mengatakan bahwa Legitimasi adalah mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga lembaga atau bentuk bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu
Dari pendapat pendapat yanng disampaikan diatas dapat kita pahami bahwa wewenang adalah berkaitan dengan kekuasaan seseorang dan bagaimana aplikasi dalam kehidupan masyarakat sementara Legitimasi memberikan sebuah penilaian bahwa wewenang dan segala peraturan yang keluar dari wewenang tersebut sebagai manifestasi kepercayaan anggotanya adalaha sah,wajar dan patut untuk dihormati dan di ikuti disesuaikan dengan nilai nilai yang dianut oleh anggotanya dan juga diterima secara luas oleh anggota tersebut.
Hubungan antara Kekuasaan, wewenang dan legitimasi Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka aka nada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi. Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau yang salah. Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah, dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya. Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.
ILMU NEGARA AJARAN KEDAULATAN Pandangan para ahli filsafat hukum mengenai ajaran atau teori kedaulatan adalah ada 5 macam. Macam-macam teori kedaulatan itu adalah teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan rakyat, teori kedaulatan negara dan teori kedaulatan hukum. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ajaran teori kedaulatan tersebut.
1.Teori kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan atau dikenal juga dengan nama teori teokrasi mengajarkan bahwa : 1. Segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan di muka bumi ini semuanya diatur dan dikuasai oleh hukum ciptaan Tuhan. 2. Hukum ciptaan Tuhan itu berlaku mutlak dan kekal bagi segala bangsa dan masa serta merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan atas bumi dan seisinya, termasuk manusia tentunya. 3. Pemerintan-pemerintah atau penguasa duniawi adalah petugas dan pelaksana dari kehendak Tuhan tersebut. 4. Berdasarkan kehendak Tuhan pula para penguasa (duniawi) tersebut menetapkan berlakunya suatu hukum dan memberikan kekuatan mengikat atau daya paksa pada hukum itu untuk ditaati oleh orang. Dengan perkataan lain, para raja atau penguasa (duniawi) diberi kuasa oleh Tuhan untuk membentuk hukum yang dinamakan hukum Tuhan. 5. Kesimpulan : segala kekuasaan raja/ penguasa (duniawi) adalah kekuasaan Tuhan atau segala perintah raja atau penguasa adalah perintah Tuhan.
Jadi, menurut teori kedaulatan Tuhan hukum itu ditaati oleh orang karena hukum itu adalah perwujudan dari kehendak Tuhan (yang disampaikan kepada manusia dengan perantaraan para penguasa negara). Contoh perwujudan teori kedaulatan Tuhan adalah :
1. Perintah Raja Hammurabi dari Babilonia yang mengatakan bahwa dirinya adalah wakil Tuhan sehingga ia memerintah atas nama Tuhan. 2. The Ten Commandements yang langsung diturunkan Tuhan kepada bangsa Yahudi melalui perantaraan Nabi Musa dan para pengikutnya di Gunung Sinai.
2.Teori kedaulatan raja
Teori kedaulatan raja atau disebut juga teori perjanjian taat atau teori perjanjian takluk menyatakan bahwa : 1. Kedaulatan raja atau kekuasaan tinggi di tangan raja lahir karena telah diadakannya perjanjian antara rakyat dan raja di mana rakyat sendiri telah berjanji bahwa rakyat akan taat kepada raja. Karena itulah, maka teori kedaulatan raja disebut juga teori perjanjian taat atau teori perjanjian takluk. 2. Jadi, taatnya rakyat kepada raja bukan lagi karena kehendak Tuhan seperti yang diajarkan teori kedaulatan Tuhan, melainkan kehendak rakyat sendiri yang dituangkannya (baik secara tegas maupun secara diam-diam) dalam bentuk perjanjian yang tentu saja mengikat untuk ditaati atau dipenuhi. 3. Tetapi meskipun demikian, kehendak Tuhan masih juga diakui sebagai dasar bagi timbulnya “wewenang” bagi rakyat untuk membentuk negara berikut pemerintahannya, dengan jalan menjanjikannya untuk taat kepada raja. Tetapi tentu saja kehendak Tuhan dalam hal ini tidak lagi menjadi sebab langsung seperti pada konsepsi pemerintahan menurut ajaran teori kedaulatan Tuhan, melainkan hanya sebagai sebab yang tidak langsung saja. 4. Namun, dengan berjanjinya rakyat untuk taat kepada raja, meskipun raja itu pada mulanya dipilih dan diangkat oleh rakyat sendiri, kehendak raja yang menjadi kekuasaan itu tetap berlaku mutlak atas rakyat untuk ditaati sebagai Hukum Raja.
