BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi yang berarti mencegah atau menghalangi dan pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan yang diakibatkan oleh pertemuan antara sel telur dan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi. Menurut kamus BKKBN (2011), kontrasepsi merupakan obat, atau alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Sasaran yang diharapkan menggunakan kontrasepsi ini adalah pasangan usia subur. Menurut BKKBN (2011), wanita usia subur adalah wanita usia 18-49 tahun dengan keadaan organ reproduksi berfungsi dengan baik, baik dengan status belum kawin, kawin ataupun janda (Mulyana, 2012). Sedangkan menurut Depkes (2009), wanita subur adalah wanita usia 15-49 tahun dengan keadaan organ reproduksi berfungsi dengan baik, baik dengan status belum kawin, kawin ataupun janda. Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik, dan implant) dan kontrasepsi non hormonal (IUD, kondom). Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: a. Dapat dipercaya b. Tidak menimbulkan efek yang menggangu kesehatan c. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus e. Tidak memerlukan motivasi terus menerus f. Mudah pelaksanaannya g. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat h. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Prawirohadjo, 2007).
2.2. Macam- macam Kontrasepsi Terdapat beberapa macam alat kontrasepsi yang dapat digunakan, antara lain: a. Metode kontrasepsi sederhana 1) Metode kalender Metode ini didasarkan pada suatu perhitungan yang diperoleh dari informasi yang dikumpulkan dari sejumlah menstruasi secara berurutan. Untuk mengidentifikasi hari subur, dilakukan pencatatan siklus menstruasi dengan durasi minimal enam dan dianjurkan dua belas siklus. Untuk menjamin efektivitas maksimum, metode kalender sebaiknya dikombinasikan dengan indikator-indikator lainnya (Glaiser, 2005). 2) Metode Amenorea Laktasi (MAL) Menyusui eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang cukup efektif, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan pasca persalinan. Efektifnya
dapat mencapai 98%. MAL efektif bila menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan perlaktasi (Saifuddin, 2006). 3) Metode suhu tubuh Saat ovulasi peningkatan progesteron menyebabkan peningkatan suhu basal tubuh (SBT) sekitar 0,2°C-0,4°C. Peningkatan suhu tubuh adalah indikasi bahwa telah terjadi ovulasi. Selama 3 hari berikutnya memperhitungkan waktu ekstra dalam masa hidup sel telur diperlukan pantang berhubungan intim. Metode suhu mengidentifikasi akhir masa subur bukan awalnya (Glaiser, 2006). 4) Senggama terputus (koitus interuptus) Senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. Efektifitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan senggama terputus setiap pelaksanaannya (angka kegagalan 4– 18 kehamilan per 100 wanita) (Saifuddin, 2006). b. Metode Barrier 1) Kondom Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewan) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom tidak hanya mencegah kehamilan tetapi juga mencegah Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS. 2) Diafragma Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang di insersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks. 3) Spermisida Spermisida adalah bahan kimia (non oksinol-9) digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal suppositoria, atau dissolvable film, dan dalam bentuk krim (Saifuddin, 2006). c. Metode Kontrasepsi Modern 1) Kontrasepsi pil Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral yang harus diminum setiap hari yang bekerja mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma. Terdapat dua macam yaitu kontrasepsi kombinasi atau sering disebut pil kombinasi yang mengandung progesteron dan estrogen, kemudian kontrasepsi pil progestin yang sering disebut dengan minipil yang mengandung hormon progesteron. 2) Kontrasepsi implant Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi silastik berisi hormon jenis progesteron levonorgestrel yang ditanamkan dibawah kulit, yang bekerja mengurangi transportasi sperma. 3) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Alat kontrasepsi dalam rahim adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan dalam rongga rahim wanita yang bekerja menghambat sperma untuk masuk ke tuba fallopii (Saifuddin, 2006). 4) Kontrasepsi Mantap (KONTAP) Kontrasepsi mantap merupakan suatu cara permanen baik pada pria dan pada wanita, dilakukan dengan tindakan operasi kecil untuk mengikat atau menjepit atau memotong saluran telur (wanita), atau menutup saluran mani laki-laki (Siswosudarmo, 2006). 5) Kontrasepsi Suntikan
Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuskuler di daerah otot pantat (gluteus maximus) (Siswosudarmo, 2000).
