Ihsan Aditya.docx

  • Uploaded by: Fawaid
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ihsan Aditya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,717
  • Pages: 33
TAHAP PENETASAN KISTA ARTEMIA HINGGA MENJADI NAUPLI MENGGUNAKAN METODE DEKAPSULASI DI PT CENTRAL PERTIWI BAHARI REMBANG

PRAKTIK KERJA LAPANG

Oleh: Ihsan Aditya NPM 150341100034

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA BANGKALAN 2018

i

TAHAP PENETASAN KISTA ARTEMIA HINGGA MENJADI NAUPLI MENGGUNAKAN METODE DEKAPSULASI DI PT CENTRAL PERTIWI BAHARI REMBANG

PRAKTIK KERJA LAPANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat Sarjana Strata 1 Pada Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Oleh: Ihsan Aditya NPM 150341100034

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA BANGKALAN 20 ii

TAHAP PENETASAN KISTA ARTEMIA HINGGA MENJADI NAUPLI MENGGUNAKAN METODE DEKAPSULASI DI PT CENTRAL PERTIWI BAHARI REMBANG

Oleh: Ihsan Aditya NPM 150341100034 Telah dipertahankan didepan dewan penguji Pada tanggal Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Pembimbing,

Penguji,

Insafitri, ST., M.Sc. Phd NIP. 197809252002122001

Bangkalan, 20 Januari 2018 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir, Slamet Subari, M.Si NIP. 196312122001121001

Zainul Hidayah, SPi., M.App,Sc NIP. 198009192003121001

iii

RIWAYAT HIDUP Penulis laporan PKL berjudul Tahap Penetasan Kista Artemia hingga menjadi Naupli menggunakan Metode Dekapsulasi di PT Central Pertiwi Bahari Rembang adalah Ihsan Aditya. Ia lahir di Tuban, 25 february 1997. Ia anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Simuhari, S.Pd. dan Ibu Miratus Sholehah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar TK Pertiwi, Kecamatan Tanjunganom Nganjuk pada tahun 2003. Lulus pendidikan dasar SD Negeri 1 Tanjunganom Nganjuk pada tahun 2009. Lulus dari Sekolah Menengah Pertama tahun 2012 di SMPN 1 Tanjunganom Nganjuk dan lulus dari SMAN 1 Tanjunganom Nganjuk pada tahun 2015. Penulis juga mempunyai beberapa pengalaman dalam bidang nonakademik diantaranya yaitu sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HIMALA) (2016-2017) serta pernah menjadi

Panitia Seminar Nasional

Pengolahan dan Pengelolaan Potensi Kelautan Perikanan dan Pertanian Madura dalam Mendukung Kualitas Pangan Nasional.

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH “Saya Ihsan Aditya, menyatakan bahwa Laporan PKL berjudul “Tahap Penetasan Kista Artemia hingga menjadi Naupli menggunakan Metode Dekapsulasi di PT Central Pertiwi Bahari Rembang” merupakan karya pribadi saya kecuali yang disebutkan sumbernya dan tidak pernah digunakan sebagian atau seluruh bagiannya untuk mendapatkan gelar akademik apapun”

Bangkalan, 20 Januari 2018

Ihsan Aditya 150341100034

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini. Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan di PT. Centralpertiwi Bahari Rembang ini telah memberikan pengalaman yang berharga serta menambah wawasan dan pengalaman saat memasuki dunia kerja di kemudian hari. Tidaklah sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis temui dalam menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan ini. Namun berkat kesabaran, keuletan, semangat serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, agar dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya dapat lebih baik. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menghaturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Kedua orang tua penulis yang terus memberikan motivasi, semangat, material dan doanya sehingga penulis selalu bersemangat dalam pengerjaan laporan ini 2. Rektor Universitas Trunojoyo Madura yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan di Universitas Trunojoyo Madura 3. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura yang telah memberikan izin mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang 4. Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura yang telah memberikan pengarahan pelaksanaan Praktik Kerja Lapang 5. Insafitri., ST., M.Sc., P.hD selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ini 6. Manager dan karyawan PT. Centralpertiwi Bahari pak Suparjo selaku manage dan pak Samsudin selaku karyawan yang dibagian kultur artemia yang telah menerima dengan baik serta sudah mengajarkan banyak pengalaman

vi

7. Teman-teman yang telah bersemangat mengikuti setiap kegiatan Praktik Kerja Lapang Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan praktek kerja lapangan ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan praktek kerja lapangan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penulisan laporan praktek kerja lapangan ini dan semoga penulisan laporan praktek kerja lapangan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca lainnya umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Bangkalan, 20 Januari 2018