Jadi, menurut teori kedaulatan raja, hukum itu ditaati oleh orang karena hukum itu adalah perwujudan dari kehendak raja yang secara mutlak harus ditaati oleh seluruh rakyat, berdasarkan perjanjian taat yang diadakan oleh rakyat dan raja sendiri. Adapun contoh perwujudan teori kedaulatan raja adalah : 1. Kekuasaan raja-raja yang otoriter pada zaman dahulu.
2. Yang paling terkenal adalah kekuasaan raja-raja Perancis yang sangat absolut di bawah pimpinan Louis XVI yang memicu terjadinya Revolusi Perancis.
3.Teori kedaulatan rakyat Teori kedaulatan rakyat atau teori perjanjian masyarakat atau teori perjanjian sosial menyatakan bahwa : 1. Yang berdaulat memegang kekuasaan tertinggi di dalam negara itu bukan raja seperti yang diajarkan pada teori kedaulatan raja, melainkan rakyat yang bersangkutan sendiri. 2. Teori kedaulan rakyat lahir dari adanya perjanjian antara rakyat dengan rakyat atau antarwarga masyarakat, yang telah berjanji untuk bersama-sama membangun negara. 3. Adapun yang menjadi hukum dalam negara ialah hukum yang harus berdasarkan demokrasi, yang harus diterapkan secara langsung dan mutlak, jadi tidak ada lagi keputusan raja seperti pada konsepsi negara menurut ajaran teori kedaulatan raja melainkan pada keputusan rakyat. 4. Sedangkan keputusan rakyat tersebut dihasilkan dari “volonte generale”, yaitu kehendak mayoritas yang penerapannya dipilih menurut suara terbanyak. 5. Volonte generale itu berlaku mutlak sebagai hukum yang mempunyai kekuatan mengikat atau daya paksa untuk ditaati semua orang, yang secara konsepsionil dapat dianggap sebagai jiwa undang-undang. 6. Dengan demikian pemerintah atau penguasa (raja dan sebagainya) hanyalah orang yang diberi kuasa atau didelegasikan kekuatan oleh rakyat untuk mengatur negara, berdasarkan hukum yang berlandaskan pada kemauan rakyat (mayoritas), jadi bukan lagi pada kehendak penguasa. Akibatnya dengan demikian dapat diharapkan bahwa tidak akan mungkin lagi penguasa dapat bersifat otoriter dan absolut, mengingat kunci segala hukum terletak pada kehendak rakyat terbanyak.
Jadi, menurut teori kedaulatan rakyat, hukum itu ditaati karena merupakan perwujudan keinginan rakyat banyak, karena telah menjadi hukum sebagaimana mereka janjikan bersama berarti harus mereka taati pula sendiri. Sebagai contoh perwujudan teori kedaulatan rakyat ini misalkan forma-forma pemerinahan tuantuan tanah/ para bangsawan atau para penguasa rumah tangga tertutup pada zaman dahulu telah mulai menerapkan dan menanamkan kehidupan yang demokratis kepada warganya.
4.Teori kedaulatan Negara
Teori kedaulatan negara mengajarkan bahwa : 1. Yang berdaulat atau memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara ialah pemerintahan negara tersebut, atas dasar pemikiran hukum alam yang menyatakan bahwa yang kuat (negara) menguasai yang lemah (rakyat). 2. Jadi sebagai pihak yang kuat, negara dapat memaksakan kehendaknya secara sepihak kepada rakyat dan rakyat harus selalu menaatinya karena kehendak negara tersebutlah menjadi sumber kekuasaannya, yang umumnya telah berwujud sebagai undang-undang atau adat istiadat atau kebiasaan yang telah diakui oleh undang-undang sebagai sumber hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. 3. Negara yang memegang kekuasaan itu bukanlah hasil ciptaan atau bentukan manusia seperti yang diajarkan oleh teori-teori perjanjian tadi, melainkan negara itu hasil ciptaan alam.
Jadi, menurut teori kedaulatan negara, hukum itu ditaati oleh orang karena hukum itu merupakan pengejawantahan dari kehendak negara yang merupkan sumber utama bagi kekuatan mengikatnya hukum tersebut. Negara sendiri harus dipandang sebagai suatu badan hukum yang berdiri sendiri, yang mempunyai lembaga-lembaga perlengkapan untuk melaksanakan kehendaknya (lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif). Contohnya adalah pemerintahan nazi di Jerman.