2.3. Pengertian Metode AKDR 2.3.1 Definisi IUD Intra Uterine device (IUD) adalah alat kecil berbentuk-T terbuat dari plastik dengan bagian bawahnya terdapat tali halus yang juga terbuat dari plastik. Sesuai dengan namanya IUD dimasukkan ke dalam rahim untuk mencegah kehamilan. Pemasangan bisa dengan rawat jalan dan biasanya akan tetap terus berada dalam rahim sampai dikeluarkan lagi. IUD mencegah sperma tidak bertemu dengan sel telur dengan cara merubah lapisan dalam rahim menjadi sulit ditempuh oleh sperma (Kusmarjadi, 2010). Alat kontrasepsi dalam rahim ( AKDR / IUD ) merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom. Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastik elastik, dililit tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10 tahun, dengan metode kerja mencegah masuknya sprematozoa/sel mani ke dalam saluran tuba. IUD yaitu alat yang terbuat dari plastik yang dimasukkan ke dalam rahim dan mencegah kehamilan dengan cara menganggu lingkungan rahim dan menghalangi terjadinya pembuahan maupun implantasi (ILUNI FKUI, 2010). AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) atau spiral, atau dalam bahasa Inggrisnya Intra-Uterine Devices, disingkat IUD adalah alat yang dibuat dari polietilen dengan atau tanpa metal/steroid yang ditempatkan di dalam rahim. Pemasangan ini dapat untuk 3-5 tahun dan bisa dilepaskan setiap saat bila klien berkeinginan untuk mempunyai anak. AKDR ini bekerja dengan mencegah pertemuan sperma dengan sel telur (Kusumaningrum, 2009). 2.3.2 Jenis-jenis IUD Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik (Imbarwati, 2009). b. Copper-7 IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T (Imbarwati, 2009). c. Multi load
IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini (Imbarwati, 2009). d. Lippes loop IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastic (Imbarwati, 2009). Spiral bisa bertahan dalam rahim dan menghambat pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus dikeluarkan dan diganti. Bahan spiral yang paling umum digunakan adalah plastic atau plastic bercampur tembaga. Terdapat dua jenis IUD yaitu IUD dengan tembaga dan IUD dengan hormon (dikenal dengan IUS = Intrauterine System). IUD tembaga (copper) melepaskan partikel tembaga untuk mencegah kehamilan sedangkan IUS melepaskan hormon progestin (Kusmarjadi, 2010). Spiral jenis copper T (melepaskan tembaga) mencegah kehamilan dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun. Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat (ILUNI FKUI, 2010). 2.3.3. Cara kerja IUD Cara kerja kontrasepasi spiral yaitu: Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri Mencegah sperma dan ovum bertemu dengan membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi (Muhammad, 2008). 2.3.4. Kelemahan dan kelebihan Intra uterine devise (IUD) memiliki keuntungan yaitu: • Sangat efektif mencegah kehamilan, sekali pakai terus berfungsi sampai dibuka • Sangat efektif. 0,6 - 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan) • Pencegahan kehamilan untuk jangka yang panjang sampai 5-10 tahun • Tidak mempengaruhi hubungan seksual • Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A • Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI • Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi) • Dapat digunakan sampai menopouse • Tidak ada interaksi dengan obat-obat
• • • • • • • • • •
Membantu mencegah kehamilan ektopik Relatif tidak mahal Nyaman (tidak perlu diingat-ingat seperti jika memakai pil) Dapat dibuka kapan saja (oleh dokter) Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi Segera berfungsi (AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan) Efek samping yang rendah Dapat menyusui dengan aman Tidak dirasakan oleh pemakai ataupun pasangannya (Kusmarjadi, 2010). Sangat efektif (0,5 – 1 kehamilan per 100 wanita setelah pemakaian selama satu tahun) • Tidak terganggu faktor lupa • Metode jangka panjang (perlindungan sampai 10 tahun dengan menggunakan Tembaga T 380A) • Mengurangi kunjungan ke klinik • Lebih murah dari pil dalam jangka panjang (Kusumaningrum, 2009). IUD baik untuk wanita yang: • Menginginkan kontrasepsi dengan tingkat efektifitas yang tinggi, dan jangka panjang • Tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan anak • Memberikan ASI • Berada dalam masa postpartum dan tidak memberikan ASI • Berada dalam masa pasca aborsi • Mempunyai resiko