Penyusun

vii

DAFTAR ISI

Judul .................................................................................................................. i Lembar Pengajuan Laporan PKL ................................................................... ii Lembar Pengesahan ........................................................................................iii Riiwayat Hidup ............................................................................................... iv Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................................ v Kata Pengantar ................................................................................................ vi Daftar Isi ..................................................................................................... viii Daftar Tabel....................................................................................................... x Daftar Gambar ................................................................................................. xi I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Tujuan PKL ................................................................................................... 2 1.3 Manfaat PKL ................................................................................................. 2 II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3 2.1 Artemia (Artemia salina) .............................................................................. 3 2.2 Klasifikasi dan Morfologi Artemia ............................................................. 4 2.3 Penetasan Kista Artemia ( Artemia salina) ...................................................5 2.4 Dekapsulasi ...................................................................................................7 2.5 Perhitungan Persentase Penetasan............................................................... 8 III METODOLOGI ........................................................................................ 9 3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 9 3.2 Cara Pengumpulan Data ............................................................................... 9 3.2.1 Data Primer ................................................................................................ 9 3.2.2 Data Skunder .............................................................................................. 9 3.4 Alur Pelaksanaan PKL ............................................................................... 10 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 11 4.1 Profil PT. Centralpertiwi Bahari Rembang ................................................ 11 4.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 12 4.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 12 4.2.1 Alat ........................................................................................................... 12

viii

4.2.2 Bahan ....................................................................................................... 13 4.3 HASIL ......................................................................................................... 13 4.3.1 Hatching Rate ........................................................................................... 13 4.3.2 Penetasan Artemia ................................................................................... 14 4.3 Pembahasan ................................................................................................. 15 V PENUTUP ................................................................................................... 17 5.2 Kesimpulan ................................................................................................. 17 5.3 Saran ............................................................................................................ 17 Daftar Pustaka ................................................................................................ 18 Lampiran I ...................................................................................................... 20 Lampiran II .................................................................................................... 21

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Alat dan Fungsi ................................................................................ 12 Tabel 4.2 Bahan dan Fungsi ............................................................................. 13 Tabel 4.3 Hatching percentage sampel 1 .......................................................... 13 Tabel 4.4 Hatching percentage sampel 2 .......................................................... 14

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nauply artemia (Artemia salina) ..................................................... 3 Gambar 2.2 Embrio dalam tahap "cangkang" (kiri) dan instar I nauplius (kanan)................................................................................................................... 5 Gambar 2.3 Perkembangan Artemia pada saat inkubasi dalam air laut dari kista sampai menetas menjadi nauplius ................................................................ 6 Gambar 2.4 Perbedaan kista artemia sesudah dan sebelum di dekapsulasi ........ 7 Gambar 3.1 Diagram alir pelaksanaan Prakrik kerja Lapang ............................ 10 Gambar 4.1 PT. Centralpertiwi Rembang ......................................................... 11 Gambar 4.2 Penetasan artemia dari kista hingga naupli sampai panen ............. 15 Gambar 4.3 Diagram pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ................................. 15

xi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penunjang keberhasilan dalam usaha budidaya benur (benih udang) sangat dipengerahui oleh berbagai penunjang, salah satu yaitu ketersedian pakan alami maupun pakan buatan. Pakan alami dapat berupa zooplankton dan fitoplankton. Salah satu pakan alami yang diberikan ketika memasuki fase post larva ialah nauplius Artemia salina (Goretti 1984). Artemia adalah pakan alami (zooplankton) yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias air tawar karena ukurannya yang sangat kecil, kandungan gizi artemia juga sangat tinggi dan sesuai dengan kebutuhan gizi untuk larva ikan dan krustacea yang tumbuh dengan sangat cepat. Sampai saat ini artemia sebagai pakan alami belum dapat digantikan oleh pakan alami lainnya. Artemia biasanya diperjual belikan dalam bentuk kista/cyste menurut Jusadi (2003) kista/cyste adalah telur dorman (keadaan tidak berkembang tetapi hidup) dari suatu organisme (Jusadi 2003). Artemia masuk golongan udang-udangan yang kecil ukurannya. Bentuk dewasanya mencapai ukuran 1 cm, kurang lebih sama ukurannya dengan jambret (Mysidanceae). Hidup diperairan yang kadar garamnya tinggi sekali, dimana hanya beberapa jenis bakteri serta algae yang dapat bertahan hidup. Hewan ini makan plankton, detritus serta butiran halus dalam air yang dapat masuk ke dalam mulutnya, jadi termasuk "filter feeder" Dalam kondisi kadar garam tinggi Artemia akan menghasilkan kista yaitu telur yang diseliputi oleh selubung kuat untuk melindungi embrio dari perubahan lingkungan yang merugikan. Pada kadar garam yang tinggi, kista akan mengapung dan mudah dikumpulkan, dibersihkan, dikeringkan selanjutnya dikalengkan dan dijual. Bila akan digunakan sebagai makanan hidup, kista direndam dalam air laut dan akan menetas menjadi nauplius. Nauplius menurut Jusadi (2003) merupakan tingkat larva pertama dari udangudangan yang ditandai oleh badan yang tidak bersegmen dan tiga ruas anggota