5.Teori kedaulatan hukum
Teori kedauatan hukum mengajarkan bahwa : 1. Yang berdaulat dalam negara adalah hukum negara yang bersangkutan, bukan pemerintahannya. 2. Adapun sumber kekuasaan atau sumber daya ikat dari hukum itu ialah perasaan hukum dan kesadaran hukum tiap-tiap warga masyarakat di dalamnya berakar norma-norma kehidupan yang menjadi hukum yang berlaku. 3. Di samping sebagai kekuatan mengikat dari huku, perasaan hukum dan kesadaran hukum tersebut pula yang menjadi sumber bagi lahirnya hukum positif, yang di samping mengatur kehidupan para warga juga mengatur tata cara pemerintahan dan segala kewenangan negara. 4. Adapun perasaan dan kesadaran hukum warga yang dijadikan pedoman untuk dituangkan sebagai hukum tersebut adalah perasaan dan kesadaran hukum mayoritas atau perasaan dan kesadaran hukum yang terbanyak dianut oleh warga masyarakat hukum yang bersangkutan.
Jadi, menurut teori kedaulatan hukum, hukum ditaati oleh masyarakat karena hukum itu merupakan pengejawantahan dan penuangan dari perasaan dan kesadaran hukum mayoritas warga sendir sehingga sudah pasti selaras dengan perasaan dan kesadaran hukum mayoritas warga yang bersangkutan
ILMU NEGARA TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA Teori Pembenaran Hukum Negara Teori pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardiging theorieen) membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga tindakan penguasa negara dapat dibenarkan. Keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain :
1. Kewenangan langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori Teokrasi). 2. Kekuatan jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan). 3. Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif hukum kekeluargaan dan hukum benda (Teori Yuridis). Teori Perwakilan Pada dasarnya, teori perwakilan amat erat hubungannya dengan prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi. Dalam zaman modern kekuasaan rakyat tidak lagi dilaksanakan secara langsung, tetapi disalurkan melalui lembaga perwakilan sebagai realisasi sistem demokrasi tidak langsung. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan ketika pengkajian difokuskan pada masalah perwakilan ini, pertama menyangkut pengertian pihak yang diwakili, kedua berkenaan dengan pihak yang mewakili, dan ketiga berkaitan dengan bagaimana hubungan serta kedudukannya Heinz Eulau dan John Whalke mengadakan klasifikasi perwakilan ini ke dalam tiga pusat perhatian, dijadikan sebagai sudut kajian yang mengharuskan adanya “wakil”, yaitu: 1) adanya partai, 2) adanya kelompok, dan 3) adanya daerah yang diwakili.
Dengan demikian adanya klasifikasi yang demikian, maka akan melahirkan tiga jenis perwakilan, yaitu perwakilan politik (political representative), perwakilan fungsional (functional representative) dan perwakilan daerah (regional representative Sifat perwakilan: Perwakilan politik -perwakilan yg dibentuk melalui pemilihan umumPerwakilan fungsional –perwakilan yg didasarkan kepada pengangkatan-
Sifat Lembaga Perwakilan Apabila seseorang duduk dalam Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum maka sifat perwakilannya disebut perwakilan politik (political representation). Apa pun fungsinya dalam masyarakat, kalau yang bersangkutan akhirnya menjadi anggota Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum tetap disebut perwakilan politik. Umumnya perwakilannya adalah orang
populer karena reputasi politiknya, tetapi belum tentu menguasai bidang-bidang teknis pemerintahan, perekonomian. Sedang para ahli sudah memilih melalui perwakilan politik, apalagi dengan sistem pemilihan distrik. Di Negara-negara maju, pemilihan umum tetap merupakan cara yang terbaik untuk menyusun keanggotaan Parlemen dan membentuk pemerintah. Lain halnya pada beberapa negara sedang berkembang, menganggap bahwa perlu mengangkat orang-orang tertentu dalam Lembaga Perwakilan di samping melalui pemilihan umum. Pengangkatan orang-orang tersebut di Lembaga. Perwakilan biasanya didasarkan pada fungsi/jabatan atau keahlian orang tersebut dalam masyarakat dan perwakilannya disebut perwakilan fungsional (functional or occupational representation). Walaupun seseorang anggota Partai Politik, misalnya dari Partai A, tetapi dia seorang ahli atau tokoh fungsional, misalnya buruh, kalau ia duduk dalam Lembaga Perwakilan berdasarkan pengangkatan di tetap disebut golongan fungsional. Tidak termasuk dalam kategori ini suatu Parlemen dari suatu negara yang terbentuk berdasarkan seluruh pengangkatan karena hasil dari suatu perebutan kekuasaan atau penguasa yang lama