rendah terhadap PMS • Tidak dapat mengingat untuk minum sebutir pil setiap hari • Lebih menyukai untuk tidak menggunakan metode hormonal atau yang memang tidak boleh menggunakannya. • Yang benar-benar membutuhkan alat kontrasepsi darurat (Kusumaningrum, 2009). Kelemahan kontrasepsi IUD yaitu: • Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada infeksi menular • Efek samping umum terjadi perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit • Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar) • Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS • Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan • Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, PRP dapat memicu infertilitas • Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR • Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 - 2 hari
• • • •
•
Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas terlatih yang dapat melepas (Muhammad, 2008). Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan) Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu (Imbarwati, 2009). Sedangkan efeknya antara lain rasa kram dan sakit pinggang sesaat sampai beberapa jam setelah pemasangan. Beberapa wanita mengalami perdarahan ringan dan nyeri sampai beberapa minggu setelah pemasangan. Kadang haid bisa banyak pada IUD tembaga (Kusmarjadi, 2010). Spiral tidak melindungi dari berbagai penyakit yang menular melalui hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS. Bukan hanya itu saja, spiral akan memperparah penyakit Anda, menyebabkan komplikasi-komplikasi serius, seperti radang mulut rahim yang bisa membuat Anda kehilangan kesuburan (mandul) (Zahra, 2008).
Penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat : • Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil. • Hari pertama sampai ke-7 siklus haid. • Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). • Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi. • Selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi (Imbarwati, 2009). Kelemahan dari penggunaan IUD adalah perlunya kontrol kembali untuk memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu. Waktu kontrol IUD yang harus diperhatikan adalah : a) 1 bulan pasca pemasangan b) 3 bulan kemudian c) setiap 6 bulan berikutnya d) bila terlambat haid 1 minggu e) perdarahan banyak atau keluhan istimewa lainnya (Imbarwati, 2009). 2.3.5. Efek samping Seminggu pertama, mungkin ada pendarahan kecil. Ada perempuan-perempuan pemakai spiral yang mengalami perubahan haid, menjadi lebih ‘berat’ dan lebih lama, bahkan lebih menyakitkan. Tetapi biasanya semua gejala ini akan lenyap dengan sendirinya sesudah 3 bulan (Zahra, 2008). Perdarahan dan kram selama minggu-minggu pertama setelah pemasangan. Kadangkadang ditemukan keputihan yang bertambah banyak. Disamping itu pada saat berhubungan (senggama) terjadi expulsi (IUD bergeser dari posisi) sebagian atau seluruhnya. Pemasangan IUD mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman dan dihubungkan dengan resiko infeksi rahim (Kusumaningrum, 2009). Masalah kesehatan yang paling berbahaya akibat pemakaian spiral adalah terjadinya radang mulut rahim. Kebanyakan ini terjadi pada masa 3 bulan pertama, tetapi umumnya bukan
akibat spiral itu sendiri. Pada penderitanya sudah terkena infeksi ketika spiral dipasang. Inilah sebabnya Anda harus memeriksakan kondisi seputar vagina dan rahim sebelum memasang spiral, sehingga jika ada tanda-tanda infeksi pemasangan spiral bisa dibatalkan. Jika kondisi mulut rahim biasa-biasa saja tapi tak urung Anda terkena radang juga, barangkali pemasang spiral (perawat, bidan, dokter, atau siapa saja di pos pelayanan KB atau puskesmas) tidak memasang spiral dalam kondisi steril atau benar-benar bersih dan aman. Hati-hatilah memilih di mana saja atau pada siapa meminta layanan ini (Zahra, 2008). 2.3.6. Kontra indikasi Wanita yang boleh menggunakan kontrasepsi IUD yaitu: • Usia reproduktif • Keadaan nulipara • Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang • Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi • Setelah melahirkan dan tidak menyusui • Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi • Risiko rendah dari IMS • Tidak menghendaki metoda hormonal • Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari • Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 - 5 hari senggama • Perokok • Gemuk ataupun kurus (Muhammad, 2008).