1

tubuh. Nauplius inilah yang digunakan untuk makanan larva udang atau ikan (Goretti 1984). Udang renik air asin Artemia salina merupakan zooplankton yang berfungsi sebagai makanan bermutu tinggi bagi berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting. Artemia salina diperdagangkan dalam bentuk telur awetan atau siste di dalam kaleng, dengan harga yang cukup mahal dan persediaan di pasaran terbatas namun manfaatnya cukup besar, untuk itu dibutuhkan suatu usaha untuk meningkatkan persentase penetasan siste Artemia salina (hatching percentage). Persentase penetasan merupakan parameter yang digunakan dalam menentukan keberhasilan penetasan siste Artemia salina salah satu usaha tersebut adalah melalui proses dekapsulasi(Widodo 2016). Artemia adalah salah satu pakan alami yang banyak digunakan di hatchery udang di seluruh Indonesia. Kegiatan pembenihan udang vanamei tidak lepas dari ketersediaan benur yang berkualitas. Untuk menghasilkan benur yang berkualitas dibutuhkan ketersediaan pakan alami yang berkualitas pula, karena penggunaan pakan alami yang baik akan mempengaruhi kualitas budidaya benur yang baik. Pakan alami yang populer dalam pembenihan udang khususnya untuk larva udang stadia PL (post larva) adalah artemia. Berkaitan dengan keunggulan dari artemia yaitu kandungan nutrisi yang tinggi serta praktis dalam penggunaannya (Yolanda 2012). 1.2 Tujuan Mengetahui penetasan artemia dari kista hingga menjadi naupli menggunakan metode dekapsulasi yang siap untuk pakan larva udang di PT Centralpertiwi Bahari Rembang. 1.3 Manfaat Mahasiswa mengetahui tahapan penetasan artemia setiap jamnya.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Artemia (Artemia salina) Artemia adalah zooplankton dari anggota krustacea. Galebert (1991) dalam (Umbas 2002) menyatakan bahwa Artemia digunakan sebagai pakan alami lebih dari 85% species hewan budidaya, Artemia mengandung nilai gizi tinggi, dapat menetas dengan cepat, ukurannya relatif kecil dan pergerakan lambat serta dapat hidup pada kepadatan tinggi (Tyas 2004). Secara umum, reproduksi Artemia mempunyai dua tipe yaitu ovipar dan ovovivipar (Criel dalam Browne et al. 1991 dalam Umbas 2002). Artemia dewasa hanya akan memproduksi kista dalam keadaan lingkungan memburuk, misalkan kadar garam lebih dari 150 ppt dan kandungan oksigen rendah dan kista akan menetas menjadi larva jika lingkungan membaik atau kembali seperti semula (Mudjiman 1989). Dalam siklus hidupnya Artemia melalui beberapa fase, mulai dari perkembangan larva yang biasa disebut instar sampai pada fase dewasa. Menurut Criel dalam Browne et al. (1991) dalam Umbas (2002), setelah fase embriogenesis terdapat 17 fase perubahan pada larva Artemia.

Gambar 2.1 Nauply artemia (Artemia salina)

3

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Artemia Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Crustacea Class : Branchiopoda Order : Anostraca Family : Artemiidae Genus : Artemia Species : Artemia sp. (Linnaeus 1758). Kista Artemia atau telur berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat (Cholik dan daulay 1985). Cangkang Artemia berfungsi untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman 1989). Cangkang kista Artemia diterdapat dua bagian yaitu korion (bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar. Korion terdapat dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi menjadi dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya. Selaput ini adalah selaput penetasan yang membungkus embrio. Diameter telur Artemia berkisar 200 – 300 µg, bobot kering berkisar 3.65 µg, yang terdiri dari 2.9 µg embrio dan 0.75 µg cangkang (Mudjiman 1983).