membubarkan Parlemen hasil Pemilu dan membentuk Parlemen baru menurut penunjukannya. Sering para ahli menyebutkan kadar demokrasi yang dianut oleh suatu negara banyak ditentukan oleh pembentukan Parlemennya, apakah melalui pemilihan umum atau pengangkatan atau gabungan pemilihan atau pengangkatan. Makin dominan perwakilan hasil pemilu makin tinggi demokrasinya dan sebaliknya makin dominan pengangkatan makin rendah kadar demokrasi yang dianut oleh negara tersebut. SISTEM LEMBAGA PERWAKILAN Ada tiga sistem lembaga perwakilan yang dikenal yaitu: sistem unicameral, bicameral, dan tricameral (banyak kamar). Efektifitas sistem kamar (unicameral, bicameral, tricameral) yang ada dalam lembaga perwakilan rakyat sebenarnya ditentukan oleh perimbangan kewenangan antar kamar dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Seperti fungsi legislasi, control, anggaran, representasi, dan rekrutmen politik. Dan dari fungsi tersebut, perimbangan dalam legislasi menjadi faktor utama. .Indonesia sendiri seperti yang diatur dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem Bicameral semenjak lahirnya DPD. Menurut Achmad Juned (Deputi Bidang Persidangan dan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI), Indonesia menganut sistem unicameral meskipun secara structural Indonesia terlihat memiliki dua kamar yaitu DPR & DPD. Akan tetapi, fungsi DPD disini hanya diikutsertakan dalam perumusan kebijakan dan DPD hanya mampu memberikan pertimbangan akan penetapan kebijakan
FUNGSI LEMBAGA PERWAKILAN
Konsep perwakilan politik tidak dapat terpisahkan dengan konsep badan perwakilan rakyat. Lembaga ini dibangun oleh para wakil rakyat dengan fungsi utama merealisasikan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Terdapat dua peran utama dari Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu: 1. Badan legislative merupakan lembaga pembuat undang-undang (a law making institution). Artinya DPR berfungsi membuat UU dan kebijakan bagi rakyat . Dalam kapasitas ini semua anggota DPR diharapkan untuk membuat UU atau kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. 2. Badan legislative adalah merupakan badan perwakilan rakyat ( a representative assembly), yang dipilih untuk membantu menghubungkan antara konstituenn dan pemerintahan nasional. Dua peran ganda tersebut melekat dalam masing-masing anggota Dewan. Oleh karenannya setiap anggota dewan dituntut untuk mampu menyeimbangkan antara fungsi legislative (perundang-undangan) dan fungsi perwakilan. Artinya disatu sisi dia harus meujudkan tujuan nasional sementara pada sisi yang lain dituntut untuk mewakili konstituennya dar daerah pemilihan dia. Dua fungsi ini sama-sama berat dan pentingnya. Hanya anggota DPR yang memliki integritas dan kemampuan yang baik yang mampu melaksanaakan keduanya.Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia Dalam Sistem Politik Indonesia, secara umum peran dan fungsi lembaga perwakilan rakyat, baik di pusat maupun di daerah (DPR/DPD maupun DPRD) , setidaknya memiliki 3 (tiga) fungsi utama antara lain: 1. Fungsi Legislasi Dalam hal ini lembaga perwakilan rakyat memiliki fungsi perundang-undangan. Artinya baik DPR maupun DPRD memiliki fungsi untuk menentapkan garis-garis politik bagi pembangunan rakyat. Untuk di tingkat Pusat dalam bentuk UU sedangkan di Daerah berupa peraturan daerah. Kekuasaan atas fungsi legislative ini merupakan kekuasaan terpenting dari sebuah lembaga perwakilan rakyat. Karena menyangkut kepentingan rakyat. Dalam hal menjalankan fungsi ini maka setiap anggota dewan dituntut untuk : a. Bagaimana mereka merasakan persoalan utama bangsa dan apa yang yang dapat dilakukan dengan persoalan tersebut. b. Bagaimana mereka merespon kepentingan-kepentingan konstituen. c. Bagaimana mereka mengikuti usulan-usulan dari berbagai pihak dan elemen yang ada. 2. Fungsi Anggaran ata Keuangan Atas dasar asumsi bahwa Lemabaga Perwakilan Rakyat ini mewakili rakyat, maka badan ini berwenang untuk menentukan pemasukan dan pengeluaran uang negara yang pada hakikatnya adalah uang rakyat. Baik pembelanjaan negara yang bersumber dari pajak, sebagai sumbernya,
maupun yang berasal dari bantuan atau pinjaman luar negeri, semua itu menjadi beban bagi rakyat. 3. Fungsi Pengawasan Lembaga perwakilan rakyat akan menjalankan fungsi pengawasan terutama atas kebijakan (UU) yang dibuat oleh DPR/DPRD. Berbagai kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD antara lain melalui bertanya, interpelasi, angket dan mosi. Hak-hak tersebut akan melengkapi DPR/DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan.