BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan viseral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior hepar dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan viseral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cysticus, cabang arteri hepatika kanan.Vena cysticus mengalirkan darah langsung kedalam
vena porta. Sejumlah arteriyang sangat kecil dan vena-vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatic cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepatikum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Gambar 1. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.
FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan, sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel-sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.
KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU 1. Garam Empedu Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah:
Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ileum. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
2. Bilirubin Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukoronide. Bila terjadi pemecahan sel darahmerah berlebihan maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.
C. EPIDEMIOLOGI Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
D. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Batu
empedu
yang
ditemukan
pada
kandung
empedu
diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu
merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu empedu
menjadi
dalam
menjaga solubilitas
empedu.
Bila
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi untuk pembentukan batu. Kristal bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliari stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu
E. MANIFESTASI KLINIS Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi dan menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik),ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Terdapat nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus, dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu disaluran empedu ekstra hepatik. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi. Kolik bilier biasanya timbul di malam hari atau dini hari, berlangsung lama antar 3060 menit, menetap, nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis primer). Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk
ke
duodenum
spontan
tanpa
menimbulkan
gejala
atau
menyebabkan obstruksi temporer diampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS 1. Anamnesis Setengah
sampai
duapertiga
penderita
kolelitiasis
adalah
asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yangmungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 2. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik.
Perlu diktahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadarfosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan Radiologi 1. Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. 2. Ultrasonografi Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
3. Endoscopy Retrograde Cholangiography (ERC) ERC memberi injeksi langsung duktus koledokus dengan bahan kontras. Ini nilai spesial dalam mendeteksi batu di dalam duktus koledokus dan radang serta kelainan neoplastik duktus. Papilotomi, biopsi, mencari keterangan batu dari duktus biliaris, striktura dilatasi dan penempatan nasobiliari stent untuk membebaskan obstruksi semua mungkin dengan ERCP “Percutaneus
Transhepatic
Cholangiography”
dilakukan
dengan penyuntikan bahan kontras dibawah fluroscopy melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama
alasannya
dengan
ERC
dan
keuntungannya
memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsy jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dpat dikerjakan secara percutan
4. Computed Tomography (CT)
CT tidak begitu bernilai dalam mengevaluasi kandung empedu dan sistem duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi neoplasma parenkim hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif dari pada foto polos. CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan komposisi batu. 5. Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP) Magnetic
resonance
cholangio-pancreatography
atau
MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.
G. PENATALAKSANAAN Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain: 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untukkolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 2. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatis tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan dengan prosedur konvensional adalah dapan mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali pulih, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasisantara lain kolesistitis
akut,
kolesistitis
kronis,
koledokolitiasis,
pankreatitis,
kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
I. PENCEGAHAN Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama
yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi /teh.
/ BAB II PEMBAHASAN
J. DEFINISI Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
K. ANATOMI DAN FISIOLOGI Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan viseral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior hepar dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan viseral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cysticus, cabang arteri hepatika kanan.Vena cysticus mengalirkan darah langsung kedalam
vena porta. Sejumlah arteriyang sangat kecil dan vena-vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatic cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepatikum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Gambar 1. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.
FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan, sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel-sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.
KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU 3. Garam Empedu Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah:
Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ileum. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
4. Bilirubin Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukoronide. Bila terjadi pemecahan sel darahmerah berlebihan maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.
L. EPIDEMIOLOGI Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
M. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Batu
empedu
yang
ditemukan
pada
kandung
empedu
diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu
merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu empedu
menjadi
dalam
menjaga solubilitas
empedu.
Bila
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi untuk pembentukan batu. Kristal bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliari stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu
N. MANIFESTASI KLINIS Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi dan menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik),ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Terdapat nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus, dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu disaluran empedu ekstra hepatik. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi. Kolik bilier biasanya timbul di malam hari atau dini hari, berlangsung lama antar 3060 menit, menetap, nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis primer). Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk
ke
duodenum
spontan
tanpa
menimbulkan
gejala
atau
menyebabkan obstruksi temporer diampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.
O. PENEGAKAN DIAGNOSIS 4. Anamnesis Setengah
sampai
duapertiga
penderita
kolelitiasis
adalah
asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yangmungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 5. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik.
Perlu diktahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadarfosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan Radiologi 6. Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. 7. Ultrasonografi Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
8. Endoscopy Retrograde Cholangiography (ERC) ERC memberi injeksi langsung duktus koledokus dengan bahan kontras. Ini nilai spesial dalam mendeteksi batu di dalam duktus koledokus dan radang serta kelainan neoplastik duktus. Papilotomi, biopsi, mencari keterangan batu dari duktus biliaris, striktura dilatasi dan penempatan nasobiliari stent untuk membebaskan obstruksi semua mungkin dengan ERCP “Percutaneus
Transhepatic
Cholangiography”
dilakukan
dengan penyuntikan bahan kontras dibawah fluroscopy melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama
alasannya
dengan
ERC
dan
keuntungannya
memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsy jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dpat dikerjakan secara percutan
9. Computed Tomography (CT)
CT tidak begitu bernilai dalam mengevaluasi kandung empedu dan sistem duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi neoplasma parenkim hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif dari pada foto polos. CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan komposisi batu. 10. Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP) Magnetic
resonance
cholangio-pancreatography
atau
MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.
P. PENATALAKSANAAN Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain: 4. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untukkolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 5. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatis tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan dengan prosedur konvensional adalah dapan mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali pulih, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Q. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasisantara lain kolesistitis
akut,
kolesistitis
kronis,
koledokolitiasis,
pankreatitis,
kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
R. PENCEGAHAN Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama
yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi /teh.
/