4

Gambar 2.2 Embrio dalam tahap "cangkang" (kiri) dan instar I nauplius (kanan) (Sorgeloos 1986). Kista Artemia yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24 - 36 jam, larva Artemia yang baru menetas disebut naupli. Naupli dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo 2004). Fase larva pertama (Instar I) berukuran 400-500 mikron dan berwarna coklat oranye yang menandakan bahwa pada fase ini nauplii masih menggunakan yolk salk sebagai cadangan makanannya (BBAP 1996). Setelah 8 jam instar I akan berganti kulit dan menjadi Instar II, pada fase ini naupli sudah membutuhkan asupan nutrisi dari luar karena sistem pencernaannya sudah bekerja dengan baik. Partikel makanan yang diambil berukuran kecil antara 1-40 µ disaring oleh antena ke-2 dan kemudian dimasukkan kedalam saluran pencernaannya (ingestion). Larva akan terus berkembang dan berubah bentuk melalui 15 kali ganti kulit (moulting) sampai ke fase Artemia dewasa (BBAP 1996). 2.3 Penetasan Kista Artemia ( Artemia salina) Sutaman (1993) menyatakan bahwa penetasan kista Artemia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung (non dekapsulasi) dan penetasan

dengan

cara

dekapsulasi.

Dekapsulasi

yaitu

proses

untuk

menghilangkan lapisan terluar dari kista Artemia yang keras (korion). Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi adalah cara yang tidak umum digunakan pada benih ikan maupun udang, namun

5

untuk meningkatkan daya tetas dan menghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista Artemia cara dekapsulasi lebih baik digunakan (Pramudjo dan Sofiati 2004). Subaidah dan Mulyadi (2004) menyatakan bahwa langkah-langkah penetasan dengan cara dekapsulasi adalah sebagai berikut: 1. Kista Artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam 2. Kista disaring menggunakan plankton net 120 µm dan dicuci bersih 3. Kista dicampur dengan larutan kaporit atau klorin dengan konsentrasi 1,5 ml per 1 gram kista, kemudian diaduk hingga warna menjadi merah bata 4. Kista segera disaring menggunakan plankton net 120 mikron dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, kista siap untuk ditetaskan 5. Kista akan menetas setelah 18-24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara mematikan aerasi untuk memisahkan kista yang tidak menetas dengan nauplii Artemia. Menurut Pramudjo dan Sofiati, (2004) kista hasil dekapsulasi dapat segera ditetaskan atau disimpan dalam suhu 0º C – 4º C dan digunakan sesuai kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses penetasan Chumaidi et al (1990) dalam Tyas (2004) menyatakan bahwa kista setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang aktif, sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan selaput.

Gambar 2.3 Perkembangan Artemia pada saat inkubasi dalam air laut: dari kista sampai menetas menjadi nauplius (Jusadi 2003) Wadah penetasan Artemia dapat dilakukan dengan wadah kaca, polyetilen (connical tank) atau fiber glass. Ukuran wadah dapat disesuaikan dengan

6

kebutuhan, mulai dari volume 1 liter sampai dengan volume 1 ton bahkan 40 ton (Sorgeloos 1996 dalam Hasyim 2002). 2.4 Dekapsulasi Dekapsulasi adalah suatu teknik pengupasan untuk membuka lapisan luar kista Artemia salina. Menurut Haines. (1980), 95 % kista-kista yang telah mengalami "dekapsulasi" dapat menetas. Apabila diperhitungkan secara ekonomis, cara ini 2,7 kali lebih menguntungkan dari pada cara lama (penetasan tanpa dekapsulasi). Untuk membuka kista, nauplius Artemia salina menggunakan 20 % energi cadangannya. Dengan demikian nauplius yang menetas dari kista yang

telah di dekapsulasi akan mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi.

Nauplius dari hasil penetasan dengan dekapsulasi dapat langsung dipanen untuk makanan benih ikan atau udang karena lapisan kista telah hilang.

Gambar 2.4 Perbedaan kista artemia sesudah dan sebelum di dekapsulasi (Widodo 2016) Proses dekapsulasi dengan cara siste direndam terlebih dahulu dalam air tawar sekitar 1 jam untuk proses hidrasi dan diaerasi agar siste teraduk merata. Siste yang telah terhidrasi. Pengaruh lama waktu ditiriskan terlebih dahulu, kemudian dimasukkan kedalam larutan dekapsulasi sesuai dengan perlakuan masing-masing 5, 10, 15, dan 20 menit. Sambil dilakukan pengadukan, suhu dekapsulasi tidak boleh lebih dari 40ºC karena dapat mematikan embrio, setelah itu siste dicuci dengan air bersih dalam saringan planktonet 120 mikron kemudian dinetralkan dengan larutan natrium tiosulfat ½ menit dan dicuci kembali sampai baunya hilang. Siste dari hasil dekapsulasi dimasukkan ke dalam wadah penetasan selama 24 jam yang telah diisi air laut dan diaerasi (Widodo 2016).