Jangan memakai spiral jika: • sedang hamil atau kemungkinan hamil • berisiko tinggi terkena penyakit yang menular lewat hubungan seks (bila mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, atau bila suami/pasangan punya pasangan lain) • pernah mengalami infeksi saluran peranakan atau rahim, atau infeksi sesudah persalinan/sesudah aborsi • pernah hamil di luar rahim (hamil dalam saluran fallopian) • Mendapat haid yang “berat” (darah yang keluar sangat banyak) diserat rasa sakit yang hebat • sangat kekurangan darah merah (anemia) • belum pernah hamil (Zahra, 2008). Kontra indikasi wanita pengguna kontrasepsi IUD yaitu: • Hamil atau diduga hamil • Infeksi leher rahim atau rongga panggul, termasuk penderita penyakit kelamin • Pernah menderita radang rongga panggul • Penderita perdarahan pervaginam yang abnormal • Riwayat kehamilan ektopik • Penderita kanker alat kelamin (Kusumaningrum, 2009). Kondisi dimana seorang wanita tidak seharusnya menggunakan IUD adalah : • Kehamilan • Sepsis • Aborsi postseptik dalam waktu dekat • Abnormalitas anatomi yang mengganggu rongga rahim • Perdarahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya • Penyakit tropoblastik ganas • Kanker leher rahim, kanker payudara, kanker endometrium • Penyakit radang panggul • PMS (premenstrual syndrome) 3 bulan terakhir dan imunokompromise (penurunan kekebalan tubuh) • TBC panggul (ILUNI FKUI, 2010). Wanita yang tidak diperkenankan menggunakan IUD adalah: • Sedang hamil • Perdarahan vagina yang tidak diketahui • Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis) • Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik • Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yangdapat mempengaruhi kavum uteri • Penyakit trofoblas yang ganas • Diketahui menderita TBC pelvik • Kanker alat genital • Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Muhammad, 2008).
2.3.7. Cara penggunaan atau pemasangan IUD dapat dipasang kapan saja selama periode menstruasi bila wanita tersebut tidak hamil. Untuk wanita setelah melahirkan, pemasangan IUD segera (10 menit setelah pengeluaran plasenta) dapat mencegah mudah copotnya IUD. IUD juga dapat dipasang 4 minggu setelah melahirkan tanpa faktor risiko perforasi (robeknya rahim). Untuk wanita menyusui, IUD dengan progestin sebaiknya tidak dipakai sampai 6 bulan setelah melahirkan. IUD juga dapat dipasang segera setelah abortus spontan triwulan pertama, tetapi direkomendasikan untuk ditunda sampai involusi komplit setelah triwulan kedua abortus. Setelah IUD dipasang, seorang wanita harus dapat mengecek benang IUD setiap habis menstruasi (ILUNI FKUI, 2010). 2.4.Perilaku 2.4.1.Definisi Perilaku Secara aspek biologis, perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan Secara singkat, aktivitas manusia dikelompokkan menjadi 2 yaitu aktivitas-aktivitas yang dapat diamati orang lain misalnya: berjalan bernyanyi, tertawa, dan sebagainya dan aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya berfikir, berfantasi, bersikap dan sebagainya.Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku. manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmojo, 2007). Para ahli telah banyak berusaha merumuskan tentang bagaimana perilaku bisa terbentuk. Teori-teori tentang terbentuknya perilaku antara lain: 2.4.1.1 Teori Skiner (S-O-R) Skinner (1938), yang dikutip oleh (Notoatmodjo, 2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus- Organisme- Respon sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”. Terdapat dua jenis respon dalam teori Skinner: 1. Respondent respons atau reflexive merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan atau stimulus tertentu yang disebut eliciting stimulation, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya, makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita kecelakaan akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita gembira akan menimbulkan rasa suka cita, dan sebagainya. 2. Operant respons atau instrumental respons merupakan respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan tertentu,yang disebut reinforcing stimulation atau reinforce karena berfungsi untuk memperkuat respon. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respon terhadap gaji yang cukup, kemudian karena kerja yang baik tersebut menjadi stimulus untuk memperoleh promosi
pekerjaan. Jadi kerja yang baik tersebut sebagai reinforce untuk memperoleh promosi pekerjaan. Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Perilaku tertutup (covert behavior) Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain atau disebut juga unobservable behavior. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Merupakan respon seseorang terhadap stimulus sudah dalam bentuk tindakan nyata atau praktik yang dapat diamati orang lain dari luar. Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior), tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku meliputi: pengetahuan, kecerdasan, persepsi emosi, motivasi, dan sebagainya, yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor external meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial, ekonomi, dan sebagainya (Notoatmojo, 2007) 2.4.1.2 Teori Green Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 domain utama, yaitu: 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Proses sebelum perubahan perilaku yang memberikan rasional atau motivasi terjadinya perilaku individu atau kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan untuk mempermudah terjadinya perilaku seseorang atau kelompok, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Dari sisi domain psikologis, seseorang termasuk dimensi kognitif dan afektif mulai mengetahui, merasakan, meyakini, menilai dan punya percaya diri sehingga mempermudah terjadinya perilaku kesehatan. Proses faktor mempermudah perilaku menunjukkan interaksi dari pengalaman dengan mempelajari sejarah alami manusia dengan keyakinan, nilai-nilai, sikap dan perjalanan hidup. 2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), Proses sebelum terjadinya perubahan perilaku harus ada faktor pendukung untuk memfasilitasi perilaku tersebut seperti tersedianya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mudah dicapai. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), Faktor pendorong yang memberi dukungan secara terus menerus untuk kelangsungan perilaku individu atau kelompok seperti keluarga, teman, guru, pengambil kebijakan dan petugas kesehatan.
2.4.1.3. Teori Keyakinan Kesehatan atau Health Belief Model (HBM) Menurut Smet (1994) HBM diuraikan dalam usaha mencari cara menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. HBM digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif, dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM,kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Penilaian pertama berkaitan dengan ancaman yang dirasakan terhadap risiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Timbulnya perilaku penilaian tersebut dirasakan ini berdasarkan pada: a) Ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. b) Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Penilaian yang kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. 2.4.1.4. Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action) Theory of Reasoned Action (TRA) dari Ajzen & Fishbein dikutip Smet (1994) merupakan teori perilaku manusia secara umum. Aslinya teori ini dipergunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan sosial-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/ intensi (intention), dan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku. Jika ingin mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut. Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcomes of the behavior). Di samping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif. Menurut Glanz, dkk (2002) bahwa norma subyektif itu adalah keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang memberi nasehat dianggapnya penting dan memotivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut. Contoh pertama, sebagian orang menganggap penting harus menggunakan kondom setiap kali melakukan berbagai tipe seks dengan berbagai partner. Contoh kedua fokus perhatian (salience) tentang perilaku seksual dan
pencegahan AIDS tidak akan sama antara kelompok homoseksual, yang percaya penggunaan kondom mengurangi kemungkinan kena AIDS, dengan kelompok yang lain, yang mungkin percaya penggunaan kondom akan menyebarluasnya perilaku seksual. Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Kar, untuk menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang, adanya dukungan sosial ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2005) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membedakannya menjadi tiga, yaitu: a) Perilaku sehat (health behavior) Merupakan perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain: makan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur dan cukup, dan perilaku atau gaya hidup positif lain untuk kesehatan. b) Perilaku sakit (illness behavior) Perilaku yang berkaitan dengan tindakan seseorang yang sakit atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan lainnya. Pada saat seseorang sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain: didiamkan saja, mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri atau mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas kesehatan. c) Perilaku peran orang sakit (sick role behavior) Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran yang mencakup hakhaknya dan kewajiban sebagai orang sakit Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2011). 2.5. Pengetahuan 2.5.1.Definisi Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalammembentuk tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang Mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu: a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. (Notoatmodjo, 2011).