7

2.5 Perhitungan Persentase Penetasan Untuk mengitung persentase penetasan/Hatching Percentage (HP) dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Mudjiman 1989) : Hatching Percentage =

N 𝑵+𝑪

𝑥 100 %

Keterangan : N: Jumlah nauplius yang menetas. C: jumlah kista yang berisi embrio tetapi tidak menetas. Perhitungan jumlah nauplius dilakukan pada akhir proses penetasan, yaitu 24 jam dari awal proses penetasan. Caranya yaitu dengan mengambil artemia dengan menggunakan pipet ukur sebanyak 1 mL, dalam proses pengambilan aerasi tetap harus hidup agar artemia tetap teraduk secara merata, kemudian diteteskan dalam cawan petri dan dihitung secara langsung jumlah naupliusnya memakai handcounter. Tambahkan larutan lugol kedalam cawan petri untuk mempermudah dalam penghitungan, sedangkan untuk menghitung jumlah siste yang ditetaskan yaitu dengan cara menimbang 1 mg siste menggunakan timbangan analitik dan dihitung jumlah sistenya (Widodo 2016).

8

III. METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktik kerja lapang dilaksanakan selama satu bulan mulai tanggal 18 Januari-16 Februari 2018. Lokasi Praktik kerja lapang dilaksanakan di PT. Centralpertiwi Bahari (CPB) Kapubaten Rembang. 3.2 Cara Pengumpulan Informasi A. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber aslinya dan belum pernah diolah sebelumnya. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan partisipasi aktif mengikuti seluruh kegiatan yang ada di PT Centralpertiwi Bahari Rembang. Observasi merupakan pengambilan data secara langsung dengan berkunjung ke lapang. Kegiatan observasi juga sering disebut sebagai kegiatan pengamatan yang meliputi beberapa kegiatan yaitu penglihatan penciuman, pendengaran, dan pengecapan. Data yang diperoleh berupa informasi mengenai kegiatan di PT Centralpertiwi Bahari. Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab yang berdasarkan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara dilakukan dengan pegawai bagian kultur artemia di PT Centralpertiwi Bahari. Wawancara meliputi beberapa informasi dan cara penetasan telur artemia menggunakan metode dekapsulasi, cara mengkultur artemia, teknik proses pemanenan nauply artemia. Partisipasi aktif merupakan keterlibatan secara langsung dengan kegiatan

yang berhubungan dengan aktifitas

di

PT

Centralpertiwi Bahari seperti teknik mengkultur telur artemia, pemasangan aerasi, cara pemanenan nauplius, pembersihan conical tank menggunakan deterjen. B. Data Sekunder Data sekunder merupakan pengumpulan data yang bersumber dari datadata pendukung sebelumnya yang bisa mendukung kegiatan praktik kerja lapang. Kemudian data ini bisa digunakan untuk membandingkan dengan hasil yang sudah diperoleh dilapang, maka dengan adanya literatur ini bisa mempermudah untuk memecahkan masalah yang ada pada kegiatan tersebut. Data sekunder ini dapat diperoleh dari beberapa data yang sudah ada pada PT Centralpertiwi Bahari

9

dan beberapa referensi dari penelitian sebelumnya sebagai pembanding data saat ini. 3.4 Alur Pelaksanaan PKL Menentukan lokasi PKL

Melakukan survei langsung dan wawancara (Semua informasi tempat dan kegiatan diunit kerja)

Pelaksanaan PKL

Pengumpulan data PKL

Pengolahan dan analisis data PKL

Penyusunan laporan PKL

Presentasi hasil PKL dibalai dan dikampus Gambar 3.1 Diagram alir pelaksanaan Praktik kerja Lapang

10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil PT. Centralpertiwi Bahari Rembang Sejarah terbentuknya PT. Centralpertiwi Bahari Rembang yaitu pada awalnya perusahan ini bernama SURYA WINDU PERTIWI. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2001. Selama tahun 2001 sampai September 2003 komoditas yang dibudidayakan adalah udang windu, kemudian pada tahun 2006 perusahaan ini berganti nama menjadi CPB Rembang. Perusahaan ini didirikan untuk mengatasi keterbasan produk CPB Lampung untuk memenuhi permintaan benih undang (benur) yang tinggi khususnya diwilayah timur Indonesia seperti Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara (Octavia 2017).

Gambar 4.1 PT. Centralpertiwi Rembang PT. Centralpertiwi Bahari Rembang berlokasi di Desa Sumur Tawang, RT 06/02, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Luas area yang ditempati PT. Centralpertiwi Bahari Rembang adalah 9,339 m² (± 1 Ha). Secara geografis PT. Centralpertiwi Bahari Rembang terletak di 6º38’59” LS dan 111º34’14” BT. Berikut ini merupakan batas geografi dari PT. Centralpertiwi Bahari Rembang menurut (Octavia 2017) :

11

Utara

: Laut Jawa

Timur

: PT. Windu Alam Sentosa

Selatan

: Desa Sumber Sari

Barat

: PT. Sumber Mina Bahari

Lokasi dari PT. Centralpertiwi Bahari Rembang sangat strategis dan ketersediaan jaringan komunikasi maupun listrik mempermudah perusahaan dalam proses produksi, transportasi dan pemasaran. Selain didukung oleh aksesibilitas yang mudah dan ketersediaan listrik, lokasi ini juga didukung oleh kondisi lingkungan dan sumber air yang masih baik. Air untuk kebutuhan budidaya diambil langsung dari Laut Jawa dan sumur bor yang berada di Desa Sumber Sari yang berjarak 1 Km dari perusahaan (Octavia 2017). 4.2 Alat dan Bahan 4.2.1 Alat Tabel 4.1 Alat dan Fungsi No 1.

Nama Alat Conical tank

Fungsi Alat Sebagai tempat penetasan/ kultur Artemia dan sebagai wadah dekapulasi

2.

Aerasi

Sebagai penyuplai oksigen ke media kultur

3.

Timbangan

Sebagai alat penimbang kaporit dan soda api

4.

Lemari pendingin

Sebagai tempat menyimpan telur artemia yang sudah di dekapsulasi

5.

Gayung

Untuk mengambil artemia dari wadah

6.

Mikroskop

Untuk mengamati perkembangan artemia

7.

Tabung reaksi

Untuk tempat sampel

8.

Pipet tetes

Untuk mengambil sampel dari tabung reaksi

9.

Kaca preparat

Untuk tempat sampel waktu pengamatan di mikroskop

10.

Rak tabung reaksi

Untuk tempat tabung reaksi

11.

Kamera

Untuk mengabadikan kegiatan kultur maupun pengamatan penetasan artemia

12

4.2.2 Bahan Tabel 4.2 Bahan dan Fungsi No 1

Nama Bahan Telur Artemia

Fungsi Bahan Sebagai bahan kultur

(Golden West Artemia) 2

Air laut

Sebagai bahan media

3

Soda api (NaOH)

Sebagai bahan kimia untuk proses dekapsulasi

4

Kaporit ( Ca(ClO)2)

Sebagai bahan kimia untuk proses dekapsulasi

4.3 HASIL 4.3.1 Hatching Rate Menurut Sorgeloos dan Kulasekarapandian (1987), Hatching Precentage adalah persentase dari jumlah rasio kista yang menetas per jumlah total kista. Hatching Precentage dapat dinyatakan dalam rumus: HP=

N 𝑵+𝑪

𝑥 100 %

Keterangan : N: Jumlah nauplius yang menetas. C: jumlah kista yang berisi embrio tetapi tidak menetas. HP: Hatching precentage Hatching rate akan diamati selama proses penelitian berlangsung untuk mengetahui % jumlah telur yang menetas . Hatching rate dihitung dengan menggunakan rumus : ∑𝒙

HR = 𝟏𝟎𝟎 × jumlah kista/gram Keterangan : ∑𝑥 : hasil rata-rata hatching percentage HR : Hatching rate Tabel 4.3 Hatching percentage sampel 1 Pengulangan

Kista tidak menetas

Naupli

Hatching percentage

1

63

223

77,97%

2

110

409

78,80%

3

92

259

73,78% ∑H

76,85%

13

∑x

HR = 100 × jumlah kista/gram =

76,85 100

× 384000

= 295.104 gram/ml Tabel 4.4 Hatching percentage sampel 2 Pengulangan

Kista tidak menetas

Naupli

Hatching percentage

1

89

260

74,49%

2

26

103

79,84%

3

45

205

82% ∑H

78,77%

∑x

HR = 100 × jumlah kista/gram =

78,77 100

× 384000

= 302,4768 gram/ml 4.3.2 Penetasan Artemia (Artemia salina) Penetasan kista artemia dilakukan di connical tank dengan suhu 29ºC dan salinitas 32 ppt, sedangkan untuk oksigen terlarut atau dissolved oxygen pada media penetasan artemia sebesar 6,85 mg/l, untuk menjaga suplai oksigen terlarut pada media penetasan ditambahkan dengan bantuan aerasi hal tersebut sesuai dengan Jusadi (2003) yang menyatakan agar diperoleh hasil penetasan yang baik maka oksigen terlarut di dalam air harus lebih dari 5 ppm. Untuk mencapai nilai tersebut dapat dilakukan dengan pengaerasian yang kuat.

Disamping untuk

meningkatkan oksigen, pengaerasian juga berguna agar cyste yang sedang ditetaskan tidak mengendap. Suhu sangat mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu optimal untuk penetasan artemia adalah 26-29º C. Pada suhu dibawah 25º C artemia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas dan pada suhu diatas 33º C dapat menyebabkan kematian cyste. Mengetahui cara penetasan artemia dari kista sampai naupli yang siap dijadikan pakan alami pada budidaya benur yaitu mengamati artemia yang sedang di kultur dari 0 jam pengkulturan sampai panen ±25 jam. Untuk mengamati perkembangan artemia dari kista sampai naupli dengan menggunakan mikroskop

14

setiap jamnya. Kista artemia mulai melepaskan kulit/cangkang pada 4 jam penetasan terlihat pada gambar 4.2 beberapa embrio berusah lepas dari kulit/cangkang, setelah 10 jam beberapa sudah ada yang menjadi instar 1 dan beberapa masih belum sempurna menjadi instar 1. Setelah 15 jam pengkulturan artemia semua sudah menjadi naupli yang berukuran 490 mikron. Pada 25 jam naupli artemia siap di panen untuk dijadikan sebagai pakan benur pada fase post larva atau PL.

Gambar 4.2 Penetasan artemia dari kista hingga naupli sampai panen 4.4 PEMBAHASAN

Pembuatan larutan dekapsulasi

Proses pemanenan

Pengamatan penetasan artemia menggunakan mikroskop

Pembuatan media penetasan kista artemia

Proses penetasan artemia yang sudah di dekapsulasi

Gambar 4.3 Diagram pelaksanaan Praktik Kerja Lapang Proses pertama pembuatan larutan dekapsulasi bahan yang digunakan yaitu, kaporit dan soda api. Pertama melarutkan Ca(ClO)2 atau kaporit sebanyak 15 kg dan NaOH atau soda api sebanyak 15 kg kedalam air laut 450 liter. Untuk menghomogenkan larutan tersebut dengan cara menambahkan aerasi. Larutan

15

yang sudah tercampur dapat digunakan untuk mendekapsulasi telur artemia. Larutan tersebut bisa digunakan sebanyak 8 kali dekapsulasi, setiap dekapsulasi menggunakan telur artemia 8 kg. Proses pertama memasukkan 8 kg telur artemia kedalam bak kemudian, menambahkan larutan dekapsulasi untuk mengaduk kista dengan cara menambah aerasi. Untuk menjaga suhu telur artemia tidak melebihi 40º c dengan cara menambahkan air tawar, karena kalau suhu waktu proses dekapsulasi melebihi dari 40º c dapat menyebabkan embrio mati dan tidak dapat menetas. Telur artemia di dekapsulasi selama 30 menit. Kemudian dituang ke saringan untuk meniriskan air dekapsulasi dan membilasnya dengan air tawar untuk menghilangkan cairan dekapsulasi. Tujuan dari dekapsulasi telur artemia itu sendiri bertujuan menipiskan kulit kista artemia untuk meningkatkan hatching rate atau daya tetas telur tinggi dan menghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista artemia (telur artemia) hal tersebut menurut Haines (1980). Terlihat perbedaan telur artemia yang belum didekapsulasi dengan yang sudah didekapsulasi, terlihat pada kista yang sudah di dekapsulasi kulit kista atau klorin menjadi tipis hal tersebut mempercepat dan mempermudah embrio artemia untuk lepas dari kulit/cangkang. Sedangkan, pada telur artemia yang belum didekapsulasi tidak terlihat embrio karena masih tertutup kulit/ tebal cangkang kista artemia. Proses penetasan kista artemia setelah melakukan dekapsulasi kista artemia yang harus dilakukan yaitu dengan membuat media penetasan dengan cara menyiapkan connical tank dan air laut dengan salinitas 32 ppt sebanyak 450 liter untuk 1 kg kista artemia. Untuk menyuplai oksigen dan mengaduk kista agar tidak mengendap didasar dilakukan dengan cara menambah aerasi. Perlakuan kista artemia yang sudah didekapsulasi dengan cara disimpan dilemari pendingin tidak terlalu berpengaruh pada perkembangan artemia maupun haching rate karena menurut Pramudjo dan Sofiati, (2004) kista hasil dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0º C – 4º C dan digunakan sesuai kebutuhan.

16

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengamatan dengan objek pengamatan pada 2 sampel connical tank. Connical tank pertama dengan perlakuan telur artemia setelah didekapsulasi dan ditiriskan dibiarkan selama 24 jam dilemari pendingan dan connical tank kedua dengan perlakuan setelah di dekapsulasi dan ditiriskan langsung di kultur. Menunjukkan bahwa pada perkembangan artemia tidak berbeda yang menunjukkan perbedaan terletak pada hatching rate, pada sampel 1 atau connical tank pertama diperoleh hasil 295.104 gram/ml sedangkan pada sampel 2 atau connical tank kedua diperoleh hasil 302,4768 gram/ml. Metode penetasan menggunakan dekapsulasi sangat membantu mempercepat penetasan kista dan meningkatkan daya tetas kista artemia. 5.2 Saran Metode dekapsulasi sangat membantu untuk mempercepat proses penetasan kista artemia, akan tetapi bahan yang digunakan sangatlah berbahaya alangkah baiknya menggunakan masker kimia.

17

DAFTAR PUSTAKA

BBAP, 1996. Pengembangan Usaha Produksi Kista Artemia oleh Petambak Garam di Madura. Balai Budidaya Air Payau, Direktorat Jendral Perikanan, Jepara Criel, G.R.J,. 1991. Morphology of Artemia in Artemia Biology. (Ed) Browne, R.A., Sorgeloos,. P., Trotman, C.N.A., Press. Boca Raton-Florida Goretti, M. L. P. 1984. Teknik Penetasan dan Pemanenan Artemia Salina. Jurnal Oseana. Vol IX, No 2: 57 – 65. Haines, P.B., R.G. Howey dan G.L. Theis 1980. Decapsulation of brine shrimp (Anemia salina) cysts. Lamar Information Leaflet 80 - 106 Lamar Fish cultural Development Center, Pensylvania, U.S.A. Hasyim, B.A. 2002. Pengaruh Artemia yang Diperkaya dengan Minyak Ikan, Minyak Kelapa dan Minyak Jagung Terhadap Pertumbuhan, Sintasan dan Volume Otak Larva ikan Nila (Oreochromis niloticus). Bogor. Skirpsi Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Intitut Pertanian Bogor. 39 hlm Mudjiman, A. 1989. Udang Renik Air Asin Artemia salina. Jakarta: Penerbit Bhatara Octavia, R. D. N. 2017. Teknik Kultur Thallasiosira rotula dalam Skala Laboratorium di PT. Centralpertiwi Bahari Rembang Jawa Tengah Praktek Kerja Lapang. Unversitas Airlangga Surabaya Panulirus homarus (Linnaeus, 1758) in Kenya”. Unpublished PhD thesis, University of Nairobi, Kenya Pramudjo dan Sofiati. 2004. Prospek Teknik Produksi Cyste Brine Shrimp (Artemia salina LEACH) di Indonesia. Fakultas Perikanan. Unsrat-Manado Sorgeloos P. 1986. The Use of Brine Shrimp Artemia in Aquaculture. P: 25-46. In, G. Persoone, P. Sorgeloos, O.A. Roels & E. Jaspers (Eds). The Brine Shrimp Artemia: Ecology, Culturing, Use in Aquaculture. Vol 3. Universe Press, Wethern, Belgium Subaidah dan Mulyadi. 2004. Cara Penetasan Artemia dengan Cara Dekapsulasi. Jakarta Sutaman. 1993. Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga. Kansius. Yogyakarta

18

Tyas, I. K. 2004. Pengkayaan Pakan Nauplius Artemia dengan Korteks Otak Sapi untuk Miningkatkan Kelangsungan Hidup , Pertumbuhan, dan Daya Tahan Tubuh Udang Windu ( Penaus monodon. Fab) Stadium PL 5 – PL 8. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS. Surakarta Umbas, A. P. 2002. Pengaruh Dosis Pengkayaan 0, 6, 7, 8, 9, 10 ml/ 400ml dan Waktu Dedah Terhadap Kinerja Pertumbuhan Artemia. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. 54 hlm. Widodo, Aris. Et al.2016. Pengaruh Lama Waktu Perendaman dan Larutan Dekapsulasi terhadap Penetasan Siste Artemia sp. Jurnal Mina Sains.vol 2(1): 31-38 Yolanda,C.P. 2012. Performa Pertumbuhan, Kelulusa Hidupan, dan Kandungan Nutrisi Larva Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) melalui Pemberian Pakan Artemia Produk Lokal yang diperkaya dengan Sel Diatom

19

LAMPIRAN

20

21

22

Related Documents

Ihsan
October 2019 39
Ihsan Aditya.docx
December 2019 33
Meraih Sukses (ihsan)
April 2020 30

More Documents from "Ari Firmansyah"

Ihsan Aditya.docx
December 2019 33
Materi Ramadhan
May 2020 21