2.5.2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2011). 2.4.3. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan - tingkatan diatas. Metode yang digunakan dapat bermacam-macam tergantung dengan sampai pada tingkatan yang mana pengetahuan akan diukur. Bentuk pertanyaan juga
dapat disesuaikan dengan subjek. Pemilihan metode dan cara sangat menentukan keberhasilan dalam mengukur tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 2.4.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Lukman , ada beberapa faktor yang memperngaruhi pengetahuan, yaitu: a. Umur Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Selain itu, Abu Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur – umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. b. Intelegensi Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia menguasai lingkungan (Khayan,1997). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan. c. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di mana seseorang dapat mempelajari hal – hal yang baik dan juga hal – hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang. d. Sosial budaya Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. e. Pendidikan Menurut Notoatmodjo (1997), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied hary A. (1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya. f. Informasi Menurut Wied Hary A. (1996), informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Informasi tidak terlepas dari sumber informasinya. Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Rahmahayani (2010), sumber informasi adalah asal dari suatu informasi atau data yang diperoleh. Sumber informasi ini dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu : a. Sumber informasi dokumenter Merupakan sumber informasi yang berhubungan dengan dokumen resmi maupun dokumen tidak resmi. a. Dokumen resmi adalah bentuk dokumen yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan di bawah tanggung jawab instansi resmi. b. Dokumen tidak resmi adalah segala bentuk dokumen yang berada atau menjadi tanggung jawab dan wewenang badan instansi tidak resmi atau perorangan. b. Sumber kepustakaan Kita telah mengetahui bahwa di dalam perpustakaan tersimpan berbagai bahan bacaan dan informasi dan berbagai disiplin ilmu dari buku, laporan – laporan penelitian, majalah, ilmiah, jurnal, dan sebagainya. c. Sumber informasi lapangan Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya pengetahuan seseorang tentang suatu hal sehingga informasi yang diperoleh dapat terkumpul secara keseluruhan ataupun sebagainya. (Rahmahayani 2010). g. Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 1997 dalam Rahmahayani, 2010).
DAFTAR PUSTAKA Kusumaningrum, R. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi yang Digunakan Pasangan Usia Subur [Skripsi]. Semarang: UNDIP. Prawirihardjo,Sarwono. 2010. “Buku Panduan Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo Sarwono
Praktis Pelayanan
Kontrasepsi”.
Anna Glasier, Ailsa Gebbie. 2006. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : YBP-SP. Siswosudarmo HR, Anwar H, Emilia O. 2007. Teknologi kontrasepsi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kusmarjadi,. 2010. Available at : http://www.drdidispog.com/2010/06.html Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD Pada Peserta KB Non IUDDi Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. http://eprints.undip.ac.id/17781/1/IMBARWATI.pdf (Diakses hari Jumat, tanggal 17 Desember 2010). ILUNI FKUI. 2010. Keluarga Berencana (KB).http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/120/keluarga-berencana--kb( Diakses hari Jumat, tanggal 17 Desember 2010). Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD Pada Peserta KB Non IUDDi Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. http://eprints.undip.ac.id/17781/1/IMBARWATI.pdf (Diakses hari Jumat, tanggal 17 Desember 2010) Muhammad. 2008. Alat Kontrasepsi untuk Wanita (Contraseptive for Female).http:\IUD\IUD.mht.Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (IUD) (Diakses hari Jumat, tanggal 17 Desember 2010) Zahra. 2008. KB Spiral. http://sekarlove.multiply.com/reviews/item/2 (Diakses hari Jumat, tanggal 17 Desember 2010). Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta